9
BAB II LANDASAN TEORI
A. KREA KREATI TIVI VITA TAS S 1.
Definisi Kreativitas
Kreativitas menurut Drevdahl (dalam Hurlock, 1992, h. 4) adalah kemamp kemampuan uan seseor seseorang ang untuk untuk mengha menghasil silkan kan kompos komposisi isi,, produk produk,, atau atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang yang hasi hasiln lnya ya buka bukan n hany hanyaa pera perang ngku kuma man. n. Ia mung mungki kin n menc mencak akup up pembe pembentu ntukan kan pola pola baru baru dan gabung gabungan an inform informasi asi yang yang dipero diperoleh leh dari dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Ia harus mempunyai maksud maksud dan tujuan tujuan yang yang ditent ditentuka ukan, n, bukan bukan fantas fantasii semata semata,, walaup walaupun un merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. Ia mungkin dapat berbentuk produk seni, kesusteraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis. Pett Petty y (199 (1997) 7) meng mengat atak akan an bahw bahwaa jika jika sebu sebuah ah masa masala lah h tela telah h terpecahkan atau kesulitan telah teratasi atau jika sesuatu yang baru telah diciptakan atau sesuatu yang lama telah mengalami penyesuaian, berarti krea kreati tivi vita tass
tela telah h
beke bekerj rja. a.
Menu Menuru rutt
Muna Munand ndar ar
krea kreati tivi vita tass
adal adalah ah
kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan oris orisin inal alita itass dala dalam m berp berpik ikir ir,, sert sertaa kema kemamp mpua uan n untu untuk k meng mengel elab abor oras asii
10
(menge (mengemba mbangk ngkan, an, memper memperkay kaya, a, memper memperinc inci) i) suatu suatu gagasa gagasan n (dalam (dalam Irwanto, 2002, h.185 ). Rogers (dalam Munandar, 2004) mengatakan bahwa sumber dari krea kreati tivi vita tass
adal adalah ah
kece kecend ndru rung ngan an
untu untuk k
meng mengak aktu tual alis isas asik ikan an
diri diri,,
mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kece kecend ndru rung ngan an kemampuan
untu untuk k
meng mengek eksp spre resi sika kan n
organi anisme.
Moutaki akis
dan dan (dalam
meng mengak akti tifk fkan an
semu semuaa
Mun Munandar,
2004)
menambahkan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan meng mengak aktu tual alis isas asik ikan an iden identi titas tas indi indivi vidu du dala dalam m bent bentuk uk terpa terpadu du dalam dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. Menurut Rhodes (dalam Munandar, 2004) dari hasil analisisnya dari sejumlah definisi tentang kreativitas diperloh kesimpulan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi ( person), proses, dan produk produk.. Kreati Kreativit vitas as dapat dapat pula pula ditinj ditinjau au dari dari kondis kondisii pribad pribadii dan lingkungan yang mendorong ( press ) individu ke perilaku kreatif. Rhodes menyebutkan keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai “ Four
P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product ”. Keempat P ini saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif. Kreativitas menurut Hawadi, Wihardjo, Wiyono (2001, h.5) adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun
11
non-aptitude , baik dalam karya maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Menurut Torrance (dalam Mujiati, 2006), kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat hipotesis masalah, menilai, dan menguji kebenaran hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil- hasilnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan suatu produk yang baru, memecahkan suatu masalah dengan caranya sendiri atau mampu menemukan pemecahan suatu masalah dengan cara yang berbeda dari yang biasanya, dan juga mampu mengembangkan gagasannya dari ilmu pengetahuan yang sudah ada.
2.
Aspek-aspek Kreativitas
Aspek-aspek kreativitas menurut Torrance (dalam Heinkel, 2002) adalah: a.
Fluency (Kelancaran) Fluency atau kelancaran mengacu pada sejumlah besar ide,
gagasan, atau alternatif dalam memecahkan persoalan. Kelancaran menyiratkan pemahaman, tidak hanya mengingat sesuatu yang dipelajari.
12
b.
Flexibility (Fleksibilitas) Fleksibilitas mengacu pada produksi gagasan yang menunjukkan
berbagai berbagai kemungkinan. Fleksibilitas melibatkan kemampuan untuk melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda serta menggunakan banyak strategi atau pendekatan yang berbeda. c.
Elaboration (Elaborasi) Elaborasi
adalah
proses
meningkatkan
gagasan
dengan
membuatnya menjadi lebih detail. Kejelasan dan detail tambahan akan meningkatkan minat dan pemahaman topik tersebut. d.
Originality (Keaslian) Keaslian melibatkan produksi dari gagasan yang tidak biasa atau
unik. Keaslian juga melibatkan penyampaian informasi dengan cara baru.
Kreativitas menurut Freeman dan Munandar (2001, h. 251) dapat ditinjau dari empat aspek yang sering disebut sebagai 4P, yaitu: a.
Aspek Pribadi (Person) Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari keunikan
individu
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya.
Tiap
siswa
mempunyai bakat kreatif, namun masing-masing dalam bidang dan kadar yang berbeda-beda.
13
b.
Aspek Pendorong (Press) Kreativitas ditinjau dari aspek pendorong menunjuk pada perlunya
dorongan dari dalam individu (berupa minat, hasrat, dan motivasi) dan dari luar (lingkungan, keluarga, sekolah, dan masyarakat) agar bakat kreatif dapat diwujudkan. c.
Aspek Proses (Process) Kreativitas sebagai proses ialah proses bersibuk diri secara kreatif.
Saat pembelajaran, siswa yang selalu dituntut untuk memenuhi standar tertentu tidak akan memiliki kesenangan untuk berkreasi. d.
Aspek Produk (Product) Kreativitas sebagai produk, merupakan suatu ciptaan yang baru
dan bermakna bagi individu dan atau lingkungannya. Hasil karya seorang siswa sudah dapat disebut kreatif jika karya tersebut belum pernah ia buat sebelumnya dan ia tidak meniru atau mencontoh pekerjaan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kreativitas terdiri dari aspek kelancaran ( fluency) , kelenturan (flexibility) , orisinalitas (originality) , dan elaborasi (elaboration).
14
3.
Ciri-Ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
Munandar (dalam Hawadi, Wihardjo,
Wiyono, 2001, h.5)
menyatakan, ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Ciri-ciri Aptitude Ciri-ciri aptitude dari kemampuan berpikir kreatif adalah: 1)
Keterampilan berpikir lancar
2)
Keterampilan berpikir luwes (fleksibel)
3) Keterampilan berpikir rasional
b.
4)
Keterampilan memperinci atau mengelaborasi
5)
Keterampilan menilai (mengevaluasi)
Ciri-ciri Afektif (Non-aptitude) Ciri-ciri afektif dari kemampuan berpikir kreatif adalah: 1)
Rasa ingin tahu
2)
Bersifat imajinatif
3)
Merasa tertantang oleh kemajuan
4)
Sifat berani mengambil resiko
5)
Sifat menghargai
15
West (2000, h. 36) menyebutkan, orang yang kreatif biasanya memiliki ciri: a. Nilai-Nilai Intelektual dan Artistik Orang yang konsisten kreatif cenderung tertarik pada kegiatankegiatan intelektual, seperti membaca buku. Nilai artistiknya juga dikembangkan dengan baik. b. Ketertarikan Pada Kompleksitas Orang yang kreatif cenderung tertarik pada usaha menjelajahi masalah yang sulit dan rumit untuk mendapatkan solusi atas masalah tersebut. c. Kepedulian Pada Pekerjaan dan Pencapaian Orang yang kreatif
memiliki disiplin diri dan cenderung
memotivasi diri sendiri. d. Ketekunan Orang kreatif cenderung mempunyai tekad keras untuk mencapai tujuannya. e. Pemikiran yang Mandiri Orang-orang kreatif menunjukkan kemandirian karakteristik dalam membuat kesimpulan dan tetap loyal pada opini mereka. f. Toleransi Terhadap Ambiguitas Orang-orang kreatif sering merespon pada situasi-situasi ambigu, misalnya situasi yang belum mereka kenal sebelumnya.
16
g. Otonom Orang-orang kreatif cenderung mengarahkan diri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Mereka memiliki kebutuhan akan kebebasan dari kendali terhadap aturan-aturan. h. Kepercayaan Diri Orang yang percaya pada kreativitas mereka sendiri dan yakin pada kemampuan-kemampuan mereka lebih besar untuk berperilaku kreatif. i.
Kesiapan Mengambil Resiko Orang kreatif cenderung lebih siap untuk mengambil resiko dengan ide-ide baru serta mencoba cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal, sekalipun tidak ada dukungan dari lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih menggunakan ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Munandar karena alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tes kreativitas yang diadaptasi oleh Munandar, yang terdiri dari ciri aptitude kreativitas yaitu keterampilan berpikir lancar, keterampilan berpikir luwes (fleksibel), keterampilan berpikir rasional, keterampilan memperinci (mengelaborasi), keterampilan menilai (mengevaluasi).
17
4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas
Menurut Hurlock (1992, h. 8-9) ada lima faktor yang menyebabkan terjadinya variasi dari kreativitas tiap individu. Kelima faktor tersebut adalah: 1) Jenis Kelamin Anak laki-laki memiliki kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Hal ini disebabkan karena anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebayanya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukkan insiatif dan orisinalitas. 2) Status Sosio Ekonomi Anak dari kelompok sosio ekonomi yang lebih tinggi cenderung kreatif dibandingkan dengan anak kelompok yang lebih rendah karena lingkungan anak kelompok sosio ekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas. 3) Urutan Kelahiran Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan kreativitas yang berbeda. Tekanan yang diberikan
pada
anak pertama
untuk
menyesuaikan diri dengan harapan orang tua mereka mendorong anak untuk menjadi penurut daripada pencipta. Anak tunggal agak bebas
18
dari tekanan orang tua dan cenderung lebih diberi kesempatan untuk mengembangkan individualitasnya. 4) Ukuran Keluarga Anak dari keluarga kecil, dalam kondisi yang sama cenderung lebih kreatif dari anak keluarga besar. Dalam keluarga besar, orang tua cenderung mendidik anak dengan otoriter sehingga menghalangi perkembangan kreativitas anak. 5) Lingkungan tempat tinggal Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan pedesaan. Di pedesaan, anak lebih umum dididik secara otoriter.Lingkungan pedesaan juga kurang merangsang kreativitas dibandingkan lingkungan kota dan sekitarnya. 6) Inteligensi Pada setiap umur, anak yang pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana konflik sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut. Hurlock(1992, h. 11) menambahkan ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu: 1)
Waktu Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur
sedemikian rupa sehingga hanya sedikit waktu bebas bagi mereka
19
untuk bermain-main dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal.
2)
Kesempatan Menyendiri Anak dapat menjadi kreatif apabila ia tidak mendapat tekanan dari
kelompok sosial. Singer (dalam Hurlock, 1992, h. 11) menerangkan bahwa anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya. 3)
Dorongan Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang
dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang seringkali dilontarkan pada anak yang kreatif. 4)
Sarana Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan
untuk merangsang dorongan eksperimental dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas. 5)
Lingkungan yang Merangsang Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas anak
dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas. Ini harus dilakukan sedini mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan hingga masa sekolah dengan menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial.
20
6)
Hubungan Orang Tua-Anak yang Tidak Posesif Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif
terhadap anak, mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas yang sangat mendukung kreativitas. 7)
Cara Mendidik Anak
Mendidik
anak
meningkatkan
secara kreativitas
demokratis sedangkan
dan
permisif
cara
di
mendidik
sekolah otoriter
memadamkannya. 8)
Kesempatan untuk memperoleh Pengetahuan Kreativitas tidak muncul dalam kehapaan. Semakin banyak
pengetahuan yang diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif. Pulaski (dalam Hurlock, 1992, h. 11) mengatakan bahwa anak-anak harus berisi untuk berfantasi. Berdasarkan uraian di atas faktor yang mempengaruhi kreativitas dibagi dalam dua kategori yang faktor yang menyebabkan timbulnya variasi dalam kreativitas dan faktor yang dapat meningkatkan kreativitas. Kedua kategori ini saling melengkapi dalam mempengaruhi kreativitas siswa. Yang termasuk ke dalam faktor yang menyebabkan munculnya variasi dalam kreativitas antara lain: jenis kelamin, status sosioekonomi, urutan kelahiran, urutan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan inteligensi. Faktor yang dapat meningkatkan kreativitas antara lain: waktu, kesempatan menyendiri, dorongan, sarana, lingkungan yang merangsang,
21
hubungan orang tua-anak yang tidak posesif, cara mendidik anak, dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
B. PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN KONTEKSTUAL 1.
Definisi
Menurut Johnson (2002, h. 65) pembejalaran dan pengajaran kontekstual (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih daripada sekadar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. Johnson juga menambahkan bahwa pembelajaran dan pengajaran kontektual melibatkan para siswa dalam mencari makna “konteks” itu sendiri. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual mendorong mereka melihat bahwa manusia sendiri memiliki kapasitas dan tanggung jawab untuk mempenngaruhi dan membentuk sederetan konteks yang meliputi keluarga, kelas, klub, tempat kerja, masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal, hingga ekosistem. Tidak jauh berbeda dengan Johnson, menurut Sanjaya (2008) pembelajaran dan pengajaran kontekstual (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
22
penuh
untuk
dapat
menemukan
materi
yang
dipelajarinya
dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Menurut Sanjaya ada tiga hal yang dapat dipahami dalam pembelajaran dan pengajaran kontekstual yaitu : 1) Pembelajaran dan pengajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran dan pengajaran kontekstual tidak mengaharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2) Pembelajaran dan pengajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. 3) Pembelajaran dan pengajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran dan pengajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
23
Dari definisi yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual adalah suatu metode pendidikan dengan mengajak para siswa untuk meghubungan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan menemukan makna dari materi pelajaran yang dipelajari.
2.
Komponen
Pembelajaran
Dan Pengajaran Kontekstual
Komponen pembelajaran dan pengajaran kontekstual menurut Jhonson ada delapan yaitu : 1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna Para siswa mampu membangun keterkaitan antara sekolah dan konteks kehidupan nyata seperti bisnis dan lembaga masyarakat. 2) Melakukan pekerjaan yang berarti Para siswa melakukan suatu pekerjaan yang memiliki tujuan, berguna untuk orang lain, yang melibatkan proses menentukan pilihan, dan menghasilkan produk, nyata atau tidak nyata. 3) Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri Para siswa mampu untuk mengatur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minat individu, mampu bekerja sendiri atau dalam kelompok. Belajar lewat praktik. 4) Bekerja sama
24
Para siswa mampu untuk bekerja sama baik dengan pihak sekolah maupun di luar sekolah. Dengan bekerja sama akan membantu siswa untuk bekerja dengan efektif dalam kelompok; membantu mereka memahami bahwa apa yang mereka lakukan mempengaruhi orang lain; membantu mereka berkomunikasi dengan orang lain. 5) Berpikir kritis dan kreatif Dalam berpikir kritis dan kreatif para siswa akan menganalisis, melakukan sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, menggunakan logika dan bukti. 6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang Pembelajaran dan pengajaran kontekstual membantu para siswa untuk mengembangkan dirinya dengan memberi perhatian dan meletakkan harapan yang tinggi untuk setiap anak. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual juga memotivasi dan mendorong setiap siswa melalui dukungan dari orang dewasa dan teman sebayanya. 7) Mencapai standar yang tinggi Pembelajaran dan pengajaran kontekstual membantu para siswa untuk
mengenali dan mencapai standar yang
tinggi
melalui
mengidentifikasi tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Menunjukkan kepada siswa cara untuk mencapai keberhasilan. 8) Menggunakan penilaian autentik
25
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik memberik kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan
kemampuan
terbaik
mereka
sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan
membangun
keterkaitan
dan
kerja
sama,
dan
menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Dari uraian yang telah dijelaskan di atas dapat kita simpulkan bahwa
komponen-komponen
dalam
pembelajaran
dan
pengajaran
kontekstual ini saling melengkapi dan membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi dan memuaskan. Kedelapan komponen tersebut
adalah
membuat
keterkaitan-keterkaitan
yang
bermakna,
melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
3.
Prinsip
Ilmiah
dalam
Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual
Menurut Jhonson ada tiga prinsip ilmiah dalam pembelajaran dan pengajaran kontekstual yaitu:
26
1)
Prinsip
Kesaling-
bergantungan Menurut para ilmuwan modern, segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Segalanya, baik manusia, maupun bukan manusia, benda hidup dan tak hidup, terhubung satu dengan yang lainnya. Semuanya berperan dalam pola jaringan hubungan yang rumit. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak para guru untuk mengenali keterkaitan guru dengan guru yang lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip kesaling-bergantungan memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna. Prinsip kesaling-bergantungan juga mendukung kerja sama. Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Pandangan setiap orang yang berbeda dan kemampuan-kemampuan yang unik secara bersama-sama akan tersusun menjadi sesuatu yang lebih besar daripada penjumlahan dari bagian-bagiannya itu sendiri. 2)
Prinsip Diferensiasi Kata differensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam
semesta untuk menghasilkan keragaman yang tidak terbatas, perbedan, berlimpahan, dan keunikan. Alam tidak pernah membuat benda yang sama. Ada berarti menjadi berbeda. Semakin meneliti suatu hal, semakin ditemukan adanya ciri-ciri yang membedakannya dari yang
27
lain. prinsip diferensiasi mendorong alam semesta menuju keragaman yang tak terbatas, dan hal itu menjelaskan kecendrungan entitas-entitas yang berbeda untuk bekerja sama dalam bentuk yang disebut dengan simbiosis. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual membawa siswa menuju
keunikan.
membebaskan para
Pembelajaran
dan
pengajaran
kontekstual
siswa untuk menjelajahi bakat pribadi mereka,
memunculkan cara belajar mereka sendiri, berkembang dengan langkah mereka sendiri 3)
Prinsip
Pengaturan
Diri Prinsip pengaturan-diri menyatakan bahwa setiap entitas terpisah di alam semesta memiliki sebuah potensi bawaan, suatu kewaspadaan atau
kesadaran
yang
menjadikannya
sangat
berbeda.
Prinsip
pengaturan-diri meminta para guru untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, sasaran utama sistem pembelajaran dan pengajaran kontekstual adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh keterampilan karier, dan mengembangkan karakter
dengan
cara
menghubungkan
tugas
sekolah
dengan
pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga prinsip ilmiah dalam pelaksanaan metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketiga prinsip ini bekerja sesuai dengan prinsip kerja alam semesta.
28
Ketiga prinsip ini juga saling berkaitan antara satu sama lain dan saling melengkapi. Prinsip kesaling-bergantungan membuat hubungan-hubungan menjadi mungkn segala sesuatunya adalah bagian dari suatu jaringan kehidupan. Prinsip diferensiasi mewujudkan keunikan dan keberagaman yang tak terbatas. Segala yang beragam itu menciptakan ragam baru di alam semesta. Prinsip pengorganisasian diri menganugerahi setiap entitas dengan kepribadiannya, kesadaran tentang dirinya dan potensinya. 4.
Faktor
Yang
Mempengaruhi Pembelajaran Dan Pengajaran Kontekstual
Menurut Sanjaya ada empat factor yang mempengaruhi system pembelaran, yaitu :
Faktor guru Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam mempergunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Menurut Dunkin (dalam Sanjaya, 2008) ada sejumlah aspek yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari factor guru, diantaranya :
Teacher formative experience
29
Meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang social mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini diantaranya meliputi tempat kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adapt istiadat, keadaan keluarga darimana guru tersebut berasal.
Teacher training experience Meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru
Teacher properties Segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan inteligensi guru, motivasi dan kemampuan dalam
pengelolaan
pembelajaran
termasuk
di
dalamnya
kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pengajaran.
Selain latar belakang guru, pandangan guru terhadap mata pelajaran
yang
diajarkan
juga
dapat
mempengaruhi
proses
pembelajaran. Guru yang menganggap mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran hapalan, misalnya akan berbeda dalam pengelolaan pembelajarannya dibandingkan dengan guru yang menganggap mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir.
30
b. Faktor siswa Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembanga masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama tersebut, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa adalah aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiences serta faktor sifat yang dimiliki siswa ( pupil properties). Sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. c.
Faktor sarana dan prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung
terhadap
kelancaran
proses
pembelajaran,
misalnya
media
pembelajaran, perlengakapan sekolah, dan lain sebagainya. Prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan sebagainya. d.
Faktor Lingkungan Ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu :
31
1) faktor organisasi kelas Meliputi sejumlah siswa dalam satu kelas. Organisasi kelas yang
terlalu
besar
akan
kurang
efektif
untuk
mencapai
pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecendrungan :
sumber daya kelompok akan bertambah sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.
Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan mempergunakan semua sumber daya yang ada.
Kepuasan belajar setiap siswa akan cendrung menurun.
Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak sehingga semakin sukar mencapai kesepakatan.
Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecendrungan akan semakin banyaksiswa yang terpaksa menunggu untuk samasama maju mempelajari materi pelajaran baru.
Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cendrung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
2)
faktor iklim social-psikologis Yang
dimaksud
dalam
iklim
social-psikologis
adalah
keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim social ini juga dapat terjadi secara internal atau eksternal. Secara internal misalnya hubungan antara siswa-
32
siswa, siswa-guru, guru-guru. Sedangkan secara eksternal misalnya hubungan sekolah-orangtua siswa, sekolah-lembaga masyarakat.
Dari uraian di atas ada terdapat empat faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu metode pembelajaran termasuk metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Dengan keberadaan guru yang kompeten, siswa yang aktif dan memiliki minat dan motivasi untuk belajar yang tinggi, dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, serta lingkungan yang mendukung baik dari faktor organisasi kelas maupun faktor iklim sosial-psikologis, akan menjadikan metode pembelajaran dan pengajaran menjadi semakin efektif dan berhasil dalam pelaksanaannya.
C.
PENGARUH
METODE
PEMBELAJARAN
DAN PENGAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KREATIVITAS
Kreativitas merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh siswa.
Dengan
kreativitas
seseorang
dapat
mewujudkan
dan
mengaktualisasikan dirinya (Maslow dalam Munandar, 2004). Munandar (2004) menambahkan bahwa kreativitaslah yang memungkinkan seseorang untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Fenomena
yang
terjadi
dalam
dunia
pendidikan
seringkali
menghambat kreativitas di kalangan para siswa. Guilford dalam pidatonya pada tahun 1950 menyatakan bahwa pengembangan kreativitas di telantarkan dalam
pendidikan
formal,
padahal
kreativitas
amat
bermakna
bagi
33
pengembangan potensi anak secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni budaya. Bentuk pemikiran kreatif masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan, sebab, di sekolah yang dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran/berfikir logis (dalam Munandar, 2004). Metode pembelajaran tradisional cendrung menuntut para siswanya untuk mampu menghapalkan materi-materi yang ada di dalam buku pelajaran. Para siswa tidak dapat memiliki pikirannya sendiri sehingga secara tidak langsung menghambat kreativitas yang dimiliki oleh para siswanya. Metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan suatu metode yang mengaitkan materi pelajaran yang ada dengan kehidupan nyata dan menemukan makna dari setiap materi yang dipelajarinya. Dalam metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual ini, siswa diminta untuk mengaitkan segala
aspek
kehidupan
sesuai
dengan
prinsipnya
yaitu
kesaling-
bergantungan. Selain itu, metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual juga mengajak para siswanya untuk bisa bekerja sama dengan teman sebayanya dalam menyelesaikan tugas mereka atau memecahkan suatu permasalahan. Dengan bekerja sama maka siswa akan menemukan gagasan yang berbeda karena pada dasarnya manusia itu tidak ada yang sama. Selain itu, metode pembelajaran dan pengajaran juga mengajak para siswanya untuk melihat suatu penyelesaian dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Menurut Sukmadinata (2003, h. 157), siswa yang dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandangan, atau menguraikan sesuatu masalah
34
atas beberapa kemungkinan pemecahan jawaban merupakan siswa yang memiliki pola pikir divergen. Guilford (dalam Munandar, 1999, h. 122) menyebutkan, pola piker divergen merupakan salah satu indikator dari kreativitas. Merangsang siswa untuk melihat suatu permasalahan dari bermacam-macam
sudut
pandang
sehingga siswa
dapat
memberikan
alternatif-alternatif penyelesaian akan menumbuhkan fleksibilitas pemikiran yang merupakan salah satu aspek utama dari kreativitas (Munandar, 1999, h. 122). Dalam metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual para siswa diajak untuk berpikir kritis dan kreatif. Menurut Sizer (dalam Jhonson, 2009, h. 181-182), sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. Sistem pembelajaran dan pengajaran kontekstual adalah tentang pencapaian intelektual yang berasal dari partisipasi aktif merasakan pengalaman-pengalaman yang bermakna, pengalaman yang memperkuat hubungan antara sel-sel otak yang sudah ada dan membentuk hubungan baru. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini dalam dunia nyata. Berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal. Hal ini sejalan dengan aspek-aspek yang terdapat dalam kreatifitas terutama aspek orisinalitas.
35
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa prinsip prinsip dan komponen yang terdapat dalam pembelajaran dan pengajaran kontekstual memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan aspek-aspek yang terdapat dalam kreatifitas
D.
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual dalam pelajaran IPA berpengaruh terhadap kreativitas siswa kelas V SD. Siswa yang mendapatkan metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual memiliki kreativitas yang lebih tinggi daripada siswa yang tidak mendapatkan metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Dengan kata lain,
terjadi
peningkatan
kreativitas
pada siswa
mendapatkan metode pembelajaran dan pengajaran kontekstual.
yang
36
DAFTAR PUSTAKA
Akbar. R., Hawadi, Wiharjdo, Wiyono. 2001. Kreativitas. Jakarta: Gramedia Freeman. J., Munandar. U. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: Gramedia
Hurlock, Elizabeth B. 1992. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC). Mihalyi, C. 1996. Creativity: Flow and the Psychology of Discovery and Invention. New York: HarperCollinPublihers Munandar, Utami. 1983. Kreativitas sebagai Aktualisasi Diri: Sebuah Tinjauan Psikologis . Jakarta: Dian Rakyat. ______________. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia ______________. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat . Jakarta: PT Rineka Cipta. Petty, Geoffrey. 2002. How to be Better at Creativity: Memaksimalkan Potensi Kreatif . Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Pendidikan . Jakarta: Kencana West, M. 2000. Developing Creativity in Organizations: Mengembangkan Kreativitas dalam Organisasi. Yogyakarta: Kanisius