TUGAS MANDIRI 2 Patologi klinik “Urinalysis and Urine Culture, Specific Gravity, Osmolality, Renal Function Tests,Diagnostic Imaging, Urologic Endoscopic Procedures, Biopsy dan Glumerulonephritis kronis”
Blok Sistem Urinary
Oleh: ALIF FANHARNITA BRILIANA 135070207131010 KELOMPOK 1 K3LN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
1) URINALYSIS AND URINE CULTURE a. Definisi - Urinalisis merupakan pemeriksaan uji saring yang sering diminta oleh dokter untuk mengetahui gangguan ginjal dan saluran kemih
-
atau gangguan metabolisme tubuh (Strasinger & Schaub, 2001) Manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain : Diagnostik infeksi saluran kemih Pemeriksaan batu ginjal Pemeriksaan ginjal Skrining kesehatan Evaluasi berbagai penyakit ginjal Memantau perkembangan penyakit ginja Kultur urine adalah pembiakan mikro organisme dari bahan urine, kuman yang tumbuhakan diidentifikasi dengan di uji kepekaannya
-
terhadap antibiotik. Tujuan Untuk mengetahui adanya mikroorganisme dalam urine,
sehingga digunakan untuk membantu diagnosa dokter. Dapat digunakan sebagai pedoman pemberian antibiotik pada pasien
b. Indikasi urinalisis • Sebagai bagian dari pemeriksaan antenatal • Selama persalinan • Pada saat masuk rumah sakit untuk alasan apapun sebagai data dasar observasi • Seseorang dengan gangguan atau pengobatan tertentu, seperti diabetes mellitus, hipertensi, terapi antikoagulan • Gejala klinis, seperti rasa panas saat berkemih • Perubahan urinasi • Menegakkan ISK c. Kontraindikasi Tidak terdapat kontraindikasi d. persiapan alat Dipsticks atau strip reagen Merupakan metode yang saat ini digunakan untuk memeriksa komposisi urine. Alat ini dapat digunakan dengan cepat dan mudah serta memiliki reabilitas yang baik, terutama untuk mendeteksi proteinuria. Keakuratan untuk mendeteksi glikosuria meningkat bila kadar glukosa plasma meningkat; glikosuria dapat tidak terdeteksi pada hiperglikemia ringan. Strip reagen dapat menurun sejalan dengan waktu, akibat penyimpangan
di
tempat
dengan
suhu
ekstrim
atau
kelembabannya terlalu tinggi. Penyimpanan harus dilakukan
sesuai petunjuk pabrik, di tempat yang sejuk, kering, dan gelap. Penutupannya harus benar-benar rapt dan alat pengeringnya tidak boleh dilepas dari tepatnya. Strip reagen Sarung tangan tidak steril Celemek (bila diperkirakan akan kontak dengan urine) e. Prosedur Siapkan specimen urine segar untuk pemeriksaan didinginkan,
biarkan
berada
dalam
suhu
kamar
(jika untuk
menghangatkannya sebelum diperiksa; balikkan sampel urine untuk mencampur distribusi zat-zat di dalamnya. Melalui Kateter : Mengklem selang urine bag selama kurang lebih 30 menit. Meletakkan perlak/pengalas dibawah tempat pengambilan urine. Melakukan pengambilan urine : Kateter dengan port : Mendesinfeksi lokasi penusukan dengan kapas alkohol 70%. Menusukkan jarum dengan sudut 90° pada port. Melakukan aspirasi urine sebanyak ± 3 – 5 cc untuk pemeriksaan kultur urine, atau ± 10 – 20 cc untuk pemeriksaan urine lengkap. Memindahkan urine dari spuit kedalam bokal/botol steril. Kateter tanpa port : Membuka tutup bokal/botol urine dan meletakkannya diatas
perlak/pengalas. Mendesinfeksi sambungan kateter – selang
kapas alkohol 70%. Membuka sambungan tersebut dengan hati-hati, pegang selang
diatas sambungan ± 5 c, jaga jarak agar tidak terkontaminasi. Memasukkan urine kedalam bokal/botol urine (jangan sampai
bersentuhan dengan ujung kateter). Mendesinfeksi selang kateter dengan
kemudian sambungkan kembali urine bag dengan kateter. Membuka klem penjepit
urine bag dengan
kapas
alkohol
70%
Dengan Cara Mid Stream : Meletakkan perlak/pengalas dibawah bokong klien, lepaskan pakaian bawah klien dan atur posisi yang sama seperti saat
membersihkan vulva/perineum (bila klien harus dibantu). Membersihkan daerah perineum dan alat genitalia dengan menggunakan air hangat + sabun dan washlap, kemudian
keringkan dengan handuk. Membersihkan daerah meatus
urethra
eksternus
menggunakan kapas betadine dan pinset steril.
dengan
Menganjurkan kepada klien untuk berkemih dan tampung urine yang pertama keluar dalam pot/urinal, kemudian tampung urine yang keluar selanjutnya kedalam bokal/botol urine sampai 10 – 20 cc dan anjurkan klien untuk menuntaskan berkemihnya
kedalam pot/urinal. Siapkan alat Periksa strip reagen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak
terkontaminasi Cuci tangan, pakai sarang tangan dan celemek Observasi warna, kejernihan dan bau urine Masukkan strip reagen ke dalam urine samapai membasahi
seluruh area reagen, angkat segera Ketukkan ujung strip yang berlawanan dengan daerah yang dicelupkan ke urine untuk menghilangkan urine yang terlalu banyak, pertahankan posisi horizontal untuk mencegah aliran ke
bawah dan bercampurnya warna Bila strip reagen dibaca secara manual, ikuti petunjuk pabrik dalam hal waktu pembacaan; pegang strip sedekat mungkin dengan chart warna dan baca hasilnya di ruangan yang memiliki pencahayaan baik (alternative lain adalah dengan menggunakan
alat analisis kimia urine sesuai petunjuk pabrik). Buang urine dan bereskan peralatan dengan benar Cuci tangan Diskusikan hasilnya dengan klien ( Johnson, Taylor, 2005).
Prosedur Pelaksanaan Kultur Urine: Pasien diberi tahu mengenai keadaan yang akan dilakukan Sediakan `botol pemeriksaan steril dan tutupnya (disteril secara
f.
kering). Bersihkan area kelamin dengan menggunakan larutan sabun. Urine yang pertama keluar tidak ditampung, pasien diminta
untuk menahan urinenya. Selanjutnya urine ditampung dalam botol stern secara hati-¬hati. cara pembacaan secara global Macam – macam sampel urine Urin sewaktu Urin pagi Urin puasa Urin 24 jam Urin post prandial Urin tes toleransi glukosa Urin kateter Urine 3 gelas
Syarat penampung Urine Berdinding kuat dan kedap air Bersih Kering Bertutup Steril bila dipakai untuk biakan & pemeriksaan bakteriologi Bermulut lebar 1. Pemeriksaan makroskopis ini dilakukan dengan mengamati keadaan yang ada pada sampel urin meliputi: Warna Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan
adanya penyakit atau infeksi. Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan
urobilin. Urin encer hampir tidak berwarna Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang
Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah : Merah Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak
macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna. Oranye Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium),
obat lain termasuk fenotiazin. Kuning Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara,
nitrofurantoin. Hijau Penyebab patologik
:
biliverdin,
bakteri
(terutama
Pseudomonas). Penyebab nonpatologik : preparat vitamin,
obat psikoaktif, diuretik. Biru tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik,
nitrofuran. Coklat Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa
obat sulfa. Hitam atau hitam kecoklatan
Penyebab
patologik
:
melanin,
asam
homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol Berat jenis Pengukuran berat jenis urin menggunakan alat yang disebut urinometer. Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urine dan ditera khusus untuk
penentuan
tersebut. Urinometer memiliki skala 1.0000-1.0060 (tiga desimal) dan umumnya dipergunakan pada temperatur 60o F atau 15,5o C. Prosedur pemeriksaan: 40 mL urin dimasukkan ke dalam gelas ukur,
lepas
pelan-pelan
urinometer
ke
dalam
gelas
ukur.
Pembacaan: Rumus : berat jenis terbaca + (suhu kamar-suhu kamar)/3x0.001. pH urin pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan ph universal yang dicelupkan ke dalam urin. Perubahan warna paha ph universal disamakan pada skala pH yang ada pada bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa harus memiliki pH asam karena jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak karena aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum menjadi amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut membutuhkan waktu tidak 1 menit 2 menit jadi bisa dikatakan jika ph urin tersebut sudah berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut juga sudah berubah baik bentuk maupun struktur kimia (rusak,
teroksidasi,
kadar
turun,
dll)
sehingga
tidak
baik
digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan. Kejernihan urin Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin. Volume urin Volume urin normal orang dewasa 600 – 2500 ml/ hari. Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic. Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan buih namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein. Pada urin yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin. Bau Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan 2. Pemeriksaan mikroskopis Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan memutar (centrifuge) urin lalu mengamati endapan urin di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid, benang lendir; unsur anorganik (kristal, garam amorf); elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa). Eritrosit Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urin. Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau perdarahan pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal. Leukosit Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urin adalah 0
–
4 sel. Peningkatan
jumlah lekosit menunjukkan adanya
peradangan, infeksi atau tumor. Epitel Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam ginjal dan saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi yang berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan vagina. Silinder (cast) Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam Horsfal yang terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder, yaitu : silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit, silinder epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada tubulus ginjal. Kristal Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang dikeluarkan bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan terkristalisasi (mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti. Pembentukan kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan
metabolisme dan konsentrasi urin (tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang
perlu
diwaspadai
jika
kristal-kristal
tersebut
ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan terbentuk batu. Benang lendir Ini didapat pada iritasi permukaan selaput lendir saluran kemih. 3. Pemeriksaan kimia Glukosa Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urin dan kemudian dipanaskan. Hasilnya adalah larutan yang semula berwarna biru menjadi biru kehijauan. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Benedict spesifik dengan gula pereduksi. Sehingga apabila hasil uji glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata karena ada endapan yang terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH bebas yang reaktif. Reaksinya adalah sebagai berikut: (Dglukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) +CU2O Berikut ini skalauji pemeriksaan glukosa : No 1. 2 3 4 5 6
Warna Biru
Hasil Negatif
Biru kehijaun Kuning kehijauan Coklat kehijauan Jingga - kuning Merah bata dengan
Ada gula 1+ 2+ 3+ 4+
endapan Protein Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada percobaan
ini
menggunakan
reagen
millon.
Setelah
3 ml
supernatan urine ditambah 5 tetes reagen millon maka larutan yang
awalnya
berwarna
putih
keruh,
tetap
tidak
terjadi
perubahan yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh. Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan gugus hidroksifenil
yang terdapat dalam urine, sehingga tidak didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen millon yaitu: HgCL2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2 (merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat) Pigmen Empedu Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urin dengan baik dan benar. Hasilnya terdapat Reaksi
yang
dihasilkan
negatif
buih yang berwarna putih. jika
buih
yang
dihasilkan
berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi positif ditandai dengan buih berwarna kuning. 2) SPECIFIC GRAFITY a. Definisi Kemih berat jenis (SG) adalah ukuran dari konsentrasi zat terlarut dalam urin. Mengukur rasio kepadatan urin dibandingkan dengan kepadatan air dan memberikan informasi tentang kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi urin. Sebuah pengukuran berat jenis urin merupakan bagian rutin dari urine. Penentuan berat jenis urin merupakan barometer untuk mengukur jumlah
solid
yang
terlarut
dalam
urine
dan
digunakan
untuk
mengetahui daya konsentrasi dan daya ilusi ginjal.(pusdiknakes). Pengukuran berat jenis urin bertujuan untuk mengetahui fungsi pemekatan atau pengenceran oleh ginjal dan komposisi serta dilusi urin itu sendiri. Pengukuran berat jenis urin juga berfungsi untuk membedakan oliguria karena acute renal failure yang memiliki BJ isosthenuria (berat jenis sekitar 1,010) dan oliguria akibat dehidrasi. Harga normal dari BJ urin seseorang adalah 1,003-1,030. • Metode refraktometer Cara menentukan berat jenis urine dengan menggunakan refraktometer makin banyak dipakai karena cara ini hanya memerlukan beberapa tetes urine saja. Index refraksi sutu cairan bertambah secara linier dengan banyaknya zat larut,jadi index refraksi urine mempunyai hubungan erat dengan berat jenis urine yang juga ditentukan oleh kadar zat larut.Refraktometer yang khusus dibuat untuk pemakaian dalam laboratorium klinik mempunyai skala berat jenis disamping skala index refraksi,sehingga hasil penetapan dapat dibaca langsung.Berat jenis yang dibaca pada refraktometer dipengaruhi oleh glukosa dan
protein dalam urine .Refraktometer tidak memerlukan koreksi untuk suhu.(R. Gandasoebrata,2006). • Metode urinometer Didalam laboratorium klinik berat jenis urine ditentukan dengan suatu alat yang disebut urinometer (pusdiknakes,1989).penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti dengan urino meter .Prinsip penetapan berat jenis urine ini adalah berat jenis diukur dengan alat urino meter yang mempunyai skala 1000-1060 dimana temperature urine harus dioerhatikan koreksinya terhadap hasil yang diperoleh. (R.Gandasoebrata,2006) b. Indikasi 1. sering kencing 2. protein dalam urin yang meningkat 3. banyak binatang yang menyukai air kencing yang dikeluarkan 4. urin terlihat sangat kental dan keruh c. Kontraindikasi Penderita diabetes militus Pembedahan di saluran reproduksi d. persiapan alat Alat dan Bahan Gelas penampung Timbangan Strip untuk urinalis (combistik) Urinometer Urine Tabung reaksi Aquadest Spuit Handscoon Pinset e. prosedur pelaksanaan Baca dan catat suhu tera yang tercantum pada alat urinometer,
kemudian baca suhu kamar Ambil 4 cc urine dengan spuit kemudian simpan dalam tabung
reaksi. Masukkan urinometer ke dalam tabung sample urine kemudian ukur berat jenis urinenya. Baca berat jenis setinggi miniskus
f.
bawah (3 angka dibelakang koma) cara pembacaan secara global Pembacaan Berat Jenis ditentukan dengan menentukan skala pada urinometer yang berhimpit dengan dasar meniskus urin. Bila urin berbuih, gunakan kertas saring untuk menghilangkannya. Beberapa alat urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Cara menghitung :
Jika suhu urinometer berbeda dengan suhu kamar, lakukan koreksi → perbedaan 3oC, suhu kamar melebihi sushu tera →
berat jenis ditambah 0,001, dibawahnya dikurangi 0,001 Contoh: suhu tera 30oC, urine 33oC → urinometer 1,004 → berat
jenis urine 1,004 + 0,001 = 1,005 Nilai normal: 1,003 – 1,030 g. peran perawat di tahap pre-intra-dan post pre 1. menjelaskan prosedur kepada klien 2. memberikan infomconsent 3. mempersiapkan alat intra 1. mengambil sample pada klien, apabila klien mampu BAK sendiri, kita hanya menerima hasil urin yang sudah ada di botol 2. apabila klien di kateter, maka pengambilan melalui kateter post 1. memberikan label pada sample urin yang diambil 2. menyerahkan ke laboratorium 3. mengevaluasi hasil 4. menyerahkan ke dokter dan berkolaborasi 5. menjelaskan hasil kepada klien 3) OSMOLALITY a. Definisi Osmolalitas
merupakan
indeks
konsentrasi
zat
terlarut.
Urine
osmolalitas adalah ukuran konsentrasi partikel osmotik aktif, terutama natrium,
klorida,
kalium,
dan urea; glukosa dapat memberikan
kontribusi signifikan terhadap osmolalitas ketika hadir dalam jumlah besar di urin. Osmolalitas urin sesuai dengan berat jenis urine di
negara-negara Non penyakit. b. Indikasi 1. Penurunan kadar: kelebihan masukan cairan infus D5W yang terus-menerus SIADH/ Syndrome of inappropriate ADH secretion (hanya serum) Hiponatremia penyakit ginjal akut dan diabetes insipidus (hanya urine). 2. Peningkatan kadar: - Dehidrasi - Hiperglisemia - Hipernatremia - diabetes insipidus (hanya serum) - SIADH/ Syndrome of inappropriate ADH secretion (hanya urine) - etanol. 3. Perbandingan urine dan serum: - meningkat pada prerenal azotemia - menurun pada acute tubular necrosis
c. Kontraindikasi Tidak terdapat kontraindikasi d. persiapan alat a) Fotometer clinicon 4010 b) Semprit 10 ml, sekali pakai c) Tabung reaksi dan rak d) Cup eppendorf volume 0,5 ml e) Pipet semiotomatik 50 mikroliter f) Centrifuge kubota KN 70 g) Tip pipet biru dan kuning h) Urinometer i) Osmometer osmomat 030 dari gonotec GmBH j) Electrolyte Analyzer (AVL 120) k) Termometer ruangan l) Timbangan analitik Ohaus m) Pot urie 20 ml e. prosedur pelaksanaan Minta tolong kepada pasien untuk mengumpulkan urin 24 jam. Untuk tes 24 jam, awalnya pasien mengosongkan kandung kemih. Biasanya dimulai pukul 7.00 a.m. Semua urin 24 jam disimpan dalam container yang disimpan dalam es atau di refrigerator. Mungkin diperintahkan diet tinggi protein. Pada akhir tes, specimen dilabel dan dikirim ke laboratorium. Serum Ambil 5 sampai 10 ml darah vena, dan masukkan ke dalam tabung berwarna merah. Hindari hemolisis. Tidak perlu pembatasan makanan dan cairan
Urine Berikan diet tinggi protein selama 3 hari sebelum pemeriksaan.
Tanyakan ke laboratorium mengenai persiapan ini. Puasa minum selama 8-12 jam sebelum pemeriksaan. Kumpulkan specimen urine pada pagi hari. Specimen urine yang pertama dibuang, 2 jam kemudian diambil specimen kedua, dan dikirim ke laboratorium. Osmolalitas urine seharusnya tinggi pada
pagi hari e. cara pembacaan secara global Dewasa: Serum: 280-300 mosm/Kg H2O. Urine: 50-1200 mosm/kg H2O Anak : Serum: 270-290 mosm/Kg H2O. Urine: sama seperti dewasa; Bayi baru lahir: 100-600 mosm/kg H2O Urine to serum ratio : 1:1 to 3:1
f.
peran perawat di tahap pre-intra-dan post 1. Peran Perawat di Tahap Pre Prosedur
Jelaskan kapeda klien mengenai tujuan dan prosedur tes
osmolaritas. Diet normal diresepkan untuk 3 hari sebelum tes. Untuk meningkatkan sensitivitas uji osmolalitas, diet protein tinggi dapat dipesan selama 3 hari sebelum tes. Tidak ada cairan yang harus diambil pada makan malam, dan tidak ada makanan atau cairan harus diambil setelah makan malam sampai koleksi
dilakukan. Peran Perawat di Tahap Intra Prosedur Segera kirim specimen urine ke laboratorium untuk di analisa 3. Peran Perawat di Tahap Post Prosedur Berikan pasien .makanan dan cairan segera setelah sampel urin 2.
terakhir diperoleh Menafsirkan hasil tes dan memantau secara tepat
Apabila terdapat penurunan kadar: Hubungkan penurunan osmolalitas
serum
dengan
pengenceran serum yang disebabkan oleh masukan cairan yang berlebihan Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala kelebihan cairan (misalnya
batuk
konstan
dan
mengiritasi,
dispnea,
pembesaran vena leher dan tangan, dan bunyi rales pada auskutasi). Anjurkan klien untuk mengurangi masukan cairan Tentukan apakah penurunan osmolalitas urine dapat disebabkan oleh kelebihan masukan cairan (sehari >1,8 liter) atau pemberian infuse D5W yang terus-menerus. Osmolalitas urine <200 mosm/kg setelah pembatasan makan dan cairan dapat menunjukkan gangguan ginjal awal Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala intoksikasi cairan (misalnya
sakit
kepala,
bingung,
peka,
berat
badan
meningkat). Apabila terdapat peningkatan kadar: Tentukan status hidrasi klien. Dehidrasi akan menyababkan
peningkatan osmolalitas serum dan urine. Kaji tanda-tanda dan gejala-gejala dehidrasi (misalnya haus, mukosa membrane kering, turgor kulit kurang baik, dan gejalgejala seperti syok). Anjurkan klien untuk meningkatkan
masukan cairan. Perhatikan keadaan hiperglikemia dan glikosuria. Keduanya dapat menyebabkan peningkatan osmolalitas seum dan urine.
Bandingkan osmolalitas serum dengan urine. Jika mengalami hipoosmolar serum (hiperosmolaritas), mungkin disebabkan oleh sindrom ADH (SIADH) yang tak sesuai (Kee, 2013).
4) RENAL FUNCTION TEST a. Definisi Tes fungsi ginjal adalah tes yang dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan mengikuti perjalanan klinik. Pemeriksaan ini
juga
memberikan
melaksanakan
fungsi
informasi
tentang
ekskresinya.
efektifitas
Pemeriksaan
ini
ginjal seperti
dalam BUN,
kreatinin, kreatinin clearence. b. Indikasi o hipovolemia (kekurangan volume cairan); namun kadar kreatinin o
sebesar 2,5 mg/dl Tekanan darah tinggi dapat menjadi salah satu faktor yang menekankan penyakit ginjal. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa
o o o
ginjal sudah rusak Ditemukan protein dalam air seni adalah tanda penyakit ginjal. Apabila terjadi peningkatan atau penurunan kepekatan urin kencing darah yang disertai jumlah urea yang terlalu banyak pada
urin c. Kontraindikasi o apabila hasil imaging ginjal terlihat kecil o infeksi saluran kemih akut o Kanker testis atau kandung empedu o tumor pasu ginjal dan uretra o karsinoma prostat
d. persiapan alat handsconn botol plastik penampung urin masker label penamaan pada media penampung urin spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi e. prosedur pelaksanaan 1. kreatin serum Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan
atau
minuman,
namun
sebaiknya
pada
malam
sebelum
uji
dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.
Kadar
kreatinin
diukur
dengan
metode
kolorimetri
menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi. 2. Blood Urea Nitrogen (BUN) Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus
darah
kemudian
pisahkan
serum/plasma-nya
untuk
diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam
sebelum
pengambilan
sampel
darah
untuk
mengurangi
pengaruh diet terhadap hasil laboratorium. Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat
spesifik
terhadap
urea.
Konsentrasi
urea
umumnya
dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14. 3. Kreatin klirens Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin, pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak diminta untuk miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang, dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya ditampung dan disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan mengosongkan bulinya dan kemih ditampung. Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam); apabila
pengambilan darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil
pada
akhir
dari
pengumpulan
kemih.
Untuk
menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan terhadap
luas
permukaan
tubuh
(mL/Min/1.73
m2)
sehingga
didapatkan rumus sebagai berikut: Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73 Ccr (mL/min/1.73m2)
= Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)
f.
Ccr = klirens kreatinin Ucr = kadar kreatinin V = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam Pcr = kreatinin plasma SA = luas permukaan tubuh 1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60 menit = 1440 menit) cara pembacaan secara global 1. Kreatin serum Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea
darah
(BUN).
Sedikit
peningkatan
kadar
BUN
dapat
menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan
ginjal.
Kreatinin
serum
sangat
berguna
untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus. 2. Kreatin klirens Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG. Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. LFG berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma. 3. BUN Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio
BUN/kreatinin
Peningkatan
kadar
mengindikasikan (prarenal).
biasanya BUN
bahwa
Peningkatan
berada
dengan penyebab
BUN
lebih
pada
kreatinin uremia pesat
rentang
12-20.
yang
normal
adalah
nonrenal
daripada
kreatinin
menunjukkan
penurunan
fungsi
ginjal.
Pada
dialysis
atau
transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat,
sedangkan
kadar kreatinin cenderung
mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna. Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik.
Rasio
BUN/kreatinin
tinggi
(>20)
dengan
kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal. g. peran perawat di tahap pre-intra-dan post Pre 1. Menyediakan inform consent 2. Menjelaskan prosedur kepada klien 3. Mempersiapkan alat 4. Mempersiapkan klien Intra 1. Persiapan ke pasien 2. Melakukan pengambilan sample urin 3. Memberikan marker pada sample urin Post 1. Menyerahkan sample ke laboratorium 2. Mengambil hasil cek lab 3. Mengidentifikasi hasil 4. Menyerahkan ke dokter 5. Berdiskusi dengan dokter mengenai hasil 6. Memberikan hasil ke pasien 7. Menjelaskan hasil ke pasien dengan berkolaborasi bersama dokter 5) DIAGNOSTIC IMAGING a. Definisi Pencitraan diagnostik adalah suatu cara untuk menghasilkan gambar atau citra organ bagian dalam tubuh manusia dengan menggunakan suatu peralatan dan hasil gambaran itu digunakan dokter untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit. Contoh pencitraan diagnostik dalam ilmu radiologi adalah USG dan MRI. USG Suatu alat radiologi yang menggunakan gelombang suara ultrasonik untuk menghasilkan gambaran bentuk, gerak, ukuran suatu organ dalam tubuh manusia. Kelebihan : tidak menggunakan radiasi pengion, tidak menimbulkan rasa sakit, pemeriksaannya cepat, aman, dan mudah serta memiliki nilai diagnostik yang tinggi.
Kekurangan : tidak mampu menilai tulang, tidak dapat digunakan untuk melihat organ tubuh berongga yang berisi gas. MRI Satyanegara (2010) mengatakan hampir seluruh tubuh mengandung hidrogen dalam bentuk air dan lemak. Oleh karena itu, hampir seluruh jaringan/organ dapat diperiksa dengan MRI, kecuali korteks tulang dan organ-organ yang mengandung udara (seperti paru-paru, lambung, usus). Ada beberapa
keunggulan
aplikasi
pemeriksaan
MRI
kranial
dibandingkan CT Scan yaitu untuk kasus-kasus sklerosis multipel dan penyakit-penyakit demielinisasi, lesi-lesi fosa posterior (tumor, infark), akumulasi cairan ekstra aksial, penyakit metabolik dan degeneratif, epilepsi/temporal lobe seizures. Sebaliknya aplikasi CT Scan cenderung lebih unggul pada kasus-kasus trauma akut seperti fraktur kalvaria dan perdarahan akut (khususnya subarakhnoid), meningioma, pasienpasien yang tidak kooperatif , pasien-pasien dengan klip (pasca bedah aneurisma serebri) dan alat pacu jantung, lesi-lesi yang berkalsifikasi. Kelebihan : tidak menggunakan radiasi pengion, memberikan gambaran dari berbagai posisi tanpa mengubah posisi pasien, mampu melihat jaringan lunak (otot, sumsum tulang belakang, atau saraf) dengan jelas. Kekurangan : tidak bisa dilakukan pada pasien yang menggunakan bahan
logam
dalam
tubuhnya,
pemeriksaannya
mahal,
pemeriksaannya lebih lama.
CT Scan Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor tv hitam putih. Computer Tomography (CT) biasa juga disebut Computed axial tomography (CAT), computerassisted tomography, atau (body section roentgenography) yang merupakan suatu proses yang menggunakan digital processing untuk menghasilkan suatu gambaran internal tiga dimensi suatu obyek dari satu rangkaian sinar x yang menghasilkan gambar dua dimensi (Putri. 2006). CT scan adalah test diagnostik yang memiliki informasi yang sangat tinggi.
Tujuan
utama
penggunaan
CT
scan
adalah
mendeteksi
perdarahan intra cranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya perubahan struktur otak. Selain itu CT scan juga dapat digunakan dalam mengidentikasi infark , hidrosefalus dan atrofi otak. Bagian basilar dan posterior tidak begitu baik diperlihatkan oleh CT Scan. (Sunardi. 2008). Pielografi Retrograd Pielogram retograd kadang-kadang diperlukan jika detail pelvicalyces dan ureter tidak tergambarkan dengan jelas dengan menggunakan kontras intravena, terutama jika terdapat kecurigaan adanya tumor epitel
pada
saluran
kemih.
Pada
pemeriksaanini,sebuah
kateter
dimasukan ke dalam ureter setelah dilakukan sistoskopi; kemudian kontras disuntikan melalui kateter dan akan menggambarkan sistem pelvicalyces dan ureter (Pradip. 2007). b. Indikasi Indikasi Pemeriksaan MRI: • susunan saraf pusat (otak, tulang belakang) • persendian (muskuloskeletal) • pemeriksaan toraks (mediastinum) • kardiovaskuler (jantung) • abdomen (organ visceral) • ginekologi • urogenital (Satyanegara. 2010). • sumbatan ureter • fibrilipomatosis • infeksi • kista ginjal • tumor Indikasi CT Scan • mendeteksi perdarahan intra cranial • lesi yang memenuhi rongga otak (space occupying lesions/ SOL) • edema serebral • adanya perubahan struktur otak • selain itu CT scan juga dapat digunakan dalam mengidentikasi infark , hidrosefalus dan atrofi otak Indikasi Urografi Intravena (Intravenous Urography, IVU): • hematuria • batu ginjal • kolik ureter atau kecurigaan adanaya batu.Pasien dengan retensi urine dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan USG dibandingkan IVU. Indikasi pemeriksaan USG: • Radang pada tractus urinarius • Terabanya ada masa pada pinggang dan punggung • Kadar creatinine yang tinggi • Sakit yang hebat pada daerah rusuk atau sakit pinggang • Kencing darah (hematuria) • Berkurangnya atau sedikit jumlah urine yg dikeluarkan • Hydronephrosis
• Tidak terlihat fungsi ginjal pada pemeriksaan BNO-IVP • Dan terlihat adanya mass di abdomen pada pemeriksaan radiologi • Pasien dengan retensi urine dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan USG dibandingkan IVU. c. Kontraindikasi Pada beberapa keadaan tidak dimungkinkan untuk pemeriksaan MRI yaitu • • •
antara lain: pada penderita dengan alat pacu jantung cochlear implant adanya klip penjepit arteri, aorta, dan aneurisma, serta benda
asing yang bersifat feromagnetik dalam organ tubuh vital • tidak dapat dilakukan untuk pasien-pasien yang akut/gawat darurat, non kooperatif (kecuali dengan anastesi umum), anakanak, demensia/pikun, klaustrofobia (takut berada di dalam ruang yang sempit/terowongan (Satyanegara, 2010). • MRI tidak dilakukan pada wanita hamil muda (trimester pertama atau 3 bulan pertama). Kontra indikasi CT scand: • Absolute kontraindikasi Pasien yang memiliki alergi terhadap media kontras IV (IVCM) yang digunakan dalam CT scan tidak harus dirujuk untuk scan di mana IVCM diperlukan untuk mencapai diagnosis. Tes ini meliputi
CT angiogram dan scan perut dan dada. Gangguan ginjal juga dilarang untuk diberi IVCM. Pemeriksaan
kreatinin pasien dan eGFR harus dilakukan sebelum rujukan. Hipertiroidisme atau gondok mungkin kontraindikasi untuk penggunaan IVCM karena dapat menyebabkan krisis thyrotoxic
pada pasien ini. Pasien dengan
feokromositoma
mungkin
mengalami
krisis
hipertensi jika kontras intravena diberikan, jadi scan non-kontras
merupakan hal yang bijaksana. Pasien dengan myasthenia gravis memiliki peningkatan risiko kecil memburuknya myasthenia mereka, termasuk kelemahan otot pernapasan, ketika kontras iodinasi diberikan
dan dengan
demikian kontras harus digunakan dengan hati-hati dan pasien •
dengan myasthenia dipantau setelah pemberian kontras. Kontraindikasi relatif Semua scanner akan memiliki batas berat yang ditentukan oleh produsen. Scanner mampu menampung berat 220kg. Meskipun rekomendasi berat, mungkin ada keterbatasan ukuran pasien. Gantry pemindai adalah diameter tetap dan jika pasien
tidak bisa masuk melalui gantry, scan tidak dapat dilakukan. Sebuah diameter umum adalah sekitar 70cm (Harris, Alison., Charles V.Z., Iain, D., 2001). Kontra indikasi IVU: pasien dengan retensi urine dan infeksi saluran kemih dianjurkan untuk melakukan USG dibandingkan IVU. Kontra indikasi USG: tidak ada d. persiapan alat Persiapan alat USG: - Perawatan peralatan yang -
baik
akan
membuat
hasil
pemeriksaan juga tetap baik. Hidupkan peralatan USG sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh pabrik pembuat peralatan tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG, hal ini sangat
-
penting
untuk
mencegah
kerusakan
alat
akibat
ketidaktahuan operator USG. Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang stabilisator tegangan listrik dan
UPS Persiapan alat MRI: Alat MRI Persiapan alat CT scand: Alat CT Scand Spuit Bahan kontras Persiapan pasien: • Lakukan inform concern. • Tanyakan riwayat alergi. • Lihat fungsi ginjal ( creatinine<1,3 gr/dl) • Lakukan test alergi • Cara : * suntikan 1cc bahan kontras, intravena, tunggu 5 menit, •
lihat reaksi alergi +/atau * suntikan 0,5cc intra cutan, tunggu 5 menit, lihat reaksi
•
alergi +/Bila tidak ada alergi, suntikan bahan kontras intravena sesuai
dosis 1cc/kg BB untuk dewasa, 1-2cc/kg BB untuk anak-anak e. prosedur pelaksanaan Prosedur tindakan USG: Teknik Pemeriksaan USG Ginjal: • Posisi supine & lateral decubitus • Menggunakan gel sebagai coupling medium • Transduser 3,5 MHz yang umum dipakai. Transduser 5 MHz untuk menghasilkan gambar yang sangat baik pada anak-anak/ dewasa kurus.
•
Menahan nafas pada saat inspirasi maksimal memindahkan ginjal ke arah inferior sekitar 2,5 cm dan dapat menghasilkan
gambar lebih baik. USG Ginjal kanan: • Transduser sepanjang batas lateral subkostal kanan pada garis aksilaris anterior selama menahan napas saat inspirasi. USG Ginjal kiri: • Pasien pada posisi right lateral decubitus dan probe di garis aksilaris posterior kiri atau di sudut kostovertebra kiri. Prosedur tindakan MRI Seperti pada pemeriksaan radiologi dan CT Scan lainnya,kadang dokter
memerlukan
penyuntikan
media
intra
vena
untuk
memperjelas kelainan yang ada di dalam tubuh. Untuk keperluan tersebut, sangatlah dianjurkan bagi pasien untuk puasa (tidak makan
pada)
4
jam
sebelum
pemeriksaan.
Dan
untuk
menghindari kemungkinan resiko penyuntikan kontras intravena terhadap fungsi ginjal, maka diperlukan penilaian fungsi ginjal ( pemeriksaan kadar ureum dan creatinine darah) sebelum dilanjutkan pemeriksaan. MRI dilakukan di ruangan khusus dan pasien akan diminta oleh petugas untuk berbaring di atas meja pemeriksaan sekitar 20-60 menit (tergantung dari bagian tubuh mana yang akan diperiksa). Selama posisi berbaring, akan terdengar bunyi dengungan mesin yang
mungkin
agak
terasa
kurang
menyamankan.Saat
pemeriksaan berlangsung, petugas akan memantau kondisi pasien.
Setelah
prosedur
selesai
dilakukan,
pasien
dapat
melakukan aktivitas seperti biasa. Prosedur IVU: Sebanyak 50-100 ml media kontras dengan osmolar rendah yang teriodinisasi disuntikan ke pasien. Kontras dengan cepat mencapai ginjal dan akan dikeluarkan melalui filtrasi glumerolus. (Pradip. 2007). Prosedur CT scand: 1. Pasien akan diminta untuk melepaskan pakaian, perhiasan, atau benda lain yang dapat mengganggu dengan prosedur. 2. Pasien akan diberikan sebuah gaun untuk dikenakan. 3. Jika prosedur dilakukan dengan kontras, intravena (IV) line akan dimulai pada tangan atau lengan untuk injeksi dari pewarna kontras. Untuk kontras oral, pasien akan diberikan persiapan kontras cair untuk menelan.
4. Pasien akan berbaring di meja scand. Bantal dan tali dapat digunakan untuk mencegah pergerakan selama prosedur. 5. Teknolog akan berada di ruangan lain di mana kontrol pemindai berada. Namun, pasien akan terlihat oleh teknolog melalui jendela. Pembicara dalam scanner akan memungkinkan teknolog untuk berkomunikasi dengan pasien dan mendengar. Pasien akan memiliki tombol panggilan sehingga dapat membiarkan teknolog tahu apakah pasien memiliki masalah selama prosedur. 6. Pemindai mulai berputar di sekitar pasien, sinar-X akan melewati tubuh untuk jumlah waktu yang singkat. Pasien akan mendengar suara klik, yang normal. 7. X-ray yang diserap oleh jaringan tubuh akan terdeteksi oleh pemindai dan dikirim ke komputer. Komputer akan mengubah informasi menjadi sebuah gambar untuk ditafsirkan oleh ahli radiologi. 8. Kien akan tetap diam selama prosedur. Pasien mungkin diminta untuk menahan napas di berbagai waktu selama prosedur. 9. Jika prosedur menggunakan pewarna kontras, pasien akan dipindahkan dari pemindai setelah set pertama scan telah selesai. Set kedua scan akan diambil setelah pewarna kontras telah diberikan. 10. Jika pewarna kontras yang digunakan untuk prosedur, pasien mungkin merasa efek ketika pewarna disuntikkan ke jalur IV. Efek ini termasuk kemerahan, rasa asin atau logam di mulut, sakit kepala, atau mual dan muntah. Efek biasanya berlangsung selama beberapa saat. 11. Pasien harus memberitahukan teknolog jika pasien merasa kesulitan
bernapas,
berkeringat,
mati
rasa,
atau
jantung
berdebar-debar. 12. Bila prosedur telah selesai, pasien akan dipindahkan dari pemindai. 13. Jika infus dimasukkan untuk pemberian kontras, infuse set tersebut akan diganti. 14. Pasien mungkin diminta untuk menunggu waktu singkat sementara ahli radiologi memeriksa scan untuk memastikan kejelasan hasilnya f. cara pembacaan secara global Cara pembacaan USG: Gelombang ultrasonik yang dipancarkan oleh transducer akan menumbuk berbagai objek di dalam tubuh manusia
Gelombang ultrasonik itu akan dipantulkan kembali dalam bentuk energi mekanik (getran frekuensi tinggi) dan diterima lagi oleh transducer Transducer bertindak sebagai penerima akan mengubah energi mekanik itu menjadi energi listrik dan mentransfernya ke CPU untuk diubah menjadi gambar yang tampil di monitor. Warna hiyam putih yang tampil disebabkan karena perbedaan getaran/pantulan objek karena gelombang ultrasound Cara pembacaan MRI: Sinyal-sinyal yang tergabung di dalam tubuh yang terdiri dari molekul-molekul yang bergerak ditangkap oleh antena dan dikirim ke layar monitor menjadi gambaran yang jelas dari struktur rongga tubuh bagian dalam. f. peran perawat di tahap pre-intra-dan post Peran perawat USG Menjelaskan kepada klien tujuan dan prosedur pemeriksaan MRI Mengantarkan klien ke tempat pemeriksaan diagnostik Peran perawat MRI Khusus untuk MRI yang memerlukan zat kontras, maka menganjurkan klien untuk puasa 4 jam sebelumnya. Ajarkan prosedur pemeriksaan Pindahkan alat bantu terutama yang dapat menyebabkan interferensi pada medan magnet Jelaskan pada klien bahwa mereka memerlukan waktu berada pada alat selama 30 menit Kaji kebutuhan obat penenang (Sunardi. 2008). Membantu pasien melepaskan semua barang-barang yang terbuat dari logam (Jam tangan dan dompet yang berisi kartu kredit harus disimpan di loker karena medan magnet akan merusak kartu kredit). Bila pasien mempunyai benda-benda logam ditanam dalam tubuh (implant, stent, pen, pacemaker, hearing aid, gigi palsu) harus disampaikan pada petugas. Peran Perawat CT Scan Peran perawat pada CT scan tanpa kontras Memberi penjelasan kepada pasien
tentang
indikasi
pemeriksaan CT scan dan risikonya Pengkajian Pengkajian terutama ditujukan kepada penggunaan zat kontras. Zat yang umum digunakan adalah iodium atau barium. Kaji apakah
ada
adanya
reaksi
terhadap
zat
kontras
seperti
hematoma pada tempat injeksi dan nadi pada area sekitarnya
Sedangkan sebelum pemberian perlu diaji apakah klien memiliki elargi tertentu contohnya terhadap iodium atau terhadap ikan yang dikeringkan. Penggunaan kontras dapat berbahaya karena dapat mengiritasi pembuluh darah. Sedangkan klien yang memiliki
kecenderungan
alergi
dapat
mengalami
shock
anafilaktik. Membantu memposisikan pasien di meja CT Scan Intervensi Kaji adanya alergi terhadap zat kontras Berikan informasi yang jelas dan lengkap tentang CT Scan termasuk prosedur pemeriksaannya Jelaskan tentang adanya pemberian kontras Pindahkan alat bantu yang mengganggu sebelum pemeriksaan Ajarkan klien gejala pada reaksi alergi (takipnea, distress pernafasan, urtikaria, mual dan muntah) (Sunardi. 2008). Peran perawat sebelum dan selama prosedur CT Scand dengan kontras: Menerangkan manfaat dan resiko pemeriksaan, (setelah dokter memberi penjelasan ke pada pasien) Meminta tanda tangan untuk inform consent Lakukan anamnesa apakah pasien hamil/ amenorrhoe Membantu petugas radiologi menjelaskan bagaimana pemeriksaan CT Scan dilakukan Buat informed consent ( pasien, orang tua,keluargapasien ) Lepaskan baju yang ada logam (artefak logam pd hasil) ganti dengan baju khusus (tanpa logam) (Harris, Alison., Charles V.Z., Iain, D., 2001). Peran Perawat Intra Prosedur Peran perawat MRI Memposisikan pasien berbaring terlentang dengan posisi kedua Peran
lengan di samping badan. Mendampingi pasien apabila diperlukan perawat CT Scand Bila harus memegang pasien, perawat harus memakai apron Dalam memposisikan pasien, jangan memperberat keadaan
pasien Peran Perawat Post Prosedur Mengantar kembali keruangan Memberi saran untuk mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi dan antioksidan
6) UROLOGIC ENDOSCOPIC PROCEDURE a. Definisi Endourology atau prosedur endoskopi urologi, dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara, menggunakan cystoscope dimasukkan ke dalam uretra, atau perkutan, melalui sayatan kecil. Pemeriksaan sitoskopis digunakan untuk memvisualisasikan langsung uretra dan kandung kemih. Cystoscope yang dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki sistem yang menyediakan lensa optic yang dapat diperbesar, penerangan pandangan kandung kemih (Gambar 43-8). Penggunaan cahaya intensitas tinggi dan interchangeable lensa memungkinkan visualisasi yang sangat baik dan gambar gerak yang akan diambil. Cystoscope
dimanipulasi untuk
memungkinkan visualisasi lengkap uretra dan kandung kemih serta lubang saluran kemih dan uretra prostat. Kateter ureter kecil dapat melewati cystoscope untuk penilaian ureter dan pelvis pada setiap ginjal. Cystoscope
ini
juga
memungkinkan
urolog
untuk
mendapatkan
spesimen urin dari setiap ginjal untuk mengevaluasi fungsinya. Cup forceps dapat dimasukkan melalui cystoscope untuk biopsi. Kalkuli dapat dihapus dari uretra, kandung kemih, dan ureter menggunakan cystoscopy. Jika cystoscopy dilakukan di saluran bagian bawah, pasien biasanya sadar, dan prosedur ini biasanya tidak lebih nyaman daripada kateterisasi. Untuk meminimalkan ketidaknyamanan posttest uretra, viscous
lidokain
diberikan
beberapa
menit
sebelum
studi.
Jika
cystoscopy meliputi pemeriksaan saluran atas, obat penenang dapat diberikan beberapa menit sebelum prosedur. Anestesi umum biasanya diberikan untuk memastikan bahwa tidak ada kejang otot involunter ketika scope sedang melewati ureter atau ginjal. b. Indikasi • kidney stones • ureteropelvic junction obstruction • ureteral strictures • tumors within the kidney collecting system • ureter and relief of blockage in the kidney (The university of Chicago, 2013). c. Kontraindikasi • Infeksi saluran kemih yang tidak diobati,
• Endoskopi tanpa cakupan antibiotik yang tepat, • and uncorrected bleeding diathesis (Grasso, Schwartz, 2012). d. persiapan alat Peralatan endoskopi yang harus disiapkan disesuaikan dengan jenis pemeriksaan atau tindakan dan diagnosis klien. Persiapan tersebut adalah sebagai berikut. Standart persiapan alat pada kegiatan endoskopi diagnostic • Skop sesuai kebutuhan: Gastroskopi Lolonoskopi, atau Duodenuskopi (skop lensa lateral) • Sumber cahaya (light sourch) • Suction pump • Printer endoskopi dengan kertasnya • Monitor TV • Sarung tangan steril Beberapa aksesori sesuai kebutuhan: Injektor varises esophagus Injektor varises anus/hemoroid Ligator esophagus Biopsi forcep sesuai jenis skop Dan lainnya • Mouth piece • Satu set peralatan cuci • Anastesi lokal spray • Jeli pelumas skop • Kassa atau tisu • Baju skot kerja • Obat obat darurat (emergency) bila diperlukan • Oksigen bila diperlukan (Agus. 2008) e. prosedur pelaksanaan Sebelum melaksankan prosedur pemeriksaan dapat diberikan
preparat sedative Anestesi topical local disemprotkan ke dalam uretra sebelum ahli
urologi memasukkan alat sistoskop Pemeberian diazepam (valium) intravena bersama dengan
preparat anestesi topical uretra dapat diberikan Sebagai alternatif lain dapat digunakan anestesi local atau
umum Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara langsung Uretra dan kandung kemih diinspeksi Larutan urugasi steril disemprotkan untuk menimbulkan distensi kandung kemih dan membilas keluar semua bekuan darah sehingga visualisasi menjadi lebih baik
Penggunaan cahaya dengan intensitas tinggi dan lensa yang bisa ditukar-tukar memungkinkan visualisasi yang sangat baik serta memudahkan pembuatan gambar-gambar yang diam dan
yang bergerak (Agus. 2008) f. cara pembacaan secara global Cystoscope ini memungkinkan urolog untuk mendapatkan spesimen urin dari setiap ginjal untuk mengevaluasi fungsinya. Cup forceps dapat dimasukkan melalui cystoscope untuk biopsi. 7) BIOPSY a. Definisi Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil didaerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan mendapatkan specimen
bagi
pemeriksaan
mikroskopik
electron
serta
imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus.Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksaan koagulai perlu dilakukan terlih dahulu untuk mengidentifikasi setiap risiko terjadinya perdarahan pasca biopsi. Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal. Deteksi kerusakan ginjal kemudian dilakukan dengan memeriksa sel-sel ini dengan mikroskop. Biopsi ginjal dilakukan untuk mendiagnosis dan memantau kondisi tertentu ginjal. Misalnya, radang ginjal yang dapat disebabkan oleh beragai penyebab atau kanker ginjal. Hal ini juga digunakan untuk memantau transplantasi ginjal. b. Indikasi 1. Proteinuria Proteinuria dengan gangguan asimtomatik
>
2
g/24
jam
fungsi tanpa
ginjal
dan
tergantung
proteinuria
fungsi
ginjal
merupakan indikasi biopsi ginjal. Demikian juga proteinuria > 2 g/24 jam dengan kerusakan yang mungkin dapat diobati seperti lupus nefritis atau nefropati membranosa. Keuntungan biopsi ginjal pada pasien-pasien yang non nefrotik proteinuria masih diperdebatkan. 2. Sindrom nefrotik Sindrom nefrotik pada orang dewasa (proteinuria > 3 g/24 jam, albumin < 3,5 g/L dan edema) merupakan indikasi untuk biopsi ginjal tanpa adanya penyakit-penyakit sistemik. Bentuk yang paling sering
dijumpai
antara
lain
glomerulonefritis
membranosa,
glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati, glomerulonefritis membranoproliferatif, nefropati lgA, amiloidosis, dan lesi minimal. 3. Proteinuria persisten dan hematuria Biopsi ginjal hanya dilakukan pada pasien-pasien yang jelas mengalami gangguan fungsi ginjal. Selain itu juga dilakukan biopsi pada pasien-pasien yang mengalami hematuria lebih dari 6 bulan, episode gross hematuria, dan adanya riwayat hematuria pada keluarga. 4. Gagal ginjal akut Bila penyebab gagal ginjal akut tidak jelas dan setelah dilakukan pengobatan suportif selama 3-4 minggu tidak terjadi perbaikan, tindakan biopsi ginjal perlu dilakukan untuk mencari penyebab dan membedakan antara nekrosis tubular akut dengan penyakit ginjal lain yang memerlukan pengobatan lebih spesifik dan tepat. Biopsi juga diperlukan pada pasien-pasien dengan adanya silinder sel darah merah, penyakit anti glomerular basement membrane dan poliarteritis mikroskopik. 5. Penyakit sistemik Beberapa penyakit sistemik sering melibatkan ginjal seperti DM, SLE, Schonlein Henoch Purpura, poliarteritis nodosa, sindrom Good Pasture, Wagener’s granulomatosis dan disproteinuria. Tindakan biopsi
diperlukan
untuk
memastikan
diagnosis
dan
untuk
mengetahui sejauh mana keterlibatan ginjal, juga sebagai petunjuk untuk pengobatan. 6. Gagal ginjal kronik dengan ukuran ginjal normal Biopsi dalam hal ini tidak membantu untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, akan tetapi dapat membantu prognosis dan rencana pengobatan. 7. Allograf transplan Sangat berguna untuk membedakan bentuk-bentuk rejeksi yang terjadi dengannekrosis tubular akut, obat-obatan pencetus nefritis interstisial atau nefrotoksisitas infark hemoragik dan denovo glomerulonefritis berulang. c. Kontraindikasi Ginjal soliter atau ginjal ektopik (kecuali alograf transplan), ginjal horse shoe, kelainan perdarahan yang tak dapat diatasi, hipertensi berat yang tak terkendali, neoplasma ginjal, infeksi ginjal akut, ginjal yang kecil, ginjal obstruksi, nefropati refluks. d. persiapan alat Perlak
Alkohol Handscoon Masker Biopsi set Bengkok Kasa Plester e. prosedur pelaksanaan Sebelum biopsi ginjal dilaksanakan iasana dilakukan tes darah untuk memeriksa seberapa besar potensi darah akan menggumpal. Pemeriksaan darah dilakukan untuk memastikan pasien ang akan diambil sampelnya tidak lagi mengalami perdarahan setelah proses biopsi. • Pasien dipuasakan selama 6-8 jam sebelum pemeriksaan. • Set infus dipasang. • Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan spesimen pasca biopsi. • Jika akan dilakukan biopsi jarum, pasien dianjurkan menhan napas (untuk mencegah gerakan ginjal) ketika jarum biopsi ditusukkan. • Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi ditempatkan dalam posisi berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakkan di bawah perut. • Kulit pada lokasi biopsi diinfiltrasi dengan preparat anastesi lokal. • Jarum biopsi ditusukkan tepat di sebelah dalam kapsula ginjal pada kuadran ginjal sebelah luar. Lokasi jarum dapat dipastikan melalui fluroskopi atau ultrasound dengan menggunakan teknik khusus. • Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang kecil di daerah ginjal f.
sehingga ginjal dapat dilihat secara langsung. cara pembacaan secara global a. Makroskopis Terdapat dua keping jaringan panjang s cm, diameter 0,2 cm dan panjang 1,5 cm, diameter 0,2 cm, warna putih. b. Mikroskopis Pada pengecatan pass jones sediaan cukup representatif (8 buah glomelurus ), glomerulus hiperseluler mesangial fokal segmental lumen kapiler tidak mengecil, diding kapiler tidak menebal, tubulus dilapisi epitel kuboid selapis, sebagian kolumner bersilia, tidak mengandung
hiyalin
cast stroma intestinal
sebagian
vibrotik
vaskuler tidak sklerotik. g. peran perawat di tahap pre-intra-dan post Pre biopsi Memberi tahu pasien untuk tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi pembekuan darah seperti aspirin dan warfarin paling tidak selama satu minggu sebelum proses biopsi.
Jika pasien memerlukan obat untuk penyakit lain, lakukan
konsultasi dengan dokter. Menyiapkan inform consent untuk persetuuan dengan pasien
terhadap tindakan. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Intra biopsi Membantu peralatan yang dibutuhkan dokter saat melakukan operasi Memantau monitor media operasi Melakukan injeksi bius dan pengecekan darah pasien Post biopsi Merapikan peralatan pasca operasi Mengevaluasi pasien pasca biopsi Memantau kondisi pasien
GLUMERULONEPHRITIS KRONIS a. Definisi Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa
penyakit,
dimana
terjadi
kerusakan
glomeruli
dan
kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen
dari penyakit
dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadangkadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens, 1993, page.1496) Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam
beberapa
waktu
beberapa
bulan/tahun,
karena
setiap
eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997) Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat
glomerulonefritis
yang
sudah
berlangsung
lama.
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang biasanya bersifat ireversibel. b. Klasifikasi A. Batasan penyakit ginjal kronik Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: - Kelainan patologik - Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
c.
Etiologi 1. Glomerulonefritis akut 2. Pielonefritis 3. Diabetes mellitus 4. Hipertensi yang tidak terkontrol 5. Obstruksi saluran kemih 6. Penyakit ginjal polikistik 7. Gangguan vaskuler 8. Lesi herediter 9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri) 10. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut. ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
d. Patofisiologi
e. manifestasi klinis 1. Kardiovaskuler Hipertensi Pembesaran vena leher Pitting edema Edema periorbital Friction rub pericardial 2. Pulmoner Nafas dangkal Krekels Kusmaul Sputum kental dan liat 3. Gastrointestinal o Konstipasi / diare o Anoreksia, mual dan muntah o Nafas berbau amonia o Perdarahan saluran GI o Ulserasi dan perdarahan pada mulut 4. Muskuloskeletal Kehilangan kekuatan otot Kram otot Fraktur tulang 5. Integumen Kulit kering, bersisik Warna kulit abu-abu mengkilat Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar Pruritus Ekimosis 6. Reproduksi Atrofi testis Amenore ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1450) f. Pemeriksaan diagnostik 1. Urin Warna: secara abnormal warna
urin
keruh
kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak
ada urine (anuria) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1 Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+)
secara
kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada Klirens kreatinin: mungkin agak menurun Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium 2. Darah Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir SDM: menurun, defisiensi eritropoitin GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2 Protein (albumin) : menurun Natrium serum : rendah Kalium: meningkat Magnesium: meningkat Kalsium ; menurun 3. Osmolalitas serum: Lebih dari 285 mOsm/kg 4. Pelogram Retrograd: Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter 5. Ultrasonografi Ginjal : Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas 6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi: Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif 7. Arteriogram Ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa 8. EKG: Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)
Pemeriksaan Penunjang : Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul, berat jenis urin menetap
pada 1008-1012.
Pada darah
ditemukan LED, ureum, kreatinin dan fosfor serum yang meninggi serta kalsium serum yang menurun, sedangkan kalium meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan fungsi ginjal menurun. 9. Komplikasi Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis
(bila perlu). Ensefalopati
hipertensi,
merupakan
gejala
serebrum
karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun. Gagal Ginjal Akut (GGA) 10. penatalaksanaan medis a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara
akumulasi optimal
progresif,
toksin
dan
meringankan
azotemia,
memelihara
keluhan-keluhan
memperbaiki
keseimbangan
metabolisme cairan
dan
akibat secara
elektrolit
(Sukandar, 2006). 1. Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka
lama
dapat
merugikan
keseimbangan negatif nitrogen. 2. Kebutuhan jumlah kalori
terutama
gangguan
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan
tujuan
utama,
yaitu
mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3. Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). b. Terapi simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. 2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan
utama
(chief
complaint)
dari
GGK.
Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu
program
terapi
dialisis
adekuat
dan
obat-obatan
simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan
yang
diberikan
tergantung
dari
kelainan
kardiovaskular yang diderita c.Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi
elektif,
yaitu
LFG
antara
5
dan
8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya
kompartemen
dipergunakan
darahnya
adalah
ginjal
buatan
kapiler-kapiler
yang selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah
populer
Continuous
Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan
pembuatan
AV
shunting,
pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan
terapi
pengganti
ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis
hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan
obat
imunosupresif
untuk
mencegah reaksi penolakan Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
11.Askep A. Pengkajian 1. Keadaan umum 2. Riwayat Identitas anak:
nama,
usia,
alamat,
telp,
tingkat
pendidikan, dll. Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya
anak sakit seperti ini Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang
sering
dialami,
imunisasi,
hospitalisasi
sebelumnya, alergi dan pengobatan. Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau
bermain, dan pola eliminasi. 3. Riwayat penyakit saat ini: Keluhan utama Alasan masuk rumah sakit Faktor pencetus Lamanya sakit 4. Pengkajian sistem Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar
dada (adanya edema ). Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.
Sistem
wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung. Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku
pernafasan
:
kaji
pola
bernafas,
adakah
( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn
tumbang?
Kaji
pula
fungsi
sensori,
fungsi
pergerakan dan fungsi pupil. Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali / splenomegali, adakah mual,
muntah. Kaji kebiasaan buang air besar. Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna
dan jumlahnya. 5. Pengkajian keluarga Anggota keluarga Pola komunikasi Pola interaksi Pendidikan dan pekerjaan Kebudayaan dan keyakinan Fungsi keluarga dan hubungan B. Diagnosa Keperawatan Gangguan perfusi
jaringan
b/d
retensi
air
dan
hipernatremia Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume
urine, retensi cairan dan natrium Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia Gangguan istirahat/tidur b/d edema
C. Intervensi 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia Kriteria / Evaluasi:
Klien akan menunjukkan perfusi
jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia. Intervensi : a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut. Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan menentukan intervensi selanjutnya. b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction. Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya c.
perfusi oksigen ke otak Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien.
Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal d. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam). Rasional: Monitor sangat perlu karena
perluasan
volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah e.
meningkat. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam. Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan
f. 2.
intervensi selanjutnya. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume
urine, retensi cairan dan natrium Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 2 ml/kg BB/jam. Intervensi: Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam. Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan output urine merupakan
indikasi munculnya gagal ginjal. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan
pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide. Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia,
yang membutuhkan penanganan pemberia potassium. Monitor dan catat intake cairan. Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan
cairan
dan
penurunan
laju
filtrasi
glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake
sodium. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan
protein
sebagai
indikasi
adanya
penurunan perfusi ginjal. Monitor hasil tes laboratorium Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal.
3.
Perubahan
status
nutrisi
(kurang
dari
kebutuhan)
berhubungan dengan anorexia. Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%. Intervensi : Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi. Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih
cocok dan menyediakan kalori essensial. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi
sering,
termasuk makanan kesukaan klien. Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati
makanannya,
dengan
menyajikan
makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu
makan. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order. Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk
membatasi pemasukan cairan 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue. Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan
adanya
peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas. Intervensi : Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas. Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan
stress pada ginjal. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas
yang
menantang
perkembangan klien.
sesuai
dengan
Rasional: Jenis aktivitas
tersebut akan menghemat penggunaan energi
dan mencegah kebosanan. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien
agar
tidak
dilakukan
pada
saat
klien
sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari. Rasional:
Tingkatan
dalam
perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. 5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan immobilisasi dan
edema.
Kriteria
/
Evaluasi:
Klien
dapat
mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik. Intervensi: Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien Rasional: Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit. Bantu merubah posisi tiap 2 jam. Rasional: Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki
sirkulasi, penurunan resiko terjadi kerusakan kulit. Mandikan klien tiap hari dengan sabun mengandung pelembab. Rasional: Deodoran /
sabun
berparfum
yang dapat
menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan
kulit. Dukung / beri sokongan dan elevasikan ekstremitas
yang mengalami dema. Rasional: Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN. Jakarta: Salemba Medika. Anonym.2011.GLOMERULONEFRITISKRONIS http://dinkes.banyuasinkab.go.id/index.php/artikel-kesehatan/124glomerulonefritis-kronis-nefrologi-anak-.html. Diakses pada tanggal 15 April 2012. Grasso,
Schwartz,
2012.
Contraindications
Uteroscopy.
http://emedicine.medscape.com/article/451329-overview#a05. Diakses 7 Juni 2013. Baradero, Mary; Layrit, Mary Wilfrid & Siswandi, Yakobus. 2009 . Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Berman, Synder, Kozier, Erb. 2009. Buku ajar praktik keperawatan klinis edisi 5. Jakarta: EGC. Burgoyne, 2007. Renal Biopsy: A Nursing Perpective. Ren Soc Aust J 2(1) 19-23. Epsom, 2006. Renal unit protocol for the nursing care & management of a renal biopsy. NHS trust University Hospitals.
Johnson, Ruth., Taylor, Wendy., 2005. Buku ajar praktik kebidanan. Jakarta: EGC. Harris, Alison., Charles V.Z., Iain, D., et al. 2001. CT Findings in Blunt Renal Trauma. Canada: The Journal of Continuing Medical Education in Radiology. Kee, Joyce Lefever. 2013. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES PENYAKIT EDISI 6. Jakarta: EGC.