LAPORAN PENDAHULUAN SUPRAVENTIKULAR TAKIKARDI (SVT)
a. Konsep penyakit 1.1 Definisi SVT Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal (Price, 2006). 2006).
1.2 Etiologi a. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak. b. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan. c. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA) d. Takiakrdi atrium sering disebabkan keracunan digitalis e. MAT serimgkali merupakan efek samping dari PPOK, diabetes, penyakit jantung paru, dan obat-obatan pro aritmia. f. Flutter atrium dapat terjadi pasca bedah jantung, pasca infark miokard, penyakit katup mitral atau tricuspid, atau pada keadaan congenital lainnnya. g. Fibrilasi atrium : 1) 10-15% pasien pasca infark miokard 2) 30 % pasca bedah jantung terbuka, 70% pada hari kedua sampai hari keempat 3) 60% pasca penggantian katup 4) Peningkatan usia menigkatkan resiko. 5) JET disebabkan kelainan kongenital dan pasca bedah jantung. 6) AVNRT disebabkan adanya jaras ganda pada nodus AV.
7) AVRT karena adanya jaras aksesoris
1.3 Tanda dan Gejala a.
Sesak nafas, palpitasi, nyeri dada, kelelahan, berkunang-kunang, pening, ansietas
b.
Perubahan gambaran ekg, masing masing tergantung jenis aritmia SVT yang terjadi.
c.
Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
d.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
e. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat anti angina, gelisah. f.
Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi
nafas
tambahan
(krekels,
ronki,
mengi)
mungkin
ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. g.
Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
1.4 Patofisiologi Berdasarkan mekanisme
pemeriksaan terjadinya
elektrofisiologi
takikardi
intrakardiak,
supraventrikular
yaitu
terdapat
dua
Otomatisasi
(automaticity) dan Reentry. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur konduksi yang
saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.
1.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dari ventrikel takikardi adalah : a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. c. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan enteralmpa. e. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia. g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. h. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. i. Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. j. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
1.6 Penatalaksanaan Penting untuk membedakan aritmia reentry SVT berdasarkan miokard atrium ( cth: A Fib) versus aritmia pada sirkuit reentry. Karena setiap bentuk aritmia tersebut memiliki respon ayng berbeda pada terafi yang ditujukan untuk menghalangi konduksi melalui nodus AV. Denyut ventricular dari aritmia reentry beasal dari miokard atrium dapat diperlambat, tapi tidak dapat dihentikan oleh obat-obatan yang memperlambat konduksi melalui AV node. Aritmia yang salah satu tungkai sirkuit berada pada nodus AV (AVNRT atau AVRT) dapat diterminasi oleh obat-obat seperti ini. 1. Manuver vagal Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT lainnya maneuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan mebantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu m,enghentikan irama ini. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hati a. Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. Jangan melakukan pijat karotis ! b. Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda. c. Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15 detik. d. Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan
arteri
komunis
dekstra
karena
tingkat
keberhasilannya sedikit lebih baik. e. Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat-alat resusitasi karena pada kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus. 2. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antecubital) diikuti flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine dengan cara seperti di atas. 3. Penghambat kanal kalsium a. verapamil 2,5-5mg IV bolus selama 2-3 menit. Bila tidak berespon dan tidak ada efek samping obat, ob at, ulang 5-10mg dosis setiap 10-30 menit sampai total dosis 20 mg. atau dosis alternative 5 mg setiap 15 menit sampai total 30 mg.
b. diltiazem 15-20 mg ( 0,25mg/kgBB ) IV selama 2 menit, bila diperlukan
dapat
diberikan
dosis
tambahan
20-25
mg
(0,35mg/kgBB) selama 15 menit. Dosis maintenans 5mg/jam sampai 15mg/jam, titrasi sesuai heart rate. 4. Penghambat beta (metoprolol, bisoprolol, atenolol, esmolol, labetolol) 5. Obat-obat antiaritmia (amiodarone, prokainamide, sotalol) 6. Digoxin 7. Kardioversi : 50-100 joule
b. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Supraventikular Takikardi 2.1 Pengkajian a. Identitas klien, meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama, diagnosa medis, no.RM) b. Keluhan utama c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat penyakit dahulu, seperti penyakit jantung, stroke dan hipertensi e. Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian primer : a. Airway 1) Apakah ada peningkatan sekret ? 2) Adakah suara nafas : krekels ?
b. Breathing 1) Adakah distress pernafasan ? 2) Adakah hienteralksemia berat ?
3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ? 4) Apakah ada bunyi whezing ? c. Circulation 1) Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ? 2) Apakah ada takikardi ? 3) Apakah ada takipnoe ? 4) Apakah haluaran urin menurun ? 5) Apakah terjadi penurunan TD ?
6) Bagaimana kapilery refill ? 7) Apakah ada sianosis ?
Pengkajian sekunder a. Riwayat penyakit 1) Faktor risiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
2) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi 3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi 4) Kondisi psikososial
2.2 Pemeriksaan fisik a. Aktivitas : kelelahan umum b. Sirkulasi : perubahan TD (hipertensi atau hienteraltensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat. c. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis. d. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit e. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. f. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah g. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. h. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
2.3 Pemeriksaan Diagnostik a.
EKG
b.
Monitor Holter
c.
Foto dada
d.
Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan enteralmpa.
e.
Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
f.
Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
g.
Pemeriksaan tiroid
h.
Laju sedimentasi
i.
GDA/nadi oksimetri
j.
2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi. Diagnosa I: Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard. 2.1.1
Definisi Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
2.1.2
Batasan Karakteristik Perubahan frekuensi /irama jantung Bradikardia Palpitasi jantung Perubahan EKG Perubahan Preload Distensi vena jugular Edema Keletihan Murmur jantung Peningkatan BB Peningkatan CVP Perubahan Afterload Dispnea Kulit lembab Oliguria Pengisian kapiler memanjang Peningkatan PVR Peningkatan SVR Penurunan nadi perifer Perubahan Kontraktilitas Batuk Bunyi nafas tambahan Bunyi S3
Faktor yang berhubungan : Perubahan afterload Perubahan preload Perubahan frekuensi jantung Perubahan kontraktilitas
Diagnosa II: Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan kerusakan transenteralrtasi O2 melalui alveolar dan atau membran kapiler 2.2.1
Definisi Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler
2.2.2
Batasan karakteristik Subjektif Nyeri dada Dispnea Rasa seperti “akan mati” Objektif Gas darah arteri tidak normal Aritmia Bronkospasme Pengisian kapiler lebih dari 3 detik Retraksi dada Napas cuping hidung
2.2.3
Faktor yang berhubungan Perubahan afinitas Hb dengan oksigen Penurunan konsentrasi Hb dalam darah Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler Gangguan aliran arteri atau vena Hipervolemia Hipoventilasi Hpovolemia
Diagnosa III : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
2.2.4
Definisi Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
2.2.5
Batasan Karakteristik Bradipnea Dispnea Fase ekspirasi memanjang Penggunaan otot bantu pernafasan Penurunan kapasitas vital Penurunan tekanan ekspirasi Penurunan tekanan inspirasi Pernafasan cuping hidung
2.2.6
Faktor yang berhubungan Ansietas Cedera medula spinalis Disfungsi neuromuskular Disfungsi muskuloskeletal Gangguan neurologis Hiperventilasi Keletihan Nyeri Obesitas
Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 2.2.7
Definisi Ketidakcukupan energi psikologis / fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau dilakukan.
2.2.8
Batasan Karakteristik Dispnea setelah beraktivitas Keletihan Ketidaknyamanan setelah beraktvitas Perubahan EKG Perubahan frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas Perubahan tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2.2.9
Faktor yang berhubungan Gaya hidup kurang gerak Imobilitas Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tirah baring
2.3 Perencanaan Diagnosa I: Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard. 2.3.1
Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan curah jantung normal dengan kriteria hasil : TD dalam batas normal HR dalam batas normal Tidak terdapat disritmia Tidak terdapat suara jantung abnormal Tidak terdapat angina
2.3.2
Intervensi keperawatan 1)
Monitor TTV
2)
Monitor status kardiovaskuler
3)
Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi dan durasi)
4)
Monitor adanya perubahan tekanan darah
5)
Auskultasi suara jantung klien
6)
Anjurkan untuk istirahat
7)
Kolaborasi pemberian obat antiaritmia
Diagnosa II: Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan kerusakan transenteralrtasi O2 melalui alveolar dan atau membran kapiler 2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam, diharapkan perfusi jaringan kardiopulmonal efektif dengan kriteria hasil
TTV dalam batas normal Perfusi jaringan perifer JVP tidak tampak Edema perifer tidak muncul Kelemahan ekstrim tidak ada Intake dan output seimbang 2.3.2 Intervensi Keperawatan : 1)
Monitor intake dan output
2)
Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi O2
3)
Monitor kemampuan aktivitas pasien
4)
Anjurkan untuk cukup istirahat
5)
Monitor balance cairan
6)
Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
Diagnosa III : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada. 2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas efektif, dengan kriteria hasil : RR dalam batas normal Tidak terdapat suara nafas tambahan Tidak terdapat dyspnea Tidak terdapat nafas pendek 2.3.4 Intervensi keperawatan : 1)
Enteralsisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
2)
Monitor RR klien
3)
Auskultasi suara nafas klien
4)
Monitor respirasi dan status O2
5)
Berikan terapi O2
Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan aktivitas klien meningkat, dengan kriteria hasil :
HR dalam batas normal RR normal Tekanan darah sistol normal Tekanan darah diastol normal EKG dalam batas normal 2.3.6 Intervensi keperawatan 1)
Rencanakan dan jadwalkan periode istirahat dan tirah baring yang cukup dan adekuat.
2)
Pantau resenteran kardiopulmonal sebelum dan sesudah beraktivitas
3)
Minimalkan kerja kardiovaskuler dengan memberikan enteralsisi setengah duduk
4)
Monitor RR, HR, dan tekanan darah
5)
Ajarkan klien bagaimana menggunakan teknik mengontrol pernafasan
III. Daftar Pustaka McCloskey, J. & Gloria M. B. (2000). Nursing Nursing Outcome Classificatian (NOC).Second Ed. New York : Mosby. Mosb y. McCloskey, J. & Gloria M. B..(2005). Nursing Intervention Classificatian (NIC).Second Ed. New York : Mosby. NANDA. (2012). Diagnosis (2012). Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC. Santoso Karo karo. (1996). Buku (1996). Buku Ajar Kardiologi. Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sudoyo,D Arua, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit . Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Preseptor Akademik,
Banjarmasin, Agustus 2017 Preseptor Klinik,
(Izma Daud, Ns., M.Kep)
(Ns. Lukmanul Hakim., M.Kep)