AFASIA
Afasia adalah gangguan bahasa yang multimodalitas, artinya tidak mampu berbicara, menyimak, menulis, dan membaca. Tergantung dari jenis afasianya, ketidakmampuan dalam modalitas tersebut tidak merata tetapi salah satu lebih menonjol dari yang lain. Defek dasar pada afasia adalah pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi.
Klasifikasi afasia
Dasar untuk mengklasifik mengklasifikasikan asikan afasia beragam, beragam, diantaranya diantaranya ada yang mendasarkan pada : 1. Mani Manife fest stas asii klin klinik ik 2. Distribusi Distribusi anatomi anatomi pada lesi yang yang bertang bertanggung gung jawab bagi defek 3. Gabu Gabung ngan an pen pende deka kata tan n 1 dan dan 2
Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas atas dasa dasarr lanc lancar arny nyaa berb berbic icar ara. a. Pada Pada klasi klasifi fika kasi si ini ini dida didapa patk tkan an afasi afasiaa yang yang berbentuk : 1. Lancar 2. Tidak la lancar Pada Pada klasif klasifika ikasi si afasia afasia yang yang berped berpedoma omam m pada pada lesi anatom anatomik, ik, afasia afasia dibedakan atas : 1. Sind Sindro rom m afasia afasia periperi-si silv lvia ian: n: -
Afasi fasiaa Bro Broca ca (eks (ekspr pres esif if))
-
Afasia Wernicke (reseptif)
-
Afasia konduksi
2. Sindrom afasia daerah perbatasan (border zone): -
Afasia transkortikal motorik
-
Afasia transkortikal sensorik
-
Afasia transkortikal campuran
3. Sindrom afasia subkortikal: -
Afasia talamik
-
Afasia striatal
4. Sindrom afasia non-lokalisasi: -
Afasia anomik
-
Afasia global
5. Selain itu, ada klasifikasi yang merujuk pada linguistik, dalam hal ini afasia dapat dibedakan:
-
Afasia sintaktik
-
Afasia semantik
-
Afasia pragmatik
-
Afasia jargon
-
Afasia global
AFASIA YANG LANCAR
Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama dan prosodi yang baik, namun sering isi bicara tidak bermakna dan tanpa isi (kalimat yang diucapkan tidak tahu kita maksud dan maknanya). Kata-kata yang digunakan sering salah dan sering didapatkan parafasia. Seorang afasia lancar mungkin mengatakan (dengan lancar): ”rokok tembakau beli kemana situ tadi gimana dia”. Pada keadaaan lain, orang tersebut banyak menggunakan kata-kata yang ”abnormal” (parafasia, neologisme). Misalnya, untuk mengatakan kalimat: ”saya datang pakai mobil” mungkin penderita afasia lancar mengatakan : ”Saya dabang pkaian gobil”, atau ”Daya tabang pagai tobilan”, atau ”Paya tandi pakai miban”, atau ”Saya dabang pakai kuda” Menggantikan kata mobil dengan kuda disebut parafasia semantik atau parafasia verbal. Menggunakan kata gobil sebagai pengganti kata mobil disebut parafasia fonemik atau parafasia ucapan . Bentuk parafasia yang menggunakan
kata yang sama sekali asing, misalnya miban, tandi, disebut neologisme
Afasia yang lancar (fluent) mencakup : 1. Afasia reseptif (Wernicke) 2. Afasia konduksi 3. Afasia amnestik (anomik) 4. Afasia transkortikal
•
Afasia Wernicke/ af asia sensoris/afasia reseptif/afasia akustis.
Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu . Di klinik, pasien afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan,dan tulisan dan bila ia menjawab iapun tidak mampu mengatahahui apakah jawabannya salah, menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Ia tidak
mampu memahami kata yang diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab pertanyaan : Bagaimana keadaan ibu sekarang? Pasien mungkin menjawab :”Anal saya lalu sana sakit tanding tak berabir”. Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai (naming) umumnya parafasik. membaca dan menulis juga terganggu. Gambaran klinik afasia Wernicke: -
Keluaran afasik yang lancar
-
Panjang kalimat normal
-
Artikulasi baik
-
Prosodi baik
-
Anomia (tinak dapat menamai)
-
Parafasia fonemik dan semantik
-
Komprehensif auditif dan membaca buruk
-
Repetisi terganggu
-
Menulis lancar tapi isinya ”kosong”
Penderita afasia Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada pula yang tidak. Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelalaiannya hanya atau terutama pada berbahasa, yaitu bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa disangka menderita psikosis Lesi yang menyebabkan afasia Wernicke terletak di daerah bahasa bagian posterior. Semakin dekat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal Pada penderita dengan defisit komprehensi yang berat, prognosis penyembuhannya buruk, walaupun diberikan terapi bicara yang intensif.
•
Afasia konduksia/afasia aferen motoris/afasia sentral
Merupakan gangguan berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi , kesulitan dalam membaca kuat-kuat (namun
pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat Terputusnya
hubungan antara area Wernicke dan
Broca
diduga
menyebabkan manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supra-marginal diimplikasikan pada beberapa pasien. sering lesi ada di massa alba subkortikal – dalam di korteks parietal inferior, dan mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.
•
Afasia anomika/fasia nominal
Adalah pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun sering tertegun mencari kata tedapat parafasia mengenai nama objek Gambaran kliniknya: -
Kleuaran lancar
-
Komprehensi baik
-
repetisi baik
-
Gangguan (defisit) dalam menemukan kata
Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik, dengan demikian lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan bergantung pada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara han komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada jenis afasia lain yang lebih berat Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.
•
Afasia transkortikal
Ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun fungsi bahasa yang lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan. Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk. Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan membaca, namun dalam bicara-spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya pasien afasia sensorik transkortikal dapat mengulang dengan baik, namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan memahami lancar, tetapi parafasik seperti afasia Wernicke. Sesekali ada pasien yang menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu mengulangi kalimat
panjang, juga bahasa asing dengn tepat. Mudah mencentuskan repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang didengarnya)
Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal: -
Keluaran (output) lancar (fluent)
-
Pemahaman buruk
-
repetisi baik
-
Ekholalia
-
Komprehensi auditif dan membaca terganggu
-
Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai
-
Didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan
Gambaran klinik afasia motorik transkortikal: -
Keluaran tidak lancar (nonfluent)
-
Pemahaman (komprehensi) baik
-
Repetisi baik
-
Inisiasi output terlambat
-
Ungkapan-ungkapan singkat
-
Parafasia semantik
-
Ekholalia
Gambaran klinik afasia transkortikal campuran: -
Tidak lancar (nonfluent)
-
Komprehensi buruk
-
Repetisi baik
-
Ekholalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan anerior yang menyerupai huruf C terbalik. Lesi ini tidak mengenai atau tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik
Penyebab afasia transkortikal yang paling sering ialah: -
Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yang jumpai pada henti jantung (cardiac arrest)
-
Oklusi atau stenosis berat arteri karotis
-
Anoksia oleh keracunan CO
-
Demensia
AFASIA TIDAK LANCAR
Pada afasi tidak lancar (non-fluent) output (keluaran) bicara terbatas, sering disertai artikulasi yang buruk, bicara dalam bentuk sederhana, bicara singkat berbentuk gaya telegram. Seorang afasia non-fluent mungkin akan mengatakan (dengan tidak lancar, dan tertegun-tegun): “mana…rokok…beli” Gambaran kliniknya: -
Pasien tampak sulit memulai bicara
-
Panjang kalimat berkurang (5 kata atau kurang per kalimat)
-
Gramatika bahasa berkurang, kurang kompleks
-
Artikulasi umumnya terganggu
-
Irama kalimat dan irama bicara terganggu
-
Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang sintaksisnya kompleks)
-
Pengulangan (repetisi) buruk
-
Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk
-
Terdapat kesalahan paraafasia
Afasia yang tidak lancar mencakup: 1. Afasia ekspresif 2. Afasia global
•
Afasia Broca/afasia ekspresif
Bentuk afasia ini ditandai dengan bicara yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling banyak mengucapkan kata benda dan kata kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-bahasa (tanpa grammar). Contohnya: “Saya…sembuh…rumah…kontrol… ya…kon…trol.”Periksa…lagi…makan…banyak.” Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara spontan. Pemahaman auditif dari pemahaman membaca tampak tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami kalimat: “Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud ini”).
Ciri klinik afasia Broca: -
Bicara tidak lancar
-
Tampak sulit memulai bicara
-
Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
-
Pengulangan (repetisi) buruk
-
Kemampuan menamai buruk
-
Kesalahan parafasia
-
Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang sintaktis kompleks)
-
Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
-
Irama kalimat dan irama bicara terganggu Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang
menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodman 44 dan sekitarnya. Lesi yang mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodman 45 dan 44) dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba preventrikular tengah). Selain itu, ada pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama daerah Brodman 4; ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa alba yang ekstensif. Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di area Broca di korteks, tanpa melibatkan jaringan sekitarnya, mkaa tidak akan terjadi afasia. Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional seperti frustasi dan depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya atau merupakan gejala yang menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dipastikan. Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik daripada afasia global. Karena relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi dengan keadaannya.
•
Afasia global
Bentuk afasia yang paling berat. Keadaan ini ditandai oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya: “iiya, iiya, iiya”, atau:
“baaah,
baaah,
baaah”,
atau:
“amaaang,
amaaaaang,
amaaaang:.
Komprehensi menghilang atau sangat terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi (mengulang) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Afasia global dosebabkan oleh lesi yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa, Penyebab lesi yang paling sering adalah oklusi arteri karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.