RANGKUMAN BAB 15 Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Definisi Konflik Konflik menurut Stephen.P.Robbins adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi, ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspetasi perilaku, dan sebagainya. Perkembangan pemikiran tentang konflik Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu : •
Pandangan tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.
•
Pandangan hubungan manusia. Pandangan behaviorial (yang berhubungan dengan tingkah laku) ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena
memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik. •
Pandangan interaksionis. Yang menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah.
Dalam pandangan interaksionis terdapat 2 konflik yang dapat menyelesaikan tujuan kelompok dan konflik yang menghambat tujuan kelompok, yaitu: •
Konflik fungsional. Yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan meningkatkan kinerjanya
•
Konflik disfungsional. Yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok
Jenis Konflik Terdapat 3 jenis konflik menurut Robbins
Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan sasaran pekerjaan
Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan hubungan interpersonal
Konflik proses, yaitu konflik atas cara melakukan pekerjaan
Proses Konflik Menurut Stephen P.Robbin, proses konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum : komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi. Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari beberapa individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran komunikasi. Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik. Potensi konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi. Variabel-variabel pribadi, meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai.
Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi Yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional. Tahap 3 : Maksud Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik bertambah parah sematamata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain). Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri). Adapun lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: •
Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi seseorang tanpa memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik dengannya.
•
Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
•
Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah konflik.
•
Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.
•
Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.
Tahap 4 : Perilaku Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Teknik-teknik penyelesaian konflik Pemecahan Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang masalah berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui diskusi terbuka Tujuan Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat superordinat dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik Ekspansi sumber Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan daya sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik Memperhalus Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik Berkompromi Masih masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilai Perintah otoratif Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada pihakpihak yang terlibat Mengubah variabel Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku manusia seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik Mengubah variabel Mengubah struktur organisasi formal dan polastruktural pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik-teknik stimulasi konflik Komunikasi Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik Memasukkan orang Menambahkan karyawan ke suatu kelompok luar dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggotaanggota yang ada sekarang Restrukturisasi Menata ulang kelompok-kelompok kerja, organisasi mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo Membuat kambing Menunjuk seorang pengkritik untuk secara hitam sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok Tahap 5 : Akibat Jalinan aksi reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok. Akibat Fungsional, menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi
dapat
meningkatkan
kreativitas,
memperbaiki
kualitas
keputusan
dan
memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota. Akibat Disfungsional, menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.
Menciptakan Konflik Fungsional, cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan cara memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik. Negosiasi Metode yang banyak dipakai tetapi sering tidak dikenal dalam mengatasi konflik antar kelompok adalah proses perundingan. Jika dilakukan dengan efektif, proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan usaha kerjasama untuk mencapai nilai-nilai tidak terdapat sebelumnya. Negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukakan pertukaran barang atau jasa untuk menyepakati nilai tukarnya. Dalam negosiasi ada proses tawar-menawar yakni tawar-menawar distributif dan tawar menawar integratif. Tawar-menawar distributif adalah negosiasi yang berusaha membagi sumber daya yang jumlahnya tetap; situasi menang-kalah. Sedangkan tawar-menawar integratif adalah negosiasi yang didasarkan pada asumsi bahwa ada satu penyelsaian atau lebih yang dapat menciptakan solusi menang-kalah atau saling menguntungkan. Karakteristik Tawarmenawar Tujuan
Tawar-menawar distributif Mendapatkan potogan kue sebanyak mungkin
Motivasi Fokus
Menang-kalah Posisi (“Saya tidak dapat memberi lebih banyak daripada ini”)
Kepentingan Tingkat berbagi informasi
Berlawanan Rendah (berbagi informasi hanya akan memungkinkan pihak lain mengambil keuntungan dari kita)
Tawar-menawar integratif Memperbesar kue sehingga kedua belah pihak puas Menang-menang Kepentingan (“Dapatkah Anda jelaskan mengapa isu ini begitu penting bagi Anda?”) Selaras Tinggi (berbagi informasi akan memungkinkan masing-masing pihak untuk menemukan cara yang akan memuaskan kepentingan kedua belah pihak)
Lama hubungan
Jangka pendek
Jangka panjang
1 Proses Negosiasi Menurut Robbins proses negosiasi terdiri atas lima tahap, yaitu : •
Persiapan dan perencanaan. Dalam bagian ini harus memprediksi alternatif terbaik untuk kesepakatan negosiasi (BATNA). Alternatif inilah yang tebaik bagi sebuah kesepakatan negosiasi; nilai terendah yang dapat diterima bagi seorang individu untuk sebuah kesepakatan negosiasi.
•
Penentuan aturan dasar. Anda mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Misalnya: siapa yang melakukan perundingan, dimana perundingan berlangsung, persoalan yang akan dinegosiasikan, dll.
•
Klarifikasi dan justifikasi. Inilah titik dimana seseorang perlu memberikan segala dokumentasi kepada pihak lain, yang kiranya dapat membantu mendukung posisi seseorang tersebut.
•
Tawar-menawar dan penyelasaian. Hal ini dilakukan dalam rangka mencari suatu kesepakatan sehingga perlu dibuat oleh kedua belah pihak.
•
Penutupan dan implementasi. Dalam hal ini kita mengformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan pelaksanaan. 2.2.2 Isu-isu dalam Negosiasi Ada empat isu kontemporer dan negosiasi, yaitu :
•
Peran suara hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi. Hasil penilaian terhadap hubungan kepribadian - negosiasi menunjukkan bahwa memiliki keterkaitan. Contoh : para perunding yang menyenangkan sering gagal total ketika harus mlakukan tawarmenawar distributive. Selain dari itu ego yang besar juga dapat mempengaruhi negosiasi.
•
Perbedaan gender dalam negosiasi. Stereotip populer mengatakan bahwa kaum perempuan lebih koopratif dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-laki.
•
Perbedaan kultur dalam negosiasi. Gaya organisasi beragam antar satu kultur dengan kultur lain. Misalnya: orang Prancis menyukai konflik sehingga mereka butuh waktu lama untuk negosiasi. Orang Cina suka mengulur-ulur perundingan. Orang Amerika dikenal karena ketidaksabaran mereka.
•
Negosiasi pihak ketiga. Ada empat peran pokok pihak ketiga, yaitu:
a) Mediator : pihak ketiga yang bersikap netral yang mengfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya. b) Arbitrator : pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kespakatan. c) Konsiliator: pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya. d) Konsultan : pihak ketiga yang terlatih dan tidak berpihak yang berupaya mengfasilitasi pemecahan masalah melalui komunikasi analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik. Ringkasan dan Implikasi Bagi Para Manajer Dalam menghadapi konflik yang berlebihan dan untuk menguranginya, manajer dapat melakukan berbagai cara : •
Gunakan persaingan apabila tidakan cepat dan tegas bersifat vital (dalam keadaan darurat); jika persoalannya penting, di mana tindakan tidak popular perlu dilaksanakan (dalam pemangkasan biaya, penegakan aturan yang todak popular, pendisiplinan).
•
Gunakan kolaborasi untuk menemukan penyelesaian integratif bila kedua perangkat kepentingan itu terlalu penting sehingga tidak dapat dikompromikan. Memperoleh komitmen dengan memasukkan kepentingan ke dalam konsensus dan menyelesaikan perasaan yang telah mengganggu hubungan.
•
Gunakan penghindaran ketika persoalan tertentu tidak terlalu penting, atau terdapat persoalan yang lebih penting yang mendesak.
•
Gunakan akomodasi bila didapati adanya kekeliruan dan untuk menunjukkan rasionalitas serta persoalan lebih penting bagi orang lain daripada bagi diri sendiri dan ingin memuaskan orang lain serta memelihara kerjasama.
•
Gunakan kompromi bila sasarannya penting tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas yang disertai kemungkinan gangguan; bila lawan dengan kekuasaan yang sama berkomitmen terhadap sasaran yang timbal balik eksklusif; bila ingin mencapai penyelesaian sementara atas persoalan yang rumit; bila ingin menghasilkan pemecahan yang bijaksana di bawah tekanan waktu; dan bila ingin cadangan bila kolaborasi atau persaingan tidak berhasil.
Perundingan terbukti sebagai kegiatan yang berjalan terus-menerus dalam kelompok dan organisasi. Tawar-menawar distributif dapat memecahkan pertikaian tetapi sering mempengaruhi secara negatif kepuasan satu atau lebih perunding karena difokuskan pada jangka-pendek dan bersifat konfrontasional. Sebaliknya tawar menawar integratif cendering memberikan hasil yang memuaskan semua pihak dan membina hubungan yang bertahan lama.
STUDI KASUS 1. Pandangan apa yang menyangkut konflik yang didukung Lofgren? Jelaskan 2. Jelaskan mengapa transisi kepemiminan dari don Schneider ke Lofgren relative bebaskonflik
3. Bagaimana oraganisasi kelompok eksekutif itu menciptakan konflik? Bagaimana organisasi itu mengurangi konflik?
4. Bagaimana Lofgren mengelola konflik? JAWAB 1. Disini pandangan konflik yang didukung Lofgren ialah pandangan interaksionis. Jadi didalam definisi Pandangan interaksionis disebutkan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya dalam kinerja organisasi menjadi rendah. jadi dalam pandangan lovgren suatu perusahaan yang tidak memiliki konflik justru akan membuat kinerja perusahaan tersebut turun. Tentu saja konflik disini yang dimaksud ialah konflik yang bersifat fungsional. Dimana perusahaan yang dipimpin lofgren ini lebih memfokuskan perdebatan pada isu-isu kritis jika ada konflik. Sehingga kinerja para eksekutifnya dapat saling melengkapi.
2. Karena dalam masa kepemimpinannya Lofgren memiliki pendekatan menyatu dalam sebuah tim eksekutif yang memiliki sekumpulan ketrampilan,perspektif, dan pengalman yang ketika tim itu dikumpulkan maka efeknya lebih luas lebih besar dibandingkan don Schneider. Jadi
Lofgren disini memilih individu yang focus
dan berusaha
mempertahankan pengawasan terhadap mereka di berbagai bidang sebagaimana yang dilkukan oleh don Schneider
3. Organisasi eksekutif tersebut menciptakan konflik karena setiap individu dalam organisasi tersebut tidak mau menerima solusi bisnis atau cenderung individual sehingga mereka bekerja bukan sebagai tim melainkan sebagai seorang individualis dan lebih
mementingkan egonya. Bagaiman organisasi eksekutif tersebut mengurangi konflik? Yaitu dengan cara kelompok tersebut harus belajar bagaimana bekerja bersama. Mereka juga harus mendengarkan saran-saran dari luar yang bertujuan untuk mendengar satu sama lain dengan lebih baik dan memahami serta memfokuskan perdebatan pada isu isu kritis sehingga berdampak significant terhadap perusahaan.
4. Jadi disini Lofgren tidak bertindak sebagai seorang penengah konflik tetapi disini Lofgren berusaha meyakinkan kelompok tersebut bahwa mereka tidak mau menerima solusi bisnis maka pekerjaan atau peran mereka bisa diambil oleh orang yang lebih kompeten sehingga itu memacu mereka untuk bekerja sebagi tim. Serta Lofgren lebih memfokuskan untuk melihat suatu konflik sebagai pandangan interaksionis dan berusaha meyakinkan tim agar berfokus pada konflik yang fungsional yang akan berdampak positif bagi perusahaan yang dia pimpin.