CLINICAL SCIENCE SESSION Luka
Disusun oleh :
Rendy I. Siswanto
1301-1211-0624 1301-1211-0624
Livy Bonita Pratistitha
1301-1211-0568 1301-1211-0568
Anindita Noviandhari
1301-1211-0042 1301-1211-0042
Floriyani Indra Putri
1301-1211-0549 1301-1211-0549
Putri Widya Andini
1301-1211-0594 1301-1211-0594
Adila Wafaa Bt. Md Yusup
1301-1211-3510 1301-1211-3510
Noor Ashikin Binti Mohd Sidik
1301-1211-3013 1301-1211-3013
Nor Faezah Binti Abd Manan
1301-1211-3032 1301-1211-3032
Pembimbing :
Lisa Y. Hasibuan, dr., SpBP(K)
BAGIAN ILMU BEDAH – SUB SUB BAGIAN BEDAH PLASTIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2012
BAB I PENDAHULUAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Selain itu, luka juga dapat didefinisikan sebagai kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, dan perkembangan awal seluler merupakan bagian proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997). Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap individu, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal meningkat ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling (Kozier, 1995). Ketika luka timbul, beberapa hal yang yang akan muncul adalah : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. 2. Respon stres simpatis. 3. Perdarahan dan pembekuan darah. 4. Kontaminasi bakteri. 5. Kematian sel (Kozier,1995 )
BAB I PENDAHULUAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Selain itu, luka juga dapat didefinisikan sebagai kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, dan perkembangan awal seluler merupakan bagian proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997). Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap individu, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal meningkat ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling (Kozier, 1995). Ketika luka timbul, beberapa hal yang yang akan muncul adalah : 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. 2. Respon stres simpatis. 3. Perdarahan dan pembekuan darah. 4. Kontaminasi bakteri. 5. Kematian sel (Kozier,1995 )
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan
jaringan
granulasi,
tidak
adanya
reepitealisasi, dan juga akibat komplikasi post operatif serta adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, eviserasi, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka, perdarahan (Mansjoer, 2000).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka juga dapat didefinisikan sebagai kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
B. Klasifikasi Luka
Luka diklasifikasikan berdasarkan berbagai pertimbangan. Jenis luka dapat dibedakan berdasarkan: 1. Mekanisme terjadinya luka Menurut Taylor (1997) Klasifikasi luka berdasarkan mekanismenya dibedakan menjadi: a. Abrasi
Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat jaringan.
Gambar 1. Luka abrasi b. Kontusio atau memar
Meskipun sering bersamaan dengan abrasi dan laserasi, memar murni terjadi karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh
oleh karena proses mekanis. Ekstravasasi darah dengan diameter lenih dari beberapa millimeter disebut memar atau kontusio, ukuran yang lenih kecil disebut ekimosis dan yang terkecil seukuran ujung peniti disebut petekie. Baik ekimosis dan petekie biasanya terjadi bukan karena sebab trauma mekanis. Kontusio disebabkan oleh kerusakan vena, venule, arteri kecil. Perdarahan kapiler hanya dapat dilihat melalui mikroskop, bahkan petekie berasal dari pembuluh darah yang lebih besar dari kapiler.
Gambar 2. Luka kontusio
c. Luka robek/laserasi
Luka robek (laceration) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek kulit (epidermis & dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak, folikel rambut, kelenjar keringat & kelenjar sebasea). Cara terjadinya laserasi, yaitu : •
Arah kekerasan tegak lurus terhadap kulit sedangkan jaringan dibawah kulit terdapat tulang misalnya kepala yang terbentur pada sisi meja. Hal ini disebut luka retak (harus kita bedakan dengan luka iris (incissed wound).
•
Arah kekerasan miring (tangensial) sehingga luka robek (laceration) dan terkelupas.
•
Benda yang berputar menyebabkan luka yang sirkuler misalnya gilasan mobil.
•
Patah tulang yang menembus kulit. Penyembuhan luka robek (laceration) sama dengan penyembuhan luka
lecet (abrasion) & luka memar (contussion) tergantung dari 4 faktor, yaitu : 1. Vaskularisasi. 2. Keadaan umum penderita. 3. Ukuran luka. 4. Ada tidaknya komplikasi. Perbedaan antara antemortem dengan post mortem yaitu antemortem mengeluarkan banyak darah sedangkan post mortem hanya sedikit mengeluarkan darah. Kadang kita dapat menentukan arah kekerasan dengan memperhatikan bibir luka (flap). Berbeda dengan luka iris dimana pada luka gores jaringan yang rusak menyobek bukan mengiris. Laserasi dapat dibedakan dari luka iris berdasarkan: 1. Garis tepi memar dan kerusakan memiliki area yang sangat kecil sehingga untuk pemeriksaanya kadang dibutuhkan bantuan kaca penbesar. 2. Keberadaan rangkaian jaringan yang terkena terdapat pada daerah bagian dalam luka, termasuk pembuluh darah dan saraf . 3. Tidak adanya luka lurus yang tajam pada tulang dibawahnya,terutama jika yang terluka daerah tulang tengkorak. 4. Jika area tertutup oleh rambut seperti kulit kepala, maka rambut tersebut akan terdapat pada luka.
Gambar 3. Luka laserasi
d. Luka Iris (Incisi)
Adalah luka yang disebabkan oleh objek yang tajam, biasanya mencakup seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kampak tajam dll. Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit dan jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bisa dikatakan bersih dari kerusakan apapun.
Gambar 4. Luka iris
e. Luka potong
Adalah luka iris yang kedalamannya lebih panjang. Luka potong tidak lebih berbahaya dibandingkan tikaman, sebagaimana ketidakdalaman luka tidak akan terlalu mempengaruhi organ vital, khususnya target utama nya adalah tangan dan muka.
f.
Luka tikam dan luka yang berpenetrasi
Menikam biasanya dengan pisau, sering terjadi pada kasus pembunuhan dan pembantaian. Karakteristik luka tikam, dapat menerangkan tentang: 1) Dimensi senjata 2) Tipe senjata 3) Kelancipan senjata 4) Gerakan pisau pada luka 5) Kedalaman luka 6) Arah luka 7) Banyaknya tenaga yang digunakan
Gambar 5. Luka berpenetrasi
g. Luka tusuk (Punctured Wound)
Luka terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
Gambar 6. Luka tusuk
h. Luka Bakar (Combustio) ,
Adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas, listrik, kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.
Gambar 7. Luka bakar
2. Tingkat kontaminasi a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini adalah luka sekitar 1% - 5%.
b. b.Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
3. Kedalaman dan luasnya luka a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
4. Hubungan dengan dunia luar
Jenis-jenis luka dapat dibagi atas dua bagian, yaitu luka terbuka dan luka tertutup a. Luka terbuka; terbagi pada luka tajam dan luka tumpul i)
Luka tajam -
Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.
-
Vulnus ictum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya.
ii)
Luka tumpul -
Luka tusuk tumpul
-
Vulnus sclopetorum atau luka karena peluru (tembakan).
-
Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan, biasanya oleh karena tarikan atau goresan benda tumpul.
-
Vulnus penetratum
-
Vulnus avulsi
-
Fraktur terbuka
-
Vulnus caninum adalah luka karena gigitan binatang.
b. Luka Tertutup -
Ekskoriasi atau luka lecet atau gores adalah cedera pada permukaan
epidermis
akibat
bersentuhan
dengan
benda
berpermukaan kasar atau runcing. -
Vulnus contussum ( luka memar ); di sini kulit tidak apa-apa, pembuluh darah subkutan dapat rusak, sehingga terjadi hematom. Bila hematom kecil, maka ia akan diserap oleh jaringan sekitarnya. Bila hematom besar, maka penyembuhan berjalan lambat.
-
Bulla akibat luka bakar
-
Hematoma
-
Sprain ; kerusakan (laesi) pd ligamen- ligamen / kapsul sendi
-
Dislokasi ; terjadi pada sendi- sendi, hubungan tulang - tulang di sendi lepas / menjadi tdk normal sebagian
-
Fraktur tertutup
-
Laserasi organ interna/ Vulnus traumaticum; terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak dari luar. Dapat memberikan tandatanda dari hematom hingga gangguan sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat meninggal mendadak.
5. Waktu penyembuhan luka a. Luka akut : yaitu merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya
sesuai
dengan
waktu
yang
diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting. .
Gambar 9. Luka akut
b. Luka kronis yaitu : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren)
dimana
terjadi
gangguan
pada
proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.
Gambar 10. Luka kronis
6. Penampilan Klinis a. Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin keringatau lembab. b. Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous. c. Terinfeksi
(kehijauan):
Terdapat
tanda-tanda
klinis
adanya
infeksiseperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat. d. Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat. e. Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.
C. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler merupakan
bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997). Dalam proses penyembuhan luka, Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang. a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui
instensi
pertama,
jaringan
granulasi
tidak
tampak
dan
pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil (David, 2004).
b. Sec on da ry Intenti on He al ing (p en yemb uh an luk a se kund er ) Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar (Mallefet and Dweck, 2008).
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda. Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer (Diegelmann and Evans, 2004).
Gambar 11. Macam-macam proses penyembuhan luka
Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka, yaitu: a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang. b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dija ga,
c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma, d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, f.
Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri (Mansjoer,2000).
Fase Penyembuhan Luka
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari: 1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Schwartz and Neumeister, 2006) Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler
yang
vasokonstriktor
terbuka yang
(clot)
dan
juga
mengakibatkan
mengeluarkan
pembuluh
substansi
darah
vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel
kapiler
yang akan
menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending ), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin. Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi
ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah (MacKay and Miller, 2003): a. Sintesa kolagen b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
Gambar 12. Fase Hemostasis dan Inflamasi (Mallefet and Dweck, 2008)
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia) Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasias, karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida,
asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka (Diegelmann and Evans, 2004). Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat,
fibronectin
dan
proteoglikans)
yang
berperan
dalam
membangun jaringan baru (Mallefet and Dweck, 2008). Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses
proliferasi
fibroblast
dengan
aktifitas
sintetiknya
disebut
fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah (MacKay and Miller, 2003): a.
Proliferasi
b.
Migrasi
c.
Deposit jaringan matriks
d.
Kontraksi luka Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru
didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya
proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag ( growth factors). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen
oleh
fibroblast,
pembentukan
lapisan
dermis
ini
akan
disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).
Gambar 13. Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008) 3. Fase Remodelling Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan
terbentuknya
jaringan
baru
menjadi
jaringan
penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling). Untuk
mencapai
penyembuhan
yang
optimal
diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar , sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka (David, 2004; Mallefet and Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).
Gambar 14. Fase Remodelling (Mallefet and Dweck, 2008)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik(InETNA, 2004). Faktor instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat be rp en ga ru h da la m proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,Arthereosclerosis). Faktor
ekstrinsik
adalah
faktor
yang
didapat
dari
luar
pe nderi ta yang da pa t berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA, 2004). 1. Usia Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. 2. Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat. 3. Infeksi Infeksi luka menghambat penyembuhan. 4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk
penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka. 5. Hematoma Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka. 6. Benda asing Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). 7. Iskemia Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri. 8. Diabetes Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. 9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu. 10. Obat Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
D. Komplikasi Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda.Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan
jaringan
granulasi,
tidak
adanya
reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak,dehiscence, eviserasi, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka, perdarahan. 1. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. 2. Perdarahan Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh
benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan. 3. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
E. Perawatan Luka
Penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering. Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern (Potter P. 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering(Thompson J, 2000). Rowel (1970)
menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (Potter P, 1998). Penggantian
balutan
dilakukan
sesuai
kebutuhan
tidak
hanya
berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya menggunakan normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Dugaan tanda dari penyembuhan luka bedah insisi : 1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka. 2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup. 3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari. 4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil. 5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak. 6. Pembentukan bekas luka. 7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid (Walker D,1996). Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. •
Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
•
Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensuci hamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti: a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit). b. Ha l o g e n d a n s e n y a w a n y a c. Yodium
,
merupakan
antiseptik
yang
sangat
kuat,
be rs pe kt ru m lu as da n da lam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam. d. Povidon
Yodium
(Betadine,
septadine
dan
isodine),
merupakan kompleksyodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap. e.
Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
f.
Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa bi guani d de ng an sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
g.
Oksidansia : •
Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lem ah ber das ark ansifat oksidator.
•
Perhidrol
(Peroksida
air,
H2O2),
berkhasiat
untuk
mengeluarkan kotoran daridalam luka dan membunuh kuman anaerob. h. Logam berat dan garamnya: •
Merkuri
klorida
(sublimat),
berkhasiat
menghambat
pe rt um buha n ba kt er i da n jamur. •
Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya ba kt er iosta ti k lem ah ,mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
i.
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%). Derivat fenol : •
Trinitrofenol
(asam
pikrat),
kegunaannya
sebagai
antiseptik wajah dan genitaliaeksterna sebelum operasi dan luka bakar. •
Heksaklorofan
(pHisohex),
berkhasiat
untuk
mencuci
etakridin
(rivanol),
tangan. j.
Basa
ammonium
kuartener,
disebut
juga
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi(Mansjoer, 2000). Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepatakan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat danmeningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu normal saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara
dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004; ISO Indonesia,2000).
F.
Pelaksanaan Perawatan Luka
Merawat luka bertujuan untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Secara khusus tujuan perawatan luka adalah : 1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membrane mukosa 2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan 3. Mempercepat penyembuhan 4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris 5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat 6. Mencegah perdarahan 7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain. 8. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing 9. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
Pembersihan Luka
Daerah luka dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik. Tujuan
dilakukannya
pembersihan
luka
adalah
meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1. Irigasi
dengan
sebanyak-banyaknya
dengan
tujuan
untuk
membuang jaringan mati dan benda asing. 2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. 3. Berikan antiseptik 4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anas te si lokal. Bila diperlukan lakukan penutupan luka(Mansoer, 2000).
Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam. Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada
luka
sehingga
proses penyembuhan
berlangsung
optimal.
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaiankondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom. Pada prinsipnya pemberian antibiotik pada luka bersih tidak diperlukan dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. Pengangkatan jahitan dilakukan bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia,kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansoer, 2000).
Bahan yang Sering Digunakan dalam Perawatan Luka
1. Sodium Klorida 0,9 % Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun(Lilley&
Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline(Lilley& Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah. 2. Larutan povidone-iodine. Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik
iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau
yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan(Lilley& Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu(Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka(Lilley& Aucker, 1999).