PERENCANAAN PELAYARAN Suharyanto, S.Pi, M.Si KODE MODUL: PERPEL 01 EDISI PERTAMA
SEKOLAH USAHA PERIKANAN MENENGAH (SUPM) NEGERI PONTIANAK BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014
Kata Pengantar
Perencanaan Pelayaran adalah ilmu yang mengajarkan tentang tata cara merencanakan pelayaran dari suatu tempat tolak ke tempat tiba dengan selamat, aman dan ekonomis. Sebenarnya mata pelajaran Perencanaan Pelayaran awalnya adalah mata pelajaran Menjangka Peta. Ilmu Perencanaan Pelayaran merupakan satu kesatuan dari Ilmu Pelayaran itu sendiri. Ilmu Pelayaran memfokuskan pada penentuan posisi sedangkan Perencanaan Pelayaran memfokuskan
pada
penggunaan
menggunakan alat bantu navigasi,
publikasi
nautika
beserta
pemahaman
materinya,
dan menggunakan peralatan menjangka peta. Pada
Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) program keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL) mata pelajaran Perencanaan Pelayaran dikelompokan dalam mata pelajaran Produktif. Dengan demikian mata pelajaran Perencanaan Pelayaran merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa NPL.
Kompetensi-kompetensi yang terkandung di dalamnya wajib untuk
diketahui, dipahami dan diterapkan pada saat latihan, praktek lapangan dan bekerja di dunia usaha/industri. Sehingga saat peserta didik lulus diharapkan mampu merencanakan pelayaran kapal dari tempat tolak ke tempat tiba dengan benar. Sehingga trek pelayaran yang direncanakan saat ditempuh akan menyelamatkan kapal itu sendiri. Ilmu Perencanaan Pelayaran merupakan ilmu hasil pengalaman para pelaut baik para Nakhoda atau para perwira kapal. Mereka yang banyak memiliki ilmu tentang kepelautan tersebut hanya sedikit yang bersedia meluangkan waktunya untuk menulis dalam bentuk buku ataupun modul. Buku-buku atau bacaan terbitan baru yang membahas tentang hal tersebut sulit kita temukan di toko-toko buku atau perpustakaan sekolah. Atas dasar inilah penulis berusaha untuk menyusun kompetensi-kompetensi tentang perencanaan pelayaran dalam sebuah modul mata pelajaran. Dengan harapan dapat memperkaya sumber bahan bacaan bagi para peserta didik yang ingin menjadi Nakhoda khususnya kapal ikan dengan level Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ANKAPIN II). Kami harap modul Perencanaan Pelayaran PERPEL 01 ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi guru atau peserta didik di SUPM lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan atau SMK-SMK di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian untuk kesempurnaannya kami himbau bagi guru-guru SUPM atau guru-guru SMK yang mengajarkan Perencanaan Pelayaran untuk dapat membacanya, mencermati dan memberikan koreksi kepada penyusun guna penyempurnaan modul ini pada edisi yang selanjutnya, melalui email kami:
[email protected] Demikianlah kami susun buku Perencanaan Pelayaran PERPEL 01 ini semoga dapat bermanfaat bagi seluruh peserta didik program keahlian NPL - SUPM lingkup Kementerian
Kelautan dan Perikanan atau SMK-SMK yang memiliki program keahlian Nautika Kapal Penangkap Ikan lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di seluruh Indonesia. Pontianak, Juli 2014 Penyusun
Catatan: modul ini telah dinilai sebagai KTI oleh Kemendiknas Jakarta dengan nilai = 4 Boleh dibaca namun jangan dia jukan sebagai angka kredit karena anda kena sangsi sebagai plag iat
PENGESAHAN B UKU PELAJARAN
Dengan tersusunnya modul mata pelajaran Perencanaan Pelayaran yang disusun oleh Sdr. Suharyanto guru Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Tegal kami mengucapkan terima kasih. Karena telah meluangkan waktunya dan
berusaha
untuk
memperkaya bahan bacaan bagi peserta didik program keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL). Buku ini sangat dibutuhkan bagi peserta didik tersebut (siswa SUPM lingkup KKP dan SMK lingkup Kemendikbud) mengingat kompetensi-kompetensi yang terkandung di dalamnya merupakan kompetensi keharusan atau pokok. Dengan demikian kami sahkan buku M odul Pere ncanaan Pe layaran denga n K ode M odul: Perpel 01, Edisi Pertama , hasil
Karya Tulis Sdr. Suh aryanto, S .Pi,M .Si. sebagai buku pelajaran di SUPM Negeri Pontianak. Demikian kami sampaikan semoga bacaan ini berguna bagi pembangunan SDM Kelautan dan Perikanan di Indonesia. Disahkan di Pontianak 4 Juli 2014 Kepala Sekolah,
Suharyanto
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..
vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………...
vii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
A. Deskripsi …….……………………………………………………. B. Prasyarat …….……………………………………………………. C. Petunjuk penggunaan modul …….……………………………………. D. Tujuan akhir …….……………………………………………………. E. Kompetensi …….……………………………………………………. F. Cek kemampuan ….…………………………………………………….
1 5 5 7 8 8
BAB II. A.
Materi pembelajaran ………………….…………………………… 1. Katalog Peta dan 1Buku Nautika Indonesia ……….…………….. 2. Penggunaan Katalog Peta………………….…………………….. Rangkuman …………………………….……………………………. Tugas ………………….……………………………………………… Test formatif ………………….…………………………………….... Kunci jawaban ………………….………………………………….....
11 11 21 27 29 30 30
Kegiatan belajar 2 .….………………………………………………….. a. Tujuaan kegiatan pembelajaran 2…………………………………… b. Materi pembelajaran 2 ………………….…………………………… 1. Perkembangan peta ………………….………………………….. 2. Proyeksi peta ………………….…………………………………
32 32 32 32 35
c. d. e. f.
Peta laut ………………….……………………………………… Rangkuman …………………………….……………………………. Tugas ………………….……………………………………………… Test formatif ………………….…………………………………….... Kunci jawaban ………………….………………………………….....
44 50 52 53 53
Kegiatan belajar 3 .….………………………………………………….. a. Tujuaan kegiatan pembelajaran 3…………………………………… b. Materi pembelajaran 3 ………………….…………………………… 1. Penjelasan umum Peta Nomor (1) ………………….…………… 2. Isi Peta Nomor (1) ………………….……………………………. c. Rangkuman …………………………….……………………………. d. Tugas ………………….………………………………………………
55 55 55 55 56 87 89
c. d. e. f. C.
10
Kegiatan belajar 1 .….………………………………………………….. 11 a. Tujuaan kegiatan pembelajaran 1…………………………………… 11 b.
B.
PEMBELAJARAN…………………………………………………….
3.
e. f.
Test formatif ………………….…………………………………….... 90 Kunci jawaban ………………….…………………………………..... 90
D. Kegiatan belajar 4 .….………………………………………………….. a. Tujuaan kegiatan pembelajaran 4…………………………………… b. Materi pembelajaran 4 ………………….…………………………… 1. Berita Pelaut Indonesia ………………………………………….. 2. Notice to Mariners (NM) ………………………………………… c. Rangkuman …………………………….……………………………. d. Tugas ………………….………………………………………………
e. f.
91 91 91 91 97 106 107
Test formatif ………………….…………………………………….... 108 Kunci jawaban ………………….…………………………………..... 109
Kegiatan belajar 5 .….………………………………………………….. a. Tujuaan kegiatan pembelajaran 5…………………………………… b. Materi pembelajaran 5 ………………….…………………………… 1. Buku Daftar Suar Indonesia ……………………………………. 2. Manfaat suar dalam menarik garis trek pelayaran……………... c. Rangkuman …………………………….……………………………. d. Tugas ………………….……………………………………………… e. Test formatif ………………….…………………………………….... f. Kunci jawaban ………………….………………………………….....
110 110 110 110 118 122 124 126 126
BAB III. EVALUASI……………………………………………………………. BAB IV. PENUTUP……….…………………………………………………….
128
E.
DAFTAR PUSTAKA
136
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Ilustrasi Peta laut nomor (2) yang mencakup wilayah
2.
Indonesia Bagian Barat …………………………………………….
24
Peta nomor (4) dan (31) berskala 1 : 1.000.000…………………..
24
1: 500.000…..
25
3. Peta nomor (100), (135), (136) dan (137) berskala 4.
Peta nomor (135) berskala 1: 500.000 ……………………………
26
5.
Proyeksi Silinder…………………………………………………...
36
6. Proyeksi Azimuth………………………………………………….
38
7.
Hasil Proyeksi Azimuth……………………………………………
39
8.
Proyeksi Azimuth Normal…………………………………………
41
9.
Proyeksi Kerucut…………………………………………………..
43
10. Jenis Proyeksi Kerucut…………………………………………….
44
11. Nomor peta laut……………………………………………………
46
12. Penjelasan peta……………………………………………………..
49
13. Sampul luar Peta Nomor (1) Edisi 2010………………………….
57
14. Jurnal Berita Pelaut Indonesia (BPI) ……………………………..
93
15. Admiralty Notice to Mariners Bulletin (ANMB) …………………...
99
………………………………..
111
17. Diagram jarak tampak cahaya……………………………………..
117
16. Buku Daftar Suar Indonesia (DSI)
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Contoh nomor dan judul peta …………………………………..
47
2.
Contoh halaman pembetulan dan tambahan……………………
95
3.
Gambar, uraian dan singkatan karakter suar…………………...
115
4. Jarak geografis…………………………………………………… 5.
Simulasi kolom Buku Daftar Suar Indonesia…………………...
115 122
Peta Kedudukan Modul Peserta Didik SUPM
Proka NPL
Mempelajari
Kelompok Mapel Adaptif
Kelompok
Kelompok
Mapel
Mapel
Normatif
Produktif
Mapel
Mapel
Perencanaan
Produktif
Pelayaran
Lainnya
MODUL
MODUL
PERPEL 02
PERPEL 01
MODUL
MODUL
PERPEL 03
PERPEL 04
Ujian
LULUS
Lulusan SUPM Proka NPL yang kompeten Bersertifikat ANKAPIN II
Glosarium
Penilik
:
Seorang yang melakukan observasi baik terhadap benda baringan atau alat bantu navigasi untuk menyelenggarakanan
keselamatan pelayaran
Alat bantu navigasi
:
Disebut juga Aids to Navigation adalah benda-benda navigasi dapat berupa rambu suar dan perpelampungan yang digunakan sebagai benda-benda pemandu seorang pelaut yang akan memasuki suatu pelabuhan atau menunjukan suatu peringatan yang berbahaya bagi navigasi permukaan
Jarak tampak
:
Saat seorang pelaut pertama kali melihat suatu cahaya suar di malam hari berarti puncak suar berada tepat pada cakrawala sipenilik. Karena suar dan mata sipenilik memiliki ketinggian terhadap permukaan air maka jarak tampak dapat diketahui. Baik melalui tabel pada DSI atau melalui perhitungan bahwa jarak tampak (X) = 2,08 √ h. Rumus jarak ini berlaku untuk tinggi salah satunya 0 meter. Jika suar dan penilik memiki ketinggian maka sesuai ilmu pelayaran jarak tersebut (X) = 2,08 √ h + 2,08 √ H = 2,08 (√ h + √ H).Jarak ini tentu pada kondisi atmosfir normal.
Karakter Suar
:
Sifat cahaya suar yang meliputi warna cahaya, periode dan bentuk cerlang
Periode Suar
:
Jarak waktu dalam detik pada cahaya suar saat mulai nyala yang pertama hingga nyala yang kedua. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Stop Watch dengan cara
menekan tombol “ON” saat melihat nyala yang pertama dan menekan tombol “OFF” saat melihat nyala yang kedua. Hasil pengukuran adalah periode cerlang. Pengukuran dilakukan sampai minimal 3 kali. Sampai benar-benar yakin bahwa hasil pengukuran menunjukkan angka yang sama. Data periode cerlang dapat dilihat pada Daftar Suar Indonesia atau Admiralty List of Light suatu negara yang berwenang.
Skala Peta Laut
:
Perbandingan antara jarak yang ada pada peta dengan jarak yang sebenarnya di atas permukaan bumi. Contoh skala peta tercantum 1 : 1000 maka artinya setiap 1 cm jarak pada peta sama dengan 1000 cm jarak sebenarnya di permukaan bumi. Atau setiap 1 cm di peta menunjukan 10 meter jarak sebenarnya di permukaan bumi. Peta laut berskala besar artinya jarak yang menunjukan sebenarnya kecil atau dekat, sedangkan berskala kecil sebaliknya jarak yang menunjukan sebenarnya besar atau jauh. Sehingga peta laut yang memiliki skala kecil berarti peta tersebut mencakup suatu wilayah yang lebih luas dan sebaliknya peta laut berskala besar maka peta tersebut mencakup suatu wilayah yang lebih sempit.
Koreksi Peta
:
Upaya untuk mempertahankan peta laut yang kita gunakan selalu dalam kondisi up to date. Sehingga peta laut dapat digunakan setiap saat. Koreksi dilakukan berdasarkan
informasi terkini yang bersumberkan dari Berita Pelaut Indonesia atau Admiralty Notice to Mariners dari suatu negara yang berwenang.
Publikasi Nautika
:
Disebut juga Nautical Publications yang merupakan bukubuku, bulletin atau lembaran peta yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayaran. Publikasi Nautika hanya diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang (TNI-AL atau Admiralty).
Simbol-simbol
:
Gambar sederhana yang bersifat baku untuk menunjukan benda-benda di bumi pada peta laut. Detail symbol-simbol pada peta laut terdapat pada Peta Nomor (1) dengan penerbit yang sama. Demikian pula halnya dengan singkatan-singkatan yang menyertainya.
BAB I A.
PENDAHULUAN
Deskripsi
Modul Perencanaan Pelayaran memiliki ruang lingkup mencakup: 1.
Merencanakan trek pelayaran pada perairan yang dipengaruhi oleh arus dan pasang surut;
2.
Merencanakan trek pelayaran pada perairan tertutup;
3.
Merencanakan trek pelayaran pada perairan dengan jarak pandang terbatas;
4. 5.
Merencanakan trek pelayaran pada alur pelayaran sempit; Merencanakan trek pelayaran pada perairan ber-es
Pekerjaan merencanakan trek pelayaran pada prinsipnya adalah pekerjaan yang sangat sederhana, yaitu hanya melu ki s gari s di atas peta l aut . Dengan garis rencana pelayaran inilah seorang navigator akan mempedomani sebagai garis acuan menuju tempat tujuan. Bila garis tersebut dilukis secara sembarangan atau tidak mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam ketentuan pelayaran maka kapal yang mengikuti trek tersebut akan tidak sampai tujuan. Mungkin akan menabrak pulau di tengah malam, kandas pada perairan
dangkal, menabrak rambu atau pelampung, menabrak karang runcing dan merobek dinding kapal, bertubrukan dengan kapal lain atau terjebak pada perairan beku . Sungguh mengerikan karena bila hal tersebut terjadi maka berakhirlah kehidupan kita di dunia ini. Agar hal yang mengerikan tersebut tidak terjadi maka kita sebagai navigator sebelum melukis garis trek pelayaran harus memahami dan mencermati isi dokumen pelayaran atau publikasi
nautika (Nautical Publications) yang diterbitkan secara nasional maupun internasional dan dapat menggunakannya secara benar. Kemudian setelah memahami dokumen tersebut juga diharuskan untuk dapat menggunakan peralatan menjangka peta secara benar pula. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa menarik garis trek pelayaran pada berbagai kondisi perairan dengan benar adalah harus memahami dan dapat menggunakan semua publikasi nautika serta menggunakan peralatan menjangka peta dengan benar. Sehingga penyusunan bahan ajar khususnya modul pembelajaran tentang Perencanaan Pelayaran disesuiakan dengan tahapan-tahapan tersebut. Berikut ini kami sajikan tentang publikasi-publikasi nautika yang wajib untuk dipahami dan dapat menggunakannya, yaitu: 1)
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia
2)
Peta laut
3)
Peta nomor (1), Simbol dan Singkatan Peta Laut
4)
Berita Pelaut Indonesia (BPI) dan Notice to Mariners (NM)
5)
Daftar Suar Indonesia
6)
Daftar Pelampung Indonesia
7)
Daftar Kerangka Kapal
8)
Daerah ranjau kepuluan Indonesia
9)
Buku Informasi Pelabuhan
10)
Peta Arus Kawasan Indonesia Bagian Timur/Barat
11)
Peta Cuaca Perairan Indonesia
12)
Daftar pasang surut
13)
Daftar Ilmu Pelayaran
14)
Almanak Nautika
15)
Daftar arus pasang surut
16)
Buku Kepanduan Bahari jilid I-IV
17)
Daftar Stasiun Pantai
Sedangkan untuk jenis peralatan menjangka peta yang wajib kita ketahui dan dapat menggunakannya adalah sebagai berikut: 1)
Busur derajat,
2)
Mistar jajar,
3)
Penggaris segitiga sepasang,
4)
Penggaris segitiga navigasi,
5)
Penggaris dengan pengukur busur,
6)
Jangka semat dan jangka Bofa,
7)
Pengcil dan penghapusnya,
8)
Kaca pembesar
9)
Penerang peta
Setelah dapat menggunakan dokumen dan peralatan standar tersebut di atas maka selanjutnya kita melukiskan trek pelayaran sesuai dengan kebutuhan. Misalnya kita melukiskan trek pelayaran pada perairan yang dipengaruhi pasang surut, perairan sempit dan perairan dengan jarak pandang terbatas.
Sehingga dengan demikian hasil trek pelayaran
yang dilukiskan di atas peta kita yakini kebenarannya. Sehingga bila garis ini kita pedomani dalam pelayaran kita akan sampai tujuan dengan selamat, aman dan ekonomis. Dari uraian di atas jelas bahwa materi untuk mata pelajaran Perencanaan Pelayaran sangat luas, sehingga dalam penyusunan bahan ajar khususnya penyusunan modul perlu perencanaan yang tepat sehingga saat peserta didik melihat, membaca dan memahami modul dapat merasa nyaman, senang dan yakin akan penguasaannya. Sehingga modul disesuaikan akan keluasan materinya.
Untuk itu penulis dalam menyusun modul mata pelajaran
Perencanaan Pelayaran ini membagi dalam 4 (empat) modul beserta pembagian materinya seperti rincian berikut: Modul (1), Kode PERPEL 01 dengan isi materi:
1)
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia
2)
Peta laut
3)
Peta nomor (1), Simbol dan Singkatan Peta Laut
4)
Berita Pelaut Indonesia (BPI) dan Notice to Mariners (NM)
5)
Daftar Suar Indonesia
Modul (2), Kode MODUL PERPEL 02 dengan isi materi: 1)
Daftar Pelampung Indonesia
2) 3)
Daftar Kerangka Kapal Daerah ranjau kepuluan Indonesia
4)
Buku Informasi Pelabuhan
5)
Peta Arus Kawasan Indonesia Bagian Timur/Barat
6)
Peta Cuaca Perairan Indonesia
Modul (3), Kode MODUL PERPEL 03 dengan isi materi: 1)
Daftar pasang surut
2)
Daftar Ilmu Pelayaran
3)
Almanak Nautika
4)
Daftar arus pasang surut
5)
Buku Kepanduan Bahari jilid I-IV
6)
Daftar Stasiun Pantai
Modul (4), Kode MODUL PERPEL 04 dengan isi materi: 1)
Busur derajat,
2)
Mistar jajar,
3)
Penggaris segitiga sepasang,
4)
Penggaris segitiga navigasi,
5)
Penggaris dengan pengukur busur,
6)
Jangka semat dan jangka Bofa,
7)
Pengcil dan penghapusnya,
8)
Kaca pembesar
9)
Penerang peta
Agar peserta didik dapat dengan mudah mempelajari semua materi yang tercantum pada modul Perencanaan Pelayaran (PERPEL 01) seperti yang telah disebutkan pada ruang lingkup tersebut di atas maka mereka harus mempelajari terlebih dahulu modul mata pelajaran adaptif seperti: Matematika, Geografi dan Oceanografi, Fisika, dan Menggambar.
Yang mendukung untuk dapat mempelajari modul PERPEL 01 ini. Kemudian setelah peserta didik paham tentang modul PERPEL 01, harus dilanjutkan dengan mempelajari modul PERPEL 02, PERPEL 03, dan PERPEL 04. Keempat modul ini merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Karena untuk dapat melukiskan trek pelayaran dengan peralatan menjangka peta yang disajikan pada Modul (4) peserta didik harus menguasai Modul (1), (2) dan (3). Setelah para peserta didik menguasai kompetensi-kompetensi yang disajikan pada modul Perencanaan Pelayaran PERPEL 01, PERPEL 02, PERPEL 03, dan PERPEL 04, kemudian harus melanjutkan pada materi mata pelajaran Ilmu Pelayaran yang terdiri dari (3) modul, yaitu: Modul Ilmu Pelayaran Datar MODUL IPEL 01 dan IPEL 02 serta modul Ilmu Pelayaran Astronomi MODUL IPEL 03. Setelah mereka mengusai ketujuh modul ( 4 modul Perencanaan Pelayaran ditambah dengan 3 modul Ilmu Pelayaran) tersebut diharapkan mereka akan mampu melayarkan kapal pada berbagai kondisi perairan baik pada perairan pantai dan perairan samudera. Karena dengan level ANKAPIN II mereka dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan melayarkan kapal khususnya pemahaman tentang perencanaan pelayaran. Perencanaan pelayaran dengan Ilmu Pelayaran Datar hubungan keilmuannya sangat erat. Pelajaran perencanaan pelayaran sebenarnya merupakan pengembangan dari mata pelajaran produktif, yaitu: Menjangka Peta. Dalam Ilmu Pelayaran Datar dan Ilmu Pelayaran Astronomi difokuskan pada penentuan posisi. Untuk menjembatani agar seorang navigator dapat menentukan posisi maka mereka harus dapat menggunakan peta, singkatan dan tanda-tanda di peta (peta nomor 1), mengenal benda baringan pada peta, mengenal suar dan perpelampungan, dan perhitungan tinggi dan rendahnya pasang surut yang dihubungkan dengan penentuan kedalaman, yang semuanya disajikan dalam Perencanaan Pelayaran. Dengan bekal kompetensi dari modul tersebut di atas ditambah dengan kompetensikompetensi yang disajikan pada modul adaptif, normatif dan produktif lainnya mereka akan mampu melakukan pekerjaan sebagai seoran g per wi r a atau nak hoda di atas kapal-kapal
penangkap ikan dengan skala industri. B. Prasyarat
Pada butir “A” di atas telah disebutkan bahwa untuk memudahkan dalam mempelajari modul ini (PERPEL 01) diharuskan untuk mengusai sebagian materi yang terdapat pada modul mata pelajaran terkait.
Seperti sebagian materi yang disajikan pada modul mata
pelajaran adaptif, seperti Matematika, Geografi dan Oceanografi, Fisika, dan Menggambar. Adapun kompetensi-kompetensi tersebut yang harus dikuasai terlebih dahulu adalah: 1.
Memahami system kordinat (Matematika)
2.
Memahami perhitungan perbandingan dan skala (Matematika)
3.
Memahami tentang proyeksi (Menggambar)
4.
Memahami sifat cahaya (Fisika)
5.
Memahami tentang pembiasan cahaya di udara (Fisika)
6.
Memahami tentang menggambar symbol sederhana (Menggambar)
7.
Memahami tentang data tabel (Matematika)
8.
Memahami tentang lokasi dan laut (Geografi dan Oceanografi)
C. Petunjuk penggunaan modul
Modul Perencanaan Pelayaran PERPEL 01 adalah bahan bacaan untuk mata pelajaran Perencanaan Pelayaran yang dapat digunakan bagi peserta didik atau Guru mata pelajaran. Dengan adanya modul ini akan memberikan kemudahan bagi kedua pihak dalam proses transfer pengetahuan. Disamping itu modul ini disusun dengan bahasa aplikasi yang mudah dimengerti. Selain mengacu pada pustaka juga berdasarkan pengalaman kami sebagai guru mata pelajaran Perencanaan Pelayaran lebih 20 tahun dan pengalaman lain sebagai nakhoda kapal Tuna long liner.
Agar
para peserta didik dan guru dapat dengan mudah dalam
menguasai materti modul ini maka perhatikanlah rambu-rambu penggunaan berikut: 1. Bagi peserta didik
a.
Bacalah buku-buku, modul atau diktat yang membahas tentang kompetensikompetensi sesuai prasyarat,
b.
Anda baca kegiatan belajar (KB) secara berurutan dari KB (1) hingga
KB
(5), c.
Dalam mempelajari modul ini perlu diingat anda tidak cukup hanya membaca tetapi harus melakukan praktek-praktek langsung mencermati dan menggunakan publikasi nautika (Nautical Publkications) asli, untuk kesempurnaannya,
d.
Dokumen demi dokumen harus anda pahami secara teliti dan diskusikan dengan teman,
e.
Jika ada kesulitan anda harus selalu terbuka akan kesulitan dan bertanya kepada Guru atau instruktur yang mendampingi,
f.
Setelah membaca dan melakukan penugasan KB demi KB anda harus mencoba menguji diri sendiri dengan menjawab test formatif, jika hasil kurang dari nilai 80 (delapan puluh) anda ulang sekali untuk mempelajarinya. Sebaliknya jika memperoleh nilai 80 atau lebih anda dapat melanjutkan ke KB berikutnya,
g.
Setelah anda yakin menguasai materi pada setiap KB, ajukan kepada guru untuk uji ketuntasan kompetensi
2. Bagi Guru
a.
Kuasai materi dalam modul ini terlebih dahulu khususnya mengenai teori dasarnya sebelum tatap muka,
b.
Lakukan penambahan materi dari modul atau buku sejenis,
c.
Lengkapilah publikasi-publikasi nautika yang dijelaskan dalam modul ini terlebih dahulu pada sekolah anda. Melalui pengajuan kepada Kepala Sekolah atau pihak-pihak penentu kebijakan.
Publikasi nautika yang dibahas dalam
modul ini untuk pengadaan sedikit sulit karena hanya dijual pada toko-toko tertentu yang terkait dengan jasa pelayaran. Untuk lebih mudahnya anda dapat membeli langsung pada penerbit tunggal, yaitu: Kantor Hidro Oceanografi
TNI AL Komplek pelabuhan
–
Jln. Pantai Kuta V- Nomor (1), Tanjung Priok
Jakarta Utara, d.
Khusus bagi guru kelengkapan publikasi nautika sangat penting, karena modul ini sangat berkaitan erat dengan publikasi nautika asli,
e.
Coba anda lakukan langkah-langkah yang diharuskan pada setiap KB,
f.
Lakukan langkah dan penugasan dengan publikasi nautika asli,
g.
Setelah anda paham setiap KB demi KB barulah anda siap untuk melakukan pembelajaran dengan peserta didik,
h.
Saat melakukan pembelajaran setelah menyampaikan materi harus diiringi dengan demontrasi penggunaan masing-masing publikasi nautika asli,
i.
Siswa dipandu dan diawasi sehingga benar-benar paham,
j.
Lakukan uji kompetensi bagi peserta didik yang mengajukan untuk itu. Ketuntasan minimal setiap peserta didik mendapat nilai 80 pada setiap KB,
k.
Gunakan tutor sebaya bagi yang mengalami kesulitan. Jika cara tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal, lakukan pendampingan langsung sehingga seluruh siswa dapat tuntas KB demi KB.
D. Tujuan Akhir
Tujuan akhir dari system pembelajaran menggunakan modul Perencanaan Pelayaran PERPEL 01 adalah agar peserta didik mampu mengenal, memahami dan menggunakan publikasi nautika (nomor urut 1 sampai dengan nomor 5 seperti yang diuraikan di atas), yang selalu digunakan oleh para navigator di atas kapal dengan benar. Untuk dapat memahami dan dapat menggunakan publikasi nautika pada modul PERPEL 01 dengan benar memerlukan proses, sebagai berikut: 1.
dimulai dengan pemahaman materi yang disajikan pada setiap Kegiatan Belajar yang dilanjutkan dengan pengenalan dan penggunaan masing-masing publikasi nautika yang terkait,
2.
mampu memahami publikasi nautika yang tercantum dalam modul (1) dengan benar,
3.
mampu menggunakan publikasi nautika yang tercantum dalam modul (1) dengan benar,
4.
Melaksanakan uji kompetensi dari setiap KB,
5.
Lulus uji kompetensi setiap KB.
Jika dalam proses demi proses tersebut di atas peserta didik dapat melakukan dengan benar maka hal ini telah menunjukan bahwa mereka telah dapat dinyatakan berhasil. Setelah mereka memahami PERPEL 01 harus melanjutan pada modul PERPEL 02,03 DAN 04 serta modul mata pelajaran Ilmu Pelayaran IPEL 01, 02 DAN 03. Sehingga kelak setelah lulus SUPM dengan sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ANKAPIN II) mampu melakukan perencanaan pelayaran sesuai standar Internasional. Sehingga selama dalam pelayaran dapat selamat, aman dan ekonomis. E. Kompetensi
Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disajikan dalam modul ini adalah semua kompetensi yang sesuai dengan Kurikulum SUPM
Negeri lingkup Kementerian
Kelautan dan Perikanan 2007 dan Kurikulum pengembangannya 2012. Hingga disusunnya modul ini Kurikulum SUPM 2007 dan pengembangannya 2012 masih diberlakukan. F. Cek Kemampuan
Setiap akhir pada Kegiatan belajar modul ini disertai dengan test formatif yang dapat digunakan sebagi instrument
untuk menguji kemampuan para peserta didik yang
mempelajarai modul ini. Dengan demikian peserta didik dapat mengukur diri sendiri tingkat penguasaan materi pada masing-masing kegiatan belajar. Bahkan dalam akhir modul juga kami lengkapi dengan intrumen test akhir.
Dengan demikian bahan bacaan ini dapat
digunakan oleh peserta didik melalui bimbingan secara utuh oleh guru atau hanya dibimbing sebagian oleh guru.
Sehingga sangat memungkinkan digunakan pada SUPM yang
menerapkan system pendidikan teaching factory. Karena dalam kegiatan tersebut kelompok siswa yang sedang belajar pada dunia usaha/industry tidak dapat mengikuti tatap muka di kelas sesuai jumlah minggunya. Dalam modul ini setiap akhir pembelajaran kami lengkapi dengan tugas-tugas, harapannya para peserta didik dapat melaksanakannya dengan baik dan benar pada kertas kerja masing-masing. Kertas kerja yang kami maksud dapat berupa lembaran peta fotocopy, kertas bergaris atau buku tugas dari masing-masing peserta didik. Dalam hal ini peserta didik masih diberi kebebasan dalam menggunakan kertas kerja. Hasil semua yang dikerjakan harus dikonsultasikan kepada guru yang mengampu mata pelajaran Perencanaan Pelayaran.
Disamping penugasan kami juga setiap akhir pembejaran tetap memberikan test formatif. Hal ini kami maksud agar setiap peserta didik setelah melaksanakan pembelajaran dapat mengukur diri sendiri dalam tingkat penguasaan materi. Setiap test formatif masingmasing berjumlah 10 soal. Soal tersebut sudah mewakili yang bersifat teori dan praktek. Dalama menggunakan publikasi nautika sesuai kebutuhan perencanaan pelayaran. Hal penting yang harus kita perhatikan adalah setiap peserta didik harus mampu menunjukan kemampuan unjuk kerja menggunakan publikasi nautika mulai publikasi nautika dengan nomor urut (1) sampai dengan (5) sesuai yang tercantum dalam modul PERPEL 01 ini di ruang peta anjungan kapal.
Dalam modul ini karena alat pengukur kemampuan
menggunakan 10 soal, sedangkan nilai maksimum adalah 100, maka setiap nilai mempunyai bobot 10. Untuk kelulusan setiap peserta didik harus mampu menjawab soal dengan benar minimal 8 soal. Sehingga peserta didik yang dinyatakan lulus pada setiap KB harus memiliki nilai minimal 80. Standar ini lebih tinggi dari standar kelulusan Ujian Negara ANKAPIN II, yaitu nilai minimal 70. Hal ini sebagai antisipasi penurunan daya ingat atau penyimpangan materi soal terhadap isi modul.
BAB II PEMBELAJARAN A.
Rencana Belajar siswa
Sebelum materi ini disampaikan kepada para peserta didik, pihak guru dan peserta melakukan
pertemuan
awal
yang
pembelajaran Perencanaan Pelayaran.
membicarakan
tentang
ketentuan
proses
Modul akan disampaikan pada peserta didik
minimal 3 hari sebelum pembelajaran pertama. Setiap pembelajaran peserta didik wajib mempelajari modul di asrama atau di rumah terlebih dahulu. Kemudian guru menyampaikan materi melalui tatap muka teori dan praktek secara utuh, lengkap dan tuntas. Saat melakukan pembelajaran guru harus melakukan manajemen waktu yang tepat sehingga setelah pembelajaran terlaksana setiap peserta didik telah tuntas dan kompeten.
Bukti ketuntatasan pada hari yang sama telah diketahui oleh guru,
sehingga para siswa dapat mempelajari kegiatan pembelajaran berikutnya. Bagi yang masih belum tuntas diwajibkan untuk menyelesaikan sebelum Kegiatan belajar berikutnya. Karena peserta didik seluruhnya tinggal di asrama maka untuk proses bimbingan bagi yang belum tuntas sangat mungkin dapat dilakukan (system pendidikan SUPM Negeri lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah
boarding school). Secara prinsip metodenya sama dengan saat kita menggunakan Modul Ilmu Pelayaran Datar IPEL 02. B.
Kegiatan Belajar
Minggu efektif pembelajaran adalah 16 minggu, untuk minggu pertama adalah pertemuan awal tentang rencana pembelajaran, inventarisasi alat dan bahan dan perencanaan lokasi pembelajaran. Minggu kedua sampai minggu 13 proses pembelajaran menggunakan modul didampingi guru mata pelajaran. Minggu 14 melakukan remedy bagi yang belum tuntas.
Minggu 15 melakukan pemantapan
materi yang masih dirasa kurang atau sulit bagi peserta didik setelah melakukan pembelajaran dengan
bantuan modul ini. Intinya melakukan diskusi akhir
pembelajaran. Minggu 16 melaksanakan evaluasi akhir bagi peserta didik. Evaluasi ini sebagai dasar untuk nilai buku raport. Kemudian untuk langkah selanjutnya marilah kita melaksanakan pembelajaran mengenai Perencanaan Pelayaran dengan menggunakan modul PERPEL 01. ini terdiri dari kegiatan belajar 1 (satu) hingga kegiatan belajar 5 (lima).
KEGIATAN BELAJAR 1. a. Tujuan kegiatan pembelajaran 1
Modul
Setelah peserta didik mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran (1), ini diharapkan mereka akan paham tentang Katalog peta dan Nautika Indonesia serta penggunaannya.
Kemudian
selanjutnya
mereka
mampu
membaca
data,
menginventaris data, serta dapat menggunakan buku tersebut untuk kepentingan pelayaran dengan benar. b. Materi Pembelajaran 1:
1. Katalog peta dan Buku Nautika Indonesia 2. Penggunaan Katalog Peta
Penj elasan materi ,
1. Katalog Peta dan Buku Nautika Indonesia
Melakukan pelayaran pada intinya sama dengan melakukan perjalanan pada umumnya. Namun bedanya ketika melakukan perjalanan dengan kendaraan darat semua kebutuhan untuk memperlancar perjalanan kita tidak perlu kita bawa atau sediakan sendiri. Hal ini mengingat di sepanjang jalan yang akan kita tempuh semua kebutuhan kita sudah disediakan oleh penyedia jasa. Seperti untuk kebutuhan bahan makanan, air minum, bahan bakar, bengkel perbaikan dan lain-lain kebutuhan umumnya dapat ditemukan dengan mudah. Kemudian untuk mengenal posisi kita atau keberadaan kita senantiasa diperoleh dengan mudah. Misal kita memasuki wilayah perbatasan Kabupaten/Kota selalu ada ucapan selamat datang dilengkapi nama kabupaten dan kotanya. Kemudian setelah kita memasuki kota sedlalu tertulis nama jalan yang dilengkapi nomor-nomor setiap bangunan. Berbeda kita berlayar selama perjalanan hampir seluruh kebutuhan harus kita bawa sendiri. Mulai kebutuhan makan, bahan bakar dan pelumas, suku cadang mesin dan peralatan, sabun deck, majun, gas untuk memasak,
dokumen dan surat-surat kapal, peralatan navigasi,
peralatan komunikasi, peralatan menjangka peta, peta laut dan dokumen pelayaran. Bahkan untuk kapal penangkap ikan masih dilengkapi dengan alat tangkap dan alat bantu penangkapan. Semua kebutuhan yang diperlukan harus kita persiapkan dan kita bawa sendiri. Karena saat di tengah laut kita harus mandiri dalam menempuh pelayaran. Khususnya kapal penangkap ikan mempunyai rute pelayaran yang berbeda dengan kapal niaga pada umumnya. Untuk kapal niaga selalu menempuh jalur tolak dan kembali yang selalu sama. Sedangkan kapal ikan jalur pelayaran selalu tidak beraturan karena selalu mencari atau mengejar gerombolan ikan. Saat operasi penangkapan di laut lepas, misalnya saat kita menangkap ikan tuna fishing
groundnya adalah pada perairan dalam dengan salinitas tinggi yang umumnya perairan samudera. Perairan ini samudera seperti ini umumnya jarang dilintasi oleh kapal-kapal niaga. Sehingga kita harus benar-benar membekali diri yang memadai mengenai segala kebutuhan yang diperlukan sewaktu berlayar menangkap tuna tersebut. Lama waktu bervariasi ada yang 20 hari, 30 hari untuk menangkap tuna dengan produk segar dan ada yang sampai 90 hari untuk produk beku. Waktu yang selama tersebut adakalanya tidak pernah bertemu dengan kapal lain saat di tengah lautan. Semua yang kita persiapkan tersebut adalah untuk keselamatan pelayaran, sehingga kita dapat melakukan pelayaran dengan aman, selamat dan ekonomis. Salah satu kebutuhan yang harus kita siapkan adalah dokumen pelayaran atau publikasi nautika (Nautical Publications). Dokumen-dokumen tersebut antara lain: 18)
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia
19)
Peta laut
20)
Peta nomor (1), Simbol dan Singkatan Peta Laut
21)
Berita Pelaut Indonesia (BPI) dan Notice to Mariners (NM)
22)
Daftar Suar Indonesia
23)
Daftar Pelampung Indonesia
24)
Daftar Kerangka Kapal
25)
Daerah ranjau kepuluan Indonesia
26)
Buku Informasi Pelabuhan
27)
Peta Arus Kawasan Indonesia Bagian Timur/Barat
28)
Peta Cuaca Perairan Indonesia
29)
Daftar pasang surut
30)
Daftar Ilmu Pelayaran
31)
Almanak Nautika
32)
Daftar arus pasang surut
33)
Buku Kepanduan Bahari jilid I-IV
34)
Daftar Stasiun Pantai
Untuk kebutuhan perencanaan pelayaran maka dokumen tersebut yang akan dibahas dalam modul ini dibatasi, yaitu
mulai dokumen satu sampai dengan
Sembilan. Dalam Kegiatan Belajar (1) materi difokuskan pada Katalog Peta Laut
dan Buku Nautika Indonesia. Dalam materi ini akan dijelaskan tentang informasiinformasi yang termuat di dalamnya. Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia adalah salah jenis dokumen pelayaran yang berbentuk buku, dengan ukuran 29,5 cm x 42 cm atau berukuran A3, yang terdiri dari:
1)
Sampul
2)
Halaman Perancis (sampul dalam); tanpa nomor halaman
3)
Kata Pengantar; tanpa nomor halaman
4)
Daftar Koreksi; halaman (1)
5)
Daftar Isi; halaman (2-3)
6)
Penjelasan; halaman (4-9)
7)
Petunjuk Nomor Urut Peta; halaman (9-11)
8)
Petunjuk Pembagian Wilayah Peta-peta Indonesia (Indeks lokasi); halaman (12-13)
9)
Petunjuk Peta Seluruh Indonesia, halaman (14-67)
10)
Petunjuk Peta Pariwisata Pulau-pulau Seribu dan Pulau Jawa; halaman (68-69)
11)
Petunjuk Peta Zona Ekonomi Eksklusif Kepulauan Indonesia (ZEE); halaman (70-71)
12)
Petunjuk Peta Garis Pangkal Indonesia Bagian Barat; halaman (72-73)
13)
Petunjuk Peta Garis Pangkal Indonesia Bagian Timur; halaman (74-75)
14)
Petunjuk Peta Olah Yudha; halaman (76-77)
15)
Petunjuk Peta Gebco (78-79)
16)
Petunjuk Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia;
17)
Petunjuk Wilayah Kepanduan Bahari Indonesia; (82-83)
18)
Daftar Buku-Buku Nautika Produk Dishidros;
19)
Petunjuk Nama-Nama Yang Bersangkutan Dengan Peta Laut Indonesia;
halaman (80-81)
Halaman (84-85)
halaman (86-89)
Untuk lebih dapat memahami buku Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia terbitan Dishidros TNI-AL maka dari isi tersebut di atas kami jabarkan kembali dengan penjelasan yang sejelas mungkin. Sehingga para peserta didik kelak dapat memahami dan menggunakan secara benar. Adapun penjelasan mengenai isi adalah sebagai berikut: 1).
Sampul.
Pada sampul ini tertulis: Judul buku dalam dua bahasa, yaitu dalam bahasa Indonesia
dan
Inggris
(Katalog
Peta
Laut
dan
Buku
Nautika
Indonesia/Catalogue of Indonesia Nautical Charts and Publication) ditulis di tengah-tengah. Pada bagian tengah atas tertulis: Dinas Hidro-Oceanografi TNI AL; pojok kiri atas tercantum lambang Dinas Hidro –Oceanografi (Dishidros) TNI AL; pojok kanan bawah tercantum tahun edisi dan pada bagian tengah bawah tercantum alamat Dishidros TNI AL.
2).
Halaman Perancis (sampul dalam); tanpa nomor halaman.
Tercantum lambang Dishidros di tengah atas; jududul Buku Katalog dalam dua bahasa di tengah-tengah di bawah lambang Dishidros; Tahun penerbitan di tengah-tengah dan di bawah judul buku, dan alamat lengkap Dishidros TNI AL di tengah-tengah paling bawah.
3).
Kata Pengantar; tanpa nomor halaman.
Kata pengantar ditulis dalam dua bahasa, yaitu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Disyahkan oleh Kepala Dishidros TNI AL. Intinya dalam kata pengantar ini ada pesan penting bagi pelaut, yaitu semangat untuk selalu mewujudkan “Zero
4).
Accident” selama
dalam pelayaran.
Daftar Koreksi; halaman (1).
Terdiri dari dua kolom, yaitu: kolom BPI/NtM dan Hal/page
5).
Daftar Isi; halaman (2-3).
Berisikan: Daftar, Penjelasan dan petunjuk Peta-peta laut Indonesia Peta Tematik Keterangan dan tambahan
6).
Penjelasan; halaman (4-9).
Ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Berisikan penjelasan tentang: 1) Umum;
Menjelaskan peta-peta dan buku-buku yang diterbitkan oleh
Dishidros TNI AL, 2) Indeks Nomor Peta; menjelaskan inseks nomor-nomor peta laut Indonesia secara berurutan, 3) Keterangan tentang Peta; menjelaskan system penomoran peta laut Indonesia beserta keterangan-keterangannya, 4) Keterangan tepi pada peta; menjelaskan sisi-sisi dan sudut-sudut pada tepi peta, 5) Petunjuk penggunaan katalog; menjelaskan untuk mencari peta laut yang digunakan bagi pelaut melalui penelusuran nomor-nomor peta atau indeknya,
6) Pengoreksian catalog; menjelaskan pengoreksian catalog berdasarkan informasi-informasi terbaru dari Berita Pelaut Indonesia (data-data terakhir), 7) Penjualan peta dan buku; berisikan tentang alamat atau lokasi yang dapat membantu para pelaut atau pengguna dokumen pelayaran lainnya untuk membeli dokumen tersebut. Dituliskan alamat, yaitu: Depo Peta dan Buku Nautika, Jln. Banda No.6 Tanjung Priok Jakarta Utara, 8) Pengoreksian publikasi; berisikan tata cara pengoreksian peta, buku-buku nautika, peta baru, peta diperbarui, koreksi terakhir, informasi ukuran peta, dan keterangan lainnya, 9) Berita Pelaut Indonesia; informasi tentang BPI dan cara memperolehnya.
7).
Petunjuk Nomor Urut Peta; halaman (9-11).
Berisikan dua kolom informasi, kolom pertama tentang nomor peta sedangkan kolom kedua menerangkan tentang halamannya. Misalkan nomor peta (197) dapat kita temukan pada halaman (61), nomor peta (207) dapat kita temukan pada halaman (63), demikian seterusnya. 8).
Petunjuk Pembagian Wilayah Peta-peta Indonesia (Indeks lokasi); halaman (12-13).
Peta wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa wilayah atau Indeks lokasi, yaitu: Wilayah “A” ; Sumatera Mencakup Pantai Barat, Pantai Selatan, Pantai Utara dan Pantai Timur serta Perairan Selat Malaka. Wilayah “B” ; Kalimantan Mencakup Pantai Barat, Pantai Barat Laut dan Pantai Selatan serta Laut Natuna dan Selat Karimata. Wilayah “C” ; Jawa Mencakup Pantai Barat, Pantai Utara, Pantai Selatan termasuk Pulau Bali dan Pulau Lombok serta Selat Sunda dan Selat Bali. Wilayah “D” ; Kalimantan-Sulawesi Mencakup Pantai Timur dan Pantai Selatan Kalimantan, dan Pantai Utara, Pantai Selatan, Pantai Barat dan Pantai Timur Sulawesi serta Selat Makasar. Wilayah “E” ; Nusatenggara Mencakup Pulau Bali hingga Pulau Timor serta Laut Flores, Laut Sawu dan Laut Timor. Wilayah “F” ; Pulau-pulau Maluku
Mencakup Pulau-pulau Sangihe, Pulau-pulau Talaud, Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, dan Pulau Waigeo serta laut Maluku, Laut Halmahera dan Laut Seram. Wilayah “G” ; Pulau-pulau Sermata, Pulau Tanimbar, Pulau-pulau Kai dan Pulau-pulau Aru serta Laut Banda dan Laut Arafuru Wilayah “H” ; Irian Jaya (Papua) Mencakup Bagian Barat, Pantai Utara dan Pantai Selatan.
9).
Petunjuk Peta Seluruh Indonesia, halaman (14- 67).
Berisikan tentang peta-peta berskala kecil yang melingkup wilayah yang luas. Peta-peta ini mencakup seluruh wilayah Indonesia, dengan skala peta 1: 1 000 000 dan 1: 4 000 000. Peta-peta tersebut adalah: 1)
Peta nomor (1); Simbol-simbol dan Singkatan-singkatan Peta Laut Indonesia,
2)
Peta nomor (2); skala 1: 4 000 000, dengan judul Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya Wilayah Barat,
3)
Peta nomor (3); skala 1: 4 000 000, dengan judul Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya WilayahTimur,
4)
Peta nomor (4); skala 1: 1 000 000, dengan judul Sumatera Bagian Utara,
5)
Peta nomor (31); skala 1: 1 000 000, dengan judul Sumatera Pantai Barat Padang hingga Selat Sunda,
6)
Dan seterusnya hingga peta nomor (361A)
Jadi secara umum wilayah Indonesia dicakup oleh dua lembar peta, yaitu Peta nomor (2) mencakup wilayah Indonesia Bagian Barat dan nomor (3) mencakup wilayah Indonesia Bagian Timur, yang berskala
1: 4 000 000.
Kemudian dua lembar peta tersebut didukung oleh peta selanjutnya yang mempunyai skla lebih besar namun mencakup wilayah yang lebih sempit dengan skala berkisar 1: 1 000 000 - 1: 2 000 000. Untuk wilayah bagian Barat terdiri dari peta bernomor: 4, 31, 38, 360, 66, 361, 361A, 121, dan 111. Kemudian untuk wilayah Timur terdiri dari peta bernomor: 142, 112, 145, 146, 196 dan 151. Nomor tersebut berdasarkan lembar peta yang membentang dari Barat ke Timur pada Katalog Peta (sehingga nomor tidak berurutan). Kemudian berdasarkan Indeks lokasi secara rinci setiap wilayah dibagi dalam lembaran-lembaran peta dengan skala yang lebih besar, yaitu skala 1: 10.000 1: 500.000. Misalkan kita akan berlayar antara Padang hingga lampung maka
kita buka halaman 19 Katalog Peta, maka secara detail kita akan memperoleh informasi nomor-nomor peta yang kita gunakan.
10).
Petunjuk Peta Pariwisata Pulau-pulau Seribu dan Pulau Jawa; halaman (68-69).
Memberikan informasi dengan nomor-nomor peta untuk kepentingan pariwisata, khususnya wilayah Pulau-pulau Seribu hingga Jakarta. Nomornomor peta yang digunakan dari Selatan ke arah Utara adalah sebagai berikut: nomor 409KK, 410 KK, 411KK, 412KK, 413KK, 414KK, 416KK, 417KK dan 415KK.
11).
Petunjuk
Peta Zona Ekonomi Eksklusif Kepulauan Indonesia (ZEE);
halaman (70-71).
Pada halaman ini memberikan informasi tentang lembaran-lembaran peta yang dapat digunakan untuk menentukan batas-batas ZEE. Bagi perwira kapal penangkap ikan informasi pada halaman ini sangat diperlukan. Sehingga untuk kapal ikan yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia seharusnya melengkapi dengan peta-peta ini. Hal ini untuk menghindari potensi penangkapan ikan illegal atau melanggar tapal batas ZEE Negara lain. Petapeta yang digunakan umumnya berskala 1: 1.000.000. Adapun peta-peta yang dibutuhkan tersebut dari Barat kea rah Timur adalah: nomor 353, 354, 359, 360, 364, 365, 361, 361A, 355, 356, 362, 366, 367, 363, 357, 358 dan 368. Data nomor peta tersebut sekali lagi harus dipersiapkan bagi kapal-kapal penangkap
ikan.
Karena
saat
menentukan
Fishing
Ground
harus
mempertimbangkan tapal batas ZEE, yang berjarak 200 mil dari garis pangkal titik terluar. Sehingga saat memperkirakan Fishing Ground para perwira kapal penangkap ikan saat membuat rencana pelayaran dan penentuan titik posisi Fishing Ground yang menjadi tujuan harus mengukur jarak tersebut di atas.
12).
Petunjuk Peta Garis Pangkal Indonesia Bagian Barat-Timur; halaman (72-75).
Halaman buku ini memberikan informasi tentang lembaran-lembaran peta yang digunakan saat kita akan menentukan titik pangkal pada setiap pulaupulau terluar wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Indonesia Bagian Barat hingga Indonesia Bagian Timur.
13).
Petunjuk Peta Olah Yudha; halaman (76-77).
Mulai wilayah
Halaman ini menjelaskan tentang lembaran-lembaran peta yang digunakan untuk olah yudha dan peta-peta ini bukan untuk kepentingan umum. Bagi kita pelaut perikanan peta-peta ini tidak diperlukan.
14).
Petunjuk Peta Gebco (78-79).
Halaman ini menjelaskan tentang lembaran-lembaran peta yang digunakan untuk kepentingan bathimetric oceanic.
Untuk navigasi permukaan
khususnya untuk navigasi kapal penangkap ikan tidak membutuhkan peta ini.
15).
Petunjuk Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia;
halaman (80-81).
Halaman ini menjelaskan tentang lembaran-lembaran peta yang berkaitan dengan alur laut di kepulauan Indonesia. Informasi ini bagi kapal penangkap ikan khususnya bagi penangkapan ikan pelagis kurang dibutuhkan. Kecuali untuk kebutuhan riset potensi perikanan khususnya potensi ikan dasar mungkin diperlukan. Misalkan saat melakukan sampling biota dasar perairan. Informasi alur ini penting diketahui karena saat melakukan penarikan alat dengan trawl dasar sebagai alat sampling perlu mempertimbangan kondisi frofil dasar lautan.
16).
Petunjuk Wilayah Kepanduan Bahari Indonesia; (82-83).
Halaman ini menjelaskan tentang cakupan wilayah yang dijelaskan dalam
Buku Kepanduan Bahari. Buku terbitan baru berukuran kuarto dan tebal (± 1 inchi) dan terdiri dari empat jilid, yaitu: Jilid I, II,III dan IV. Adapun cakupan masing-masing wilayah adalah sebagai berikut: Jili d I mencakup wilayah;
Teluk Jakarta, Banten, Sumatera, Pulau-pulau
Natuna dan Kalimantan Barat, Jilid I I mencakup wilayah; Jawa kecuali yang telah dicakup dalam buku jilid
I, Kalimantan Bagian Selatan dan Timur, Madura, Nusatenggara Bagian Barat dan Sulawesi, Jilid II I mencakup wilayah; Kepulauan Maluku dan Nusatenggara Timur, Jilid I V mencakup wilayah; Irian Jaya (Papua).
17).
Daftar Buku-Buku Nautika Produk Dishidros;
Halaman (84-85).
Halaman ini menginformasikan daftar buku-buku yang digunakan sebagai dokumen pelayaran. Buku-buku ini seluruhnya terbitan Dishidros TNI-AL.
18).
Petunjuk Nama-Nama Yang Bersangkutan Dengan Peta Laut Indonesia; halaman (86-89).
Halaman ini menjelaskan tentang nama tempat-tempat atau lokasi yang dihubungkan dengan nomor peta yang digunakan. Disusun menurua abjad. Halaman ini dikelompokan menjadi dua halaman yaitu kelompok halaman AM dan M-Y. Misal kita mencari lokasi kota Padang, maka nomor peta yang bersesuai adalah nomor 230 dan 143. Penjelasan ini kita lihat pada halaman M-Y,
karena Padang mempunyai huruf awal “P” yang merupakan huruf
antara kisaran tersebut. Kemudian jika mencari lokasi Pare-pare bagian teluk maka peta yang bersesuaian adalah nomor 175, 35 demikian untuk seterusnya. Intinya para pelaut dapat mencari atau mendapatkan suatu lembar peta dengan menghubungkan lokasi yang kita ketahui. Lokasi yang dicari harus bersifat umum atau sangat dikenal. 2. Penggunaan Katalog Peta
Sesuai dengan penjelasan pada butir (1) tersebut di atas tentang isi setiap halaman yang terkandung dalam buku Katalog dan Buku Nautika Indonesia di atas maka untuk kepentingan navigasi terutama yang berkaitan dengan rencana pelayaran secara umum dapat kita simpulkan bahwa buku tersebut dapat digunakan untuk halhal yang terkait berikut: 1)
Untuk memperoleh Informasi-informasi tentang buku-buku navigasi atau dokumen pelayaran yang diterbitkan oleh Dishidros TNL AL,
2)
Untuk mengetahui cara pembelian atau pengadaan buku-buku navigasi atau dokumen pelayaran yang diterbitkan oleh Dishidros TNL AL,
3)
Untuk mengetahui cara koreksi dokumen dengan BPI,
4)
Untuk mengetahui indeks lokasi suatu wilayah, sehingga memudahkan untuk mencari nomor peta suatu wilayah yang bersesuaian,
5)
Untuk mengetahui nomor peta (2) dan (3) beserta cakupannya jika kita ingin berlayar mulai dari Barat sampai dengan Timur kawasan perairan Indonesia,
6)
Untuk mengetahui nomor peta berskala 1: 1.000.000 dan 1: 4.000.000 jika menempuh pelayaran jauh,
7)
Untuk mengetahui nomor peta berskala 1: 250.000 sampai dengan
1:
500.000 Untuk mendukung peta dengan skala 1: 1.000.000 dan
1:
4.000.000, 8)
Untuk mengetahui nomor peta berskala 1: 100.000 Untuk mendukung peta dengan skala 1: 250.000 dan 1: 500.000,
9)
Untuk mengetahui nomor peta rencana yang umumnya berskala 1: 10.000 sampai dengan 1:50.000
10)
Untuk mengetahui nomor-nomor peta ZEE,
11)
Untuk mengetahui nomor-nomor peta garis pangkal,
12)
Untuk mengetahui cakupan isi Buku Kepanduan Bahari.
Dari butir-butir kegunaan Buku Katalog dan Buku Nautika tersebut di atas, yaitu butir (1) sampai dengan (12) yang sangat dibutuhkan dalam pelayaran khususnya bagi kapal penangkap ikan adalah kegunaan butir (5) sampai dengan butir (9). Hal ini terutama terkait dengan lembar-lembar peta yang digunakan saat berlayar. Karena untuk kebutuhan perencanaan pelayaran nantinya nomor-nomor peta dengan
kelompok skala tersebut di atas harus disiapkan di atas kapal .
Adapun alasan
kegunaan dari masing-masing lembar peta tersebut adala sebagai berikut: 1)
Nomor peta (2) dan (3) adalah peta laut berskala 1: 4.000.000. Peta ini mempunyai skala sangat kecil namun mempunyai wilayah cakupan yang sangat luas. Untuk peta nomor (2) misalnya mencakup wilayah Indonesia Bagian Barat sedangkan peta nomor (3) mencakup wilayah Indonesia Bagian Timur. Dimisalkan jika kita ingin berlayar dari Sabang hingga Makasar maka perjalanan ini cukup jauh, yaitu menempuh sejauh sekitar setengah perairan Indonesia. Wilayah perairan yang akan kita lintasi hanya tercakup secara utuh pada peta nomor (2). Sehingga untuk menarik garis haluan pertama secara utuh hanya dapat dilakukan dengan mudah dan benar menggunakan peta nomor (2) ini.
2)
Peta nomor (2) dan (3) skalanya cukup kecil, mencakup wilayah yang sangat luas namun informasinya kurang detail sehingga diperlukan peta dengan skala yang lebih besar untuk mendukung data informasi yang diperlukan dalam pelayaran. Nomor peta tersebut adalah berskala 1: 1.000.000. Sesuai dengan contoh tersebut di atas untuk mendukung peta nomor (2) yang berskala 1: 4.000.000, maka kita butuhkan peta nomor (4), (31), (66) dan (111) yang berskala 1:1.000.000.
3)
Kemudian kita lanjutkan untuk mendukung pelayaraan sesuai contoh dalam kasus ini, kita memerlukan peta yang mendukung peta (4), (31), (66) dan (111) yang berskala 1:1.000.000 yaitu dengan peta berskala lebih besar lagi sehingga dapat memberikan informasi yang lebih detail dari suatu wilayah ke wilayah selanjutnya. Peta pendukung selanjutnya adalah peta berskala 1:500.000. Yaitu peta nomor (100), (135), (136), (137), (68), (69), (70) dan (128). Peta-peta ini secara berurutan mulai nomor (100) sampai dengan peta nomor (128) menyambung dari wilayah Sabang hingga Makasar.
4)
Sesuai contoh pelayaran ini, saat kita berada di perairan antara Padang dan ujung Tanjung Belimbing di sepanjang Barat Sumatera maka kita memerlukan peta pendukung lagi untuk memberikan informasi yang lebih detai lagi. Dalam kasus
ini kita memerlukan peta berskala 1: 250.000, yaitu peta nomor (241), (242), (243) dan (244) kemudian saat memasuki Selat Sunda kita membutuhkan peta yang berskala 1: 200.000, dengan nomor (71) dan (78). 5)
Sebelum kita menempuh perairan Padang Sumatera Barat kita melintasi perairan Aceh Bagian Selatan di sini banyak ditemukan pulau-pulau kecil sehingga kita membutuhkan peta dengan skala lebih besar lagi, yaitu berskala antara 1: 100.000 hingga 1: 150.000, yaitu peta nomor (249), (250), (251), dan (164) kemudian saat sampai di Selat Sunda kebali kita membutuhkan peta dengan skala 1: 100.000, yaitu peta nomor (71A). Khusus dalam kasus ini setelaha peta nomor (71 A) kita tempuh maka perjalanan dari Selat Sunda menuju Makasar cukup aman, maka kita cukup menggunakan peta nomor (66) dan (111). Kecuali jika kita akan berlayar menyusuri pantai Jawa maka menggunakan yang lebih besar skalanya. Namun untuk beberapa kasus jika peta skala 1: 100.000 masih dianggap kurang cukup maka kita harus menggunakan peta dengan skala yang besar lagi, misalnya peta dengan skala (1: 50.000), (1: 40.000), (1: 25.000),
(1: 15.000), (1: 10.000), (1: 7.500), dan
(1: 2.500). Untuk lebih mudah dalam memahami penjelasan tersebut di atas marilah kita perhatikan gambar –gambar ilustrasi berikut, yang diawali dengan gambar (1): 2
2
Gambar 1. Ilustrasi Peta laut nomor (2) yang mencakup Indonesia Bagian Barat Keterangan: Garis Haluan Sejati dapat dilukis utuh dari Sabang hingga Makasar. Nomor (2) menunjukan nomor peta laut menurut Katalog Peta (sumber peta Google earth 2011).
Saat kita melintasi perairan Pantai Barat Sumatera kita membutuhkan peta yang hanya mencakup Sumatera dengan skala yang lebih besar seperti yang dijelaskan di atas. Untuk jelasnya perhatikan gambar (2) , (3) dan (4).
4
31
Gambar 2. Peta nomor (4) dan (31) berskala 1: 1.000.000. Keterangan: Sesuai contoh kasus, saat melintasi Pantai Barat Sumatera peta nomor (2) diperjelas oleh peta (4) dan (31), kedua peta ini mencakup Pantai Barat Sumatera dari Sabang hingga Selat Sunda. Kemudian untuk memperoleh lebih detail lagi peta nomor (4) dan (31) ini harus diperjelas dengan peta yang berskala lebih besar lagi, namun mencakup wilayah yang lebih sempit. Semakin sempit suatu nomor peta semakin lebih jelads informasi yang diperoleh serta detail gambar juga lebih jelas. Kita pindah nomor peta ke skala yang lebih besar analog dengan kita melakukan zoom out suatu gambar pada layar monitor PC. Dalam pelayaran kita harus membawa peta selengkap mungkin untuk rute-rute yang akan lalui. Seperti dalam kasus ini misalnya saat kita melintasi Pantai Barat Sumatera saat menuju Makasar maka peta (4) dan (31) ini masih perlu dibantu oleh peta lainnya. Khususnya jika wilayah tersebut memiliki rintangan yang berbahaya bagi navigasi. menggunakan
Namun jika perairan aman kita dapat langsung
peta yang berskala lebih kecil.
gambar (3) dan (4) berikut:
Untuk jelasnya perhatikan pada
(100)
(135)
4
(136)
(137)
31
Gambar 3. Peta nomor (100), (135), (136) dan (137) berskala 1: 500.000 Keterangan: Sesuai contoh kasus, peta nomor (4) dan (31) diperjelas lagi dengan keempat Cakupan wilayah sama telah diperjelaslembar dari duapeta petaini. menjadi 4 lembar petamasih dengan skalanamun lebih besar yaitu dari skala 1:1000.000 menjadi skala 1: 500.000.
(135) (73) (72)
Gambar 4. Peta nomor (135) berskala 1: 500.000 yang diperjelas. Keterangan: Peta nomor (135) diperjelas oleh peta nomor (73) dan (72) dengan skala 1: 100.000 dan 1 : 50.000. Demikianlah peta yang berskala kecil secara beurutan diperjelas oleh peta-peta yang berskala besar. Sehingga para pelaut yang sedang menempuh suatu rute pelayaran dapat mengamati setiap tempat yang dilalui secara teliti. Ketelitian ini dapat terwujud karena detailnya informasi mengenai rintangan-rintangan navigasi. Sehingga
pelayaran dapat selamat, aman dan ekonomis dapat terwujud.
Dalam penjelasan
gambar (1), (2), (3) dan (4) penulis menggunakan peta ilustrasi yang penulis down
load dari google earth. Untuk yang lebih baik adalah hasil pemindaian langsung dari gambar-gambar peta yang tercantum pada Katalog yang diterbitkan oleh Dishidros TNI-AL. Namun karena dibatasi oleh kode etik penulisan dan batasan hak cipta maka penulis hanya menggunakan peta pendekatan saja.
c. Rangkuman
1.
Dokumen pelayaran yang salah satunya adalah Buku Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia adalah buku yang hanya diterbitkan oleh Dishidros TNI-AL
2.
Semangat yang dipesankan dalam buku ini adalah “zero accident” artinya bagi kita peserta didik yang kelak menjadi pelaut terutama pelaut perikanan diharapkan senantiasa selamat dalam menempuh pelayaran, tentu dengan memahami dan memanfaatkan dokumen atau buku yang diterbitkan oleh Dishidros ini
3.
Buku ini sebagian besar isinya menginformasikan tentang hal-hal yang terkait dengan peta laut atau peta khusus. Mulai halaman (9) sampai dengan (81)
4.
Peta yang memiliki skala paling kecil (1: 4.000.000) adalah peta nomor (2) dan nomor (3).
Peta nomor (2) mencakup wilayah Indonesia Bagian Barat
sedangkan peta nomor (3) mencakup wilayah Indonesia Bagian Timur. Dan skala peta yang paling besar adalah peta rencana 1 : 2.500 5.
Peta yang memiliki skala terkecil kedua adalah peta laut berskala 1: 1.000.000 sampai dengan 1 : 2.000.000. Peta ini membagi wilayah Indonesia menjadi 15 bagian peta. Nomor-nomor peta tersebut adalah: nomor (4), (31), (38), (66), (111), (112), (121), (142), (145), (146), (151), (196), (360), (361), dan (361A).
6.
Buku Kepanduan Bahari terdiri dari empat jilid, yaitu: Jilid (I) mencakup daeBanten, Sumatera dan Kalimantan Barat; jilid (II) mencakup daerah:, Jawa (selain Banten dan Teluk Jakarta), Kalimantan Bagian Selatan dan Timur, Madura, Nusatenggara Bagian Barat dan Sulawesi; jilid (III) mencakup Kepulauan Maluku dan Nusatenggara Timur dan jilid (IV) mencakup daerah Irian Jaya (Papua)
7.
Peta dengan skala kecil selalu diperjelas dengan peta berskala lebih besar di bawahnya demikian seterusnya. Untuk daerah yang aman umumnya diperjelas hingga skala 1 : 250.000. Untuk wilayah yang memiliki rintangan sedang umumnya diperjelas dengan peta berskala 1: 100.000, kemudian untuk wilayah yang memiliki rintangan tingkat tinggi diperjelas hingga menggunakan peta berskala 1: 2.500
8.
Skala yang digunakan adalah skala angka seperti yang tertulis di nomor-nomor peta tersebut di atas. Skala sebenarnya merupakan perbandingan antara ukuran di gambar dengan ukuran sebenarnya. Misal sebuah rumah mempunyai ukuran tapak 10 m x 10 m digambar dalam kertas gambar dengan skala 1:100, maka dalam kertas gambar menjadi 10 cm x 10 cm. Artinya setiap 1 cm digambar mewakili 100 cm pada ukuran sebenarnya. Jika pada peta tertulis 1: 10.000 maka setiap 1cm dip eta mewakili 10.000 cm di lokasi sebenarnya. Maka 1 cm mewakili 100 m. Karena merupakan angka perbandingan maka sama dengan sifat pecahan. Misal dalam pecahan 1: 2 atau ditulis (1/2) dan angka 1: 5 ditulis (1/5) maka dari kedua pecahan ini jelas berlaku (1/2) > (1/5). Kesimpulannya
semakin besar angka pembaginya semakin kecil nilai matematisnya. Ini harus selalu kita ingat benar untuk mengingat skala peta. Akibat dari ketentuan ini maka semakin kecil nilai skala sebuah peta makin besar wilayah cakupannya dan sebaliknya semakin besar skala petanya makin sempit wilayah cakupannya. Cakupan yang sempit maka lebih jelas data informasi suatu wilayah dan sebaliknya semakin luas cakupan di peta maka semakin minim data informasinya.
d. Tugas
1.
Lakukan inventarisasi dokumen-dokumen pelayaran untuk pembelajaran yang ada di ruang navigasi sekolah anda
2.
Kemudian anda melakukan kunjungan ke sebuah kapal besi dari jenis kapal penangkap ikan yang mempunyai ukuran di atas 100 GT, kemudian lakukan inventarisasi dokumen-dokumen tersebut di atas. Selanjutnya bandingkan dengan yang ada pada sekolah anda
3.
Coba dari hasil inventarisasi carilah Buku Katalog Peta dan Buku Nautika yang diterbitkan Didhidros
4.
Coba anda kenali lebih detail tentang buku tersebut, ukur panjang dan lebarnya kemudian kelompokan sesuai standar ukuran kertas
5.
Coba anda teliti halaman demi halaman
6.
Coba anda cari pada halaman yang mana jika anda ingin melengkapi buku-buku atau dokumen pelayaran di sekolah anda
7.
Bagaimana cara yang mungkin dilakukan berdasarkan informasi yang dipesankan dalam buku Katalog tersebut
8.
Coba anda perkirakan bagaimana dalam mencari peta suatu lokasi yang anda butuhkan berdasarkan petunjuk buku Katalog
9.
Terangkan skala peta yang anda pilih jika anda membutuhkan peta yang akan digunakan untuk menarik haluan dari suatu tempat tolak ke tempat tiba yang jauhnya memadai.
Coba anda tunjukan pada gurumu tehnik mencari peta
tersebut dan berikan alasan mengapa demikian 10.
Setelah anda paham mengenai data peta dalam Buku Katalog tersebut lakukan penelusuran data yang berkaitan dengan Buku Kepanduan Bahari dan Batas ZEE.
e. Test formatif
1.
Katalog Peta yang diterbitkan Dishidros berupa apa?
2.
Nomor peta yang digunakan untuk mencari singkatan dan tanda-tanda di peta
adalah….. 3.
Nomor peta yang digunakan untuk membagi dua wilayah Indonesia, yaitu
Wilayah Bagian Barat dan Wilayah Bagian Timur adalah peta nomor ….. 4.
Kedua peta tersebut diperjelas dengan peta yang mencakup wilayah Indonesia dengan kira 15 (lima belas) lembar peta. Kira-kira dengan cakupan wilayah yang begitu luas peta tersebut berskala berapa?
5.
Untuk Indeks lokasi wilayah Indonesia dibagi menjadi bagian apa saja?
6.
Sebuah wilayah yang mempunyai tingkat rintangan yang paling tinggi sehingga membutuhkan data informasi yang sangat lengkap kira-kira peta yang digunakan berskala berapa?
7.
Untuk kebutuhan data informasi yang terkandung dalam Buku Kepanduan Bahari, maka wilayah dibagi menjadi berapa bagian?
8.
Jika sebuah peta berskala 1: 2.500 maka setiap jarak yang panjangnya 1 cm di peta memiliki jarak sebenarnya berapa?
9.
Dua lembar peta berskala 1: 10.000 dan 1: 2.500, manakah kedua peta ini yang mempunyai wilayah cakupan yang lebih luas?
10.
f.
Sesuai soal nomor (9) manakah yang memiliki data informasi yang lebih lengkap dan detail?
Kunci jawaban
1.
Berupa buku
2.
Peta nomor (1)
3.
Nomor (2) dan (3)
4.
Berskala 1: 1.000.000 sampai dengan 1: 2.000.000
5.
Wilayah A,B,C, sampai dengan wilayah H
6.
Berskala 1: 2.500
7.
Empat bagian
8.
Setiap 1 cm dipeta = 2.500 cm jarak sebenarnya
9.
Peta yang memiliki skala
10.
Peta yang memiliki skala 1 : 2.500
1: 10.000
Tingkat kelulusan: Jika Nilai (N) ≤ 80 maka dinyatakan lulus atau nilai minimal 80 (delapan puluh) N = Jumlah benar x 10 :
KEGIATAN BELAJAR 2. g. Tujuan kegiatan pembelajaran 1
Setelah peserta didik mempelajari materi pada kegiatan pembelajaran (1), ini diharapkan mereka akan paham tentang peta laut dan menggunakannya. Kemudian selanjutnya mereka mampu membaca peta dengan detail dan dapat menggunakan data serta petunjuk peta serta dapat menggunakan dokumen pelayaran ini dengan benar saat latihan dan praktek pelayaran nantinya. h. Materi Pembelajaran 2:
1. Perkembangan peta 2. Proyeksi peta 3. Peta laut
3. Perkembangan peta
Peta adalah gambaran permukaan bumi yang diproyeksikan pada bidang datar. Saat ini kita mengenal peta analog dan peta digital. Peta analog adalah peta-peta yang dibuat berdasarkan proyeksi konvensional seperti halnya proyeksi proyeksi silinder (proyeksi Mercator), proyeksi azimuth dan proyeksi kerucut. Sedangkan peta digital diperoleh dari hasil penginderaan jarak jauh. Berbicara masalah peta saat ini sudah sangat pesat. Hampir setiap kebutuhan tentang peta sudah tersedia. Hal bergantung dari sektor maupun bidangnya, terutama berasal dari peta digital. Karena peta digital dapat
disinkronisasikan
dengan
beberapa
menghasilkan hal yang menabjubkan.
aplikasi
modern
sehingga
juga
Peta digital saat ini dihasilkan dari hasil foto
satelit mulai resolusi rendah sampai dengan resolusi tinggi. Kegunaannya sangat beragam mulai untuk kebutuhan peta geografi, peta cuaca, pertanian, banyak lagi jenis lainnya.
Misal
dan masih
saja pada tahun 2000-an pihak Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memperkenalkan program aplikasi pemetaaan untuk kebutuhan kelautan dan perikanan khususnya untuk penentuan
Chlorofil
pada perairan laut di wilayah Indonesia.
Chlorofil zooplankton
Logikanya dengan adanya
sebagai phytoplankton dalam suatu perairan akan mengundang untuk memakannya. Dengan berkumpulnya zooplankton
akan
mengundang ikan-ikan kecil. Selanjutnya ikan yang lebih besar akan memakan ikanikan kecil. Sehingga wilayah yang banyak terdapat hamparan
Chlorofil
dalam
perairan dapat dijadikan sebagai indikator adanya ikan. Sehingga wilayah ini dikenal dengan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) . Tahun 2005 program ini telah digencarkan di pelabuhan-pelabuhan perikanan Indonesia dengan harapan akan
memberikan informasi yang akurat bagi kapal-kapal penangkap ikan untuk menuju
fishing ground , seiring perjalanan waktu para nelayan yang berpikir praktis langsung mengkalim bahwa ZPPI kurang akurat.
Para nelayan terlalu awal mengambil
kesimpulan tentang keakuratan data tersebut. Karena sebenarnya dengan chlorofil bukan serta merta langsung terdapat gerombolan ikan.
chlorofil
membutuhkan waktu proses.
Adanya ikan pada area
Analog dengan kita akan berburu kijang,
lokasi yang mungkin ada kijang adalah sebuah hamparan rumput hijau. Namun bukan serta merta saat kita tiba pada lapangan hijau pasti ada kijang. Bukan demikian, namun perlu proses penantian dan pengintaian. Untuk kebutuahan penangkapana ikan ini yang pernah dikembangkan oleh pemerintah adalah peta sebaran chlorofil yang
dikembangkan menjadi peta ZPPI . Untuk kebutuhan tata ruang sebuah perkotaan yang berada di sekitar pantai dapat menggunakan peta digital yang dihasilkan dari pencitraan satelit
dan
disinkronisasikan dengan aplikasi penginderaan jarak jauh menghasilkan berbagai peta.
Misalkan dengan peta digital ini dapat
dikembangkan
menjadi peta tiga
dimensi. Misalkan untuk perencanaan sebuah tata ruang perkotaan pantai tersebut yang dihubungkan dengan mencairnya es di Kutub Utara yang mengakibatkan kemungkinan naiknya air laut, maka kemungkinan daratan yang akan terendam air dapat dihitung dan diketahui secara cepat. Dengan program simulasi dan permukaan tanah secara tiga dimensi, kemudian naiknya air laut diasumsikan pada ketinggian tertentu maka dengan program simulasi menggunakan peta tersebut dapat secara langsung genangan air dapat diperkirakan.
Sehingga batasan daratan
yang akan
terendam air dapat dipetakan dengan peta digital selanjutnya. Dengan data informasi ini pemerintah suatu kota dapat mengembangan perencanaan berdasarkan kawasan basah dan kering. Yang akhirnya
terwujudlah konsep masterplan
tata ruang.
Disamping untuk prediksi genangan air, peta digital yang dikembangkan menjadi peta digital tiga dimensi dapat juga digunakan untuk program penataan tinggi rendahnya permukaan tanah. Sehingga diperlukan pengurukan pada tanah-tanah yang yang mencekung.
Untuk kebutuhan pengurukan tersebut program aplikasi
penginderaan jarak jauh dan simulasi dapat dimanfaatkan untuk mengghitung secara cepat, tepat dan akurat menghitung volume urukan. Sehingga biaya pengurukan dapat diperkirakan dengan cepat dan akurat pula. Demikian perkembangan peta digital mendampingi kehidupan manusia saat ini. Semuanya dibuat serba mudah dan akurat. Demikian pula halnya peta digital dalam pemenuhan kebutuhan pelayaran. Saat kini dengan adanya peta digital dapat melengkapi dan memudahkan dalam pelayaran. Peta digital ini dikembangkan sangat memudahkan para pelaut, sehingga
pekerjaan terutama yang terkait dengan penentuan posisi dapat dikerjakan dengan cepat dan tepat. Dengan peta digital yang dikembangkan menjadi berbagai aplikasi sehingga dapat dioperasikan menggunakan Komputer navigasi yang disinkronkan dengan peralatan navigasi lainnya.
Peta ini selanjutnya berkembang yang dikenal
dengan peta elektronik (electric chart). Dalam dunia pelayaran saat ini telah berkembang peta tersebut yang dikenal dengan Electric Chart Display and
Information system
(ECDIS).
Program ini disinkronisasikan dengan berbagai
peralatan electronic lainnya seperti Global Position System (GPS),
sehingga saat
berlayar titik posisi kapal tampak jelas di peta elektronik, yang secara nyata kita hanya melihat pada layar monitor saja. Sehingga saat kapal berlayar tampak jelas trek pelayaran atau rute yang dilalui serta perairan yang di depannya. Sehingga para pelaut benar-benar dimanjakan dan dimudahkan dalam melakukan tugasnya. Penentuan posisi yang selama ini pekerjaan rutin dan memerlukan waktu kini hampir bukan hal yang memberatkan dan bukan yang sulit.
Namun perlu kita ingat seperti
yang dijelaskan pada tulisan sebelumnya bahwa untuk kepentingan pelayaran kita
harus menyelenggarakannya dengan seaman mungkin . Dalam kasus peta ini walaupun peralatan dengan peta elektronik sudah sangat canggih namun harus kita ingat bahwa semua itu adalah bergantung pada peralatan elektronik. Seperti peristiwa kandasnya kapal pesiar mewah dan super canggih berkapasitas 4.000 orang Costa
Concordia MV, kandas pada tanggal 13 Januari 2012 yang menewaskan 32 orang (http://www.dailymail.co.uk/news/article-2168311-2012). Ini membuktikan bahwa walaupun
telah
menggunakan
peralatan
modern
dalam
pelayaran
masih
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Peralatan canggih ini masih bisa rusak,
gangguan program, terhapus sebagian file, power melemah, gangguan virus dan lain-lain gangguan tehnis yang menyebabkan aplikasi ini kurang berfungsi. Sehingga dalam pelayaran walaupun sudah dikembangkan ECDIS ini peta analog sebagai peta konvensional masih tetap digunakan di atas kapal. Bahkan melengkapi peta analog tepatnya peta laut konvensional ini bersifat keharusan. Karena dengan peta laut yang bersifat konvensional ini dalam berbagai keadaan kita masih mampu menentukan posisi. Itulah sebabnya para peserta didik harus memahami dan dapat menggunakan peta laut untuk pelayaran.
Bacaan pendahuluan yang dijelaskan di atas menjadi
wawasan tambahan bagi kita para pembaca modul ini. Namun sebenarnya materi yang kita bahas dalam modul ini adalah peta laut konvensional yang merupakan salah satu peta analog.
4. Proyeksi peta
Dalam proses pemindahan dari bentuk bumi ke benda datar (proyeksi lengkungan bumi ke benda datar) peta analog ini menggunakan beberapa macam proyeksi, yaitu: 1)
Proyeksi silinder (proyeksi Mercator),
2)
Proyeksi azimuth,
3)
Proyeksi kerucut.
Penj elasan materi ,
1)
Proyeksi silinder (proyeksi Mercator),
Pada proyeksi silinder (pertama), seolah-olah permukaan bumi diproyeksikan pada dinding silinder sebelah dalam
saat
selubung silinder tersebut
dikurungkan pada bola bumi. Saat yang sama seolah-olah ada sumber cahaya dari pusat bumi yang memancar ke segala arah. Bayangan permukaan bumi seolah-olah dipindahkan dari permukaan bumi ke dinding silinder tadi. Kemudian dinding silinder dibentangkan. Sekarang gambaran permukaan bumi telah berpindah pada dinding silinder yang dibentangkan tadi. terbentuklah peta bumi dalam benda datar.
Maka
Untuk lebih memudahkan dalam
pemahaman marilah kita perhatikan gambar (5) tentang proyeksi silinder berikut:
(1)
(5) (6)
(3)
(7)
(2)
(8)
(4)
(9)
(a)
(b1)
(b2)
(b3)
Gambar 5. Proyeksi silinder Keterangan: Gambar (a); (1). Silinder; (2). Bumi; (3). Sinar proyeksi; (4). Derajah; (5). Jajar dengan lintang tinggi; (6). Pulau di lintang lebih tinggi; (7). Katulistiwa; (8). Pulau pada katulistiwa; (9). Dinding silinder yang dibentang. Gambar (b); (b1). Proyeksi silinder normal; (b2). Proyeksi silinder transversal; (b3). Proyeksi silinder sembarang atau miring.
Pada proyeksi silinder bentuk bayangan bumi seperti pulau misalnya pada wilayah katulistiwa bayangannya sempurna mirip dengan aslinya, sedangkan pada lintang yang lebih tinggi bayangan membesar dari benda aslinya. Hasilnya dengan proyeksi ini pulau dengan bentuk dan ukuran yang sama pada permukaan bumi mengakibatkan beda ukuran saat diproyeksikan pada dinding silinder mengalami perubahan. Dinding silinder merupakan bentangan peta, sehingga dari hasil proyeksi silinder menghasilkan jenis peta
Mercator. Pada lintang yang lebih tinggi permukaan bumi seolah-olah lebih membesar. Penomena ini harus dipahami dan diingat-ingat oleh pembaca terutama para peserta didik yang kelak akan menjadi navigator, terutama saat menggunakan peta Mercator. Karena prinsip ini merupakan dasar tindakan saat kita melakukan pengukuran jarak di peta, yaitu harus mengukur dari standar
jarak yang diambil dari lintang menengah. Proyeksi Mercator menghasilkan peta dengan gambar derajah dan jajar menjadi garis lurus dan dan keduanya saling tegak lurus. 2)
Proyeksi azimuth.
Kemudian proyek selanjutnya adalah proyeksi azimuth (kedua) atau proyeksi bidang singgung pada bola bumi. Proyeksi azimuth dikelompokan menjadi tiga, yaitu: proyeksi azimuth normal (lembaran datar disinggungkan pada bola bumi di wilayah kutub), proyeksi azimuth transversal (lembaran datar disinggungkan pada bola bumi di wilayah Katulistiwa), proyeksi azimuth miring (lembaran datar disinggungkan pada bola bumi di wilayah sembarang atau selain kutub dan wilayah katulistiwa). Khusu proyeksi azimuth normal sangat tepat untuk proyeksi di wilayah kutub.
Untuk jelasnya mengenai
proyeksi azimuth ini perhatikan gambar (6) berikut:
(b)
(c)
(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Proyeksi azimuth Keterangan: (a). Proyeksi azimuth normal ; (b). Proyeksi azimuth transversal dan (c). Proyeksi azimuth sembarang. Pada proyeksi (a) bidang datar disinggungkan pada kutub; proyeksi (b) bidang datar disinggungkan pada katulistiwa; proyeksi (c) bidang datar disinggungkan pada wilayah sembarang atau wilayah antara kutub dan katulistiwa. Dari hasil proyeksi azimuth ini maka setiap titik singgung yang berada pada kutub, katulistiwa dan sembaran (diantara katulistiwa dan kutub) menghasilkan
bentuk peta yang berbeda.
lingkaran-lingkaran.
Pada
kutub
jajar berbentuk
Katulistiwa sebagai lingkaran terluar dan titik pusat
lingkaran sebagai kutub bumi. Jajar
berupa garis lurus yang menyatu ke
pusat lingkaran. Demikian pula halnya pada proyeksi azimuth katulistiwa dan sembarang berbeda dengan di kutub. Untuk jelasnya perhatikan hasil proyeksi pada gambar (7) berikut:
(a)
Katulistiwa
(b)
(c)
Gambar 7. Hasil proyeksi azimuth Keterangan: (a). Proyek azimuth pada wilayah kutub. Derajah merupakan garis lurus yang membentuk seperti jari-jari, jajar berbentuk lingkaran; (b). Proyeksi azimuth pada wilayah katulistiwa, derajah dan katulistiwa sebagai garis lurus, keduanya saling tegak lurus, derajah saling sejajar. Jajar menjadi garis lengkung yang menjauhi katulistiwa; (c). Proyeksi azimuth pada wilayah sembarang. garis lurus. Jajar sebagai garis lengkung dan derajah sebagai Dari ketiga proyeksi azimuth yang mempunyai akurasi yang tinggi adalah proyeksi azimuth normal, yaitu proyeksi azimuth pada wilayah kutub. Kemudian proyeksi azimuth normal dikelompokan menjadi:
a)
Proyeksi gnomonik,
b)
Proyeksi Stereografik
c)
Proyeksi ortografik.
Ketiga proyeksi ini mempunyai sumber atau asal sinar proyeksi yang berbeda. Pada proyeksi gnomonik pusat proyeksi berasal dari pusat bola bumi, memancar ke kutub yang selanjutnya bayangan permukaan bumi seolah-olah dipindahkan pada bidang datar yang menyinggungnya. Berbeda dengan proyeksi stereografik, titik pusat sinar proyeksi berasal dari
titik
potong poros bumi dengan permukaan bumi di sisi yang berlawanan. Jika proyeksi untuk menggambarkan peta Kutub Utara maka sumber sinar proyeksi berasal dari arah Kutub Selatan, demikian sebaliknya jika untuk menentukan peta Kutub Selatan maka sumber sinar proyeksi berasal dari titik Kutub Utara. Sedangkan proyeksi stereografik sumber sinar proyeksi seolah-olah berasal dari sumber tak terhingga yang sejajar dengan poros bumi dan menyentuh
seluruh permukaan bumi. Bayangan permukaan bumi dari sinar proyeksi ini kemudian dipindahkan pada bidang datar yang menyinggung di kutub tersebut.
Untuk lebih mudah dalam membedakan ketiga jenis proyeksi
tersebut di atas perhatikan gambar (8) berikut:
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Proyeksi azimuth normal. Keterangan: ( a). Proyeksi gnomonik, titik awal proyeksi dari pusat bumi; (b). Proyeksi stereografik, titik awal proyeksi dari kutub yang berlawanan; (c). Proyeksi ortografik , titik awal proyeksi berasal dari arah titik tak terhingga.
Dari ketiga proyeksi ini derajah digambarkan dalam garis lurus yang menyerupai jari-jari, sedangkan jajar digambarkan dalam lingkaran-lingkaran. Ditinjau dari jarak antara jajar yang satu dengan jajar berikutnya jika dibaca dari arah kutub ke katulistiwa maka dari ketiga proyeksi ini diperoleh sebagai berikut: Pada proyeksi gnomonik, jarak antar jajar merapat mendekati kutub, pada proyeksi stereografik,
jarak antara jajar mendekati sama dan pada proyeksi
ortografik, jarak antar jajar merapat ke arah katulistiwa. Dari ketiga gambar sebelah kanan di atas titik pusat lingkaran adalah Kutub Utara.
3)
Proyeksi kerucut.
Sesuai dengan penjelasan di atas maka proyeksi berikutnya adalah proyeksi kerucut (ketiga).
Pada proyeksi kerucut seolah-olah bayangan
permukaan bumi dipindahkan pada dinding kerucut.
Sama halnya dengan
proyeksi azimuth, proyeksi kerucut juga dikelompokan dalam: Proyeksi normal (standard) pada kutub, proyeksi transversal pada katulistiwa dan proyeksi sembarang (obligue). Proyeksi kerucut ini mempunyai keakuratan yang tinggi saat digunakan untuk memproyeksikan permukaan bumi pada o
lintang sedang atau pada lintang 45 .
Pada prinsipnya ketiga jenis proyeksi,
yaitu proyeksi silinder, proyeksi azimuth dan proyeksi kerucut masing-masing dikelompokan menjadi normal ( standard), transversal dan sembarang (obligue). Pada proyeksi silinder hanya proyeksi transversal saja. Karena akurasi yang terbaik adalah pada kondisi bersinggungan dengan katulistiwa. Jadi dari penjelasan ketiga proyeksi tersebut di atas masing-masing memiliki kelebihan masing-masing. Proyeksi silinder baik untuk wilayah katulistiwa,
proyeksi azimuth baik untuk wilayah kutub dan proyeksi kerucut baik untuk wilayah sembarang (antara kutub dan katulistiwa). Hampir sama halnya dengan proyek silinder, pada proyeksi kerucut permukaan bumi seolah-olah dipindahkan ke bidang datar yang berupa dinding kerucut. Kemudian kerucut tersebut dibuka sehingga terbentuk lembaran peta. Agar pembaca atau peserta didik dapat lebih mudah dalam memahami prinsip-prinsip proyeksi kerucut marilah kita perhatikan gambar (9) berikut:
Gambar 9. Proyeksi kerucut Keterangan: Dinding kerucut sebelah dalam disinggungkan pada permukaan bola bumi, kemudian dinding kerucut dibuka, maka seolah-olah permukaan bumi pindah ke dinding kerucut tersebut. Tampak
pada gambar garis derajah merupakan garis lurus dan mengumpul pada puncak kerucut. Sedangkan jajar membentuk busur lengkung.
Pada gambar (9) dijelaskan bahwa pada prinsipnya proyeksi kerucut adalah memindahkan bayangan permukaan bumi pada dinding kerucut sebelah dalam. Dalam gambar (9) tersebut di atas merupakan proyeksi kerucut normal (standar), karena proyeksi pada wilayah kutub. Agar pembaca lebih memahami lagi tentang proyeksi ini marilah kita perhatikan gambar (10) berikut, yang menggambarkan proyeksi kerucut pada tiga wilayah, yaitu wilayah kutub, katulistiwa dan wilayah sembarang (antara kutub dan katulistiwa).
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Jenis proyeksi kerucut Keterangan: ( a). Proyeksi kerucut normal (standar) ( b). Proyeksi kerucut transversal ( c). Proyeksi kerucut sembarang atau miring ( oblique)
5. Peta laut
Pada penjelasan sebelumnya tentang peta laut sudah singgung, karena segala yang kita sampaikan dengan kebutuhan perencanaan pelayaran selalu ada keterkaitan antara satu materi dengan materi yang lainnya.
Peta laut adalah salah satu peta
analog. Jika kita perhatikan peta-peta laut wilayah Indonesia umumnya menggunakan
proyeksi Mercator.
Karena hasil proyeksi Mercator ini disamping jajar dan derajah
saling tegak lurus dan keduanya merupakan garis-garis lurus juga proyeksi ini sangat baik untuk wilah katulistiwa atau lintang rendah salah satunya wilayah Indonesia. Untuk kebutuhan pelayaran kita menggunakan peta laut¸ bukan peta geografi, peta penerbangan, peta cuaca atau peta lainnya. Sehingga bagi peserta didik yang kelak ingin menjadi navigator harus paham untuk menggali informasi data yang terkandung dalam peta laut. Peta laut untuk kebutuhan pelayaran dalam suatu negara umumnya menggunakan peta laut terbitan negara yang bersangkutan dan peta
Internasional. Sehingga di wilayah perairan Indonesia kita dapat menggunakan peta
laut terbitan Dishidros TNI-AL maupun terbitan British Admiralty (BA) Inggris. Baik peta terbitan Dishidros TNI AL maupun British Admiralty
pada peta memuat
informasi-informasi atau data penting yang berguna bagi keselamatan pelayaran. Agar kita lebih mengenal tentang peta laut berikut ini ada beberapa informasi pada peta laut terbitan Dishidros TNI-AL yang bersifat wajib kita ketahui, yaitu berkaitan dengan hal-hal : 1)
Nomor peta
2)
Judul peta
3)
Skala peta
4)
Ketinggian
5)
Kedalaman
6)
Jenis proyeksi
7)
Tanda-tanda dan singkatan
8)
Mawar pedoman
9)
Skala lintang dan skala bujur
10)
Tahun penerbitan
11)
Koreksi-koreksi
Dari 14 (empat belas) butir informasi penting yang termuat dalam peta laut tersebut perlu kita pahami satu demi satu sehingga para peserta didik setelah mencermati dan memahami selanjutnya diharapkan dapat menggunakan peta laut dengan benar untuk kebutuhan pelayaran termasuk untuk ke butuhan perencanaannya. Marilah kita pahami penjelasan butir-butir informasi tersebut di atas berikut ini:
1)
Nomor peta
Setiap peta laut dilengkapi dengan nomor peta. Nomor peta laut ada dua jumlahnya pada setiap lembar peta. Nomor peta laut ditulis di luar peta, tepatnya pada sudut kiri atas dan sudut kanan bawah.
Nomor ini ditulis
sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dari sisi bawah maupun sisi atas. Untuk membacanya peta harus diletakan di atas meja peta secara sempurna kemudian atur sedemikian rupa sehingga sisi Selatan kea rah bawah dan sisi Utara ke arah atas. Kemudian bacalah nomor peta yang tertulis di sudut kanan
bawah. Hal ini penting kita ketahui karena nomor peta adakalanya dapat membingungkan. Terutama yang masih baru mengenal peta laut. Nomor peta laut harus diketahui secara pasti khususnya saat digunakan untuk perencanaan
pelayaran. Untuk lebih jelasnya perhatikan petunjuk membaca nomor peta pada gambar (10) berikut: 99
U
Peta laut
66
Gambar 10. Nomor peta laut Keterangan: Letakan peta laut pada meja peta, sisi Utara ke atas dan sisi Selatan ke bawah. Baca angka pada sudut kanan bawah. Angka ini = nomor peta . Dalam cotoh nomor peta adalah nomor (66)
2)
Judul peta
Setiap peta laut mempunyai judul. Judul peta memberikan informasi tentang wilayah cakupan dari peta itu sendiri.
Letaknya umumnya pada
tempat yang aman bagi pelayaran. Dapat tercantum pada wilayah daratan
atau perairan yang aman (tidak ada rintangan dan bahaya navigasi). Pada daratan atau perairan aman yang tidak terdapat rintangan-rintangan. Berikut ini kami berikan contoh judul-judul peta beserta nomornya, sesuai petunjuk pada Buku Katalog Peta dan Buku Nautika Indonseia terbitan Dishidros TNI AL. Perhatikanlah tabel (1) berikut:
Tabel 1. Contoh Nomor dan judul peta Nomor 68
Jawa Bagian Barat
69
Jawa Bagian Tengah
70
Jawa Bagian Timur
70A
Pulau Bawean hingga Pulau Bali
80
Jawa pantai Utara, Cirebon hingga Semarang
81
Jawa pantai Utara, Semarang hingga Awar-awar
…
Dan seterusnya
Judul peta
3)
Skala peta
Skala peta terletak di bawah judul peta. Pada sebelah kanan skala peta dicantumkan data mengenai lintang wilayah yang diskalakan.
4)
Kedalaman
Penjelasan tentang kedalaman terletak di bawah skala peta. Dinyatakan
dalam meter, disurutkan hingga air rendah terendah di bawah duduk tengah. Pemahaman tentang level-level air laut, seperti duduk tengah, air rendah terendah, air pasang tertinggi dan lainnya dijelaskan secara detail pada Katalog peta.
5)
Ketinggian
Penjelasan tentang ketinggian terletak di bawah penjelasan kedalaman. Kedalaman dinyatakan dalam meter dan dihitung dari duduk tengah.
6)
Jenis proyeksi
Penjelasan tentang proyeksi peta terletak di bawah penjelasan tentang ketinggian. Pada setiap peta dijelaskan mengenai jenis proyeksi yang digunakan dalam pembuatan peta yang terkait.
7)
Tanda-tanda dan singkatan
Pada peta laut agar tulisan-tulisan dan keterangan yang digunakan tidak mengganggu bagi sipengguna maka keterangan tersebut disingkat dan diberikan symbol. Contoh, untuk menyatakan Teluk disingkat (Tk.), Tanjung (Tg.), Pulau (P.). Demikian pula dengan tanda-tanda digambarkan dengan symbol-simbol. Contoh untuk menunjukan suar diberi tanda bintang dan gambar tanda seru warna ungu, untuk menyatakan gosong digambarkan garis putus-putus pada batas terluarnya dan diberi warna biru. Demikian seterusnya yang secara detail dapat dilihat pada peta nomor (1).
8)
Mawar pedoman
Setiap peta selalu dilengkapi dengan mawar pedoman, yang digunakan sebagai alat bantu seorang navigator untuk menentukan Haluan Sejati dan Baringan Sejati di peta. Umumnya pada setiap peta laut minimal terdapat dua mawar pedoman. Sisi dalam menunjukan arah magnetic dan sisi luar menunjukan arah sejati.
9)
Skala lintang dan skala bujur
Skala lintang pada peta laut terdapat pada sisi kiri dan sisi kanan peta. Skala lintang dinyatakan dalam derajat, menit dan detik .
Skala ini
dilukiskan pada sepanjang derajah tepatnya pada derajah tepi kiri dan derajah tepi kanan peta.
Sedangkan skala bujur dilukiskan pada sepanjang jajar
teratas dan jajar terbawah peta.
Sama dengan lintang skala bujur juga
dinyatakan dalam derajat, menit dan detik.
10)
Tahun penerbitan
Penjelasan tahun penerbitan terdiri dari penerbitan pertama dan penerbitan terakhir. Penjelasan penerbitan pertama tertulis pada kiri bawah dan tahun penerbitan terakhir pada kanan bawah di luar gambar peta. Kemudian mengenai tahun survey terakhir atau cek lapangan terakhir tertulis di bawah judul peta.
11)
Koreksi-koreksi
Penjelasan tentang koreksi terdapat pada sisi kiri di luar gambar peta. Kemudian juga dicantumkan tahun koreksi beserta Berita Pelaut Indonesia (BPI) yang digunakan.
Untuk lebih mudah dalam memahami penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan di atas, seperti tata letak judul peta, skala peta, tahun penerbitan, koereksikoreksi dan mawar pedoman peta marilah kita cermati Gambar. 11 berikut: 6
8
9
7 (5)
7
(1)
(4)
2
6
3
Gambar 11. Penjelasan peta Keterangan: (1). Judul, skala, kedalaman/ketinggian, proyeksi yang digunakan, dan sumber data, pada tempat aman tidak mengganggu alur pelayaran; (2). Tahun terbit pertama; (3). Tahun terbit terakhir; (4). Koreksi-koreksi; (5). Mawar pedoman; (6). Skala bujur; (7). Skala lintang; (8). Jajar dan (9). Derajah. i.
Rangkuman
9.
Peta adalah gambaran permukaan bumi yang diproyeksikan pada bidang datar.
10.
Saat ini kita mengenal peta analog dan peta digital. Peta analog adalah peta-peta yang dibuat
berdasarkan proyeksi konvensional seperti halnya proyeksi
proyeksi silinder (proyeksi Mercator), proyeksi azimuth dan proyeksi kerucut. Sedangkan peta digital diperoleh dari hasil penginderaan jarak jauh, baik melalui foto udara maupun foto satelit. 11.
Dalam dunia pelayaran saat ini telah berkembang peta elektronik yang dikenal dengan Electronic Chart Display and Information System (ECDIS). Program ini disinkronisasikan dengan berbagai peralatan electronic lainnya seperti Global
Position System (GPS), sehingga saat berlayar haluan sejati dan titik posisi kapal tampak jelas setiap saat. Tampilan peta ini dapat dilihat secara langsung pada layar monitor computer. 6.
Proyeksi peta Dalam proses pemindahan dari bentuk bumi ke benda datar (proyeksi lengkungan bumi ke benda datar) macam proyeksi,
yaitu:
peta analog ini menggunakan beberapa
Proyeksi silinder (proyeksi Mercator), Proyeksi
azimuth, dan Proyeksi kerucut.
7.
Dari masing-masing ketiga proyeksi tersebut di atas dapat digunakan untuk proyeksi normal, transversal dan sembarang atau miring
8.
Untuk tingkat akurasi, proyeksi azimuth baik digunakan pada wilayah kutub (proyeksi azimuth normal), proyeksi kerucut baik untuk wilayah lintang sedang (proyeksi kerucut miring) dan proyeksi Mercator baik untuk wilayah lintang rendah atau wilayah katulistiwa ( proyeksi silinder trasversal ).
9.
Proyeksi azimuth normal dikelompokan menjadi: Proyeksi gnomonik, Proyeksi
Stereografik dan Proyeksi ortografik.
10.
Ketiga proyeksi ini mempunyai sumber atau asal sinar proyeksi yang berbeda. Pada proyeksi gnomonik
pusat proyeksi berasal dari pusat bola bumi,
memancar ke kutub yang selanjutnya bayangan permukaan bumi seolah-olah dipindahkan pada bidang datar yang menyinggungnya. 11.
Proyeksi stereografik, titik pusat sinar proyeksi berasal dari titik potong poros bumi dengan permukaan bumi di sisi yang berlawanan. Selanjutnya bayangan permukaan
bumi
seolah-olah
dipindahkan
pada
bidang
datar
yang
menyinggungnya. 12.
Proyeksi ortografik, sumber sinar proyeksi seolah-olah berasal dari sumber tak terhingga yang sejajar dengan poros bumi dan menyentuh seluruh permukaan bumi. Bayangan permukaan bumi dari sinar proyeksi ini kemudian dipindahkan pada bidang datar yang menyinggung di kutub tersebut.
13.
Peta yang digunakan untuk keperluan pelayaran adalah peta laut. Diterbitkan oleh British Admiralty
untuk peta seluruh dunia, sedangkan untuk wilayah
Indonesia diterbitkan oleh Jawatan Hidros TNI-AL 14.
Nomor peta terletak di sudut kiri atas dan sudut kanan bawah pada lembaran peta laut.
15.
Judul peta, skala peta, penjelasan ketinggian dan kedalaman, jenis proyeksi, dasar pemetaan, tahun surver lapangan terakhir terletak pada tempat yang aman dan tidak mengganggu rute pelayaran. Umumnya terletak pada kiri bawah peta.
16.
Pada setiap peta laut umumnya dilengkapi dengan gambar mawar pedoman peta, jumlah minimal adalah dua.
17.
Tahun penerbitan awal peta terletak agak ke kiri sisi bawah peta dan tahun penerbitan terakhir agak ke kanan sisi bawah peta dan di luar gambar peta.
12)
Koreksi-koreksi peta terletak pada sudut bawah kiri peta dan di luar gambar peta.
j.
Tugas
11.
Lukiskan proyeksi silinder, transversal dan miring.
azimuth dan kerucut pada proyeksi normal,
12.
Lukiskan proyeksi gnomonik, Proyeksi Stereografik dan Proyeksi ortografik.
13.
Lakukan pengenalan peta laut dan cermati data-data yang tercantum pada lembaran tersebut. Kemudian dilakukan pencatatan semua data yang anda peroleh.
14.
Lakukan kunjungan ke kapal yang dilengkapi dengan perangkat Electronic chart
display, coba kenali peta tersebut dengan cermat. 15.
Bandingkan peta laut yang merupakan peta analog dengan peta elektronik yang anda lihat pada layar monitor.
16.
Cermati garis-garis mendatar atau jajar pada peta laut.
17.
Cermati garis-garis vertical atau Derajah pada peta laut.
18.
Cermati skala lintang yang ada pada sisi kiri dan kanan peta laut. Tentukan derajat, menit dan detiknya
19.
Cermati skala bujur yang ada pada sisi atas dan sisi bawah peta laut. Tentukan derajat, menit dan detiknya
20.
Cermati data yang tercantum pada sisi kiri peta. Data apa saja yang diinformasikannya
k. Test formatif
11.
Peta elektronik yang digunakan untuk kepentingan pelayaran dikenal dengan
istilah….. 12.
Peta laut termasuk jenis peta…..
13.
Tuliskan tiga jenis proyeksi peta
14.
Proyeksi untuk wilayah kutub yang lebih akurat digunakan proyeksi….
15.
Pada proyeksi Azimuth, yang seolah-olah datangnya sinar proyeksi berasal dari
16.
sisi kutub yang berlawanan disebut….. Nomor peta terletak pada…….peta laut
17.
Pada peta laut jumlah minimal mawar pedoman adalah…….
18.
Garis-garis
horizontal pada peta disebut dengan….. dan garis -garis vertical
disebut………. 19.
Skala bujur pada peta terletak pada…….dan skala lintang terletak pada….. peta laut
20.
Judul peta terletak pada………
l.
Kunci jawaban
11.
Electronic Chart Display and Information System (ECDIS)
12.
Peta analog
13.
Proyeksi Silinder, proyeksi Kerucut dan proyeksi Azimuth
14.
Proyeksi Azimuth
15.
Proyeksi stereografik
16.
Sisi kiri atas dan sisi kanan bawah
17. 18.
2 (dua) Jajar dan derajah
19.
Sisi atas dan bawah ; sisi kiri dan kanan
20.
Pada tempat yang aman atau tidak mengganggu lalulintas pelayaran
Tingkat kelulusan: Jika Nilai (N) ≤ 80 maka dinyatakan lulus atau nilai minimal 80 (delapan puluh);
N = Jumlah benar x 10
BAB III EVALUASI
Pada Bab III ini berisikan tentang instrument untuk mengukur kemampuan pada akhir pembelajaran.
Diwajibkan bagi seluruh peserta didik yang melaksanakan pembelajaran
dengan modul PERPEL 01 ini untuk mengikuti test akhir. Lakukanlah pelaksanaan test secara mandiri dengan mengikuti seluruh petunjuk yang telah ditetapkan.
Kemudian
periksalah hasil pekerjaan anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Jika nilai anda minimal 80 maka anda dinyatakan berhasil. Untuk itu marilah anda coba test akhir ini.
A. Test Akhir
Waktu : 120 menit Petunjuk Test:
I.
1.
Soal terdiri dari: soal pilihan ganda, menjodohkan dan essay
2.
Masing-masing nilai memiliki bobot dengan total nilai 100
3.
Soal essay harus dikerjakan dengan rapih
4.
Tidak dibenarkan bekerja sama
5.
Tuliskan nomor ujian di pojok kanan
Test Pilihan Ganda (40)
Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar: 21.
22.
23.
Katalog Peta dan Buku Nautika Indonesia adalah terbitan? a. Gramedia
b. Dishidros TNI-AL
c. Balai Pustaka
d. British Admiralty
Isi Katalog Peta dan Buku Nautika Indonesia adalah tentang…… a. Peta arus
b. Nomor dan indeks peta laut
c. Rute pelayaran
d. Pembagian wilayah laut
Peta nomor (2) yang mempunyai skala sangat kecil 1: 4.000.000 adalah peta yang
mencakup wilayah ……..
24.
a.
Indonesia Bagian Timur
b. Indonesia Bagian Barat
c.
Indonesia Bagian Tengah
d. Wilayah a dan b
Jika peta laut dengan judul “A” berskala 1: 1.000.000 dan peta “B” berskala 1: 1.500.000 maka yang memiliki cakupan yang lebih luas adalah….
25.
a.
Peta “A”
b.
c.
Peta “A” dan peta “B”
d. Tidak ada jawaban
Dari soal nomor (4) di atas
Peta “B”
tentukanlah pernyataan yang tepat berikut…
a.
Skala peta “A” < “B”
b.
Skala peta “A” = “B”
c.
Skala peta “A” > “B”
d.
Skala peta “A” < = “B”
26.
Semangat yang ditanamkan dalam Buku Katalog dan Buku Nautika Indonesia adala
“Zero accident” artinya……
27.
a.
Pelayaran dengan laut tenang
b. Pelayaran yang sunyi senyap
c.
Mengutamakan keselamatan
d. a, b dan c benar
Peta dengan skala yang lebih besar dari peta nomor (2) dan nomor (3) mempunyai skala:
28.
29.
30.
a.
1: 3.500.000- 1: 3.900.000
b. 1:1.000.000-1:2.000.000
c.
1: 1.000.000-1.500.000
d. 1: 250.000- 1: 500.000
Peta tersebut membagi wilayah Indonesia menjadi …..bagian peta a.
2 (dua)
b. 3 (tiga)
c.
10 (sepuluh)
d. 15 (lima belas)
Peta analog diperoleh dari hasil proyeksi: a.
Proyeksi dua dimensi
b. Proyeksi konvensional
c.
Proyeksi digital
d. Proyeksi satelit
Peta elektronik yang saat kini banyak digunakan di atas kapal dengan menggunakan computer adalah:
31.
32.
33.
34.
a.
Electric Chart
b. ECCD
c.
ECDIS
d. DDCE
Peta elektronik diperoleh dari hasil: a.
Pengideraan jarak jauh
b. Personel Camera
c.
Remote tele
d. Proyeksi Mercator
Proyeksi Silinder sangat tepat digunakan untuk wilayah: a.
Lintang rendah
c.
Antara lintang 75
b. Antara litang 45 o
– 95o
o
– 75o
d. Kutub Utara dan Selatan
Proyek Azimuth Normal sangat tepat digunakan untuk wilayah: a.
Katulistiwa
b. Kutub
c.
Lintang sedang
d. Lintang rendah
Salah satu jenis Proyeksi Azimut yang asal pandangan atau asal sinar dari titik pusat bumi adalah:
35.
36.
a.
Proyeksi Streografi
b. Proyeksi Centramonic
c.
Proyeksi Gnomonik
d. Proyeksi Centralmonic
Proyeksi Mercator dikenal juga dengan proyeksi..... a.
Bola
b. Kubus
c.
Silinder
d. Kerucut
Nomor peta laut tercantum pada..... a.
Sudut kiri atas dan kanan bawah
b. Sudut kanan atas dan kiri bawah
c.
Sudut kiri atas dan kiri bawah
d. Sudut kanan atas dan kanan bawah
37. Skala pada peta tertulis 1:1.000 artinya:
38.
a.
1 cm di peta = 1 km di bumi
b. 1 cm di peta = 10 dm di bumi
c.
1 cm di peta = 10 meter di bumi
d. 1 cm di peta = 10 km di bumi
Judul peta diletakan pada tempat ........... a.
Tengah-tengah peta
b. Di daratan yang tinggi
c.
Yang aman tidak mengganggu
d. Di dataran rendah
alur pelayaran 39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
Skala peta tercantum di...... a.
Berseberangan dengan judul
b. Di bawah judul peta
c.
Sudut kiri
d. Di samping kanan judul peta
Penjelasan kedalaman dalam satuan meter tercantum pada….. a.
Pojok kanan atas dan bawah
b. Di bawah judul peta
c.
Pojok kiri atas dan bawah
d. Di atas judul peta
Peta nomor (1) merupakan……. a.
Lembaran peta
b. Buku
c.
Bulletin
d. Buku agenda
Peta nomor (1) isinya tentang...... a.
Gambar-gambar bagian peta
c.
Simbol-simbol
b. Simbol-simbol dan singkatansingkatan d. Informasi-informasi peta
Berikut ini salah satu dari isi Peta nomor (1) …….. a.
Halaman Oceanografi
b. Halaman Rawa-rawa
c.
Halaman hamparan pantai
d. Halaman Hidrografi
Penjelasan tentang kedalaman peta tercantum pada halaman
……..
a.
Halaman pertama
b. Halaman pendahuluan
c.
Halaman akhir
d. Halaman isi
Penjelasan simbol dan singkatan ”unsur alami” tercantum pada halaman ...... a. Topografi
b. Hidrografi
c. Oceanografi
d. Natural
BPI merupakan singkatan dari........ a.
Badan Pelaut Indonesia
b. Badan
Pengamaat
pelaut
Indonesia c. 47.
Berita Pelaut Indonesia
d. Berita Pelaut Inti (utama)
Untuk kebutuhan koreksi-koreksi pelayaran di perairan Indonesia kita dapat menggunakan
BPI,
membutuhkan.....
sedangkan
untuk
kebutuhan
pelayaran
Internasional
kita
48.
49.
a.
Notice to mariners
b. Notice to mariner
c.
Notice marine
d. Notice mariners
BPI maupun NM terbit setiap …… a.
Minggu
b. Dua minggu
c.
Tiga minggu
d. Bulan
Panggilan Radio untuk semua pelaut tentang penyiaran yang berkaitan dengan BPI disertai dengan.....
50.
51.
52.
53.
54.
a.
Radio- hydro
b. Hydro-Indo
c.
Hydros radio
d. BPI radio
Pada halaman BPI tercantum *03/027 (S), tanda (*) artinya…… a.
Berita dari pelaut
b. Berita dari sumber aslinya
c.
Berita dari kapal
d. Berita bersumber dari radio
Sesuai dengan soal nomor (30) angka 027 menunjukan...... a.
Nomor BPI
b. Nomor urut berita
c.
Nomor terbitan
d. Nomor minggu
Sesuai dengan soal nomor (30) huruf ”S” menunjukan...... a.
Sementara
b. Selalu atau sering
c.
Sifat berita
d. Singkatan
BPI atau NM digunakan untuk mengoreksi publikasi nautika seperti …… a.
Almanak nautika
b. Daftar Ilmu Pelayaran
c.
Peta laut
d. Stasiun pantai
Semua suar yang dipasang di seluruh perairan Indonesia disusun dalam sebuah buku
yang dikenal dengan buku…..
55.
56.
57.
a.
Buku Suar
b. Daftar Suar Indonesia
c.
Suar Indonesia
d. Daftar Suar-suar Indonesia
Pada buku daftar suar di Indonesia terdiri dari …. kolom a.
6 kolom
b. 9 kolom
c.
12 kolom
d. 14 kolom
Kolom tentang “tempat dan nama lokasi” terdapat pada kolom….. a.
(3)
b. (1)
c.
(4)
d. (7)
Kolom tentang “lintang dan bujur” terdapat pada kolom….. a.
(3)
b. (3-4)
c.
(4-5)
d. (5-6)
Penjelasan tentang “karakter suar” terdapat pada……
58.
a.
Halaman (1)
b. Halaman ciri-ciri suar
c.
Halaman karakter suar
d. Halaman periode suar
Pada DSI dijelaskan bahwa jarak tampak sangat dipengaruhi oleh kondisi….
59.
60.
a.
Hidrosfer
b. Atmosfer
c.
Litosfer
d. Kulit bumi
Rumus pendekatan yang digunakan untuk perhitungan jarak
II.
tampak suar adalah…..
a.
X=2,08√h
b. X= 5*2,08√h
c.
X=2,08√h1 + X=2,08√h2
d. X= 2 *2,08√h
Menjodohkan (bobot 10)
1.
2.
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia
a. Pustaka Jakarta
merupakan salah satu publikasi nautika terbitan….
b. Dishidros TNI-
Katalog Peta Laut dan Buku Nautika Indonesia
berisikan tentang….
c. Pembagian
3. 4.
Proyeksi Mercator dikenal juga dengan proyeksi Nomor peta tercantum pada kiri atas dan....
5.
Peta nomor (1) merupakan pasangan dari...
6.
Peta nomor (1) berisikan tentang.....
7.
Berita
Pelaut
AL
untuk
kebutuhan
wilayah peta Indonesia d. Pembagian wilayah
pelayaran
e. Silinder
Internasional...
f.
Berita Pelaut untuk kebutuhan pelayaran Internasional
g. Hidrograpi
diterbitkan oleh....
h. BPI
9.
Jarak tampak dipengaruhi oleh.....
i.
Kondisi udara
10.
Kelompok cerlang Hj.....
j.
Notice to
8.
Peta laut
mariners k. BA l.
Hijau
m. Katalog peta n. Kanan bawah
III. Essay (bobot 50)
18. Untuk mengetahui tentang nomor-nomor peta di wilayah perairan Indonesia dapat kita lihat pada halaman..... Katalog Peta dan Buku Nautika Indonesia
19. Dalam pembagian peta Indonesia atau indeks lokasi,
Wilayah “C” mencakup wilayah
perairan…….. 20. Saat sekarang telah digunkan peta electronic sehingga posisi kapal dapat ditunjukan langsung pada layar monitor yang dikenal dengan… 21. Jenis-jenis proyeksi peta yang digunakan selama ini….. 22. Halaman yang menjelaskan tentang keadaan hidrografi pada peta nomor (1) terdapat
pada halaman…… 23. Halaman yang menjelaskan tentang topografi pada peta nomor (1) terdapat pada
halaman…… 24. Berita Pelaut Indonesia terdiri dari ……BAB 25. Notice to mariners terdiri dari ……BAB 26. Periode cerlang dijelaskan pada halaman……Buku Daftar
Suar Indonesia
27. Tentang sumber cahaya dari suar yang terdapat di wilayah Indonesia dijelaskan pada
kolom.…. Buku Daftar Suar Indonesia
BAB IV PENUTUP
Demikian modul
“PERPEL 01” ini kami susun semoga para peserta didik SUPM
Negeri lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan, Program Keahlian Nautika Perikanan Laut atau SMK Perikanan sederajat dapat memanfaatkan sumber bacaan ini. Setelah anda tuntas dalam pembelajaran modul yang telah kami sajikan selanjutnya anda dapat melanjutkan pembelajaran pada modul perencanaan pelayaran berikutnya dengan kode PERPEL 02.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis lahir
1 Mei 1962 di Dolok Sinumbah ,Kecamatan Tanah
Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Pendidikan Dasar (1976) dan SMP (1979) diselesaikan di tempat kelahiran, yaitu di PNP VII Dolok Sinumbah. Pendidikan SLTA (1982) di SMA Negeri Perdagangan pada jurusan IPA. Setamat SMA penulis bekerja sebagai pegawai honorer di Pelabuhan Perikanan Nusantara Belawan. Kemudian setelah bekerja satu tahun melanjutkan pendidikan di Diklat Ahli Usaha Perikanan (AUP) jurusan Penanagkapan Ikan (Pasar Minggu-Jakarta, 1983-1986). Disinilah penulis belajar tentang ilmu perikanan dan kepelautan. Khusus untuk ilmu pelayaran baik Ilmu Pelayaran Datar maupun Ilmu Pelayaran Astronomi penulis adalah mahasiswa dari Capt. HR. Soebekti. Beliau adalah senior dan pakar dalam bidang kepelautan termasuk diantaranya adalah Ilmu Pelayaran. Buku-buku karangan beliau tentang ilmu kepelautan banyak ditemukan pada perpustakaan pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan tinggi yang ada jurusan nautika. Setamat AUP 1986 penulis ditugaskan sebagai pelaksana teknis sebagai guru di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Pariaman. Tahun 19881991 guru merangkap sebagai nakhoda kapal latih tipe alat penangkapan pancing tonda (trolling liner), tahun 1991-1994 guru merangkap sebagai nakhoda kapal latih tipe alat penangkapan
Tuna long liner. Tahun 1995 lulus Sarjana Perikanan
Universitas Bung Hatta Padang. Tahun 2001-2003 pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Teknologi Kelautan (TKL). Sampai tahun 2006 penulis aktif menjadi guru di SUPM Negeri Pariaman mengajar mata pelajaran Ilmu Pelayaran Datar dan Ilmu Pelayaran Astronomi (1986-2006). Tahun 2006-2010 penulis ditugaskan di Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan Jakarta. Sebagai Kasubbid Metoda dan Kurikulum. Tahun 2010-2013 penulis ditugaskan
ke SUPM Negeri Tegal sebagai guru merangkap Kepala
Sekolah. November 2013 hingga sekarang ditugaskan di SUPM NegeriPontianak dan mengajar mata pelajaran Perencanaan Pelayaran. Selama bekerja sebagai guru penulis selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung untuk pengembangan profesi sebagai guru mata pelajaran produktif pada pendidikan kelautan dan perikanan, yaitu: melalui pendidikan, magang, diklat, kursus atau seminar. Kegiatan pengembangan tersebut diantaranya adalah:
Tahun
Kegiatan pengembangan
Penyelenggara
1991
1999
Pelatihan ABK Kapal latih
Badan Diklatluh Pertanian Jakarta dan PT. Dock dan Perkapalan Kodja Bahari Jakarta Diklat Program Applied Approach IKIP Padang (AA)
2000
Pendidikan Akta Mengajar IV
2003
MarineSoft Marine Language Sinar Poseidon GUPITA Training System (IMO Model Course Training Centre Jakarta 3.17)
2005
Diklat penginderaan jarak jauh penentuan ZPPI untuk penangkapan ikan Regional seminar for trainers of fishing vessel personel-Colombo Srilanka Pelatihan Verifikator Standar Kompetensi Pelatihan untuk pelatih (TOT) Asesor Akreditasi SMK/MAK tingkat nasional Pelatihan Pengembangan bahan ajar berbasis multimedia interaktif Bimtek Program induksi bagi guru pemula (peserta Pengawas, kepsek dan guru senior) Bimtek Penilai Angka Kredit Guru
2007
2008 2008
2009 2011
2013
UT-Depdiknas Jakarta
LAPAN Jakarta IMO - the Goverment of Srilanka BNSP Jakarta BAN-SM Jakarta
PT. Agrimuda LestariGunadarma Jakarta Kemendiknas Jakarta
Kemendiknas Jakarta
Demikianlah kami sampaikan riwayat hidup ini dengan sebenarnya
Tegal, Juni 2011 Penyusun