A. Pengertian Terapi Kelompok Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa ) Terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu. (Deborah Atai Otong ) Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal : 1. Kesadaran dan pengertian diri sendiri. 2. Memperbaiki hubungan interpersonal. 3. Perubahan tingkah laku. Terapi Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok. (Judih Haber)
Jadi dapat disimpulkan bahwa Terapi kelompok merupakan metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media proses pertolongan profesional. Maksudnya ialah individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh seorang atau satu tim petugas kesehatan. B. Tujuan Terapi Kelompok Tujuan Umum : * Meningkatkan kemampuan uji realitas * Membentuk sosialisasi * Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku defensive * Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif
Tujuan Khusus : * Meningkatkan identitas diri * Menyalurkan emosi * Keterampilan hubungan social Tujuan Rehabilitatif : * Meningkatkan kemampuan hidup mandiri * Soialisasi di tengah masyarakat * Empati * Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian. C. Idikasi dan Syarat Terapi Kelompok Indikasi : * Klien Psikotik seperti kecemasan, panik, de presi ringan * Klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit / kematian. * Klien dengan masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan * Klien dengan gangguan keluarga, ketergantungan, dan sejenisnya
Kontra indikasi : * Waham * Depresi berat * Sosio / Psikopat * Sedang menjalani terapi lain * Tidak ada harapan sembuh * Pembosan Metoda dan Media Metoda : × Terapi Deduktif × Inspirasi Represif × Analitik × Aktifitas × Psikodarma × Sosiodrama Media : × Permainan × Aktifitas × Bahan / Alat, DLL. Persyaratan Jumlah Anggota : × Menurut Wartono : 7 – 8 orang, minimal 4 orang × Menurut Caplan : 7 – 9 Orang × Umumnya tidak lebih dari 10 orang Klien : × Di rawat di Rumah Sakit Jiwa dengan observasi yang jelas × Pada proses rehabilitasi : ada target kelompok dan target individu Terapis : × Memiliki pendidikan MN ( Psychiatrik Nursing ) atau × Memiliki pendidikan S1 atau BSN dengan pengalaman 2 tahun. × Memiliki sertifikat. Target pada kelompok × Perlu ada rating scale yang diterapkan pada sebelum, selama dan setelah terapi Komposisi Terapis × Leader × Co. leader × Fasilitator × Observer
D. Bentuk-bentuk Terapi Kelompok Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi individual yaitu : a. Kelompok eksplorasi interpersonal Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan.
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai problem yang sama” c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi tentang konflik yang disadari pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut (tomg, 2004) Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas, dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu (Hibbert, 2009:157). E. Proses Pelaksanaan Terapi Kelompok Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151) 1. Tahap Intake Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan. 2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. 3. Tahap Penyeleksian Anggota Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok. 4. Tahap Pengembangan Kelompok Petugas kesehatan harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya. 5. Tahap Evaluasi dan Terminasi Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.
Bentuk-bentuk Terapi Kelompok Beberapa terapi yang kita kenali selama ini berorientasi pada individu. Sebenarnya ada terapi yang bisa dilakukan dalam kelompok. Kelebihan dan kekurangan terapi individual dan terapi kelompok, tergantung pada kondisi klien yang ditangani. Biasanya, terapi kelompok digunakan untuk memperkenalkan klien dengan dunia sosialnya, sebagai terapi lanjutan dari terapi individual. Ada beberapa bentuk khusus terapi kelompok, antara lain adalah Psikodrama, Role Playing (Main Peran), dan Encounter Groups. PSIKODRAMA
Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok, yang dikembangkan oleh J.L. Moreno (1982 - ) pada tahun 1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari psikodrama ini adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran, atau terapi tindakan. Lewat cara-cara ini pasien dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah, dan kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke kesadaran, dan membuat energy emosional diungkapkan/katarsis).
Metode Psikodrama yang sangat Penting. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno, psikodrama menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa bebas mengungkapkan sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat. Ketika peran dimainkan, implikasi-implikasi realistic dan tingkah lakunya yang dramatis menjadi jelas. Keterampilan terampis dalam mengenal dan menafsirkan dinamika yang diungkapkan memudahkan proses terapi. Ada tiga tahap yang penting dalam psikodrama: 1. Tahap pelaksanaan, dimana subjek memerankan khayalan-khayalannya. 2. Tahap penggantian, dimana orang-orang yang sebenarnya menggantikan orang-orang yang dikhayalkan subjek. 3. Tahap penjernihan, dimana diadakan pengalihan dari kontak individu-individu pengganti ke kontak dengan individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan menyesuaikan diri dengan mereka dalam kehidupan yang nyata. Sebaliknya, Whittaker memberikan suatu gambaran singkat tentang bagaimana sebaiknya psikodrama itu dilaksanakan. Dia mengemukakan bahwa psikodrama menggunakan 4 instrument utama, yaitu:
1. Panggung, yang merupakan ruang kehidupan psikologis dan fisik bagi subjek atau pasien. 2. Sutradara atau pekerja. 3. Staf dari ego-ego penolong (auxiliary ego) atau penolong-penolong teraupetik. 4. Para penonton. Ego-ego penolong maupun para penonton terdiri dari anggota-anggota kelompok lain. Strateginya adalah memberi kemungkinan kepada subjek untuk memproyeksikan dirinya kedalam dunianya sendiri dan membangkitkan respon-respon dari kawan-kawan anggota kelompoknya sendiri. Selanjutnya, Whittaker mengemukakan 4 teknik yang bisa digunakan, yaitu: 1. Presentasi diri. Pasien mempresentasikan dirinya sendiri atau seorang figur yang penting dalam kehidupannya. 2. Memimpin percakapan sendiri. Pasien melangkah keluar dari drama dan berbicara pada dirinya sendiri dan kepada kelompoknya. 3. Teknik ganda. Seorangg ego penolong berperan bersama dengan pasien dan melakukan segala sesuatu yang dilakukan pasien pada waktu yang sama. 4. Teknik cermin. Seorang ego penolong berperan sejelas mungkin menggantikan pasien. Dari para penonton, pasien memperhatikan bagaimana dia melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya. Sutradara atau pekerja berfungi baik sebagai produser maupun sebagai terapis. Sebagai produser, ia memilih dan mengatur adegan-adegan yang juga memimpin tindakan (perbuatan) psikodramatis. Adegan-adegan dipilih berdasarkan situasi-situasi yang mengandung muatan emosional bagi pasien atau berdasarkan situasi-situasi dimana pasien bertingkahlaku tidak tepat atau tidak efektif dalam situasi-situasi seperti itu. Sebagai terapi, pekerja (sutradara) memberikan dukungan atau klarifikasi kepada para actor, dan kadang-kadang memberikan penafsiran (sering dengan bantuan para anggota kelompok lain) tentang adegan permainana itu. Belakangan ini psikodrama dilakukan oleh orang-orang yang mempraktekkan bermacammacam teori psikoterapi. Khususnya, para terapis Gestalt menggunakan psikodrama secara luas. Psikodrama juga digunakan dalam terapi perkawinan, dalam terapi anak-anak, penyalahgunana penyalahgunaan obat bius dan alcohol, orang-orang yang mengalami masalah-masalah emosional, di lingkungan penjara, untuk melatih para psikiater dirumah sakit, untuk melatih orang-orang yang cacat, di perusahaan dan industry, dan dalam pendidikan serta dalam mengambil keputusan.
Kegunaan Psikodrama. Dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa sedikit lega dan dapat mengembangkan pemahaman (insight ) baru yang memberinya kesanggupan untuk mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata. ROLE PLAYING (MAIN PERAN)
Memainkan peran adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara (drama). Taknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, misalnya diruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan industry, dan pertemuan pertemuan latihan (training ). ENCOUNTER GROUPS
Encounter Groups adalah bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan humanistic pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu sama lainalam suatu situasi diaman di dorong untuk mengungkapkan perasaan secara terus terang. Encounter groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami masalahmasalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain. Encounter groups berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang baru. Beberapa kelompok dibentuk sebagai kelompok-kelompok marathon yang mungkin berlangsung terus-menerus selama 12 jam atau lebih. Karena bertolak dari pendekatan humanistic, Encounter groups, menekankan interaksi-interaksi yang terjadi ditempat ini dan kini. Focus dari Encounter groups adalah mengungkapkan perasaan-perasaan yang asli dan bukan menafsirkan atau membicarakan masa lampau. Apabila seorang anggota kelompok dipersepsikan oleh orang lain bersembunyi di belakang kedok atau topeng sosial, maka orang lain berusaha sedemikian rupa supaya orang tersebut menyobek kedok itu, dan dengan demikian mendorong orang itu untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya yang sebenarnya. Teknik konfrontasi ini dapat merusak bila para anggota kelompok memaksa mengungkapkan dengan terlalu cepat perasaan-perasaan pribadi orang itu yang belum mampu ditanganinya atau bila orang itu merasa diserang atau dikambinghitamkan oleh orang lain dalam kelompok. Para pemimpin kelompok yang bertanggungjawab tetap berusaha mengendalikan kelompok itu untuk mencegah penyalahgunaan tersebut dan mempertahankan kelompok itu bergerak kearah yang memudahkan pertumbuhan pribadi dan kesadaran diri.
Referensi: Samiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental . Yogyakarta: Kanisius Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud . Yogyakarta: Perpustakaan Nasional