BLOCKING AND CONFOUNDING IN THE 2k FACTORIAL DESIGN
Oleh : Muhammad Ghazali Adiba Feni Ira Puspita
(1311.201.006) (1311.201.022) (1311.201.027)
Dosen Pengajar : Dr. Sutikno
JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
BLOCKING AND CONFOUNDING IN THE 2 k FACTORIAL DESIGN 1,2,3
M.Ghazali1 Adiba2 Feni Ira Puspita3 Mahasiswa Pasca Sarjana Statistika ITS Surabaya 2011
ABSTRAK Rancangan percobaan faktorial 2 k dapat dilakukan secara lengkap apabila keadaannya homogen. Jika kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan semua kemungkinan perlakuan misalnya adanya keterbatasan biaya, bahan, dan alat maka dibutukan metode yang lebih baik pada rancangan awal faktorial. Percobaan yang menggunakan satu kali pengulangan dengan kondisi yang memungkinkan dapat digunakan metode pengelompokan (blocking). Apabila keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan satu pengulangan secara lengkap dalam satu blok maka dapat dilakukan metode pembauran (confounding). Terdapat tiga metode penyusunan pembauran (confounding) yaitu dengan Plus Minus (Plus Minus Methods), Kombinasi Linear (Linear Combination) dan the group-theoretic of principal block . Kata-kata kunci : rancangan faktorial 2 k , metode pengelompokan (blocking), metode plus minus, kombinasi linear, the group-theoretic of principal block
1. Pengelompokan Rancangan Faktorial dengan Pengulangan Peneliti seringkali dihadapkan pada keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan percobaan rancangan faktorial 2k pada kondisi yang homogen. Ketidakhomogenan Ketidakhomogenan ini dapat terjadi karena adanya keterbatasan biaya, bahan, alat sehingga tidak memungkinkan semua perlakuan dilakukan pada satu alokasi saja (batch (batch ). ). Jika terdapat k percobaan dengan n kali pengulangan, pengulangan, karena batch yang digunakan tidak cukup untuk menjalankan semua kemungkinan percobaan, maka dibutuhkan lebih dari satu batch . Ketidakhomogenan Ketidakhomogenan yang mungkin terjadi adalah material percobaan antar batch atau batch atau batch nya sendiri beda kualitasnya. Sehingga batch dianggap sebagai kelompok/blok dalam rancangan faktorial 2k . Teknik rancangan yang digunakan dalam situasi ini adalah blocking . Percobaan faktorial 2k dengan pengulangan ‘n’ kali dan kondisi lingkungan tidak homogen, maka dijadikan sebagai kelompok/blok kelompok/bl ok dan setiap pengulangan dijalankan dijalank an pada setiap blok/kelompok tersebut. Tabel 1 merupakan contoh rancangan faktorial 22 yang dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Tabel 1. Percobaan Rancangan Faktorial 22 dalam Tiga Blok
Total
(1) = 28 a = 36 b = 18 ab = 31
(1) = 25 a = 32 b = 19 ab = 30
(1) = 27 a = 32 b = 23 ab = 29
B1= 113
B2 = 106
B3 = 111
Tabel 2. Analysis of Variance Rancangan Faktorial vs Rancangan Blok Faktorial Blocking 2k dalam Rancangan Faktorial
Rancangan Faktorial
Source Sum of of Squares Variation
df
Mean Square
F0
P-value
Source Sum of of Squares Variation
df
6.5
2
3.25
Mean Square
F0
P-value
A
208.33
1
208.33
53.15
0.0001
Blocks
B
75
1
75
19.13
0.0024
A
208.33
1
208.33
50.32
0.0004
AB
8.33
1
8.33
2.13
0.1826
B
75
1
75
18.12
0.0053
Error
31.34
8
3.92
AB
8.33
1
8.33
2.01
0.206
Total
323
11
Error
4.14
6
4.14
Total
323
11
Tabel 2 menunjukkan bahwa akibat yang hasilkan dari pengelompokan/blok terhadap rancangan 22 faktorial sangat signifikan. SSE semakin kecil karena pengurangan hasil dari pengelompokkan/blok. Nilai F0 untuk blok tidak dihitung, karena sudah dipastikan signifikasinya menyebabkan variabilitas data. Derajat bebas dari tiga blok rancangan 22 faktorial pada Tabel 2 adalah dua. Berdasarkan Tabel 2, perhitungan blok menghasilkan nilai efek dari blok yang relatif kecil. SS Blok = 31 =
2 4
−
2 …
12
(113)2 + (106)2 + (111)2 4
−
(330)2 12
= 6.50 2. CONFOUNDING Pada rancangan kelompok/blok faktorial 2k jika blok tidak cukup menampung semua kemungkinan pengulangan dalam satu kelompok/blok, maka diperlukan metode rancangan percobaan khusus. Tujuannya untuk menyusun percobaan faktorial secara lengkap dengan ukuran blok lebih kecil daripada ukuran kombinasi perlakuan dalam satu kali pengulangan, metode ini biasa disebut pembauran (confounding ). Metode pembauran menyebabkan informasi tentang efek pasti perlakuan (biasanya yang memiliki interaksi paling besar) tidak dibedakan dari kelompok/blok. Terdapat tiga metode menyusun confounding yaitu metode plus minus (Plus Minus Methods ), kombinasi linear (Linear Combination ) dan the group- theoretic of Principal Block. 2.1 CONFOUNDING DALAM DUA PENGELOMPOKAN/BLOK 2.1.1 Tabel Plus Minus Jika pada percobaan rancangan 22 faktorial akan dibagi menjadi 2 blok, maka 4 perlakuan yang mungkin terjadi akan dibagi menjadi 2 blok dengan masing-masing berisi 2
perlakuan, dan confounding -nya adalah interaksi AB. Efek faktorial yang memiliki tanda sama akan bergabung ke dalam blok yang sama. Seluruh perlakuan bisa menjadi confounding, namun biasanya yang menjadi confounding adalah yang memiliki order interaksi terbesar, karena tidak mungkin seorang peneliti melakukan percobaan dengan confounding yang berbeda-beda untuk mendapatkan hasil terbaik. Misalnya pada rancangan faktorial 22, yang dijadikan confounding -nya adalah perlakuan AB dan pada rancangan faktorial 23, confounding -nya adalah ABC. Namun tidak dapat dipungkiri apabila yang dijadikan confounding yaitu efek yang lain. Misalnya untuk rancangan faktorial 22 menggunakan confound A dan B, sedangkan pada rancangan faktorial 23 menggunakan confound A,B, C. AB, AC, BC. Rancangan faktorial 22 pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa pengelompokan dilihat dari tanda plus minus perlakuan dibawah sel faktorial efek yang menjadi confounding AB. Perlakuan yang memiliki tanda yang sama plus (+) dimasukkan pada kelompok/blok yang sama blok I ((1), ab ) sedangkan perlakuan yang memiliki tanda yang lain minus (- ) dimasukkan dalam kelompok/blok II (a, b ). BLOK 1
BLOK 2
(1)
a
ab
b
Gambar 1. Rancangan Faktorial 22 dalam Dua Blok Tabel 3. Tabel Plus Minus Gambar 1 Rancangan Faktorial 22 dalam Dua Blok
Treatment Combination (1) a b ab
Factorial Effect A B + + + +
I + + + +
AB + +
Sedangkan pada rancangan faktorial 23 perlakuan yang memiliki tanda yang sama pada sel di bawah efek faktorial yang menjadi confounding ABC dimasukkan pada kelompok/blok yang sama. Perlakuan yang memiliki tanda yang sama minus (-) dimasukkan pada kelompok/blok yang sama blok I ((1), ab, ac, bc ) sedangkan perlakuan yang memiliki tanda plus (+) dimasukkan dalam kelompok/blok II (a, b, c, abc ).
BLOK 1 (1)
BLOK 2
ab
b
ac
c
bc
abc
a
Gambar 2. Rancangan Faktorial 23 dalam 2 Blok
Tabel 4 Tabel Plus Minus Rancangan Faktorial 23 dalam Dua Blok
Treatment combination (1) a b ab c ac bc abc 2.1.2
I + + + + + + + +
A -
Factorial effect AB C AC + + + + + + + + + + + +
B + + + +
+
+
+
+
BC + + + +
ABC + + + +
blok blok blok blok blok blok blok blok
1 2 2 1 2 1 1 2
Kombinasi Linear / Defining contrast
Metode lain yang dapat digunakan dalam membentuk blok pada rancangan percobaain ini adalah metode kombinasi linear (defining contrast ). Misalnya, pada rancangan faktorial 23 dimana xi adalah level dari faktor ke-i pada kombinasi perlakuan. αi adalah eksponen dari faktor ke-i dalam efek yang dibaurkan. L = α1x1 + α2x2 + . . . + αk xk
Jika x1 merujuk pada A, x2 merujuk pada B dan x3 merujuk pada C dan α1 = α2 = α3 = 1. Sehingga kombinasi linear/defining contrast nya sebagai berikut. L = x1 + x2 +x3 Untuk perlakuan (1) (000) :
L = 1(0) + 1(0) + 1(0) = 0
Untuk perlakuan a (100)
:
L = 1(1) + 1(0) + 1(0) = 1
Untuk perlakuan b (010)
:
L = 1(0) + 1(1) + 1(0) = 1, dan seterusnya.
Perlakuan (1) dan a akan berada pada blok berbeda karena memiliki nilai berbeda. Setiap perlakuan yang memiliki nilai L (mod 2) yang sama akan ditempatkan pada blok yang sama. Hasil blok yang didapatkan adalah : BLOK I : (1), ab, ac, bc BLOK II : a, b, c, abc 2.1.3 The Group-Theoretic Of Principal Block Metode ketiga adalah the group-theoretic of Principal Block . Metode pembentukan blok ini didasarkan pada blok yang memuat perlakuan (1). Kemudian perlakuan dalam blok tersebut membentuk sebuah group yang berkenaan dengan perkalian mod 2. Sebagai contoh desain principal block dari rancangan faktorial 23 dengan ABC confounded , maka : ab.ac ab.bc ac.bc
= a 2 bc = bc = ab 2 c = ac = abc 2 = ab
BLOK I + (1) hasilnya digunakan untuk mendapatkan blok II
b. b. b. b.
(1) ab ac bc
= = = =
b a abc c
BLOK II
2.2 CONFOUNDING 2k FAKTORIAL DALAM EMPAT PENGELOMPOKAN Dalam penelitian yang melibatkan jumlah faktor besar , k ≥ 4 dan ukuran blok kecil, maka rancangan faktorial 2k dapat dibentuk menjadi confounding dalam 4 blok dengan 2k-2 observasi dalam setiap bloknya. Misalkan kita memiliki rancangan faktorial 25 dan setiap blok hanya mampu menampung 8 perlakuan, maka 4 blok disusun. Metode penyusunan blok dengan metode plus minus tidak dapat berlaku. Yang memungkinkan hanya metode kombinasi linear/defining contras dan the group-theoretic of principal block . 2.3.1
Metode Kombinasi Linear
Sebagai contoh ambil dua effect confounded dengan block, misalkan ADE dan BCE. Maka akan terbentuk defining contrast nya sebagai berikut : L1 = x1 + x4 + x5 L2 = x2 + x3 + x5 Kita akan memiliki 4 kombinasi yang nantinya menjadi penentuan blok antara L1 dan L2, yakni (0,0)/blok 1, (1,0)/blok 2, (0,1)/blok 3 dan (1,1)/blok 4. (1): (L1,L2) = (0,0) -----> blok 1 a : (L1,L2) = (1,0) -----> blok 2 b : (L1,L2) = (0,1) -----> blok 3 c : (L1,L2) = (0,1) -----> blok 3 ... abcde : (L1,L2) = (1,1) -----> blok 4 Dibutuhkan satu efek lagi yang confounded dalam blok, karena jika blok yang ingin dibentuk sebanyak empat, maka akan didapatkan tiga derajat bebas. Sedangkan confounding yang dimiliki ADE dan BCE masing-masing hanya memiliki satu derajat bebas, satu lagi efek dengan satu derajat bebas harus dibaurkan. Untuk mendapatkan confounded tambahan dapat dilakukan dengan cara Generelized Interaction antara dua confounded yang sudah ada, yaitu ADE dan BCE dengan melakukan perkalian diantara keduanya, maka efek ABCD juga confounded dalam kelompok/blok. Sehingga sekarang dimiliki 3 confounded with Block , yakni ADE, BCE dan ABCD. (ADE)(BCE) = ABCDE2 = ABCD
Blok 1
Blok 2
Blok 3
Blok 4
(1) ad bc abcd abe ace cde bde
a be d abde abc ce bcd acde
b abce abd ae c bcde acd de
e abcde ade bd bce ac ab cd
Gambar 3 Rancangan Faktorial 25 dalam Empat Blok ADE, BCE, ABCD Confounded
2.3.2 Metode The Group Theoretic Principal Block Metode The Group Theoretic Principal Block juga dapat digunakan pada contoh rancangan faktorial 25. Berdasarkan Gambar 3, principal block (1) masuk pada kelompok/blok I dan produk kombinasi dua perlakuan menghasilkan perlakuan yang lain. ad . bc = abcd abe . bde = ab 2 de 2 = ad ; dan seterusnya Blok yang lain dicari dengan mengalikan anggota principal block dengan salah satu perlakuan bukan anggota principal block . b . (1)= b ; b . abc = ac ; b . bde=de ; dan seterusnya 2.3 CONFOUNDING 2k FAKTORIAL DALAM 2p KELOMPOK/BLOK Pada bab sebelumnya, semua kemungkinan observasi perlakuan rancangan faktorial 2 confounded dalam 2-4 kelompok/blok. Saat ini dapat diperluas dengan menggunakan 2p kelompok/blok (p
2.5
PARTIAL CONFOUNDING
Subbab sebelumnya digunakan untuk rancangan faktorial 23 dengan 2 blok dimana ABC dijadikan confounded dengan replikasi n =4. Informasi pada interaksi ABC tidak dapat diperoleh kembali/diabaikan karena menjadi blok pada setiap pengulangannya (completely confounded ). Berdasarkan pembahasan Confounding 2k faktorial dalam 2p kelompok/blok dimana effect confounding lebih dari satu, maka dapat dilakukan perbedaan confounded pada setiap pengulangan, sehingga informasi confounded tidak diabaikan. Contoh confounding 23 faktorial dalam 2 kelompok/blok dan pengulangan n=4 kali, pada setiap pengulangan confounded dengan sebuah confounded berbeda-beda/partially confounded . Replikasi 1 Conf. ABC (1) ab ac bc
a b c abc
Replikasi 2 Conf. AB (1) c ab abc
a b ac bc
Replikasi 3 Conf. BC (1) b bc abc
b c ab ac
Replikasi 4 Conf. AC (1) b ac abc
a c ab bc
Gambar 4. Confounding Berbeda dalam Rancangan 2 3
Gambar 4 menunjukkan bahwa rancangan 23 dengan pengulangan n = 4 kali dengan confounded berbeda-beda pada setiap pengulangannya. Hal ini menyebabkan elemenelemen perlakuan pada setiap kelompok menjadi berbeda. Pada pengulangan I, ABC menjadi confounded ; pengulangan II, AB sebagai confounded ; pada pengulangan III, BC sebagai confounded ; pada pengulangan IV, AC sebagai confounded . Perhitungan sum square interaksi adalah hanya data pengulangan yang tidak confounded yang digunakan. Misalkan interaksi ABC hanya dihitung pada pengulangan II, III dan IV, karena pada pengulangan I sebagai confounded . Demikian juga AB hanya diperhitungkan pada pengulangan I, III dan IV, karena pada pengulangan II sebagai confounded dan seterusnya. 3.
Kelebihan dan Kelemahan Confounding
•
•
•
•
•
•
Berikut ini adalah kelebihan dari metode confounding : Dapat mengurangi kesalahan eksperimental cukup dengan stratifikasi bahan percobaan dalam homogen subset atau subkelompok. Variasi yang dibuang dari blok tak lengkap dengan replikasi menghasilkan Mean Square Error yang lebih kecil jika dibandingkan Randomized Completely Block Design . Kekurangan dari metode confounding adalah sebagai berikut : Peningkatan ketepatan diperoleh pada biaya pengorbanan informasi (parsial atau lengkap) pada interaksi relatif tidak penting tertentu. Kontras confounded direplikasi lebih sedikit daripada kontras lainnya, maka informasi yang seharusnya dapat tersampaikan akan hilang karena jumlah replikasinya dikurangi. Perhitungan aljabar biasanya lebih sulit dan analisis statistik yang kompleks, terutama ketika beberapa unit (pengamatan) yang hilang. Sejumlah masalah muncul jika perlakuan berinteraksi dengan blok.
Tabel 5 Susunan Kelompok/Blok untuk Rancangan Faktorial 25 Number of Factor, k 3 4
5
6
7
Number of Block, 2 p 2 4 2 4 8 2 4 8 16 2 4 8 16
4 2 8 4 2 16 8 4 2 32 16 8 4
ABC AB, AC ABCD ABC, ACD AB, BC, CD ABCDE ABC, CDE ABE, BCE, CDE AB, AC, CD, DE ABCDEF ABCF, CDEF ABEF, ABCD, ACE ABF, ACF, BDF, DEF
32 2 4 8 16
2 64 32 16 8
AB, BC, CD, DE, EF ABCDEFG ABCFG, CDEFG ABC, DEF, AFG ABCD, EFG, CDE, ADG
32
4
ABG, BCG, CDG, DEG, EFG
64
2
AB, BC, CD, DE, EF, FG
Block Size 2 k-p
Effect Chosen to Generate the Block
Interaction Confounded With Block ABC AB, AC, BC ABCD ABC, ACD, BD AB, BC, CD, AC, BD, AD, ABCD ABCDE ABC, CDE, ABDE ABE, BCE, CDE, AC, ABCD, BD, ADE Semua interaksi 2 dan 4 faktor (15 efek) ABCDEF ABCF, CDEF, ABDE ABEF, ABCD, ACE, BCF, BDE, CDEF, ADF ABF, ACF, BDF, DEF, BC, ABCD, ABDE, AD, ACDE, CE, BDF, BCDEF, ABCEF, AEF, BE Semua interaksi 2, 4 dan 6 faktor (31 efek) ABCDEFG ABCFG, CDEFG, ABDE ABC, DEF, AFG, ABCDEF, BCFG, ADEG, BCDEG ABCD, EFG, CDE, ADG, ABCDEFG, ABE, BCG, CDFG, ADEF, ACEG, ABFG, BCEF, BDEG, ACF, BDF ABG, BCG, CDG, DEG, EFG, AC, BD, CE, DF, AE, BE, ABCD, ABDE, ABEF, BCDE, BCEF, CDEF, ABCDEFG, ADG, ACDEG, ACEFG, ABDFG, ABCEG, BEG, BDEFG, CFG, ADEF, ACDF, ABCF, AFG Semua interaksi 2, 4, 6 faktor (63 efek)
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 9
CONTOH : Diketahui : Penelitian dengan rancangan faktorial 2 3 untuk mengetahui dampak tinggi isian minuman bersoda. Tiga faktor persentase karbonasi (A), tekanan (B) dan kecepatan lini (C) digunakan untuk mengetahui tinggi isian tersebut. Apabila setiap batch hanya mampu untuk mengukur empat tes perlakuan, sehingga setiap pengulangan rancangan 23 harus dijalankan dalam dua kelompok/blok. Jika dilakukan percobaan dengan dua pengulangan, dengan ABC sebagai confounded pada pengulangan I dan AB sebagai confounded ada pengulangan II. Data yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Replikasi 1 Conf. ABC
Replikasi 2 Conf. AB
(1)= -3 ab = 2 ac =2 bc = 1
(1)= -1 c=0 ab = 3 abc = 5
a =0 b = -1 c = -1 abc = 6
a=1 b=0 ac =1 bc = 1
CONTOH : Diketahui : Penelitian dengan rancangan faktorial 2 3 untuk mengetahui dampak tinggi isian minuman bersoda. Tiga faktor persentase karbonasi (A), tekanan (B) dan kecepatan lini (C) digunakan untuk mengetahui tinggi isian tersebut. Apabila setiap batch hanya mampu untuk mengukur empat tes perlakuan, sehingga setiap pengulangan rancangan 23 harus dijalankan dalam dua kelompok/blok. Jika dilakukan percobaan dengan dua pengulangan, dengan ABC sebagai confounded pada pengulangan I dan AB sebagai confounded ada pengulangan II. Data yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Replikasi 1 Conf. ABC
Replikasi 2 Conf. AB
(1)= -3 ab = 2 ac =2 bc = 1
(1)= -1 c=0 ab = 3 abc = 5
a =0 b = -1 c = -1 abc = 6
a=1 b=0 ac =1 bc = 1
Tabel 6 Tabel Plus Minus dan Data hasil Contoh
(1) a b ab c ac bc abc
A
B
AB
C
-
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+
+
+
+
Source of Variance Replicates Block Within replicates A B C AB (rep I only) AC BC ABC (rep II only) Error Total M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Factorial effect AC BC
Sum Square 1.00 2.50 36.00 20.25 12.25 0.50 0.25 1.00 0.50 3.75 78.00
+ + + +
+ + + +
DF 1 2 1 1 1 1 1 1 1 5 15
ABC + + + +
Replikasi Replikasi I II -3 -1 0 1 -1 0 2 3 -1 0 2 1 1 1 6 5
Mean Fo Square 1.00 1.25 36.00 48.00 20.25 27.00 12.25 16.33 0.50 0.67 0.25 0.33 1.00 1.33 0.50 0.67 0.75
P-Value
0.0001 0.0035 0.0099 0.4503 0.5905 0.3009 0.4503
Page 10
Perhitungan Sum Square SS Replikasi
= [rep. 1]2 /2k + [rep. 2]2 /2k – (total) 2 /n.2k = [(1)+a+b+ab+c+ac+bc+abc]2 /2k + [(1)+a+b+ab+c+ac+bc+abc]2 /2k y...2 /N = (-3+2+2+1+0+-1+-1+6) 2 /8 +(-1+0+3+5+1+0+1+1) 2 /8 – (16) 2 /16 = [6]2 /8 + [10]2 /8 – [16]2 /16 =17-16 =1
SS blok
= ABC [rep 1] + AB [rep 2] = [(a+b+c+abc)- ((1)+ab+ac+bc)]2 /2k + [((1)+ab+c+abc) – (a+b+ac+bc)] 2 /2k = [-(-3)+0+(-1)- 2 +(-1) -2-1+6] 2 /8+ [+(-1) - 1- 0+3+0-1-1+5] 2 /8 = [2]2 /8 +[4]2 /8 = 2.5
SSA
= A [rep.1] + A [rep.2] = [(a+ab+ac+abc) – ((1) + b+c+bc)]2/n.2k + [(a+ab+ac+abc) – ((1) + b+c+bc)]2/n.2k = [24]2 /16 = 36
SSB
= B [rep.1] + B [rep.2] = [(b+ab+bc+abc) – ((1)+a+c+ac)] 2 /n.22 + [(b+ab+bc+abc) – ((1)+a+c+ac)]2 /n.22 = [18]2 /16 = 20.25
SSC
= C [rep.1] + C [rep.2] = [(c+ac+bc+abc) – ((1)+a+b+ab)]2/n.2k + [(c+ac+bc+abc) – ((1)+a+b+ab)]2/n.2k
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 11
= [14]2 /16 = 12.25 SS AB
= AB [dalam rep.1, dalam rep.2 confounded] = [((1)+ab+c+abc – (a+b+ac+bc)]2 /2k = [2]2 /8 = 0.5
SS AC
= AC [rep.1] + AC [rep.2] = [((1)+b+ac+abc) – (a+c+ab+bc)]2 /n.2k + [((1)+b+ac+abc) – (a+c+ab+bc)]2 /n.2k = [2]2 /16] = 0.25
SS BC
= BC [rep.1] + BC [rep.2] = [((1)+a+bc+abc) – (b+c+ab+ac)]2 /n.2k + [((1)+a+bc+abc) – (b+c+ab+ac)]2 /n.2k = [4]2 /16 =1
SS ABC
= ABC [rep.2, dalam rep. 1 confounded) = [(a+b+c+abc) – ((1)+ab+ac+bc)]2 /2k = 22 /8 = 0.5
SST
2 − = =1 =1 =1 =1
2 …
.2
= 94- (162 /16) = 78
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 12
Perhitungan Minitab Misalnya terdapat percobaan faktorial 2 2, dengan 4 poin desain ((1), a, b, ab) dan dilakukan pada masing-masing poin desain dalam 3 blok.
Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut .
Perhitungan dalam Minitab: Step 1: Specify a 22 design
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Step 2: Select 3 replicates in 3 blocks
Page 13
The Design Setup in Minitab
Hasil dari struktur desain dari Minitab
Berikut hasil respons dari perhitungan Minitab
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 14
The normal probability plot
The Least Square Means
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 15
Residual Plot
Interaction Plot, Main Effect Plots, Surface Plot, dan Contour Plot
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 16
Contoh: Jika k > 2
Consider a 23 experiment in 2 blocks. We want to confound the ABC interaction effect with blocks in this example.The easiest way to do this is to write out the design matrix with the +1’s and -1’s , as shown below.
Next, sort the ABC column by the -1’s and the +1’s as follows. Then, all the -1’s constitute block 1 and the +1’s constitute block 2.
Bagaimana menghitung confounding secara umum ? pada rancangan faktorial 23 dimana xi adalah level dari faktor ke-i pada kombinasi perlakuan. αi adalah eksponen dari faktor ke-i dalam efek yang dibaurkan. L = α1x1 + α2x2 + . . . + α k xk
Jika x1 merujuk pada A, x2 merujuk pada B dan x 3 merujuk pada C dan α 1 = α2 = α3 = 1. Sehingga kombinasi linear/defining contrast nya sebagai berikut. L = x1 + x2 +x3 M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 17
Contoh: Lebih dari dua blok Contoh ambil dua effect confounded dengan block, misalkan ADE dan BCE. Maka akan terbentuk defining contrast nya sebagai berikut : L1 = x1 + x4 + x5 L2 = x2 + x3 + x5 Kita akan memiliki 4 kombinasi yang nantinya menjadi penentuan blok antara L 1 dan L2, yakni (0,0)/blok 1, (1,0)/blok 2, (0,1)/blok 3 dan (1,1)/blok 4.
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
L1
L2
Pair
Block
0
0
(0,0)
1
1
0
(1,0)
2
0
1
(0,1)
3
1
1
(1,1)
4
Page 18
Untuk mengetahui anggota dalam blok dapat menggunakan “filter” dalam perhitungan excel.
Hasil struktur blocking
Generalized Interactions Dibutuhkan satu efek lagi yang confounded dalam blok, karena jika blok yang ingin dibentuk sebanyak empat, maka akan didapatkan tiga derajat bebas. Sedangkan confounding yang dimiliki ADE dan BCE masing-masing hanya memiliki satu derajat bebas, satu lagi efek dengan satu derajat bebas harus dibaurkan. Untuk mendapatkan confounded tambahan dapat dilakukan dengan cara Generelized Interaction antara dua confounded yang sudah ada, yaitu ADE dan BCE dengan melakukan perkalian diantara keduanya, maka efek ABCD juga confounded dalam kelompok/blok. Sehingga sekarang dimiliki 3 confounded with Block , yakni ADE, BCE dan ABCD. (ADE)(BCE) = ABCDE2 = ABCD
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 19
Desain Minitab:
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 20
Spesifikasi pembangkit untuk blocking
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 21
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 22
Analisis dengan SAS
Output SAS :
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 23
DAFTAR PUSTAKA Montgomery, C.D. 1997. Design and Analysis of Experiments. New York : John Wiley & Sons, Inc. Suwanda. 2011. Desain Eksperimen untuk Penelitian Ilmiah. Bandung : Alfabeta. Jaggi, S. et all. Confounding in Factorial Experiments and Fractional Factorials. New Delhi: Library Avenue Indian Agricultural Statistics Research Institute.
M.Ghazali – Adiba – Feni Ira Puspita
Page 24