Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: Uin Press. 2008. Hal. 124
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa. 1987. Hal. 244
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 126
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 127
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja'far Shodiq. Jakarta: PT Lentera Basritama. 2001. Hal. 329
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 251
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 259
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 128
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 249
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja'far Shodiq. Hal. 330
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 128
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Imam Ja'far Shodiq. Hal. 331
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 273
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Hal. 129
Yusuf Qardhawi. Hukum Zakat. Hal. 295
A. Pengertian dan Landasan Hukum Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam galian yang berharga dan merupakn karunia Allah swt. Ia merupakan hasil bumi yang banyak manfaatnya kepada manusia sehingga dijadikan pula sebagai nilai tukar uang bagi segala sesuatu. Sementara syariat mengibaratkan emas dan perak sebagai sesuatu kekayaan alam yang hidup dan berkembang. Syariat juga telah mewajibkan kedua-duanya boleh digunakan dalam bentuk uang atau kepingan, bekas bejana, cendera mata, ukiran atau perhiasan. Zakat diwajibkan kepada pihak yang memiliki emas dan perak apabila telah mencapai satu nisab dan telah cukup haul (setahun).
Pembahasan mengenai zakat emas dan perak perlu dibedakan antara sebagai perhiasan atau sebagai uang (alat tukar). Sebagai perhiasan emas dan perak juga dapat dibedakan antara perhiasan wanita dan perhiasan lainnya, misalnya ukiran, souvenir, perhiasan pria, dan lain-lain. Dangkalnya pemahaman fungsi emas dan perak sebagai alat tukar atau mata uang menyebabkan banyaknya simpanan uang dikalangan umat islam tidak tertunaikan zakatnya.
Dasar hukum wajib zakat bagi harta kekayaan yang berupa emas, perak dan uang adalah surah at-taubah ayat 34-35:
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَايَنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ، فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَليْمٍ. يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْ، هَذَا مَاكَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ.
"….Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksaan yang pedih, pada hari dipanasakan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan."
Dua ayat diatas memperingatkan bahwa dalam emas dan perak terdapat hak Allah secara menyeluruh.
Hadist yang diriwayatkan oleh muslim dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَفِضَّةٍ لَايُؤَدِّيْ مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مَنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ، فَتُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ، فَيُرَى سَبِيْلُهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ. (رواه مسلم)
"Tiadalah bagi pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya untuk menzakatkan keduanya, melainkan di hari kiamat ia didudukkan diatas pedang batu yang lebar dalam neraka, maka dibakar didalam jahannam, disetrika dengannya pipi, kening dan punggungnya. Setiap api itu padam maka dipersiapkan lagi baginya (hal serupa) untuk jangka waktu 50 ribu tahun, hingga selesai pengadilan umat manusia semuanya, maka ia melihat jalannya, apakah ke surge ataukah ke neraka.
Semua ancaman ini akan dikenakan kepada barang siapa yang tidak menunaikan kewajiban zakat emas dan perak.
Ayat dan hadis tersebut menyatakan bahwa mengeluarkan zakat emas dan perak wajib hukumnya. Syara' telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati adalah emas dan perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun dimilikidengan penuh nishabnya, terkecuali jika emas dan perak yang baru didapati dari galian, maka tidak disyaratkan cukup satu tahun (haul). Adapun syarat-syarat pengeluarannya adalah Islam, meredeka, milik penuh, mencapai nisab, dan cukup satu tahun (haul).
Barang siapa memiliki satu nishab emas dan perak selama satu tahun penuh maka ia berkewajiban mengeluarkan zakatnya bila syarat-syarat yang lain telah terpenuhi artinya bila ditengah-tengah tahun, yang satu nishab tidak dimiliki lagi atau berkurang tidak mencapai satu nisab lagi, karena dijual atau sebab lain, berarti kepemilikan yang satu tahun itu terputus, kemudian kalau di kemudian hari genap senisab kembali karena membeli atau sebab lain pada saat itu dimulai lagi tahun yang baru, sebab tahun sebelumnya telah terputus dengan tidak genapnya satu tahun artinya genapnya satu nishab kali ini merupakan kepemilikan baru.
Apabila seseorang telah memiliki emas sejumlah nishab dan telah cukup setahun dimiliki, wajiblah atasnya mengeluarkan zakat. Dan jika tidak sampai senisab maka tidak wajib atasnya untuk zakat, kecuali jika emas yang tidak sampai senisab itu diperniagakan dan ada padanya yang menyampaikan nisabnya ataupun ada pada barang yang lain, dan wajib atasnya zakat atas nama perniagaan.
Nishab Emas dan Ukuran Zakatnya
Apabila seseorang telah memiliki sejumlah emas sejumlah senisab dan telah cukup setahun dimiliki, maka wajib atasnya mengeluarkan zakat. Apabila tidak sampai senisab, tidak wajib kecuali jika emas yang tidak sampai senisab tersebut diperdagangkan dan ada perak yang menyampaikan nisabnya ataupun barang yang lain, maka wajiblah zakat atasnama perdagangan barang yang lain.
Menurut Ibnu Mundzir sebagaimana dikutip oleh Hasbi al-Syiddiqi bahwa para ulama telah berijma bahwa apabila ada 20 mitsqal, harganya 200 dirham, sudah wajib zakat. Tegasnya nishab emas adalah 20 mitsqal. Madzhab Syafi'i, Maliki, Hanafi dan Hambali juga berpendapat bahwa senisab emas 20 misqal atau 20 dinar sama dengan 200 dirham.
Bagaimanapun juga, mata uang emas mempunyai dua nishab. Pertama adalah 20 dinar, dimana zakatnya adalah 2,5%. Jika kurang dari 20 maka tidak ada zakat, walaupun sudah lewat masa satu tahun penuh. Sedangkan nishab kedua ialah 24 dinar. Berarti jumlah yang kurang dari empat, setelah dua puluh tidak terkena zakat. Jika sudah mencapai 24, maka zakat yang dikeluarkan ialah 2,5% (24 dinar x 2,5%), yaitu tiga perlima dinar. Jika emas itu bertambah lagi dari 24, maka tidak ada zakat pada kelebihan itu sampai emas tersebut berjumlah 28 dinar. Jika sudah mencapai 28 maka zakatnya dihitung dengan cara sebagaimana tersebut diatas (yaitu dikalikan 2,5%). Demikianlah disyaratkan pertambahan 4 dinar untuk setiap kewajiban zakat berikutnya.
Adapun uang emas (dinar) tidak terdapat hadis tentang nisabnya sekuat hadis tentang perak. Oleh karena itu, nisab emas belum mencapai kesepakatan seperti halnya perak. Hanya para jumhur terbesar dari fuqaha berpendapat bahwa nisab emas adalah 20 dinar.
Hadis yang diriwayatkan dari para sahabat oleh Anas bin Malik, "saya diserahi oleh Umar mengurusi zakat, lalu memerintahkan saya memungut dari setiap 20 dinar sebesar ½ dinar, sedangkan lebihnya yang sampai berjumlah 4 dinar dipungut ½ dirham.
Hadis dari Ali bahwa kurang dari 20 dinar tidak dikenakan zakat dan cukup 20 dinar zakatnya ½ dinar, dan 40 dinar zakatnya 1 dinar, adalah hadis yang diriwayatkan sebagian sahabat sebagai hadis marfu'.
Adapun nishab emas tidak lain kecuali 85 gram dan itu karena langkahnya kuang emas dipakai sekarang ini. Maka barang siapa memiliki uang atau leburan logam emas atau uang yang menyamai 85 gram emas wajib dibersihkan atau disucikan dengan dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%.
Nishab Perak dan Ukuran Zakatnya
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa tidak ada zakat pada perak hingga berjumlah lima auqiyah. Satu auqiyah = 40 dirham. Sehingga kalu 5 auqiyah = 200 dirham. Para ulama' sepakat dalam menetapkan nishab perak ini. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Said dari Nabi saw bersabda:
ولا فى أقل من خمس أواق من الورق صدقة.
"Tak ada zakat perak yang kurang dari 5 auqiyah".
Dalam hadis muttafaq 'alaih disebutkan "tidak ada pada selain 5 auqiyah sedekah (zakat)". Dalam Al-Quran surah al-Kahfi: "Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu". Kata warq dalam hadis ini berarti dirham. Auqiyah seperti kita ketahui adalah 40 dirham, sesuai dengan nash yang masyhur dan kesepakatan kaum muslimin, sebagaimana Nawawi berkata: Lima auqiyah sama dengan 200 dirham.
Terbukti bahwa uang perak banyak beredar dan dipakai di kalangan orang-orang Arab pada masa Nabi. Oleh karena itu, hadis-hadis yang masyhur menyebutkannya dan menetapkan ukuran zakat yang dikeluarkan dan jumlah nisabnya. Maka menjadi jelaslah dirham yakni 200, atau nishab perak adalah 200 dirham.
Menurut fuqaha mata uang perak memiliki dua nisab. Pertama, 200 dirham, maka zakatnya ialah 5 dirham, yaitu 2,5%. Sedangkan yang kurang dari 200 dirham tidak terkena zakat. Nisab kedua ialah 40 dirham (setelah 200). Berarti jumlah yang kurang dari 40, setelah 200, tidak terkena zakat. Jika seluruhnya telah mencapai 240 maka zakatnya dikeluarkan setelah dikalikan 2,5%. Demikianlah disyaratkan bahwa setiap kelebihan harus mencapai 40. Dan zakatnya dihitung dengan cara sebagaimana tersebut diatas.
Campuran Emas dan Perak
Hasbi al-Shiddiqy menutip beberapa pendapat imam madzhab tentang emas dan perak yang digabung, yaitu:
Menurut Abu Hanifah dan Malik; apabila digabung perak dengan emas, sampailah dia senishab, wajiblah zakat terhadapnya.
Menurut Syafi'i, Abu Tsaur, Daud dan Ahmad; tidak digabungkan emas kepada perak. Begitu juga sebaliknya, masing-masing dihitung nisabnya sendiri-sendiri.
Menurut dzahir hadis, masing-masing dari emas dan perak, dihitung sendiri-sendiri, tidak digabungkan salah satu dari keduanya dengan yang lain.
Jika seseorang memiliki mata uang emas dan mata uang perak, dimana masing-masingnya belum mencapai nishab, tetapi jika satu dengan yang lain digabungkan maka keseluruhannya akan mencapai nisab, makadalam keadaan demikian tetap belum terkena zakat, sebab disyaratkan masing-masing emas dan perak itu mencapai nisab sendiri-sendiri.
Disyaratkan didalam nishab itu kemurnian emas atau perak dari segala macam campuran, bukan sembarang mata uang emas atau perak. Jika seseorang mempunyai uang emas atau perak yang masing-,asingnya telah mencapai nisab atau lebih, akan tetapi tercampur dengan selain emas dan perak, maka: apabila yang murninya mencapai nishab maka terkena zakat; bila tidak, maka tidak.
Syarat-Syarat Wajibnya Zakat Uang
Syariat Islam tidaklah mewajibkan zakat dalam semua bilangan daripada uang. Sedikit atau banyak. Dan tidaklah dalam setiap masa, pendek atau panjang. Dan tidak atas setiap pemiliki uang tanpa memandang tujuan dan kebutuhannya. Tapi mensyaratkan kewajiban zakat pada uang dengan syarat-syarat tertentu, seperti halnya pada syarat-syarat semua harta yang wajib dizakatkan:
Sampai Nisab
Syarat pertama adalah hendaklah uang itu mencapai nisab. Kurang dari itu dianggap harta yang sedikit dan dimaafkan. Kita ketahui di halaman sebelumnya ukuran nishab uang untuk masa sekarang ini. Dan kita telah memilih bahwa nisab uang adalah apa yang menyamakan nilai 85 gram emas, yang sama dengan 20 dinar seperti yang telah disebut oleh hadis Nabi.
Waktu wajib mengeluarkan zakat
Syarat kedua untuk mengeluarkan zakat ialah sampainya satu tahun (haul). Hal ini telah dibahas sebelumnya. Ini berarti bahwa uang tidak dikeluarkan zakatnya kecuali sekali dalam setahun. Makanya setiap habis waktu setahun, harta wajib dizakatkan.
Menurut madzhab Hanafi, sempurnanya nisab tersebut disyaratkan pada akhir tahun saja, pada permulaan tahun untuk pengikat dan pada akhir tahun untuk pewajiban zakat. Maka tidaklah menjadi masalah jika ada kekurangan antara keduanya. Seandainya harta itu rusak atau hilang seluruhnya ditengah masa tersebut maka hilanglah haul. Jika orang lain memanfaatkan maka dimulai perhitungan haul yang baru.
Menurut ulama' yang tiga, adanya nisab diibaratkan pada semua haul, berdasarkan pada hadis "Tiada zakat harta sehingga sampai haul", yakni memaksudkan perjalanan haul secara keseluruhan, karena apa yang diibaratkan pada akhir haul, dapat diibaratkan pada pertengahannya.
Bebas dari Hutang
Menjadi syarat bagi nisab uang yang diwajibkan zakatnya untuk bebas dari hutang yang menghilangkan nisab atau menguranginya.
Menurut Abu Hanifah, hutang yang mencegah wajibnya zakat adalah hutang-hutang yang padanya terdapat kebutuhan-kebutuhan dari sudut pandangan manusia, baik untuk Allah maupun untuk manusia itu sendiri.
Para ulama' berbeda pendapat tentang hutang yang ditangguhkan; apakah mencegah penunaian zakat atau tidak?
Menurut golongan Syafi'i seperti dikatakan Nawawi, hutang mencegah penunaian zakat, baik hutang terhadap Allah maupun hutang terhadap manusia.
Kelebihan dari kebutuhan pokok.
Para fuqaha dari pihak madzhab Hanafi mensyaratkan nisab melebihi kebutuhan-kebutuhan primer bagi pemiliknya. Kita menukilkan dari Ibnu Malik, bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan primer adalah apa yang pada hakikatnya dapat menghilangkan eksistensi manusia, seperti sandang, pangan, dan papan, atau apa yang dapat diduga dapat menghilangkan eksistensi tersebut pada hutang, karena sesungguhnya orang yang berhutang membutuhkan pelunasan hutangnya dengan apa yang ada ditangannya (padahal sampai nisabnya), dalam rangka mencegah (seandainya tidak membayarnya) akan dapat hilang rumah berikut peralatan peralatannya. Maka seandainya ia memiliki dirham guna membayar kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadilah ia seperti tidak mempunyai sesuatu, seperti halnya orang yang mempunyai air tapi dipakai buat menghilangkan dahaga maka boleh baginya tayammum.
Zakat Perhiasan dan lainnya
Para ulama' berbeda pendapat tentang emas dan perak yang dijadikan perhiasan. Secara umum pendapat para ulama' tersebut dapat dibagi dua, yaitu: pendapat yang mewajibkan dan pendapat yang tidak mewajibkan.
Menurut Abu Hanifah, murid-muridnya, al-Auza'i, dan al-Hasan bin hay mengatakan bahwa emas dan perak yang dijadikan perhiasan, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Hadist khusus tentang kewajiban zakat perhiasan yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya :
"Bahwa seorang wanita bersama anaknya perempuan dating kepada Rasulullah saw dan ditangan anak perempuannya itu ada dua gelang tebal dari emas. Nabi bersabda kepada perempuan itu: Apakah anda telah memberikan zakatnya ini? Perempuam itu menjawab: belum. Nabi Muhammad saw bersabda: Apakah anda gembira Allah akan member gelang anda besok pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka, sebab dua gelang ini? Kemudian perempuan itu meninggalkannya kepada Rasulullah saw seraya bersabda: Dua gelang ini untuk Allah dan Rasul-Nya".
Menurut Imam Malik, Ahmad, Ishak bin Rahawaih dan pendapat yang lebih tegas dari dua pendapat imam Syafi'i bahwa zakat perhiasan dari emas dan perak tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Asal segala sesuatu itu bebas dari tanggungan beban, selama belum berlaku dalil syar'i yang shahih. Sedangkan dalil yang seperti itu tidak ditemukan pada zakat perhiasan baik dari nash maupun qiyas terhadap asal yang mempunyai nash.
Zakat itu diwajibkan pada harta benda yang berkembang atau disiapkan untuk dikembangkan. Sedangkan perhiasan bukanlah harta yang berkembang.
Bukti-bukti dari para sahabat. Mereka tidak mengeluarkan zakat perhiasan seperti Aisyah r.a tidak menhgeluarkan zakat perhiasan anak perempuannya dan budak-budak perempuannya.
Hadist dari Jabir yang diriwayatkan oleh Naihaqi, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
ليس في الحلي زكاة.
"Tidak ada zakat pada perhiasan".
Namun apabila perhiasan tersebut digunakan untuk dikomersialkan dengan pertimbangan bahwa harga emas itu akan selalu naik dan tentunya akan menghasilkan uang, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun perhitungan zakatnya sebagai berikut:
Terlebih dagulu memabatasi bulan pada setiap tahun yang pada akhir bulan tersebut harus dapat mengeluarkan zakat.
Menghargakan perhiasan yang digunakan untuk dikembangkan itu sesuai harga pasar, yaitu perhiasan ditimbang dalam harga pergram.
Membandingkan harga perhiasan itu dengan harga emas pasaran dan harus dikeluarkan zakatnya sekitar 2,5% jika sudah mencapai nisab.
Dalam kitab Yusuf Qardhawi menyimpulkan zakat perhiasan dan lainnya sebagai berikut:
Barang siapa yang memiliki kekayaan dari emas atau perak untuk simpanan maka wajib mengeluarkan zakatnya, karena merupakan sumber untuk pengembangan dan hal itu sama aja dengan kekayaan lainnya seperti mata uang yang dikeluarkan pajaknya.
Jika kekayaan emas atau perak tersebut untuk dipakai seseorang, maka hukumnya dilihat pada macam penggunaannya; jika penggunaannya bersifat haram seperti untuk tempat-tempat emas, perak, museum, patung-patung dan penggunaan lainnya seperti untuk gelang atau kalung atau cincin atau yang lain wajib dikeluarkan zakatnya; karena hal itu telah keluar dari asal kebolehan penggunaanya, maka jatuhlah hukum kebolehannya.
Diantara pemakaian yang diharamkan adalah yang ada unsure berlebih-lebihan yang menyolok perhiasan seorang perempuan. Hal itu dapat diketahui dengan penyimpanan seorang perempuan tersebut dari kebiasaan lingkungan, zaman dan kekayaan umatnya .
Jika perhiasan tersebut dipersiapkan untuk pemakaian yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan, dan apa yang dipersiapkan untuk mereka, serta cincin perak seorang laki-laki maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena perhiasan tersebut tidak merupakan harta yang berkembang, karena merupakan diantara kebutuhan-kebutuhan manusia dan perhiasannya seperti pakaiannya, peralatannya dan kenikmatannya, dan telah dipersiapkan untuk pemakaian yang mubah maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya seperti binatang yang dipekerjakan seperti unta dan sapi.
Tidak ada perbedaan antara perhiasan mubah tersebut dimiliki oleh seorang perempuan dan dipakainya sendiri atau dipinjamkan dengan perhiasan tersebut milik seorang laki-laki dan dipakainya sendiri atau dipinjamkan atau dipersiapkan untuk itu.
Yang wajib dizakati dari perhiasan atau tempat-tempat atau museum adalah sebesar ukuran mata uang dan dikeluarkan zakatnya, sebanyak 2,5% setiap tahun dengan hartanya yang lain jika memiliki.
Hal ini dengan syarat mencapai nisab atau bersama dengan hartanya yang lain memenuhi nisab, yaitu 85 gram emas, yang mu'tabar adalah nilainya dan bukan ukurannya. Karena perbuatannya mempunyai pengaruh terhadap penambahan nilainya.