UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB TENTANG KB SUNTIK TERHADAP PERILAKU PEMILIHAN KB SUNTIK DI KLINIK BIDAN KELURAHAN SETIA MEKAR KABUPATEN BEKASI PERIODE MARET 2014 Skripsi Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
REZA RIZKY AL RASYID 101.0211.036
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN 2013
BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang Menurut data BKKBN tahun 2010, Indonesia merupakan negara dengan penduduk
terbanyak keempat, dengan jumlah 237 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 1,6% per tahunnya dan akan mencapai angka 267 juta pada tahun 2020. Jumlah yang demikian bukanlah sesuatu yang membanggakan, sebaliknya, itu adalah angka yang sungguh memprihatinkan. Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, diperlukan alat kontrasepsi untuk salah satu pencegahan. Kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya itu sendiri dapat bersifat sementara, maupun bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel untuk mencegah fertilitas (Wiknjosastro, 2005). Kontrasepsi adalah salah satu metode yang digunakan untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda (fase menunda atau mencegah kehamilan), jarak kelahiran yang dekat (fase menjarangkan kehamilan), dan tidak melahirkan lagi pada saat usia tua (fase menghentikan kehamilan). Pemakaian kontrasepsi merupakan bagian dari hak reproduksi tiap individu (Andriana, 2009). Meskipun masing – masing tiap kontrasepsi memiliki efektifitas yang tinggi, namun efektifitas tersebut juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat sosial budaya dari pemakainya (BKKBN, 2006). Meskipun angka kelahiran di Indonesia terus menurun, namun penduduk Indonesia belum mencapai penduduk tumbuh seimbang. Setiap tahun masih terjadi sekitar 4,2 juta kelahiran, sehingga menurunnya angka kelahiran belum diimbangi dengan penurunan angka pertambahan penduduk. Dengan demikian, program sangat diperlukan dalam upaya penekanan pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2005). Di negara – negara maju, metode yang paling populer adalah kontrasepsi oral (16%), kondom (14%), dan koitus interruptus (12%). Sebaliknya di negara berkembang sterilisasi wanita (20%), IUD (13%), kontrasepsi oral (6%), dan vasektomi (5%) merupakan metode yang sering dilaporkan (Glasier, 2006). Menurut data dari BKKBN, kontrasepsi suntik paling banyak digunakan di Indonesia (35,2%), pil KB (28,1%), IUD (18,8), implant (12,4%), dan kontrasepsi lainnya (1%) (Affandi, 2005).
Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Juli 2013 sebanyak 4.856.618 peserta. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut : 348.134 peserta IUD (8,00%), 77.092 peserta MOW (1,59%), 430.987 peserta Implant (8,87%), 2.396.818 peserta Suntikan (49,35%), 1.126.386 peserta Pil (26,03%), 9.375 peserta MOP (0,26%), dan 286.359 peserta Kondom (5,90%) (BKKBN, Juli 2013). Data terakhir tahun 2008 menunjukkan, jumlah akseptor KB di Jawa Barat sendiri sebanyak 1.423.800 orang. Pengguna IUD sebanyak 8,04%, MOP sebanyak 0,29%, MOW sebanyak 2,65%, implant sebanyak 2,50%, suntik sebanyak 55,36%, pil sebanyak 29,85%, dan kondom sebanyak 1,31% (BKKBN, 2008). Kontrasepsi suntik lebih banyak dipilih karena biayanya murah, mudah, efisien, dan berkaitan dengan anggapan sebagian besar masyarakat bahwa mereka belum merasa puas jika belum disuntik, termasuk dalam hal kontrasepsi (Syarief, 2011). Pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi suntik memegang peranan penting dalam menentukan sikap dalam memilih kontrasepsi suntik. Akseptor KB harus mengenal, mempelajari, dan memahami tentang pengertian, macam, keuntungan, cara pemberian, efek samping, dan kontraindikasi dalam pemakaian kontrasepsi suntik. Pengetahuan dan sikap merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan sikap positif, akan berlangsung langgeng (Notoadmojo, 2007). Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB Tentang KB Suntik Terhadap Perilaku Pemilihan KB Suntik Di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014” I.2.
Perumusan Masalah Meskipun angka kelahiran di Indonesia terus menurun, namun penduduk Indonesia
belum mencapai penduduk seimbang. Berbagai program KB telah ditegakkan oleh pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Penelitian untuk meneliti bagaimana pengetahuan akseptor KB tentang KB itu sendiri sudah dilakukan namun pemahaman tentang sikap dan perilaku pemilihan KB belum ada. Dengan demikian, masalah penelitian ini adakah hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap akseptor KB tentang KB suntik terhadap perilaku pemilihan KB suntik di klinik bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi periode Maret 2014?
I.3.
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran antara tingkat pengetahuan dan sikap akseptor KB tentang KB suntik terhadap perilaku pemilihan KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. I.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan akseptor KB tentang KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. 2. Mengetahui gambaran sikap akseptor KB tentang KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. 3. Mengetahui gambaran perilaku pemilihan KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kota Bekasi Periode Maret 2014. 4. Mengetahui hubungan antara pengetahuan akseptor KB tentang KB suntik terhadap perilaku pemilihan KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kota Bekasi Periode Maret 2014. 5. Mengetahui hubungan antara sikap akseptor KB tentang KB suntik terhadap perilaku pemilihan KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kota Bekasi Periode Maret 2014. I.4
Manfaat Penelitian I.4.1
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para akademisi sebagai bahan
acuan dan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan sikap akseptor kb tentang KB suntik terhadap perilaku pemilihan KB suntik. I.4.2
Manfaat Praktis 1. Manfaat bagi diri sendiri Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan bagi penulis serta aplikasi ilmu secara
langsung yang diperoleh selama kuliah. 2. Manfaat bagi instansi kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan serta masukan untuk meningkatkan kinerja internal.
3. Manfaat bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya. 4. Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai perilaku pemilihan KB suntik. 5. Manfaat bagi responden Penelitian
ini
diharapkan
mampu
memberikan
informasi
tentang
keuntungan, kerugian, efek samping, dan kontraindikasi mengenai KB suntik.
BAB II
LANDASAN TEORI II.1.
Tinjauan Pustaka II.1.1 Anatomi Alat Reproduksi Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan organ genitalia interna. Organ genitalia eksterna dan vagina adalah bagian untuk sanggama, sedangkan organ genitalia interna adalah bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis, implantasi, dan tumbuh kembang janin (Prawirohardjo, 2010). Organ Genitalia Eksterna Vulva (pukas) atau pudenda, meliputi seluruh struktural eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktural vaskular (Prawirohardjo, 2010). Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan (Prawirohardjo, 2010). Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris (Prawirohardjo, 2010). Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphe) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang di atas klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoridis (Prawirohardjo, 2010). Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat saraf, sehingga sangat sensitif (Prawirohardjo, 2010). Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum (fourchette) (Prawirohardjo, 2010).
Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena yang terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3 – 4 cm, lebarnya 1 – 2 cm, dan tebalnya 0,5 – 1 cm (Prawirohardjo, 2010). Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen) (Prawirohardjo, 2010). Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 1. Anatomi Genitalia Eksterna Wanita
Gambar 2. Genitalia Eksterna Wanita Organ Genitalia Interna Vagina (Liang Kemaluan/Liang Sanggama) Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan suatu penghubung antara introitus vagina dan uterus. Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis ke promontorium. Arah ini penting diketahui pada waktu memasukkan jari ke dalam vagina saat melakukan pemeriksaan ginekologik (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 3. Genitalia Interna Potongan Sagital Vagina mendapat darah dari (1) arteria uterina, yang melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina bagian 1/3 atas; (2) arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3 tengah; (3) arteria hemoroidalis mediana dan arteria pudendus interna, yang memberikan darah ke vagina bagian 1/3 bawah. Darah kembali melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus pampiriformis ke vena hipogastrika dan vena iliaka ke atas.
Gambar 4. Persilangan Ureter dan Arteri Uterina Getah beneing (limfe) yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar getah bening di daerah vasa iliaka, sedangkan getah bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui kelenjar getah bening di regio inguinalis. (Prawirohardjo, 2010). Uterus Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang. Uterus terdiri dari atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks uteri. Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, berbentuk seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 5. Uterus, Tuba Fallopi, Vagina Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis, tetapi terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat dan ligamenta yang menyokongnya. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah sebagai berikut. 1. Ligamentum kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, yakni ligamentum yang terpenting yang mecegah uterus dan tidak turun. Terdiri dari jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterina. 2. Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. Berajalan dari serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan. 3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat, karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum ritundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang. 4. Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke arah lateral. Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan terbentuk sebagai liputan. Di bagian dorsal ligamnetum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang menahan tuba Fallopi. Berjalan dari arah indundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria, dan vena ovarika.
Gambar 6. Vaskularisasi Dinding Uterus Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteri Iliaka Interna yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina (Prawirohardjo, 2010). Pembuluh darah lain yang memberi pula darah ke uterus adalah arteria Ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Fallopi, beranastomosis dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersamasama dengan arteri-arteri tersebut di atas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena Hipogastrika (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 7. Vaskularisasi Genitalia Interna Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial dan inguinal, selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri saluran getah bening akan menuju ke daerah paraaorta atau paravertebrata dalam. Kelenjarkelenjar getah bening penting artinya dalam operasi karsinoma (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 8. Inervasi Uterus
Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdiri atas (1) pars interstialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus; (2) pars ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; (3) pars ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi; (4) infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting aritnya bagi tuba untuk menangkap telur dan selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon (sejenis bintang laut) (Prawirohardjo, 2010). Ovarium (Indung Telur) Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan srabut-serabut saraf untuk ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangmnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat dengan uterus dan tidak diselubungi oleh beberapa fimbria dan infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu dengan jaringan otot di ligamentum rotundum (Prawirohardjo, 2010).
Gambar 9. Ovarium dan Folikel
Gambar 10. Folikel De Graaf Pembuahan Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Setiap spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan mengandung bahan nukleus, ekor, dan bagian yang silindrik (leher). Dalam pertumbuhan embrional spermatogonium berasal dari sel-sel primitif tubulus-tubulus testis. (Prawirohardjo, 2010). Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen fimbria infundibulum tuba ke arah ostium tuba abdominalis, dan disalurkan terus ke arah medial. Ovum dilingkari oleh zona pelusida. Di luar zona pelusida ini ditemukan selsel korona radiata, dan di dalamnya terdapat ruang perivitelina. Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan di sekitar porsio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampula tuba di mana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi (Prawirohardjo, 2010). Fertilisasi adalah penyatuan ovum dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam
ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi genetik. Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membran nukleusnya; yang tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitkondria pada manusia berasal dari ibu (maternal). Kedua pronukleus dapat mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki (Prawirohardjo, 2010). Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus, hingga volume vitelus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian, zona pelusida tetap utuh, atau dengan perkataan lain, besarnya konsepsi tetap sama (Prawirohardjo, 2010). Hormon Progesteron Progesteron merupakan hormon dari golongan steroid yang berpengaruh terhadap siklus menstruasi perempuan, kehamilan, dan embriogenesis. Progesteron tergolong kelompok hormon progestogen. Hormon ini merupakan bentukan dari pregnolon yang dihasilkan oleh kelenjar dan berasal dari kolesterol darah. Progesteron menyiapkan lapisan uterus (endometrium) untuk penempatan telur yang telah dibuahi dan perkembangannya, dan mempertahankan uterus selama kehamilan. Progesteron diproduksi dan disekresi di ovarium, terutama dari korpus luteum pada fase luteal. Selain itu, hormon ini jg disintesis di korteks adrenal, testis, dan plasenta. Sintesi dan sekresinya dirangsang oleh Luiteinizing Hormone (LH). Pada pertengahan fase luteal kadarnya mencapai puncak kemudian akan menurun dan mencapai kadar paling rendag pada akhir siklus haid yang diakhiri dengan perdarahan haid. Pada bulan pertama kehamilan, fungsi korpus luteum akan dipertahankan dan hormon gonadotropin akan terus disekresi sampai akhir kehamilan trimester I. Pada bulan kedua dan ketiga plasenta yang sedang tumbuh mula mensekresi estrogen dan progesteron, korpus luteum tidak diperlukan lagi. Pada pria sekresi ini hanya mencapai 1-5 mg sehari dan nilai ini kira-kira sama dengan wanita pada fase folikuler. Adapun fungsi dari hormon progesteron, yaitu : 1. Siklus Haid
a. Mengatur siklus menstruasi bersama dengan hormon estrogen melalui feedback mekanisme terhadap FSH dan LH. Sekresi secara bergantian hormon-hormon ini menentukan siklus menstruasi. b. Mempertebal dinding endometrium untuk persiapan proses implantasi jika terjadi fertilisasi. 2. Masa kehamilan a. Ketersediaan progesteron dalam junlah yang cukup pada masa awal kehamilan sangat penting peranannya, terutama dalam menghambat kontraksi uterus. Hal ini dibutuhkan untuk mempertahankan janin yang baru berimplantasi di uterus agar tidak terjadi keguguran. b. Membantu mempersiapkan payudara untuk proses laktasi. c. Meningkatkan suhu tubuh dan respiratory rate sebagai bentuk penyesuaian terhadap masa awal kehamilan. d. Mengentalkan sekret vagina sebagai proteksi tambahan terhadap kemungkinan infeksi. 3. Efek pada uterus a. Menurunkan frekuensi dan intensitas dari kontraksi uterus sehingga dapat membantu mencegah ekspulsi dari hasil implantasi. b. Meningkatkan sekresi pada lapisa mukosa tuba fallopi. Sekresi ini sebagai
kebutuhan
untuk
nutrisi
dari
hasil
fertilisasi
untuk
mempersiapkan tuba fallopi sebelum implantasi. c. Menghambat produksi LH agar korpus luteum mengalami degenerasi saat tidak terjadi fertilisasi. 4. Efek pada kontrasepsi a. Ovulasi sendiri mungkin dapat dihambat karena terganggunya fungsi dari hipotalamus-hipofisis-ovarium dan karena modifikasi dari FSH dan LH pada pertengahan siklus b. Implantasi dapat dicegah bila diberikan progesteron praovulasi. Ini yang menjadi dasar untuk membuat IUD yang mengandung progesteron. Pemberian progesteron dapat mengganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi ovulasi produksi progesteron yang berkurang dari korpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi. c. Pengangkutan ovum dapat diperlambat apabila diberikan progesteron sebelum fertilisasi. d. Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron, sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga motilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa terhambat. Estrogen
Pada wanita, estrogen secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan alat kelamin primer yaitu vagina, serviks, uterus dan tuba Falopii. Akibat pengaruh estrogen sekret kelenjar vagina dan serviks menjadi lebih cair dan jumlahnya bertambah banyak, dan kelenjar serta pembuluh darah endometrium mengalami proliferasi. Timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder juga sangat dipengaruhi estrogen, hal ini jelas terlihat pada seorang anak perempuan masa pubertas. Pada masa tersebut terjadi perubahan bentuk tubuh yang khas sebagai seorang gadis, yaitu: 1. terjadi penimbunan lemak di daerah gluteus. 2. kulit menjadi lebih halus dan pembuluh vena tidak jelas terlihat. 3. mulai tumbuh rambut di daerah pubis dan ketiak. 4. timbul jerawat. 5. kelenjar payudara mulai membesar. 6. terjadi hiperpigmentasi pada areola payudara dan daerah genitalia. Pengaruh estrogen yang spesifik ialah perubahan siklik pada wanita dewasa, sesuai kadar hormon ovarium dan gonadotropin, yaitu siklus haid. Pada fase proliferasi (folikuler) terjadi proliferasi mukosa vagina dan uterus, sekret kelenjar uterus dan serviks bertambah banyak, dan kelenjar payudara terasa kencang dan penuh. Fase berikutnya, fase sekretoris yang dimulai sejak terjadinya ovulasi sampai terjadi perdarahan haid, terutama dipengaruhi oleh progesteron. Selama masa reproduksi, timbulnya perdarahan haid terutama disebabkan oleh kadar progesteron yang sangat menurun, sedangkan pada masa pubertas dan masa awal mati haid (pra-menopause) perdarahan haid yang biasanya berlangsung tanpa ovulasi terutama disebabkan karena kadar estrogen yang rendah.
Pengaruh estrogen terhadap aktivitas sekretoris kelenjar hipotalamus dan hipofisis sangat kompleks. Estrogen memperlihatkan efek umpan balik negatif terhadap sekresi FSH dan LH oleh hipofisis dan sekresi faktor penglepasnya (FSHRH dan LH-RH) dari hipotalamus. Bila kadar estrogen dlm darah meningkat maka sekresi keempat hormon di atas akan terhambat. Sebaliknya bila kadar estrogen menurun, misalnya karena fungsi ovarium terganggu, maka sekresi keempat hormon menjd berlebihan, dan ekskresi metabolitnya dalam urin juga akan bertambah. Atas
pengaruh FSH, terjadi pertumbuhan folikel ovarium yang mensekresi estrogen sehingga kadar dalam darah meningkat.
II.1.2 Konsep Kontrasepsi II.1.2.1 Definisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan “konsepsi” adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma tersebut (BKKBN, 2009). II.1.2.2 Tujuan Pelayanan Kontrasepsi Menurut Hartanto (2004), disebutkan bahwa pelayanan kontrasepsi dibagi menjadi dua tujuan, yaitu : `
1. Tujuan Umum Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). 2. Tujuan Khusus Penurunan angka kelahiran yang bermakna dan untuk mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran, yaitu : a. Fase mencegah kehamilan b. Fase menjarangkan kehamilan c. Fase mengakhiri kehamilan
II.1.2.3 Syarat – Syarat Kontrasepsi Menurut Wiknjosastro (2007), kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang menganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual, tidak memerlukan
motivasi
terus–menerus,
mudah
pelaksanaannya,
murah
harganya, sehingga dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, dan dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang bersangkutan. II.1.2.4 Macam Metode Kontrasepsi Menurut Hartanto (2004), macam – macam metode kontrasepsi yaitu : Metode Sederhana 1. Tanpa Alat a. Kontrasepsi Alamiah (Natural Family Planning, Fertility Awareness Methods, Periodik Abstinens, Metode Rhytm, Pantang Berkala) : metode kalender, metode suhu basal, metode lendir serviks, metode simpto – termal. b. Coitus interruptus 2. Dengan Alat a. Mekanis (Barrier) : Kondom pria, barier intra – vaginal (diafragma, kap serviks, spons, kondom perempuan). b. Kimiawi : Spermisid (vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal supposioria, vaginal tablet, vaginal soluble film). Metode Modern (Efektif) 1. Kontrasepsi Hormonal a. Per – oral (pil oral kombinasi, mini pil, morning – after pil). b. Injeksi/suntikan (DMPA = Depo medroxyprogesteron asetat, NETEN (noretindron enantat, Cyclofem). c. Sub – kutis : Implant (Alat kontrasepsi bawa kulit/AKBK) : Implant Non – biodegradable dan Implant biodegradable. 2. Intra Uterine Device (IUD) a. Inert, dibuar dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese ring). b. Mengandung tmbaga, termasuk disini Tcu 200C, Multiload (MLCu 250 dan 375), dan Nova T. c. Mengandung hormon steroid seperti Progestasert yang mengandung progesteron dan Levonova yang mengandung levonorgestrel. 3. Kontrasepsi Mantap a. Pada perempuan : MOW (Medis Operatif Wanita) atau Tubektomi. b. Pada laki – laki : MOP (Medis Operatif Pria) atau Vasektomi.
II.I.3. Konsep Kontrasepsi Suntik II.I.3.1Definisi Kontrasepsi
suntik
merupakan
obat
pencegahan
kehamilan
yang
pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat tersebut pada wanita subur. Penyuntikkan dilakukan pada otot/intra muskular di bokong/gluteus yang dalam atau pada pangkal lengan/deltoid (Maryani, 2007). II.I.3.2Cara Kerja Alat Manuaba (2001), membagi cara kerja alat kontrasepsi suntik menurut hormon yang mengandung didalamnya, yatu : 1. Mengandung Estrogen a. Menghalangi pengeluaran GnRh (Gonadotropin Releazing Hormon). b. Menekan reaksi hipofisis terhadap GnRh. c. Menekan pengeluaran FSH (Folikel Stimulazing Hormon). 2. Mengandung Progesteron a. Mencegah ovulasi. b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi spermatozoa. c. Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu. II.I.3.3Macam – Macam Kontrasepsi Suntik Menurut Saifuddin (2003), kontrasepsi suntik dibagi menurut hormon yang terkandung di dalamnya, yaitu : 1. Kontrasepsi Suntik yang Mengandung Progesteron A. Macam kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron 1. Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg DMPA, diberikan secara intra muskular setiap 3 bulan. 2. Depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan secara intra muskular setiap 2 bulan. B. Cara kerja kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron 1. Mencegah ovulasi. 2. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma. 3. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi. 4. Menghambat transportasi gamet oleh tuba. C. Efektifitas kontrsepsi suntik yang mengandung progesteron
Efektifitas tinggi, dengan 0,3% kehamilan per 100 perempuan per tahun. D. Keuntungan kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron Sangat efektif untuk pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan suami – istri, tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, gangguan pembekuan darah, mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian tumor jinak payudara, membantu mencegah penyakit radang panggul, menurunkan kejadian anemia bulan sabit (sickle cell), tidak berpengaruh pada ASI, klien tidak perlu menyimpan obat suntik, dan dapat digunakan perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause. E. Kerugian kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron Sering ditemukan gangguan menstruasi (siklus memendek atau memanjang, perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak / spotting, amenorea), permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering, perubahan pada lipid serum, sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas), tidak melindungi dari PMS (Penyakit Menular Seksual), HBV (Hepatitis-B Virus), HIV/AIDS, kekeringan vagina, menurunkan libido, gangguan emosi, sakit kepala, dan jerawat. F. Seseorang yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron Usia reproduksi, menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektivitas tinggi, pasca keguguran, perokok, adanya masalah gangguan pembekuan darah, anemia bulan sabit, anemia defisiensi zat besi, sering lupa menggunakan pil kontrasepsi, dan tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen. G. Seseorang yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi suntik yang mengandung progesteron Hamil / dicurigai hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, menderita kanker payudara atau adanya riwayat kanker payudara, penderita DM disertai komplikasi. 2. Kontrasepsi Suntik yang Mengandung Progesteron dan Estrogen A. Macam kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen 1. Depo medroksi progesteron asetat 25 mg dan estradiol sipionat 5 mg yang
diberikan injeksi intra muskular selama sebulan sekali (Cyclofem). 2. Noretindron enantat 50 mg dan estradiol valerat 5 mg yang diberikan injeksi intra muskular selama sebulan sekali. B. Cara kerja kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen 1. Menekan ovulasi dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. 2. Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu. 3. Perubahan pada endmetrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu. C. Efektifitas kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen Sangat efektif 0,1 – 0,4% kehamilan per 100 perempuan selama 1 tahun pertama. D. Keuntungan kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen Dapat digunakan jangka panjang, tidak berpengatuh tehadap hubungan suami – istri, mengurangi jumlah perdarahan, mengurangi nyeri saat menstruasi, mencegah anemia, mencegah kanker ovarium dan endometrium, mencegah kehamilan ektopik, dan dapat diberikan pada perempuan usia perimenopause. E. Kerugian kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen Pola menstruasi yang tidak teratur, perdarahan bercak (spotting), mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, efektifitasnya berkurang bila digunakan bersama obat epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin). F. Seseorang yang dapat menggunakan kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen Usia reproduksi, telah / belum memliki anak, anemia, riwayat kehamilan ektopik, sering lupa menggunakan pil kontrasepsi, ibu menyusui bisa menggunakan kontrasepsi ini setelah > 6 bulan pascapersalinan. G. Seseorang yang tiak dapat menggunakan kontrasepsi suntik yang mengandung kombinasi progesteron dan estrogen Hamil / diduga hamil, menyusui < 6 bulan pascapersalinan, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, hepatitis akut, usia > 35 tahun
yang perokok, riwayat penyakit jantung, stroke, atau hipertensi, riwayat kelainan tromboemboli, kelainan pembuluh darah, dan keganasan payudara. II.I.4 Akseptor Keluarga Berencana II.I.4.1Definisi Akseptor Keluarga Berencana (KB) adalah pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salat satu alat / obat kontrasepsi (BKKBN, 2007). II.I.4.2Macam – Macam 1. Akseptor aktif adalah akseptor yang ada saat ini menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. 2. Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti kurang lebih 3 bulan berturut – turut dan bukan karena hamil. 3. Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus. 4. Akseptor KB dini adalah akseptor yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus. 5. Akseptor langsung adalah para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus. 6. Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007). II.I.5 Konsep Sikap Pemilihan Kontrasepsi Suntik II.I.5.1Definisi Sikap pemilihan kontrasepsi suntik merupakan hasil perubahan pada akseptor KB yang mengalami perubahan terus – menerus menyesuaikan diri dengan kondisi diri, lingkungan, dan budaya (Hartanto, 2004). II.I.5.2Hal – Hal yang Harus Diperhatikan dalam Sikap Pemilihan Kontrasepsi Suntik Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sikap pemilihan alat kontrasepsi suntik menurut Hartanto (2004), yaitu :
1.Pasangan A. Umur Menurut BKKBN (2004), seorang wanita dikatakan usia subur apabila wanita tersebut mulai mendapat menstruasi pertama kali, artinya sudah terjadi ovulasi sampai dengan menopause. Umumnya, usia subur di Indonesia berkisar antara 15 – 49 tahun. Sebagian besar akseptor KB berusia muda. KB suntik merupakan alat kontrasepsi yang tepat digunakan pada usia 16 – 35 tahun bahkan juga bisa digunakan pada perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai perimenopause (Saifuddin, 2003). B. Gaya Hidup KB suntik (DMPA) dapat digunakan pada perempuan yang perokok (Saifuddin, 2003). C. Dukungan Suami Peran suami dalam keluarga sangat dominan dan memegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan apakah istri akan menggunakan kontrasepsi suntik atau tidak. Hal ini dikarenakan suami dipandang sebagai pelindung, pencari nafkah, dan pembuat keputusan. Beberapa pria mungkin tidak menyetujui pasangan untuk menjadi akseptor KB suntik karena belum mengetahui dengan jelas cara kerja dan khawatir tentang kesehatan istrinya. D. Paritas KB suntik sangat cocok digunakan pada PUS yang ingin menjarangkan kehamilannya atau pada pasangan yang sudah mempunyai anak. E. Hubungan suami – istri KB suntik tidak berpengaruh terhadap hubungan suami – istri (Saifuddin, 2003). F. Pengalaman dengan kontrasepsi sebelumya 2. Kondisi Kesehatan A. Status Kesehatan Riwayat kesehatan sekarang yang dapat memengaruhi dalam penggunaan kontrasepsi suntik. B. Riwayat Menstruasi KB suntik hanya bisa digunakan untuk wanita yang mempunyai sikluas haid teratur. Selain itu, KB suntik (Cyclofem) juga bisa mengurangi nyeri menstruasi yang hebat.
C. Riwayat Keluarga KB suntik tidak bisa digunakan pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit Diabetes Melitus dan kanker payudara. D. Pemeriksaan Fisik 3. Metode Kontrasepsi A. Efektif Sampai saat ini belum ada alat kontrasepsi yang 100% efektif. Kontrasepsi suntik merupakan metode kontrasepsi yang mendekati ciri kontrasepsi efektif dengan angka kegagalan 0,1 – 0,4% kehamilan per 100 perempuan per tahun. Dimana kehamilan dapat dihindari hanya dengan 1 kali penyuntikkan dalam kurun waktu 1 bulan maupun 3 bulan dengan beberapa ketentuan yaitu; ketepatan waktu penyuntikkan, reguler, dan tidak mengonsumsi obat –obatan antiepilepsi dan antituberkulosis yang dapat mengurangi efektifitas hormoal dari metode ini. Selain itu, metode kontrasepsi suntik merupakan metode yang efisien karena faktor human error dapat dihindari. B. Aman Tingkat keamanan penyuntikkan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor obat, obat sesuai dosis, dan tidak rusak dalam kemasan. C. Efek Samping Minor Efek samping yang ditimbulkan tidak terlalu berat atau minimal dapat diatasi dengan pengobatan. D. Pihak Akseptor KB suntik Faktor akseptor disini memegang peranan penting, terutama kejujuran informasi mengenai riwayat reproduksi dan penyakit masa lalu, dimana kontrasepsi suntik diberikan pada akseptor yang tidak memiliki riwayat kelainan hepar, pembekuan darah, dan penyakit jantung (Syaifuddin, 2003). E.Pelayanan Tenaga Kesehatan Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat terkait dengan sikap pemilihan kontrasepsi suntik. Dimana penjelasan sebelum dan sesudah pemberian obat mengenai fungsi, cara kerja, dan efek samping kontrasepsi suntik merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk memberikan rasa aman dan ketenangan bagi akseptor KB suntik. Selain itu, ketersediaan alat kontrasepsi suntik yang memadai dan tempat pelayanan yang tersebar merata di seluruh daerah (Saifuddin, 2006).
Faktor – faktor yang telah disebutkan diatas menyusun kepercayaan atau keyakinan, akan ide, dan konsep terhadap suatu objek yaitu pentingnya kontrasepsi suntik. Hal ini dipengaruhi kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek tertentu dan melahirkan kecenderungan untuk bertinak dalm bentuk keinginan. Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003). II.1.6 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over Behaviour). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni : 1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai 5.
dengan apa yang kehendaki oleh stimulus. Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi,
pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007). Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dibagi dalam tiga domain, yaitu : 1. Ranah kognitif, yang berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. 2. Ranah afektif berisi perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara menyesuaikan diri. 3. Ranah psikomotor berisi perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahu, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramaikan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah didalam pemecah masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. II.1.7 Definisi Tingkat Pengetahuan Tentang Metode Kontrasepsi Tingkat pengetahuan tentang metode kontrasepsi adalah tahu tentang ragam metode kontrasepsi yang tersedia, keamanan, dan cara pemakaian metode – metode tersebut, kontrasepsi yang mereka pilih, termasuk pengetahuan tentang kemungkinan efek samping dan komplikasinya. II.1.8 Sikap Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2003). Menurut Soetarno (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah sebagai berikut : a.
Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan dasar yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi melibatkan faktor emosional. b.
Kebudayaan
Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) sangat membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. c.
Orang lain yang dianggap penting
Umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.
d.
Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukkan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. II.1.9 Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003). Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing. Sehingga yang dimaksud perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas. Dari uraian ini dapat dismpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan adalah segala upaya yang direncakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa saja yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Hasil (output) yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan deiagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan adalah konsep dari Lawrence Grence (1980).
Menurut Teori Lawrence Grence, faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh: 1. Faktor
predisposisi
(predisposing
factor),
yang
terwujud
dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya 2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya
puskesmas,
obat-obatan,
alat-alat
steril
dan
sebagainya. 3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. II.6
Kerangka Teori Berdasarkan uraian dari latar belakang, tujuan penelitian dan landasan teori yang
sudah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka teori dapat dilihat pada bagan 1 di bawah ini:
Faktor Interna :
Predisposing Factor
Pengalaman Umur Pendidikan
Faktor Eksterna :
Orang
Pengetahuan yang
Reinforcing Factor
dianggap
penting Media massa Pengaruh
kebudayaan
Pengalaman
pribadi Media massa Orang dianggap
penting Pengaruh kebudayaan
Umur Pekerjaan Pendapatan Paritas Pendidikan
Keluarga Lingkungan Petugas kesehatan
Sikap
Enabling Factor
Kualitas pelayanan Kualitas alat kontrasepsi Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
Perilaku
Bagan 1. Kerangka Teori
Penelitian yang diteliti : diberi garis Penelitian yang tidak diteliti : diberi garis
II.7.
Kerangka Konsep Variabel Dependen
Variabel Independen
Tingkat Pengetahuan Akseptor KB tentang KB Suntik Perilaku Pemilihan KB Suntik Sikap Akseptor KB tentang KB Suntik Bagan 2. Kerangka Konsep II.8
Hipotesis Penelitian H1:
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan akseptor KB tentang KB suntik dengan perilaku pemilihan KB suntik.
H2:
Terdapat hubungan antara sikap akseptor KB tentang KB suntik dengan perilaku pemilihan KB suntik.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dan analitik komparatif kategorik tidak berpasangan yaitu mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. Pendekatan penelitian ini menggunakan cross sectional yaitu melakukan observasi pada subjek penelitian hanya satu kali pada saat yang sama. III.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. III.3
Subjek Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh akseptor KB suntik di Klinik Bidan
Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. III.4
Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling
yaitu semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam
penelitian
sampai
jumlah
subjek
yang
dieprlukan
terpenuhi
(Sastroasmoro, 2011). Sample pada penelitian ini diambil dari populasi dengan besar sample
110 orang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh akseptor KB di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif kategorikal yang tidak berpasangan. Dengan demikian rumus sampel yang digunakan adalah : n=
N 2 1+ Ne
0,05 ¿ ¿ 1+150 ¿ = 110 150 n= ¿ Keterangan : n = sample
III.5.
N = populasi
Populasi dan Sample III.5.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah anggota
e = taraf signifikansi (5%)
PUS yang datang menjadi akseptor KB di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014. Dalam hal ini jumlah akseptor KB berjumlah 150 orang. III.5.2.Sample Sample pada penelitian ini adalah akseptor KB suntik di Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar Kabupaten Bekasi Periode Maret 2014 dengan kriteria inklusi sebagai berikut : a. Seluruh akseptor KB yang masih aktif b. Bersedia menjadi responden Kriteria ekslusi sebagai berikut : a. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden III.6. Variabel Penelitian III.6.1.Variabel Independen Variabel independen pada penelitian ini adalah perilaku pemilihan KB suntik, tingkat pengetahuan dan sikap akseptor KB tentang KB suntik. III.6.2.Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan sikap akseptor KB tentang KB suntik. III.7. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner / angket. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporannya tentang pribadinya atau hal – hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah sejumlah pertanyaan tertutup yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dimana pertanyaan tertulis tersebut sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto, 2002). Dimana ada 3 kuesioner, yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku. Bentuk pertanyaan yang digunakan adalah multiple choice.
III.8. Definisi Operasional No 1
Variabel
Definisi
Dependen
Operasional Pengetahuan
Tingkat
seorang
ibu
pengetahuan
tentang
alat
akseptor
Parameter
Alat Ukur
Skala
Hasil Ukur
-
Pengetahuan Macam Keuntungan Cara
Kuesioner
Ordinal
Nilai jawaban
-
pemberian Efeksamping
KB pencegah
tentang
kehamilan
kontraindikasi
Benar =1 Salah=0 Interpretasi 76-100%=baik
kontrasepsi
yang
suntik
mengandung
75%=cukup
progesteron
<56%=kurang
atau
(Wawolumaya,
kombinasi
2001)
progesteron dan estrogen yang digunakan dengan
cara
disuntikkan
56-
2
Dependen
Tanggapan
Sikap
atau hal – hal
pemilihan
yang
kontrasepsi
berkaitan
suntik
dengan
-
pasangan kondisi
-
kesehatan metode
Kuesioner
Ordinal
75100%=baik 55-
kontrasepsi
74%=cukup
keputusannya
<54%=kuran
memilih KB
g
suntik 3
Interpretasi
Independen Perilaku
Tindakan
tentang
yang
Kuesioner
Nominal
Ya Tidak
pemilihan KB dilakukan suntik
responden dalam rangka memilih KB suntik
Tabel 1. Definisi Operasional III.9. Protokol Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan ke pihak Klinik Bidan Kelurahan Setia Mekar yang dijadikan lokasi penelitian. Setelah mendapat izin, kemudian responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan bersedia menjadi responden penelitian. Ketika akan mengisi kuesioner, responden diberitahu tujuan penelitian dan cara pengisian kuesioner ( Informed Consent ). Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden tetapi lembar tersebut diberi kode (Anonymity) berupa nomor. Informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (Confidentiality). Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses penelitian dan tidak ada sanksi apapun (right to withdrawl). III.10. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Analisis univariat merupakan analisis yang mendeskripsikan variabel dependen dan independen yang diteliti sesuai dengan jenis datanya, sehingga data yang
dikumpulkan bisa menjadi informasi yang berguna. Hasil analisis univariat bertujuan menggambarkan proporsi variabel dependen dan independen dengan menggunakan distribusi frekuensi yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Dalam penelitian ini analisis Univariat digunakan untuk melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku dan akseptor KB suntik. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel. Pada penelitian ini analisisnya menggunakan uji chi square, yaitu menguji hubungan antara variabel independen yang kategorik dengan variabel dependen yang kategorik. Penelitian menggunakan interval kepercayaan 95% dan batas kemaknaan yang diterima apabila P ≤ 0,05 (Dahlan, 2011).
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Azwar, S (2003). Sikap Manusia, Teori, dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Azwar, S (2005). Penyusunan Skala Psikologi, Cetakan ke V. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. BKKBN (2005). Rencana Strategis Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta. BKKBN (2006). Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta. BKKBN (2007). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Cetakan ke V. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. BKKBN
(2008).
Hasil
SDKI
2007
:
Tantangan
Program
KB.
http://www.bkkbn.go.id/popups/print.php?ItemID=830. Diakses tanggal 22 Desember 2013.
BKKBN (2009). Pedoman Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi Program KB Nasional di Kecamatan dan Klinik KB. Jakarta. Bobak, L (2004). Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta. Hartanto, Hanafi (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : CV. Mulia Sari Manuaba (2006). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta Maryam, R. Siti dkk (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Sindhung (1999). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta. 20-21. Siti, N (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Akseptor KB Tentang Kontrasepsi Suntik Dengan
Sikap
Pemilihan
Kontrasepsi
Suntik
Di
Puskesmas
Mojolangu
Kota
Malang.http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/majalah%20Neneng %20Siti%20Robanah.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2013. Suzanne, C. Smeltzer (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. EGC. Jakarta. Wiknjosastro, P (2005). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka. Yogyakarta. Adriaansz, Wiknjosastro & Waspodo (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Prawirohardjo Prawiroharjdo