Minggu, 19 Mei 2013 LAPORAN TETAP PENGENDALIAN KETINGGIAN FLUIDA ( CRL – 1)
I.
TUJUAN
1.
Memahami mekanisme pengendalian On – Off
2.
Mencetak grafik pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut
II.
DASAR TEORI
Peralatan simulasi proses CRL dibuat o leh DIDACTA Italia, dan dikembangkan dik embangkan untuk mempelajari teknik pengendalian level ( ketinggian ) permukaan fluida cair yang dalam hal ini fluida yanng digunakan adalah air. Konfigurasi yang digunakan untuk simulasi ini adalah sistem loop terbuka (open loop) dan sistem loop tertutup (closed loop). Selain itu juga dipelajari mode pengendalian (controller) tak kontinyu (ON – OFF controller) dan pengendalian kontinyu three – terms controller (P/I/D). Air yang berada di tangki dasar (1) dipompakan ke tangki bening berskala (ll) oleh pompa sentrifugal (2) melalui katup pneumatic proporsional (3). Pengisian tangki berskala (ll) menghasilkan tekanan pada bagian dasar tangki yang ekivalen terhadap ketinggian (level) liquid dalam tangki, dideteksi oleh transuder tekanan yang diubah ke arus listrik (P/I) (13) dan ditransmisikan sebagai sinyal Y ke unit pengkondisi (panel) kontrol (9). Outputnya berupa sinyal X ysng berasal dari panel kontrol (9) ditransmisikan ke katup (3) oleh transduser arus yang diubah ke tekanan (I/P) (4) yang kemudian menggerakkan katup pneumatik proporsional dengan bantuan udara tekan yang disuplai oleh inlet udara tekan (5). Katup V1 dan V2 dapat diatur secara manual untuk menutup dan membuka penuh dalam hubungan dengan tangki berskala (11). Katup selenoid (14) memungkinkan untuk pengendalian gangguan aliran air. Untuk pemakaian katup selenoid (14), V1 harus dalam keadaan terbuka penuh. Pengendalian On – Off Pengendalian yang paling sederhana adalah jenis ON – OFF, dimana penggerak (actuator) hanya berada pada dua posisi ON (hidup) atau posisi OFF (mati). Pada unit CRL ini diasumsikan actuator adalah katup pneumatik yang kanan berada pada posisi membuka atau menutup aliran yang menuju tangki berskala. Katup akan terbuka apabila llevl air berada dibawah dari level yang diinginkan (set point) dan katup menutup apabila level air melebihi dari set point. Disini akan terdapat batasan level (level threshold) yang berhubungan dengan set point, apabila batasan ini dilampaui karena level bertambah atau berkurang, katup juga berubah posisinya. Hal ini akan menimbulkan perubahan posisi katup disekitar batasan level, yang timbul pada pengeporasian normal. K etika level sedikit di bawah set po int, katup
akan teruka seingga level melebihi setpoint dengan cepat, kemudian katup menutup dan level berkurang kembali dan seterusnya berulang – ulang. Untuk mengatasi problem ini, dan mencegah ausnya penggerak (katup), ada baiknya diberikan dua batasan level yang diukur secara simetris diatas dan dibawah setpoint. ·
Batasan atas dilampaui apabila level meningkat, katup akan menutup
·
Batasan bawah dilampaui apabila level berkurang, katup membuka
Interval antara level yang dikehendaki dengan salah satu batas level dinamakan
histerisis.
Semakin besar histerisis, semakin rendah tekana pada actuator. pengendalian dengan resistive probe juga merupakan pengendalian tidak kontinyu, namun keadaan on/off pada pengendalian dengan resistive probe berbeda pada bagian actuatornya. Pada resistive probe, posisi katup pneumatic akan terus terbuka, gerakan hidup mati yang diperintahkan oleh controller berdasarkan hasil evaluasi terhadap pengukuran ketinggian minimum atau maksimum menyebabkan pompa sentrifugal mati atau hidup dalam usaha mempertahankan rentang histerisis probes. Tangki bening berskala unit CRL mempunyai tiga buah probes didalamnya yang berfungsi untuk mengukur level fluida (R1, R2, dan R3). R1 dan R2 dapat berfungsi sebagai batas atas pada pengendalian on – off. Apabila katup pengeluaran (V2) terbuka, tangki pada keadaan kosong dan selektor pada panel kontrol (23) berada pada posisi sesuai resistive probes yaitu antara 0 dan PC, maka air akan mengalir mengisi tangki. Sistim akan membuka katup pneumatik sebesar 100% sampai level mencapai R2 dan melewati batas bawah R2 tersebut, katup terbuka kembali, demikian berulang seperti pada pengendalian on – off. R3 berada pada posisi level 85% sedangkan R2 pada level 75% kontrol pada posisi 0.
III.
BAHAN DAN ALAT
1.
Satu set unit CRL
2.
Satu set personal komputer
3.
Air dalam tangki penampungan
IV.
PROSEDUR KERJA
(Pastikan seluruh kabel listrik dan penghubung antara komputer dan unit CRL t ersambung dengan baik dan benar selektor komputer pada CRL bukan pada CRF) Pengendalian dengan katup pneumatik :
1.
Mengeset selektor kontrol (23) dipanel kontrol unit CRL pada posisi ‘PC’ dan selektor noise (20)
pada 0. 2.
Membuka katup V1 dan V2 dan dan mengosongkan volume tangki. Mengatur agar katup
V2 tertutup sekitar 25%, katup V1 tetap terbuka. 3.
Menghidupkan unit CRL dengan mengaktifkan tombol saklar utama (15).
4.
Memutar sambil menarik katup tekanan (7) dan mengatur dengan memutar katup tersebut
agar tekanan yang terbaca di (6), maksimal 2 bar. 5.
Menghidupkan komputer, menjalankan program CRL dan pilih file ‘new’.
6.
Memilih regultor on-off pada regulator type, click oke, lalu klik oke lagi.
7.
Pada monitor parameter masukkan :
·
Set point
= 30%
·
Histerisis
= 5%
·
Open Time
=2s
·
Gain
8.
Menekan tombol ‘start’ untuk memulai percobaan.
9.
Mengobservasi kejadian di unit CRL dan grafik yang terbentuk. Mencatat waktu yang
=1
dibutuhkan mulai dari batas atas (ketinggian maksimum) hingga batas bawah (ketinggian minimum). Mengulangi pencatatan waktu hingga didapat 3 identik. Mengamati bahwa katup pneumatik menutup saat ketinggian kurang dari batas bawah. ik naik turun, menekan tombol ‘freeze’. Hal ini menyebabkan 10. Setelah terbentuk 3 siklus graf ik
proses terhenti. 11. Mengubah parameter dengan dengan menekan tombol param, mengganti histerisis histerisis menjadi 8% menekan enter atau klik oke. 12. Menekan tombol ‘start’ kembali, observasi gerakan yang terja di baik di unit CRL maupun grafik yang terbentuk di layar monitor. 13. Setelah mendekati 7 menit. Menekan tombol ‘freeze’ dan menghidupkan printer, klik tombol ‘print’ untuk memulai pencetakan grafik.
14. Mengulangi langkah 7 untuk perubahan perubahan harga : ·
Set point
= 30%
·
Histerisis
= 5%
·
Open Time
=2s
·
Gain
= 0,8
15. Melakukan kembali langkah 8 hingga 13 (ubah gain menjadi 0,5). 16. Mengulangi langkah 7 untuk perubahan harga : ·
Set point
= 30%
·
Histerisis
= 5%
·
Open Time
= 15 s
·
Gain
= 0,8
17. Melakukan kembali langkah 8 hingga 13 (ubah gain menjadi 25) 18. Pada akhir percobaan mengklik tombol ‘Quit’ lalu yes. Klik file, pilih exiit dan tekan yes. 19. Mengososngkan tangki dan matikan saklar utama.
VI.
ANALISA DATA PERCOBAAN
Pada percobaan ini, alat CRL udara tekan diatur 2 bar ke katup pneumatik ynag berfungsi untuk mengatur atau mengendalikan arah udara yang akan bekerja menggerakkan akuator. Jenis katup yang digunakan adalah katup pengatur aliran. Katup ini berfungsi untuk mengontrol atau mengendalikan besar kecilnya aliran udara. Besarnya aliran yaitu jumlah volume udara yang mengalir akan mempengaruhi besar daya dorong udara tersebut. Pada CRL, jika arus 4 mA maka tekanan 3 psia dan katup tertutup penuh (0%), sedangkan jika arus 20 mA maka 15 psia dan katup terbuka penuh (100%). Di dalam katup pn eumatik juga terdapat suatu membran yang akan kembang kempis. Jika udara hilang maka membran akan mengepis dan sebaliknya. Pada saat percobaan alat dioperasikan secara manual, penentuan dilakukan oleh sensor dalam tangki bening. Pada grafik dari hasil percobaan dapat diamati bahwa dengan set point 30% dan histerisis 5% maka akan diperoleh titik puncak 35% yaitu penambahan dari rentang histerisis ke set point, dan akan diperoleh titik lembah 25% yaitu pegurangan dari rentang histerisis ke setpoint. Dilihat dari grafik open time yang digunakan 2 s. Hal ini berarti, katup akan membuka untuk mencapai level 35% dalam waktu 2 sekon dan katup akan menutup sampai mencapai level 25% dalam waktu 2 sekon. Pada grafik pengamatan masing-masing digunakan gain 1 dan 0,8. Apabila gainnya bernilai 1 maka katup akan membuka 100% dan ketika gainnya bernilai 0,8 maka katup akan membuka 80%. Garis merah padapada grafik tegak lurus (vertikal) menyatakan gain sedangkan garis merah yang horizontal menyatakan open time. Dan garis biru menyatakan nilai set point dan rentang histerisis.
VII. KESIMPULAN Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
·
Mahasiswa dapat memahami simulasi dari pengendalian on-off dengan katup pneumatik.
·
Set point = level ketinggian cairan yang diinginkan
Histerisis = ambang batas toleransi dari set point Gain
= katup bukaan penuh
Open Time ·
= waktu yang dibutuhkan untuk katup terbuka
Arus yang melalui 4 mA maka tekanan 3 psi (katup tertutup 0%) dan arus yang melalui 20 mA
maka tekanan 15 psi (katup terbuka 100%).
VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet penuntun praktikum pengendalian proses. POLSRI Palembang.
Diposkan oleh sileo di 08.57 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) http://leoyuda.blogspot.com/2013/05/laporan-tetap-pengendalian-ketinggian.html
Minggu, 08 Desember 2013
LAORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN LEVEL
1. TUJUAN :
Mengetahui prinsip alat pengukur ketinggian level switch dan differential switch.
Mengetahui prinsip alat pengukur controller.
Untuk mengetahui karakterisitk masing – masing parameter pengendalian PID
Melakukan optimasi parameter pengendalian dengan metode Tuning.
Melakukan optimasi dengan mode PSV
2. DASAR TEORI :
Proses operasi dalam industri kimia bertujuan untuk mengoperasikan rangkaian peralatan sehingga proses dapat berjalan sesuai dengan satuan operasi yang berlaku. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengendalian. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses operasi teknik kimia seperti suhu (T), tekanan (P), laju alir (F) tinggi permukaan cairan (L), komposisi, pH, dan lain sebagainya. Peranan pengendalian proses pada dasarnya adalah mencapai tujuan proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Ketinggian suatu cairan merupakan salah satu hal yang harus dikendalikan dalam suatu industry kimia. Apabila ketinggian cairan tidak dikendalikan maka proses dalam industry akan terganggu. Jika ketinggian cairan melebihi ketinggian yang diinginkan maka akan terjadi overflow atau cairan akan meluap sehingga mengganggu atau daoat merusak alat-alat lain dan jika ketinggian cairan kurang dari ketinggian yang diinginkan maka proses tidak akan bekerja. Oleh karena itu ketinggian suatu cairan harus dikendalikan dalam suatu industry. Jenis-jenis variable yang berperan dalam sistem pengendalian, yaitu: 1)
Process Variable (PV) adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan sistem proses yang dikendalikan agar nilainya tetap atau berubah mengikuti alur tertentu (variable terkendali).
2)
Manipulated Variable (MV) adalah variable yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan PV (variable pengendali).
3)
Set Point (SP) adalah nilai variable proses yang diinginkan (nilai acuan).
4)
Gangguan (w) adalah variable masukan yang mampu mempengaruhi nilai PV tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
5)
Variable Keluaran Tak Dikendalikan adalah variable yang menunjukkan keadaan sistem proses tetapi tidak dikendalikan secara langsung. Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau sistem control. Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah sebagai berikut:
a.
Mengukur Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai variable proses.
b.
Membandingkan Hasil pengukuran atau pengamatan variable proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan ( set point ).
c.
Mengevaluasi Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
d.
Mengoreksi Tahap ini bertugas melakukan koreksi variable proses, agar perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin. Untuk pelaksanan langkah-langkah pengendalian proses tersebut diperlukan instrumentasi sebagai berikut:
1.
Unit proses.
2.
Unit pengukuran. Bagian ini bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa besaran fisik atau kimia menjadi sinyal standar (sinyal pneumatic dan sinyal listrik). Unit pengukuran ini terdiri atas:
a)
Sensor: elemen perasa (sensing element) yang langsung “merasakan” variable proses. Sensor merupakan bagian paling ujung dari sistem/unit pengukuran dalam
sistem
pengendalian.
Contoh
dari
elemen
perasa
yang
banyak
dipakai
adalahthermocouple, orificemeter, venturimeter, sensor elektromagnetik , dll. b)
Transmitter atau tranducer: bagian yang menghitung variable proses dan mengubah sinyal dari sensor menjadi sinyal standar atau menghasilkan sinyal proporsional, seperti:
DC
voltage 0-5 volt
DC
current 4-20 mA
Pressure 3-15 psi
3.
Unit pengendali atau controller atau regulator yang bertugas membandingkan, mengevaluasi dan mengirimkan sinyal ke unit kendali akhir. Hasil evalusi berupa sinyal kendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran. Pada controller bisaanya dilengkapi dengan control unit yang berfungsi untuk menentukan besarnya koreksi yang diperlukan. Unit ini mengubah error menjadi manipulated variable berupa sinyal. Sinyal ini kemudian dikirim ke unit pengendali akhir (final control element).
4.
Unit kendali akhir yang bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan koreksi melalui pengaturan variable termanipulasi. Unit kendali akhir ini terdiri atas:
a)
Actuator atau servo motor: elemen power atau penggerak elemen kendali akhir. Elemen ini menerima sinyal yang dihasilkan oleh controller dan mengubahnya ke dalam action proporsional ke sinyal penerima.
b)
Elemen kendali akhir atau final control element: bagian akhir dari sistem pengendalian yang berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variable yang diperintahkan oleh controller. Contoh paling umum dari elemen kendali akhir adalah control valve (katup kendali). Pengendalian level bisaanya digunakan untuk mengendalikan aliran air
pada ketinggian tertentu dengan tekanan tertentu pada suatu tabung atau pipa.
Tipe-tipe pengendalian
Pengendali ON-OFF
Pengendali yang paling dasar adalah mode on-off atau sering disebut metode dua posisi. Jenis pengendali on-off ini merupakan contoh dari mode pengendali tidak terus menerus (diskontinyu). Mode ini paling sederhana, murah dan seringkali bisa dipakai untuk mengendalikan proses-proses yang penyimpanannya dapat ditoleransi. Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu nilai maksimum (100%) dan nilai minimum (0%). Sebagai contoh adalah pengendali temperature ruangan dengan memakai AC, setrika listrik menggunakan sakelar temperature. Respon Pengendali : Hanya
memiliki dua nilai keluaran, maksimum (100%) atau minimum (0%).
Selalu
terjadi cycling (perubahan periodic pada nilai PV)
Cocok
dipakai untuk respon PV yang lambat
Tidak
cocok jika terdapat waktu mati.
Gambar 6.7. Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air. Mekanisme pengendali ini mudah difahami bila ditinjau pengatur tinggi air dalam tangki. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan dengan laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan R, maka sensor tinggi air akan memberi sinyal bahwa terjadi penurunan permukaan air melebihi batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintah pompa untuk bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke tangki dan permukaan air akan naik kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti.Akibat terjadi pengosongan tangki, dan proses di atas berulang lagi. Dengan demikian pompa akan selalu matihidup secara periodic seiring dengan perubahan tinggi permukaan air. Peristiwa ini disebut cycling atau osilasi.
Gambar Osilasi pada variabel proses (PV) Keterangan gambar: y = sinyal pengukuran tinggi air u = sinyal kendali ke pompa
secara matematik, u =
Pengendali On-Off dengan Histerisis
Untuk mencegah osilasi terlalu cepat pada pengendalian on-off dua posisi, perlu dibuat lebih dari satu batas yaitu batas atas (BA) dan batas bawah (BB). Adapun langkah pengerjaan pengendalian on-off dengan histerisis: Dibuat
lebih dari satu batas atas (BA) dan batas bawah (BB)
Batas
atas adalah batas tertinggi variable proses saat naik
Batas
bawah adalah batas terbawah variable proses saat turun
BA
dan BB disebut celah diferensial (differential gap), daerah netral, atau histerisis
Fungsi
celah diferensial adalah untuk memperlambat periode-periode cycling
Gambar Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air dengan celah diferensial. Dengan adanya dua titik acuan (batas), maka terdapat daerah netral yang berada di antara dua titik acuan. Jika permukaan air berada pada daerah netral, terdapat dua kemungkinan. Pertama, bila air sedang turun maka pompa tidak bekerja, karena permukaan air masih di atas batas bawah. Kedua, bila permukaan air sedang naik maka pompa sedang bekerja, karena permukaan air di bawah batas atas.
Gambar Pengendali dua posis pada proses pengendalian tinggi air dengan celah differensial. (a) Osilasi pada variabel proses (PV) (b) Keluaran pengendali Pengendali dua posisi mencatu energy atau massa ke dalam proses dengan bentuk pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variable proses.
Amplitude cycling bergantung pada tiga factor, yaitu:
Konstanta waktu proses
Waktu mati
Besarnya perubahan beban Kelebihan pengendali dua posisi:
Perancangan mudah
Murah
Terpercaya Kekurangan pengendalian dua posisi:
Terjadi fluktuasi pada variable proses, terutama bila perubahan beban cukup besar.
Pengendali Proporsional
Proporsional adalah persen perubahan sinyal kendali sebanding dengan persen perubahan sinyal pengukuran. Dengan kata lain sinyal kendali merupakan kelipatan sinyal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali PID. Pemakaian pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti pengendali
mempertahankan
dengan setpoint . Offset muncul
nilai
PV
dalam
pada usaha
suatu
harga
pengendali
yang
berbeda
mempertahankan
keseimbangan massa dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan
untuk
proses
yang
dapat
menerima offset .
Faktor
kelipatan
disebut gain pengendali (Kc). Pengendali proporsional sebanding dengan errornya. Persamaan matematika : U = Kc.e + Uo dengan , U
= Keluaran pengendali (sinyal kendali),
Kc
= Proportional gain (gain pengendali)
e
= Error (SP – PV)
Uo
= bisa, yaitu nilai sinyal kendali saat tidak ada error (e = 0)
Istilah gain pengendali bisaanya dinyatakan dalam proportional band (PB)
Harga PB berkisar 0 – 500. PB
pada
dasarnya
menunjukkan
persentasi
rentang
PV
yang
dapat dikendalikan atau range error maksimum sebagai masukan pengendali yang
dapat menyebabkan pengendali memberikan keluaran dengan range maksimum. Semakin sempit proportional band, offset semakin kecil yang sesuai dengan proses dengan kapasitas besar, waktu mati kecil sehingga dapat memakai proportional band yang sempit. Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional
Gambar Respon Pengendali Proporsional
Pengendali Proportional Integral
Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional adalah menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada pengendali proporsional-integral sistem pengendali cenderung mudah osilasi, sehingga PB perlu lebih besar. Persamaan pengendali PI:
dengan : ti = waktu integral (integral action) Aksi integral merespons besar dan lamanya error . Aksi integral dapat dinyatakan dalam menit per-pengulangan (= waktu integral) atau pengulangan permenit (konstanta integral). Respon loop terbuka pengendali proporsional integral (PI) pada gambar di bawah ini. Persamaan:
Gambar 6.13 Respon loop terbuka Pengendali Proporsional-Integral (PI) Catatan :
Waktu integral tidak boleh lebih kecil disbanding waktu mati proses sebab valve akan mencapai batas sebelum pengukuran (PV) dapat dibawa kembali ke setpoint .
Ketika
aksi
integral
diterapkan
pada
sistem
pengendalian
yang
memiliki error dalam waktu yang lama, misalnya proses batch, maka aksi integral akan
mengemudikan
sinyal
kendali
kea
rah
keluaran
maksimum
menghasilkan integral resr wind-up atrau ke arah minimum (integral reset winddown).
Pengendali Proporsional Integral Differential (PID)
Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan menambah aksi aksi derivative pada pengendali proporsional integral (PI) sehingga menghasilkan jenis pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Aksi derivarif bertujuan mempercepat respons perubahan PV dan memperkecil overshoot , namun sistem ini sangat peka terhadap gangguan bising ( noise). Sistem ini sangat cocok pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati, penambahan aksi derivative dapat memperbaiki kualitas pengendalian, namun tidak dapat digunakan pada proses dengan waktu mati dominant, penambahan aksi derivative dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan ( lag ) respons pengukuran. Persamaan standar pengendali proporsional-integral-derivatif (PID)
Dengan: d = waktu derivative (menit)
Gambar 6.14 Respons steep loop terbuka pengendali (PID) Sifat-sifat pengendali proporsional-integral-derivatif (PID) yaitu tanggapan cepat dan
amplitude
osilasi
kecil
(lebih
stabil),
tidak
terjadi offset dan
peka
terhadap noise.
Pengendalian Proporsional Derivativ (PD)
Pengendali proporsional-derivatif (PD) banyak menimbulkan masalah sehingga model pengendali ini hamper tidak pernah dipakai di industri karena kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses dengan waktu dominan. Model pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses batch dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat. Persamaan standar pengendali proporsional-derivatif (PD)
Gambar 6.15 Respons steep loop terbuka pengendali (PD) Pengendali proporsional derivative (PD) tanggapan cepat terhadap respons dengan overshoot kecil namun sangat peka terhadap noise. Penentuan Parameter Pengendali Optimum (Optimum Control Setting)
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali, diantaranya adalah: a. Metode Osilasi teredam (Damped Ossilation Method) Metode ini didasarkan pada respon proses yang mempunyai decay ratio ¼ pada suatu sistem tertutup yang hanya menggunakan aksi proporsional. Metode ini dilakukan dengan cara mengecilkan nilai gain dari harga terkecil sampai satu nilai tertentu sehingga didapat respon yang berosilasi dan mempunyai decay ratio ¼.
b. Metode Loop Tuning (Continous – (Continous – Cycling Cycling Method) Metode penyetelan dengan menggunakan metode loop tuning pada dasarnya adalah penyetelan secara eksperimen untuk mendapatkan suatu nilai konstanta kritis atau penguat ultimat (gain ultimat) pada kontroller yang hanya menggunakan aksi proportional dalam siklus pengendali tertutup (closed loop sistem). Penyetelan dilakukan secara coba – coba – coba coba dengan cara merubah nilai gain secara selangkah demi selangkah, sampai didapatkan respon dari sistem yang berosilasi secara terus menerus. Kondisi dimana sistem berosilasi secara terus menerus yang disebabkan oleh nilai penguatan proporsional yang digunakan disebut gain ultimate (Ku) dan besarnya perioda perioda yang yang terjadi tiap cycle disebut ultimate periode (Pu).
Gambar Respon Proses pada kondisi Kritis atau Kondisi ultimat Pada kondisi respon proses yang berisolasi secara continue waktu tiap periode kritis dapat dihitung dihitung dengan mengambil titik sembarang dari satu puncak ke puncak berikutnya (lihat gambar di atas). Untuk mendapatkan parameter yang optimum maka Ziegler Nichlos telah menetapkan sesuai dengan tabel berikut ini :
AKSI KONTROL
P P+I P+I+D
NILAI PENGENDALI Kc 0.50 Ku 0.45 Ku 0.60 Ku
TI Pu /1.2 Pu /2.0
TD Pu /8
Tabel Pengesetan parameter pengendali menurut metode Ziegler Nichols. c. Metode Kurva Reaksi (Reaction Curve Method) Metode ini juga dikembangkan oleh Ziegler Nichlos dan sering disebut dengan metoda reaksi proses. Pendekatan dasarnya yaitu didasarkan pada respon transient suatu proses akibat adanya suatu perubahan step input pada suatu rangkaian terbuka (open loop). Pada saat mulai untuk metode ini, bisaanya dilakukan gangguan terhadap proses yaitu dengan cara melakukan perubahan step terhadap output kontroller sebesar M%. Nilai variabel kontrol saat dilakukan gangguan dan setelah mencapai nilai jenuh diukur atau dicatat (jika menggunakan recorder), serta waktu yang dibutuhkan proses untuk mencapai nilai jenuh yang baru. Selang waktu yang dibutuhkan dibutuhkan tepat saat gangguan dilakukan dan saat tercapainya nilai baru yang jenuh merupakan penjumlahan dari waktu mati (T
AD)
dan waktu naik (T a) secara keseluruhan. Tanggapan proses untuk loop terbuka diperlihatkan pada gambar 1.6. dibawah ini :
Gambar Tanggapan Proses Loop Terbuka Berdasarkan hasil dan respon proses tersebut diatas maka COHEN & COONS menetapkan nilai – nilai – nilai nilai parameter pengendali seperti tabel berikut :
Metode Kontroller
Kc
Penyetelan Kontroller TI
TD
P
P+I
P+D
P+I+D
Dimana Us = penguatan sistem = Cp/M% Kestabilan
Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil. Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang diinginkan diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan osilasi. Pada gain Pada gain pengendali pengendali
yang
besar
( proportional proportional
band terlalu
kecil)
dapat
menyebabkan sistem berosilasi meskipun memiliki tanggapan cepat. Sebaliknya jika gain jika gain terlalu kecil, penyimpangan variabel proses terlalu besar. Kalaupun kembali ke nilai yang dikehendaki, akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan kompromi antara kecepatan dan kestabilan sistem, telah dibakukan criteriaRedaman Seperempat Amplitude . Artinya, amplitude puncak gelombang berikutnya berikutnya adalah seperempat amplitude sebelumnya. sebelumnya. Ini terjadi jika gain total pada periode osilasi. Gc Gv Gp Gt = 0,5 Dengan G adalah gain adalah gain,, indeks c,v,p,t berturut-turut menunjukkan pengendali, elemen kendali akhir, proses dan transmitter. Dinamika elemen kendali akhir dan transmitter bisaanya diabaikan terhadap dinamika
proses,
sehingga
hanya
memiliki
nilai
Kv
dan
Kt.
Dengan
memasukkan gain memasukkan gain keduanya ke dalam dinamika proses, maka persamaan di atas menjadi; Gc Gps = 0,5 Di sini Gps = Kv Gp Kt yaitu gain sistem proses termasuk elemen kendali akhir dan transmitter.
Pemilihan Jenis Pengendali
Hakikat utama pengendalian proses adalah mempertahankan nilai variable proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi, untuk mecapai hal tersebut maka perlu dilakukan pemilihan jenis pengendali yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan operasi.Teknik pemilihan dan penerapan jenis pengendali sebagai berikut: 1. Penggunaan pengendali dua posisi, jenis ini dapat digunakan jika :
Variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi
Cycling pada variable proses dapat diterima dan laju perubahan variable proses lambat.
2. Pengendali proporsional, jenis ini digunakan jika pengendali dua posisi tidak mencukupi. Jenis ini dapat digunakan jika :
Offset dapat diterima dengan Kc (atau PB) yang moderat atau jika PB besar
Sistem operasi memiliki aksi integrasi, contoh tekanan gas dan tinggi permukaan cairan dan sistem proses memiliki tanggapan lambat hingga sedang.
3. Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional – integral. Jenis ini dapat digunakan jika :
Variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, contoh laju alir. Sebab aksi integral memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi integral masih tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan cairan jarang dikendalikan dengan PI.
Sistem proses yang tidak dapat membolehkan adanya offset .
4. Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional integral derivatif (PID). Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan lambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominant) dan tidak ada noise, contoh suhu, komposisi, dan pH. 5. Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hamper tidak pernah digunakan di industri. Adanya aksi derivative mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap noise. Padahal variable proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun demikian jika diinginkan memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan tetap kecil, penambahan derivative dapat membantu. Pengendali PD cocok dipakai untuk proses batch dan multikapasitas dengan catatan noise tidak ada.
Level Switch
Pengukuran level menggunakan level switch umumnya digunakan di lapangan dengan prinsip kerja seperti pada sistem pengendali otomatis secara onoff dimana terdapat batas atas dan batas bawah dengan range yang ditentukan. Batas atas dan batas bawah ini ditentukan oleh pelampung yang terbuat dari plastic yang menempel pada batang besi yang ketinggiannya dapat diatur sesuai keinginan. Apabila ketinggian air di bawah level switch ini maka pelampung berada pada batas bawahnya dan ketika ketinggian cairan meningkat maka akan membuat pelampung ini naik hingga batas atasnya.
Differential Switch
Pengukuran level menggunakan differential switch memiliki prinsip kerja yang
hampir
sama
dengan
level
switch,
bedanya
yaitu
alat
pengukur
ketinggiannya. Differential switch terdiri dari dua buah batang elektroda yang dipasang berdekatan, dimana batang elektroda yang satu dipasang lebih panjang daripada elektroda yang lainnya dengan beda ketinggian 10 mm. Range dari batas atas dan batas bawahnya ditentukan oleh ketinggian kedua buah elektroda tadi. Elektroda yang lebih panjang berfungsi sebagai batas bawah dan elektroda yang lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya. Berikut adalah gambar dari level switch dan differential switch yang digunakan dalam praktikum:
3. Alat Dan Bahan :
Alat:
Serangkaian alat pengendalian level (PCT-40)
Seperangkat komputer
Bahan:
Air
4.
Cara Kerja
Section I
a. Pengendalian level mode controller manual dan automatic
1. Menyalakan computer dan seperangkat alat pengendalian level PCT-40. 2. Menyalakan kran air. 3. Merangkai sistem Feed Fordward sesuai gambar 1 atau petunjuk pembimbing. 4. Memasang selang input dari pompa pada SOL 1. 5. Membuka program PCT40 software dan memilih section 1. 6. Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki. 7. Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu. 8. Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki. 9. Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 50, 100 dan 150 serta memilih sistem manual dengan pengeluaran 100% lalu meng-klik “Ok”. 10. Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”. 11. Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk excel. 12. Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru. 13. Mengulangi percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping tampilan tangki dengan “automatic”. b. Pengendalian Level dengan Mode Level Switch
1. Menyalakan computer dan seperangkat alat pengendalian level PCT-40. 2. Menyalakan kran air. 3. Memasang selang input dari pompa pada SOL 1.
4. Membuka program PCT40 software dan memilih section 1. 5. Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki. 6. Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki. 7. Mengatur level float switch pada ketinggian tertentu (tidak sama dengan nilai set point). 8. Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu. 9. Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 50,100 dan 150 serta memilih sistem automatik lalu meng-klik “Ok”. 10. Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “level switch” sistem. 11. Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika selesai mengambil data pilih “STOP”. 12. Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk excel. 13. Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru. 14. Mengulangi percobaan di atas dengan memberian gangguan selama proses yaitu dengan cara membuka atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram. 15. Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru. 16. Mengulangi percobaan di atas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” di samping tampilan tangki dengan “automatic”. c.
Pengendalian level mode differential switch:
1.
Menyalakan komputer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa pada SOL 1.
4.
Membuka program PCT40 software dan memilih section 1.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.
Memilih “configure” pada menu kemudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
8.
Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian me ngubah set point yang diinginkan yaitu 50 serta memilih sistem “automatik ” dengan pengeluaran 100% lalu meng-klik “Ok”.
9.
Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “differential switch” sistem.
10. Memilih ikon “GO” untuk merekam data. Jika telah selesai mengambil data pilih “STOP”. 11. Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk exel. 12. Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru. 13. Mengulangi percobaan di atas dengan memberikan 1 gangguan selama proses yaitu dengan cara membuka atau meng-klik SOL 2 pada layar diagram. 14. Mengulangi percobaan diatas dengan mengganti mode operasi pada menu “control” disamping tangki dengan “manual”.
Section 2 Membandingkan respon pengendalian P, PI, dan PID dengan metode Tuning:
1.
Menyalakan computer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa pada PSV.
4.
Membuka program PCT40 software dan memilih section 2.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.
Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 200 dan nilai PB, TI, dan TD sesuai dengan perhitungan optimasi pada prosedur sebelumnya serta memilih sistem “automatic” lalu meng-klik “Ok”.
8.
Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “controller” sistem.
9.
Membuka drain di bawah tangki level ½ putaran.
10. Memilih ikon “GO” untuk merekam data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data. 11. Setelah beberapa saat proses diberi gangguan pada SOL 3 dan setelah beberapa menit proses dihentikan kemudian menyimpan data dalam bentuk excel. 12. Memilih ikon “new sheet” untuk mengambil data baru.
13. Mengulangi prosedur di atas dengan hanya mengisi nilai PB dan TI saja untuk pengendalian PI dan hanya mengisi nilai PB saja untuk pengendalian P dengan gangguan pada SOL 3. 14. Membandingkan respon ketiga pengendalian di atas. Optimasi
parameter pengendalian dengan metode Tuning:
1.
Menyalakan computer dan alat pengendalian level serta memeriksa rangkaiannya.
2.
Menyalakan kran air.
3.
Memasang selang input dari pompa pada PSV.
4.
Membuka program PCT40 software dan memilih section 2.
5.
Memilih ikon pada tab menu untuk menampilkan layar diagram pengendalian level yang berisi penampakan dari level tangki.
6.
Memastikan sirkulasi air yang masuk ke tangki sudah lancar kemudian mengosongkan air yang ada di dalam tangki.
7.
Memilih “configure” pada menu ke mudian mengatur interval waktu pengambilan data sebesar 5 detik secara kontinyu.
8.
Pada layar diagram, memilih “control” di bawah tank level kemudian mengubah set point yang diinginkan yaitu 100 serta memilih sistem “automatic” lalu meng klik “Ok”.
9.
Memilih kolom pengendalian di kiri atas pada “controller” sistem.
10. Membuka drain di bawah tangki level ½ putaran. 11. Memilih ikon “GO” untuk merekam data dan “STOP” untuk menghentikan proses pengambilan data. 12. Memilih tampilan grafik pada tab menu untuk melihat grafik respon yang terbentuk. 13. Menghentikan proses setelah terjadi osilasi respon yang sama. 14. Menyimpan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk exel. 15. Menghitung nilai amplitudo dan waktu 1 gelombang (t). 16. Menghitung nilai PB, TI, dan Td dengan rumus seperti di bawah ini: PB = y/3 TI = t Td = t/6
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini adalalah pengendalian level atau permukaan cairan. Tujuan dilakukan pengukuran ketinggian cairan adalah untuk mencegah kerusakan alat akibat kekosongan level serta kerugian akibat cairan terbuang, sebagai pengontrol jalannya proses, dan mendapatkan kualitas terbaik. Namun dalam praktikum yang dilakukan yaitu pengendalian level
1. Section I a. Level Switch Manual Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.1. Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch secara manual
Automatic Sp = 50, 100 dan 150 Level float = 122
Gambar 5.2: Respon Step Pada Pengendalian Mode Level Switch Secara Automatic
b.
Differential Switch
Manual Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.4: Respon Step Pada Mode Differential Switch Secara Manual
Automatic Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.5: respon step pada pengendalian mode Differential Switch Secara Automatic
Gabungan dari manual, Automatic dan On-Off pada Set poin 50
Gambar 5.6: respon step pada pada mode Differential Switch
c. Kontroler Automatic Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.7: Respon Step Pada Pada Mode Controler Secara Automatic
Manual Sp = 50,100 dan 150
Gambar 5.8: respon step pada pengendalian mode controler secara maual
Pembahasan Murni
Berdasarkan pada
gambar
5.1
sampai
5.6 menunjukkan bahwa
hasil
pengukuran yang diperoleh melebihi set point dan berhenti pada pengukuran dengan ketinggian level sebesar 120 mm untuk switch level dan 200 mm untuk differential switch. Pada mode level switch, baik manual, automaticnya memiliki respon yang sama jadi manual ataupun automatic pada mode level switch tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point
yang ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi bergantung
pada
setingan
ketinggian
float
switchnya
dalam
tangki
(lapangan). Dengan demikian pada variasi set poin tidak mempengaruhi respon, dimana dari ketiga setpoin itu menunjukkan respon yang sama yaitu sesuai dengan ketinggian yang telah diatur dalam tangki/lapangan. Dalam hal ini, dibutuhkan operator untuk memperhatikan proses dan bersiap menghentikan dan menjalankan proses secara manual pada kedua metode ini. Adapun ketinggian yang telah diatur di dalam tangki pada percobaan yang menggunakan switch level adalah sebesar 120 . Begitupun untuk pada mode differential switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama, sama seperti pada mode level switch sehingga mode manual atau pun automatic tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan mode level switch yaitu tidak sesuai dengan setingan pada controller (room control) tetapi sesuai dengan setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana ketinggian yang diinginkan disesuaikan dengan posisi dua buah elektroda yang dipasang berdekatan dengan jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10 mm di dalam tangki. Elektroda yang lebih panjang merupakan batas bawahnya dan elektroda yang lebih pendek berfungsi sebagai batas atasnya. Pada saat diberi gangguan , respon berosilasi diantara ketinggian dua buah elektroda tadi. Pada percobaan dengan menggunakan controller secara otomatis, hasil pengukuran yang diperoleh sudah mendekati set point atau dapat dikatakan sesuai dengan
set
point
karena
sistem
bekerja
sesuai
dengan
settingan
pada
conntroller yang dapat dilihat pada gambar 5.7. Dalam hal ini pada variasi set poin menunjukkan pengukuran yang diperoleh sesuai dengan set point yang telah ditentukan pada alat pendeteksi (controller) yaitu 50, 100 dan 150. Berbeda dengan penggunaan controller secara manual, hasil pengukuran yang diperoleh melebihi
set point bahkan terjadi outflow (meluap), hal ini berarti pada controller manual fungsi controller tidak bekerja atau dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses dan bersiap untuk menghentikan dan menjalankan proses secara manual.
Pemabahasan Astin rede rerung
Pada percobaan membedakan prinsip kerja Controller, level switch, dan Differential switch ini diperoleh bahwa pada mode controller automatic respon yang dihasilkan sesuai dengan set point yang di input sedangkan pada controller manual terjadi outflow (meluap) atau melebihi set point berarti pada controller manual, fungsi controller tidak bekerja atau dengan kata lain operatorlah yang harus memperhatikan proses dan bersiap untuk menghentikan dan menjalankan proses secara manual. Pada mode level switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama jadi manual atau pun automatic pada mode level switch tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan sesuai dengan ketinggian float switchnya di dalam tangki, tidak sesuai dengan set point yang ditetapkan. Berarti level switch ini tidak dipengaruhi oleh controller tetapi bergantung pada setingan ketinggian float switchnya dalam tangki (lapangan). Pada mode differential switch, manual dan automaticnya memiliki respon yang sama, sama seperti pada mode level switch sehingga mode manual atau pun automatic tidak mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang dihasilkan pada mode ini hampir sama dengan mode level switch yaitu tidak sesuai dengan setingan pada controller (room control) tetapi sesuai dengan setingan di dalam tangki (lapangan). Dimana ketinggian yang diinginkan disesuaikan dengan posisi
dua buah elektroda yang dipasang berdekatan dengan jarak ketinggian antara satu dan yang lain yaitu 10 mm di dalam tangki.
2. Section II Variasi PB Set Poin = 100, 150 dan 200
Gambar 5.9: Respon Step Pada Pengendalian P-Controler
Variasi I PB = 2
Variasi D Set Poin = 50 Gambar 5.10: Respon Step Pada Pengendalian PI-Controler
Variasi I PB = 2 dan IT = 2
Gambar 5.11: Respon Step Pada Pengendalian PID controler
Pembahasan Murni
Pada percobaan kedua ini yaitu bertujuan untuk mengetahui karakterisitk masing – masing parameter pengendalian sehingga pengendalian berjalan lancar yaitu cepat, tepat dan stabil atau dengan kata lain respon sama/mendekati setpoin. Jenis penengendali yang digunakan adalah PID atau pengendali kontinyu
dilakukan terhadap PB (Proportional band), IT (Integral Time) dan DT (Derivatif Time). Prinsip kerja dari proses ini adalah mengendalikan laju alir masuk agar level cairan sesuai dengan setpoin yang diinginkan. Pada percobaan kedua ini diberikan
gangguan
yaitu
sol
2.
Pengendalian
yang
pertama
yaitu
pengendalian proporsional dilakukan dengan mengubah pengendali proporsional untuk mendapatkan nilai optimum. Variasi PB yang digunakan yaitu PB 2 pada set poin 100; PB 4 pada set poin 150, dan PB 6 pada set poin 200 sedangkan variabel lain dibuat sama. Pada gambar 5.9 terlihat bahwa pada variasi PB 2, respon yang dihasilkan terdapat offset yang cukup kecil dibandingkan dengan variasi PB 4 dan 6 namun respon yang dihasilkan berisolasi. Sehingga dari variasi PB ini praktikan dapat menyimpulkan bahwa semakin kecil nilai PB pengendali maka semakin peka ( tanggapan semakin cepat), offset yang terjadi semakin kecil, tetapi system cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Oleh karena itu dari ketiga variasi PB praktikan memilih 0,5. Pengendalian yang kedua yaitu pengendalian integral, dilakukan dengan cara memvariasikan nilai I (integral). Pengendalian ini untuk menghilankan offset tetapi akan membuat respon menjadi menjadi lebih lambat dan system akan cenderung tidak stabil. Variasi IT yang digunakan yaitu 0,5 pada set poin 50, IT 1 pada set poin 100 dan IT 2 pada set poin 150, sedangkan variabel lain dibuat sama dan parameter PB menggunakan nilai optimum yaitu 2 dan D=0. Pada gambar 5.10. menunjukkan semua variasi IT berisolasi disekitar setpoin dan IT 2 memiliki offset yang palin kecil dibandinkan dengan variasi IT 0,5 dan IT 1, meskipun responnya sedikit lebih lambat.Dapat disimpulkan dari grafik 5.10 bahwa apabila nilai integralnya diperbesar maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi.Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P= tetap, I= 0,5, dan D= tetap) maka offsetnya akan semakin besar. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir
air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar. Pengendalian yang terakhir adalah pengendalian derifativ, dilakukan dengan cara memvariasikan nilai Derivatif . PengendalianDerivatif ini berfungsi untuk menurunkan overshoot dan waktu osilasi. Variasi DT yang digunakan yaitu 1, 2 dan 1,5 sedangkan variabel lain dibuat sama, dan parameter PB menggunakan nilai optimum yaitu 2 dan IT menggunakan 2. Pada gambar 5.11 terlihat bahwa semua variasi menunjukkan respon yang cepat dan memiliki jumlah osilasi yang sedikit dan overshootnya lebih kecil. Pada pengendalian ini terlihat bahwa pada awal system, respon terus naik sampai mendekati setpoin setelah itu akan turun. Pada saat respon turun menunjukkan bahwa pada saat itu diberikan gangguan sol 2. Pada saat diberikan pengendali maka respon terus naik dan berisolasi disekitar setpoin yang dapat dilihat pada grafik. Dari ketiga variasi DT ini yang menunjukkan respon palin bagus adalah variasi DT 2 yang tidak memiliki offset. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan, maka waktu prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka, offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.
Pemabahasan Agustina Rede Rerung
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui karateristik parameter parameter pengendalian PID.
Pengendalian
pertama
adalah
P-controler
yang
dilakukan
dengan
memvariasikan Nilai dari proporsional guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian level. Dari grafik di atas, nilai proporsional diperbesar ( P= 6 , I= tetap, dan D = tetap) terlihat respon terdapat nilai offset yang besar. Dari pernyataan ini Dapat disimpulkan bahwa apabila nilai proporsionalnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin besar, sedangkan apabila nilai proporsionalnya diperkecil ( P= 2, I= tetap, dan D= tetap) maka offsetnya akan semakin kecil juga. Atau dapat dikatakan perubahan proporsional akan berbanding lurus dengan offset. Sedangkan dari teori yang didapatkan sifat dari pengendalian P controller, apabila nilai Proporsionalnya dinaikkan maka, offset akan semakin besar, sedangkan apabila nilai P diperkecil, maka offset akan semakin kecil. Nilai dari integral divariasikan, guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik di atas, nilai integral diperbesar ( P= tetap , I= 2, dan D = tetap) dari nilai optimasi PID yang didapatkan. Dapat disimpulkan dari grafik bahwa apabila nilai integralnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil ( P= tetap, I= 0,5 dan D= tetap) maka, offsetnya akan semakin besar. Nilai dari derivatif divariasikan, guna mengetahui perubahan yang terjadi pada praktikum pengendalian tekanan statik. Dari grafik di atas, nilai derivatif diperbesar ( P= tetap , I= tetap, dan D = 2) .Dapat disimpulkan dari grafik bahwa apabila nilai derivatifnya dinaikkan dari nilai optimasi, maka waktu prosesnya akan semakin kecil, terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil ( P= tetap, I= tetap, dan D= 1) maka, offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama. Ada gangguan dari luar baik itu laju alir air
atu tegangan listrik yang tidak stabil akan menyebabkan terjadi penyimpangan atau offset akan semakin besar.
Optimasi pada Section 2 in flow
Set Poin = 200 Pengendalian Secara On-Off
Gambar 5.12: Respon Step Pada Pengendalian On-Off
Pembahasan Murni
Pada percobaan ketiga ini kami melakukan optimasi untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendalidengan mangatur laju alir masuk (inflow). Untuk menentukan nilai parameter pengendali optimum pada sistem pengendali pada percobaan ketiga ini kami menggunakan metode tuning yaitu menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada gambar di atas terlihat bahwa respon dengan menggunakan pengendalian On-Off dan diberikan ganggunan berupa sol 2 menghasilkan respon yang berisolasi di sekitar set poin. Dari kurva ini maka kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah
sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:
Gambar 5.13: respon step hasil optimasi metode tuning pada pengendalian PID Dari gambar 5.13 terlihat bahwa respon yang dihasilkan dari optimasi menunjukan responnya masih terdapat overshoot tapi sudah tidak terdapat offset dan responnya cepat namun masih berisolasi. Pembahasan Agustina Rede Rerung
Pada percobaan ini kami melakukan optimasi dengan metode tunning yaitu menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum pada keadaan On-Off. Pada garfik hasil optimasi yang telah dilakukan pertama laju alir naik dan kemudian turun ke set point 200 dan terus berosilasi. Berdasarkan pada teori sifat PID controller selalu berosilasi dan kembali kepada set point.
Section 3 Out Flow
Set Poin 150
Mode : automatic
Gambar 5.14: respon step pada variasi PSV
Gambar 5.15: respon step pada variasi PSV 10% Pemabahasan Murni
Dari Grafik di atas diketahui bahwa Bukaan PSV 10% yang paling Baik, diantara bukaan 50%, 45% dan 30%. Pada bukaan PSV 50% respon yang
ditunjukan terus menerus mengalami kenaikan sehingga tidak dapat digunakan untuk data optimasi. Begitu pula pada bukaan PSV 45% dan 30% respon yang dihasilkan berisolasi pada level 200 sehingga tidak dapat diguakan untuk data optimasi. Pada Bukaan PSV 10% grafiknya berisolasi disekitar set poin 150 mm sehingga dapat digunakan untuk pengambilan data optimasi untuk mencari P, I, D. Dari grafik yang menggunakan PSV 10% kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:
Pembahasan Agustina Rede Rerung
Dari grafik yang menggunakan PSV 10% kita dapat menentukan nilai P, IT dan DT yang optimum dengan mementukan jarak puncak atas dan jarak puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t . Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I dan D yang dapat ditentukan sebagai berikut:
Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan anatara lain:
1. Pada pengendalian mode level switch dan differential switch set pointnya ditentukan oleh pengaturan ketinggian level switch dan differential switch di dalam tangki (nilai di lapangan). 2. Pada pengendalian mode controller automatic dapat mencapai set point sedangkan controller manual mengalami outflow (melebihi set point). 3. Karateristik parameter – parameter pengendalian PID
Semakin besar harga proportional band , maka akan semakin besar nilai offset ; sebaliknya semakin kecil proportional band , maka semakin kecil nilai offset tetapi berisolasi.
Semakin besar nilai integralnya maka offset akan semakin kecil tetapi banyak terjadi osilasi. Sedangkan apabila nilai integralnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar.
Semakin
besar
nilai derivatifnya
maka
waktu
prosesnya
akan
semakin
kecil, namun terjadi osilasi selama proses. Sedangkan apabila nilai derevatifnya diperkecil maka offsetnya akan semakin besar, waktu prosesnya lama 4. Hasil optimasi parameter pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai berikut: PB
= 6,5
TI
= 65 detik
TD
= 10,83 detik
5. Hasil optimasi parameter pengendali system inflow dengan menggunakan metode Tuning adalah sebagai berikut:
I.
PB
=4
TI
= 145detik
TD
= 24,2 detik
DAFTAR PUSTAKA
Petunjuk Praktikum Laboratorium Kontrol . 2010. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Diposkan oleh murni uni di 01.47 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Pengendalian proses http://serbamurni.blogspot.com/2013/12/laoran-praktikum-pengendalian-level.html
SABTU, 13 FEBRUARI 2010
BAB IV SIZING
Sizing merupakan proses pengelompokan material, ternagi dalam dua cara ; screening, yaitu proses pengelompokan material berdasarkan ukuran lubang ayakan sehingga ukurannya seragam dan classifying, yaitu proses pengelompokan material mendasarkan pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara), dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material. A. Screening Tujuan dilakukannya screening adalah : 1. Mempertinggi kapasitas unit operasi lainnya 2. Mencegah terjadinya over crushing atau over grinding 3. Memenuhi permintaan pasar Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan materian untuk menerobor ukuran ayakan adalah : 1. Ukuran bukaan ayakan Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material yang lolos. 2. Ukuran relatif partikel Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur. 3. Pantulan dari material Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisikisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak teratur. 4. Kandungan air Kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit akan menyumbat screen. Berdasarkan bentuk permukaannya, screen terbagi atas : 1. Parallel Rod Screen Terbuat dari steel bars, kayu atau cast iron. Contohnya Grizzly
2. Punched Plate Dibuat dari belt conveyor atau plat baja 3. Woven Wire Screen Terbuat dari kawat yang dianyam, berupa baja, tembaga, monel atau alloy-alloy lainnya. Klasifikasi screen : 1. Fixed Screen Permukaannya sangat keras dan terbuat dari batangan baja yang dirangkai sejajar di pasang miring disesuaikan dengan angle of repose material agar material yang kecil lolos dan yang besar menggelinding. Contohnya Grizzly Screen. Keuntungannya : a. Harga relatif murah b. Digunakan untuk material yang kasar c. Peralatan sederhana Kerugiannya : a. Memerlukan banyak tempat b. Mudah tersumbat karena tidak ada getaran c. Kurang efisien 2. Moving Screen (ayakan bergerak) Screen bergerak sehingga memiliki efisiensi yang tinggi daripada fixed screen. Moving screen dibagi menjadi : a. Vibrating screen Berdasarkan mekanisme kerjanya dibedakan menjadi : - Unbalance, alat ini dilengkapi dengan per, roll, pemberat seingga pada saat roll berputar akan menimbulkan getaran pada screen - Excentric, alat ini dapat bergetar karena gerakan excentric shaft sehingga menimbulkan gerakan naik turun - Cam dan Spring, getarannya dikarenakan gerakan berputar dari gear yang bergerigi yang dihubungkan dengan bagian screen sehingga gerakan putaran gear diubah menjadi gerakan naik turun - Electromagnetic, alat ini bergetar karena adanya gaya tarik magnet. Magnet dibuat secara induksi, yaitu dengan mengalirkan listrik pada kumparan kawat email. b. Shaking Screen Shaking screen biasanya digunakan dalam preparasi batubara.
Permukaannya horisontal atau sedikit miring 10o – 15o. Gerakan alat ini maju, keatas, mundur begitu seterusnya sehingga lebih menguntungkan dibandingkan dengan vibrating screen. c. Trommol Screen Alat jenis ini memiliki beberapa bentuk yaitu cylindrical, conical, prismatic dan pyramidal. Umumnya berdiameter 3 – 4 ft dan panjangnya 5 – 10 ft. Shell digerakkan oleh pulley dengan perantaraan central shaft. Cylindrical dan Prismatic dipasang miring sedangkan conical dan pyramidal dipasang pada poros yang horisontal. B. Classifying Kecepatan pengendapan tergantung pada ukuran, bentuk dan berat jenis partikel. Dalam classifying ini partikel kasar, berat dan berbentuk bulat akan mengendap lebih cepat daripada partikel yang ringan dan berbentuk tidak teratur. Ukuran butir yang dapat dipisahkan 20# - 300#. Kecepatan pengendapan pada classifying menurut hukum stoke : keterangan : g = 9,81 m/det2 D = diameter partikel = densitas solid = densitas fluida = viscositas Berdasarkan media pemisahnya, classifying dibagi menjadi : 1. Sorting Classifier menggunakan cairan kental Pada sorting classifier, kondisi pengendapannya adalah hindered settling yaitu pengendapan yang mengalami hambatan, Meskipun dalam media yang kental mineral yang mempunyai berat jenis yang berat lebih dulu mengendap bila dibandingkan dengan mineral yang mempunyai berat jenis ringan. Pemisahan dicapai atas dasar sorting, yaitu sizing yang berdasarkan berat jenis dan bentuk. Classifier ini biasanya digunakan untuk produkta yang relatif kasar. Contoh-contoh yang termasuk dalam sorting classifier adalah : a. Evan Classifier Alat ini terdiri dari sloping launder (pencuci miring) yang dilengkapi
dengan rectangular box yang terbuka dan terletak pada daerah pencucian BC (lihat gambar 10). Air dimasukkan melalui pipa yang diatur dengan sebuah klep F. Partikel yang mengendap lebih cepat akan dikeluarkan melalui pipa spigot G, sedangkan partikel yang pengendapannya lambat (overflow) akan dikembalikan kedaerah pencucian E. Air yang dimasukkan melalui F lebih dikenal dengan hydraulic water. b. Richard Hindered Settling Classifier Pada alat ini digunakan kolom cylindrical sorting sebagai ganti dari rectangular boxes dari evan classifier. Sedangkan hydraulic water dimasukkan melalui bagian bawah kolom cylindrical sorting. Classifier ini merupakan tipe yang lebih sempurna jika dibandingkan dengan Evan Classifier. c. Fahrenwald Sizer Alat ini terdiri dari tangki yang berbentuk trapesium A, dilengkapi dengan 5 buah rectangular classifying pocket dan cylindrical pocket. Masingmasing rectangular classifying pocket dan cylindrical pocket akan menghasilkan produkta melalui spigot dimana ukuran butir dari rectanguler pocket yang pertama sampai ke cylindrical semakin halus. d. Hydrator Classifier Pada alat ini hindered settling cone terdapat pada bagian darar dari classifier suplement, sedangkan free settling cone terdapat pada bagian atas. Zone-zone ini terjadi akibat adanya peningkatan aliran pada zone bawah sedangkan pada zone atas tidak terjadi peningkatan kecepatan aliran. Hydrostator classifier saat ini dilengkapi dengan mesin pengontrol pulp density dan alat pemisah slime particel dari overflow dan underflow. Alat ini digunakan untuk pencucian batubara. 2. Sizing Classifier menggunakan cairan encer Dalam sizing classifier diperlukan penambahan air disamping air yang telah ada dalam suspensi. Sizing classifier inimenggunakan kondisi free settling yaitu pengendapan dari material secara individu yang mengendap secara langsung atau tanpa hambatan dari material lain. Sizing classifier dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Settling Cone Settling cone merupakan conical sheet metal shell dengan puncak (apex) pada bagian bawah. Umpan dimasukkan pada bagian atas (centre) ke
bagian dalam sebuah cylindrical kecil atau cylindriconical shell, yang berfungsi untuk mencegah lewatnya umpan ke overflow. Debit air yang masuk lebih besar daripada debit air yang keluar. Untuk mengatur pengeluaran underflow digunakan semacam pelampung. Contohnya Allen Automatic Classifier. Pada alat inipemasukan dan pengeluaran diatur secara otomatis karena mempunyai bagian yang bergerak atau pelampung (float) F, yang ditempatkan didalam cylindriconical shell yang mengelilingi feed shell A dan juga baffle B yang bekerja berlawanan dan mengakibatkan spigot J akan tertutup. Tetapi apabila level dari sedimen E telah dicapai maka untuk mencegah lolosnya pulp dari feed shell ke dalam classifier atau jika di situ ada suspensi yang telah mencapai batas maka pelampung akan naik dan spigot akan terbuka, spigot akan tertutup lagi jika batas sedimen dan densitas menjadi rendah. Pengaturan densitas dari spigot produk dilakukan dengan cara mengatur posisi pemberat K. Agar lebih jelas maka dapat dilihat pada gambar dibawah. b. Mechanical Classifier Mekanisme pemisahan pada mechanical classifier menghasilkan empat zone, yaitu : - Zone A, merupakan zone yang pertamakali terbentuk dan lapisan ini merupakan lapisan yang tidak aktif yang berfungsi untuk melindungi lapisan dasar dari alat. - Zone B, Merupakan zone bergerak, material-material yang ada mengalami penggarukan dan ukurannya agak kasar yaitu berupa pasir yang dikeluarkan sebagai underflow - Zone C, merupakan quick sand yang berupa suspensi antara air dan solid yang berbeda dalam keadaan agitasi dan mempunyai daya apung sehingga seolah-olah merupakan suspensi yang mempunyai densitas yang sama. Zone ini mempunyai volume tetap. Apabila ada partikel baru yang masuk dalam zone ini yang mempunyai ukuran dan densitas yang sama maka partikel tersebut akan mendesak partikel yang ada dalam zone C untuk mengendap, sehingga partikel-partikel dalam zone ini akan tetap. - Zone D, merupaka zone yang selalu bergerak dengan arah horisontal. Hal ini disebabkan karena adanya aliran media dan partikel ke arah tepi overflow discharge yang mengalirkan partikel halus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan :
- Kemiringan Classifier (slope) Untuk pemisahan yang kasar biasanya slope dibuat antara 2,5 – 3,5 inchi per feet, sedangkan yang lebih halus sekitar 1,5 -2,5 inchi per feet. Juka slope besar maka memberikan kesempatan pada partikel menjadi overflow lebih besar. Tetapi kemungkinan material yang telah digaruk kembali jatuh (mengendap) sehingga classifier akan menghasilkan produkta yang bersih. - Feed Rate Ditentukan oleh kapasitas overflow dan overflow tergantung pada penjang dari bibir overflow yang memberi kesempatan pada material untuk keluar sebagai overflow. Mechanical classifier dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu : i. Rake Classifier Contoh alat ini adalah : - Dorr Rake Classifier Alat ini terdiri dari tangki yang biasanya terbuat dari besi, beton kayu maupun metal lainnya dan settling box yang berbentuk segiempat. Bagian atas (sand discharge end) terbuka sedangkan bagian bawah (slime overflow end) tertutup oleh tail board dan bibir overflow. Rake yang digunakan satu, dua maupun tiga buah. Rake ini degerakkan oleh head motion yang terletak pada sand discharge end. Gerakan yang dihasilkan diteruskan pada sebuah sistem dari heavy gear, pinion, crank dan exentric. Gerakan menggaruk (raking) yang diberikan oleh head motion akan disalurkan pada bidang datar vertikal yang berbentuksegiempat (indicator diagram) dengan bagian sudut atas bundar. Sesaat sebelum raking stroke dimulai, rake blade diturunkan dan akan memberikan gerakan maju ke arah depan discharge end classifier. Pada batas raking stroke maka blade akan naik dan bergerak lagi ke titik semula. - Dorr Bowl Classifier Alat ini dilengkapi dengan settling tankyang luas dan berbentuk silinder dengan bagian atas dan bawah berbentuk flat cone. Dorr BowlClassifier dengan settling area yang luas digunakan untuk material berukuran sangat halus dari pada Dorr Rake Classifier. Penyekat overflow yang panjang dan settling tank yang relatif luas akan mengurangi amplitudo dari gelombang pulp dan akan menghasilkan ukuran overflow yang lebih tepat. Dorr Rake dan Dorr Bowl Classifier sangat banyak digunakan.
- Dorr Multizone Classifier Alat ini menggunakan dua settling cone, hindered settling atau kecepatan (zone dekat rake) dan free settling atau zone diam yang merupakan sorting zone pada ruang yang mengelilingi di atas hindered settling zone. Alat ini cocok untuk material yang relatif kasar dan slope yang diterapkan antara 2 – 3 inci/feet. ii. Drag Classifier Yang termasuk alat ini adalah Esperanza Classifier. Alat ini terdiri dari sebuah bak miring yang panjang, pada dasar bak ini butiran besar dan berat akan diendapkan sedangkan butiran yang halus dan ringan akan menjadi overflow. iii. Spiral Classifier Termasuk dalam alat ini adalah Akins Classifier. Peralatan ini biasanya menggunakan bak yang miring dan mechanical classifier dimana pulp ditempatkan dan digerakkan dengan sebuah atau lebih spiral ribbon yang berputar pada suatu poros (shaft). Spiral ribbon ini bertindak sebagai rake pada Dorr Classifier atau scrapping flight pada Esperanza Classifier yang berfungsi tidak hanya untuk memindahkan material yang mengendap tapi juga untuk mengangkat material. Di dalam Akins Classifier endapan solid dijungkirbalikkan oleh spiral sebelum pengeluaran akhir. Keuntungan dari Akins Classifier adalah : - kapasitas tinggi - volume settling zone besar dan luas - ongkos pemakaian dan pemeliharaan rendah - efisien dan mudah penanganannya Diameter spiral 10 -100 inchi dengan kecepatan putar untuk spiral berukuran besar adalah 6 rpm dan untuk spiral berukuran kecil yaitu 20 rpm. Spiral classifier ini dioperasikan dengan kemiringan (slope) 3 – 4 inchi/feet. iv. Hardinge Counter Current Classifier Bentuk alat ini berupa tabung yang didalamnya terdapat pengaduk. Alat ini diletakkan dalam keadaan sedikit miring agar overflow dapat mengalir keluar. Pada kedua sisinya terdapat lubang pengeluaran yaitu untuk overflow dan lainnya untuk underflow. 3. Sizing Classifier menggunakan udara
Pada sizing classifier karena menggunakan udara maka classifier ini sering disebut dengan pneumatic classifier. Kebanyakan penggunaan classifier ini adalah untuk menghilangkan debu-debu dengan menggunakan hembusan udara yang dilengkapi dengan alat pengumpul debu/kotoran. Pemisahan partikel-partikel pada alat ini dipengaruhi oleh : - distribusi ukuran, bentuk butir, berat jenis, kelembaban dari partikel tersebut - kecepatan pengaliran udara, temperatur, kelembaban, viscositas dar udara yang dihembuskan - sifat permukaan, besarnya gaya yang ditimbulkan dari alat yang digunakan Classifier dengan media udara ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Berdasarkan Gravitasi Pemisahan yang terjadi pad classifier dengan udara berdasarka gaya gravitasi ini disebabkan karena adanya perbedaan gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh partikel itu sendiri. Partikel yang berbutir besar akan mempunyai gaya gravitasi yang besar pula, begitu pula sebaliknya. Selain itu juga dipengaruhi oleh berat jenis dari partikel tersebut. Dengan adanay udara yang disemprotkan maka butiran-butiran partikel yang halus dan kasar akan terpisahkan. Partikel yang halus akan terlempar lebih jauh dibandingkan partikel kasar. b. Berdasarkan Inersia (movement) Pada pemisahan berdasarkan inersia ini, partikel diberi gaya sehingga material ini akan terdorong atau terlempar. Kapasitas classifier dipengaruhi oleh : 1. Kemiringan alat Untuk material kasar slope antara 2,5 – 3,5 inchi per feet 2. Kecepatan masuknya umpan 3. Dillution Yaitu perbandingan antara air dengan solid. Jika airnya banyak maka materialnya agak halus 4. Kecepatan penggarukan Bila terlalu cepat maka akan menimbulkan agitasi sehingga hasilnya tidak bersih
Kapasitas classifier dapat dihitung dengan menggunakan rumus : C = a.A.v.y dimana : C = kapasitas, ton solid/jam A = luas penampang melintang, ft2 v = kecepatan, ft/menit y = volume solid, % a = konstanta, nilainya = 1,875 = berat jenis solid Efisiensi classifier sukit ditentukan secara tepat, tapi dapat dihitung dengan rumus berikut : E = 100x(c(f-t)/f(c-t)) dimana : E = efisiensi c = prosentase berat material dalam overflow yang lebih kecil dari mesh of separation f = prosentase berat material dalam umpan yang lebih kecil dari mesh of separation t = prosentase berat material dalam underflow yang lebih kecil dari mesh of separation atau dengan rumus lain : E = 1000x(c/f)x((c-f)/(f(100-f))) dimana : E = efisiensi C = tonase overflow classifier F = tonase feed classifier c = prosentase berat material dalam overflow yang lebih kecil dari mesh of separation f = prosentase berat material dalam umpan yang lebih kecil dari mesh of separation Contoh soal berkaitan dengan kolam pengendapan : Bijih yang masuk dalam proses pengolahan sebesar 5000 tpd (ton per day), bila nosbah konsentrasi 10 : 1, serta tailingnya mengandung 20%
solid, hitunglah volume tailing yang masuk ke settling pond (kolam pengendapan). Berat jenis bijih adalah 3 ton/m3 (dalam tailing). Hitung pula kecepatan terminal partikel berdiameter 2 micron yang BJ = 2,8 gr/cc. Jika tailing dimasukkan dalam kolam pengendapan, berapa luas kolam pengendapan. Jawab : Nisbah konsentrasi = 10, berarti berat konsentrat = 5000/10 = 500 ton, berat tailing = 5000-500 = 4500 ton % solid = 20%, maka berat air dalam tailing = (80/20)x4500 = 18.000 ton volume tailing keseluruhan = (4500/3)+(18.000/1) = 19.500 m3/hari Kecepatan pengendapan pada classifying menurut hukum stoke : dimana : g = 9,81 m/det2 D = diameter partikel = densitas solid (2,8 gr/cc) = densitas fluida = viscositas (1 centipoise = 0,01), 1000 centipoise = 1 kg/m det
Kecepatan pengendapan tailing : = 3,92 x 10-4 cm/det = 3,92 x 104 x 102 m/det = (3,92 x 106) x (24x60x60) m/hari = 0,3387 m/hari Luas kolam yang diperlukan untuk menampung tailing :
Sketsa Alat Feeder Macam – macam feeder : 1. Apron feeder Jumlah pemasukan material (kapasitas muatan) dikontrol oleh
peningkatan dan penurunan gerbang (gate) atau dengan merubah kecepatan feeder. 2. Chain feeders Chain feeders digunakan untuk memasukkan umpan ke dalam jaw crusher. Alat ini terdiri dari sebuah bin kecil dengan bagian depan yang terhalang oleh sebuah heavy chain. Jumlah muatan dikontrol oleh kecepatan chain yang berbeda-beda. Classifier Macam-macam classifier: 1. Akins classifier Akin classifier merupakan jenis classifier yang memilki kemiringan dimana proses agitasi pulp di jaga oleh satu atau lebih spiral yang terletak sejajar. 2. Pneumatic classifiers Pneumatic classifiers menggunakan medium yang memiliki kekentalan lima puluh hingga seratus kali lebih besar dari air. Settling velocity dari pneumatic classifier kira-kira 100 kali lebih besar dari water classifier. DIPOSKAN OLEH LAPAORAN PRAKTIKUM DI 02.45
http://laporanp.blogspot.com/2010/02/bab-iv-sizing-sizing-merupakan-proses.html