BAB V
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)
Latar Belakang Munculnya GCG
Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20,
menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi
yang paling dominan di seluruh dunia. Sistem ekonomi kapitalis ini makin
kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu
dipaksakan oleh negara-negara maju penganut sistem ekonomi kapitalis. Ciri
utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan
perusahaan dikuasai oleh individu-individu / sektor swasta. Dalam
perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncu sebagai perusahaan-perusahaan
swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melebihi batas-
batas suatu negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-
perusahaan raksasa ini bahkan mampu memengaruhi dan mengarahkan berbagai
kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya. Sering kali
terjadi pemerintah suatu negara yang seharusnya menjadi kekuatan terakhir
sebagai pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan
menjadi tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh
para pelaku bisnis.
Timbulnya krisis ekonomi di Indonesia disebabkan oleh tata kelola
perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola
pemerintahan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi
peluang besar munculnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal
ini dapat ditunjukkan pada beberapa fakta berikut:
Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta
asing karena tidak adanya alat kendali yang efektif.
Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.
Banyak direksi BUMN termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak
independen.
Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional,
melainkan oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.
Pengertian GCG
Beberapa definisi:
Cadbury Committee of United Kingdom,
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Sukrisno Agoes,
Suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan komisaris, peran
Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Organization for Economic Cooperation and Development
Suatu struktur yang terdiri atas pemegang saham, direktur, manajer,
seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
Wahyudi Prakarsa,
Mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara
manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan
kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) lainnya
Konsep GCG:
"1. Wadah "Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan) "
"2. Model "Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, "
" "termasuk prinsip-rinsip, serta nilai-nilai yang "
" "melandasi praktis bisnis yang sehat. "
"3. Tujuan "Meningkatkan kinerja organisasi "
" "Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku "
" "kepentingan "
" "Mencegah dan mengurangi manipulasi serta "
" "kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan "
" "organisasi "
" "Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan"
" "tidak dirugikan "
"4. Mekanisme "Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran,"
" "wewenang, dan tanggung jawab. "
Prinsip GCG
Menurut:
Organization for Economic Cooperation and Development:
Perlakuan yang setara antara pemangku kepentingan (fairness)
Transparansi (transparency)
Akuntabilitas (accountability)
Responsibilitas (responsibility)
Keputusan nomor Kep-117/M-MBU/2002:
Kewajaran (fairness)
Transparansi
Akuntabilitas
Pertanggungjawaban
Kemandirian
National Committee on Governance:
Transparansi (transparency)
Akuntabilitas (accountability)
Responsibilitas (responsibility)
Independensi (independency)
Kesetaraan (fairness)
Kesimpulan:
Perlakuan yang setara (fairness),
Prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan setara.
Prinsip transparansi,
Lewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan
dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.
Prinsip Akuntabilitas
Prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya.
Prinsip Responsibiltas,
Prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban
atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku
kepentingan sebagai wujud kepercayaan.
Kemandirian,
Suatu keadaan di mana para pengelola dalam mengambil keputusan
bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan
bebas dari tekanan/pengaruh dari manapun.
Manfaat GCG
Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
Mendapatkan biaya modal yang lebih murah
Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja
ekonomi perusahaan
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku
kepentingan terhadap perusahaan
Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA
Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun Undang-Undang ini
kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 Tahun 2007, perseroan
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Beberapa ketentuan lama yang masih relevan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 masih dipertahankan. Namun ada beberapa ketentuan
baru yang merupakan penyempurnaan rambu-rambu secara besar yang berkaitan
dengan tata kelola perusahaan (corporate governance). Ketentuan yang
disempurnakan, antara lain:
1. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi
yang ada, seperti: telekonferensi, video konferensi atau sarana media
elektronik lainnya (Pasal 77).
2. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status
badan hukum dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
3. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris, termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan
komisaris utusan (Bab VII).
4. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan (Bab V).
Secara spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab RUPS, Dewan Komisaris,
dan Dewan Direksi dapat diringkas sebagai berikut:
1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal
19 ayat 1).
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal
38 ayat 1).
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat
1 dan Pasal 44 ayat 1).
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan
Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).
e. Menyetujui dan menetapkan pengunaan laba bersih, penyisihan cadangan
dan dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau
pemisahan, pengajuan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya,
dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan
Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111).
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris
(Pasal 96 dan Pasal 113).
2. Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat
kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan
bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan
bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk
mendukung tugas Dewan Komisaris (Pasal 121).
3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai
dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan
Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92).
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugasnya (Pasal 97).
c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal
98).
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, risalah rapat
Direksi (Pasal 100 ayat 1a).
e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b).
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan
dokumen Perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan
Pasal 2).
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan,
atau menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102).
Sehubungan dengan sistem hukum yang berkaitan dengan Direksi dan Komisaris,
terdapat dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan,
yaitu
1. Model Anglo-Saxon (disebut juga single-board system)
Diikuti oleh Amerika dan Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya
pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan Komisaris (selaku
pengawas).
2. Model Kontinental (disebut juga two-board system)
Diikuti oleh negara-negara Eropa selain Inggris dan Indonesia. Dalam sistem
ini organ Dewan Direksi sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan organ
Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat Direksi.
ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda menyebutkan paling tidak diperlukan
empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Komisaris dan Direktur Independen
Indra Surya dan Ivan Yustiavananda mengungkapkan terdapat dua pengertian
independen terkait konsep komisaris dan direktur independen.
Pertama, komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk
untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas).
Anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS,
sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan
suara para pemegang saham. Hak suara RUPS didasarkan atas jumlah saham yang
dimiliki masing-masing pemegang saham sehingga para anggota Direksi dan
Komisaris akan selalu berpihak kepada kepentingan pemegang saham mayoritas
dan sering kali mengabaikan dan merugikan pemegang saham minoritas.
Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk
berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian
professional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi
kepentingan perusahaan.
Selain kedua pengertian tersebut, masih ada pengertian ketiga yang biasa
dipakai dalam kode etik akuntan publik, yang dalam konteks ini sering
dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in appearance.
Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan
tindakan didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang
bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar.
Independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang
mengharapakan calon yang bersangkutan (calon auditor, komisaris, atau
direktur) secara fisik tidak mempunyai hubungan darah (kepentingan
langsung) dengan perusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak luar tentang kenetralan
yang bersangkutan.
Aturan dari PT. Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2014 Pasal
III.I.6., mengenai syarat menjadi direktur independen adalah sebagai
berikut:
a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali
Perusahaan tercatat yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 bulan
sebelum penunjukan sebagai direktur tidak terafiliasi.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris dan Direktur
lainnya dari Perusahaan Tercatat.
c. Tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain.
d. Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi penunjang pasar
modal yang jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama 6 bulan
sebelum penunjukan sebagai Direktur.
Komite Audit
Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris
untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas
pengawasan yang diperlukan. Salah satunya adalah Komite Audit.
Menurut Hananti, tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah
membantu Dewan Komisaris, antara lain:
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai
(prinsip tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip
transparansi).
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya
audit eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal
(prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit
selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip
tanggung jawab).
Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute menyebutkan
syarat-syarat menjadi anggota Komite Audit adalah:
a. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
b. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 orang Komisaris Independen dan
sekurang-kurangnya 2 orang anggota berasal dari luar Emiten atau
Perusahaan Publik.
c. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman
yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu
berkomunikasi dengan baik.
d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang
pendidikan keuangan dan akuntansi.
e. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan
keuangan.
f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa
audit dan/atau non-audit pada Emiten atau Perusahaan Publik yang
bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2. Tentang Independensi
Akuntan yang memberikan jasa audit di Pasar Modal.
g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalm satu
tahun terakhir sebelum diangkat Komisaris.
h. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten
atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh
saham akibat suatu peristiwa hukum, maka dalam jangka waktu paling
lama 6 bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan
kepada pihak lain.
i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktur,
atau Pemegang Saham Utama.
j. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau
Perusahaan Publik lain pada periode yang sama.
l. Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Komite Audit.
Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan
strategis karena berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau
semacam public relations/investor relations antara perusahaan dengan pihak
di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara
lain menyimpan dokumen perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat
direksi dan RUPS serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya
bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Pada awalnya , tujuam didirikan BUMN terkandung dalam pasal 33 ayat 3 UUD
1945 yang berbunyi " Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran
rakyat". Namun dalam perjalanannya tujuan utama BUMN sudah berubah sama
seperti sektor swasta yaitu mencari keuntungan.
Tiga jenis bentuk hukum BUMN , yaitu:
1. Persero :
Modalnya: terdiri atas saham (perbedaan dengan sasta , sebagian
besar modal dikuasai Pemerintah).
Tujuannya: mencari keuntungan.
Contoh : PLN(kelistrikan) , Telkom( telekomunikasi).
2. Perusahaan Umum (Perum)
Modalnya : setoran modal Pemerintah.
Tujuannya : tidak sepenuhnya mencari keuntungan tapi juga
membawa misi sosial.
Contoh : Perumnas (penyedian perumahan memperhatikan daya beli
masyarakat) , Perum Bulog (menyediakan, mendistribusikan ,
mengendalikan harga kebutuhan pokok seperti beras , minyak
goreng).
3. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Modalnya : disisihkan dari APBN
Tujuannya : pelayanan masyarakat
Contoh : PJKA ( Perusahaan Jawatan Kereta Api) tapi sekarang
sudah tidak ada lagi karena PJKA berganti menjadi Persero.
Persoalan pokok yang dihadapi oleh BUMN adalah rendahnya keuntungan yang
diperoleh dibandingkan dengan total hartanya. Hal ini dapat dilihat antara
lain pada :
Pemberian remunerasi (imbalan / penghargaan atas jasa yang diberikan
atau disebut juga upah / gaji) yang berlebihan kepada direksi yang
tidak mencerminkan keterkaitan dengan pencapaian target kinerja dan
ada penyalahgunaan fasilitas BUMN untuk manajemen.
Terlalu kuatnya pemegang saham dalam pemberian paket remunerasi tidak
merangsang direksi untuk melakukan usaha terbaiknya bagi kepentingan
BUMN.
Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak
memperhatikan kepentingan pemegang saham.
Penyusunan past service liabilities yang menguntungkan direksi dan
konisaris , tetapi membebani BUMN.
Direksi melakukan stratgi diversifikasi untuk meningkatkan ukuran
perusahaan demi pretise dirinya tanpa memperhatikan dampak pada
kinerja perusahaan.
Intervensi (campur tangan) pemegang saham atau pihak luar secara
berlebihan dalam kegiatan operasional BUMN
Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh
manajemen.
Untuk mengatas masalah pokok dalam BUMN maka Kementrian Negara BUMN
mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tg 31 Mei
2000 tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada
BUMN. Kemudian disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor
Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 , didalamnya tertulis tujuan dan
prinsip GCG yaitu:
1. Tujuan GCG diatur dalam Pasal 4 , yaitu :
Memaksimalkan nilai BUMN : caranya meningkatkan prinsip
keterbukaan , akuntabilitas , dapat dipercaya , bertanggung
jawab , dan adil agar perusahaan memiliki daya saing kuat baik
secara nasional maupun internasional.
Mendorong pengelolaan BUMN : dengan cara profesional ,
transparan , efisien , seta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemandirian.
Mendorong agar membuat keputusan dilandasi nilai moral tinggi
dan kepatuhan pada peraturan Perundang-undangan berlaku serta
kesadaran akan tanggung jawab sosial BUMN terhadap para pemangku
kepentingan maupun kelestarian lingkungan BUMN.
Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
Menyukseskan program privatisasi : (pengalihan kepemilikan
dari milik umum jadi milik pribadi ,, tapi yang dimaksudkan
disini adalah positifnya yaitu membantu terbentuknya pasar bebas
, mengembangkan kompetisi kapitalis dan memberikan harga lebih
kompetitif )
2. Prinsip – prinsip GCG diatur dalam pasal 3 , yaitu :
Transparansi : keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materiil dan
relevan tentang perusahaan.
Kemandirian : perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan / tekanan dari pihak lain , maupun yang
tidak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan dan prinsip
perusahaan yang sehat.
Akuntabilitas : kejelasan fungsi , pelaksanaan , dan
pertanggungjawabanorgan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
Pertanggungjawaban : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip
perusahaan yang sehat.
Kewajaran (fairness) : keadilan dalam pemenuhan hak-hak
pemangku kepentingan berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa contoh kasus pengelolaan BUMN sebelum dan sesudah penerpan prinsip-
prinsip GCG, yaitu :
GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DIINDONESIA
Pasar modal adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli , didalamnya
diperjualbelikan instrumen keuangan (sekuritas ) jangka panjang ( obligasi
, saham , dan instrumen derivatif).
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga dan unsur penunjang pasar
modal, antara lain :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), yaitu
lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi
kegiatan semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal dan keuangan
berjalan adil dan efektif.
2. Bursa Efek, yaitu lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan
sekuritas pasar modal. Saat ini yang menyelenggarakan kegiatan
perdagangan pasar modal di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia
(BEI), yaitu suatu lembaga baru yang merupakan gabungan (merger) dari
dua penyelenggara sebelumnya, yaitu bursa efek Jakarta (BEJ) dan Bursa
Efek Surabaya (BES).
3. Lembaga Kliring, yaitu lembaga yang mirip dengan lembaga kliring uang
giral yang dikenal dalam dunia perbankan. Frekuensi perdagangan di
bursa sedemikian seringnya sehingga tidak mungkin dilakukan
perpindahan instrumen sekuritas secara fisik setiap saat. Fungsi
lembaga kliring ini adalah menyimpan dan mengatur arus fisik sekuritas
tersebut.
4. Emiten, yaitu perusahaan yang menjual instrumen sekuritas untuk
memperoleh dana dari investor di bursa.
5. Underwriter, yaitu perusahaan penjamin bagi emiten agar emiten sukses
dalam menjual instrumen sekuritas tersebut. Fungsi underwriter adalah
memastikan bahwa instrumen sekuritas yang diterbitkan oleh emiten
dapat terjual habis dengan harga wajar.
6. Investor/Calon Investor, yaitu institusi atau perorangan yang setiap
saat melakukan transaksi pembelian dan penjualan atas instrumen
sekuritas yang di perdagangkan di bursa.
7. Akuntan Publik, yaitu lembaga yang melakukan audit atas kewajaran
laporan keuangan emiten dan memberikan opini audit atas kewajaran
laporan keuangan emiten yang diperiksanya. Emiten yang akan
menerbitkan instrumen sekuritas, laporan keuangannya diwajibkan untuk
diaudit oleh akuntan publik terlebih dahulu dan hanya emiten yang
hasil audit laporan keuangannya berupa wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion) yang diperbolehkan menerbitkan instrumen
sekuritas di bursa.
8. Notaris, yaitu lembaga hukum yang memberikan dasar keabsahan secara
legal berbagai peristiwa/kegiatan penting di dalam perusahaan, seperti
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), jual beli aset tetap perusahaan,
peminjaman uang dan sebagainnya.
9. Konsultan Hukum, yaitu lembaga yang diperlukan emiten untuk memeriksa
dan memastikan bahwa emiten yang akan menerbitkan instrumen sekuritas
tersebut tidak memiliki sengketa hukum dengan pihak lain.
10. Konsultan Keuangan, yaitu lembaga yang dapat diminta jasanya oleh
emiten untuk memberikan nasehat di bidang keuangan sebelum menerbitkan
sebuah instrumen sekuritas. Jasa yang diberikan sangat luas, antara
lain mencakup penentuan struktur permodalan dan keuangan,
reorganisasi, quasi reorganisasi, penetapan jenis instrumen,
penyusunan proyeksi laporan keuangan, penaksiran harga instrumen
sekuritas yang akan diterbitkan dan sebagainya.
Fungsi dan peran Bapepam LK dalam aktivitas pasar modal suatu negara sangat
strategis karena lembaga inilah yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengawasi semua lembaga terkait dan membuat berbagai peraturan yang harus
dipatuhi oleh semua lembaga terkait agar kegiatan pasar modal di bursa
dapat berjalan secara adil, efektif, dan efisien.
Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor dan calon
investor tertarik untuk melakukan transaksi di bursa. Mereka tertarik
karena percaya bahwa semua lembaga terkait di bursa telah menjalankan
fungsi mereka sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan oleh
badan pengawas pasar modal.
Kegiatan pasar modal disebut efisien bila semua lembaga terkait
termasuk investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatan di bursa
tersebut dapat terselenggara dengan cepat tanpa di bebani biaya yang
berlebihan.
Kegiatan pasar modal dianggap adil (fair) bila semua pihak terkait,
termasuk para calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di
bursa tersebut.
Jadi, pada intinya fungsi Bapepam LK dalam hal ini adalah memastikan agar
semua lembaga penunjang yang terkait di bursa menjalankan tata kelola
lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi berbagai peraturan
perundang –undangan yang berlaku, termasuk seperangkat aturan yang
dikeluarkan oleh Bapepam LK tersebut. Bapepam juga berfungsi mengawasi dan
menegakkan aturan main yang ada, termasuk memberikan sanksi yang diperlukan
kepada lembaga terkait yang melanggar aturan main tersebut demi terciptanya
pasar modal yang adil, efektif dan efisien.
GCG Perbankan di Indonesia
Aktivitas bisnis dan sistem perekonomian yang kuat harus didukung oleh
sistem perbankan yang kuat. Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi
GCG oleh Bank-Bank Komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur
tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi,
akuntabilitas, tanggung
jawab, independensi dan kesetaraan (Pasal 1 ayat 6);
b. Tujuan Implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan:
Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan
Direksi.
Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi
internal audit bank.
Kinerja ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal.
Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian
internal.
Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam
jumlah besar.
Rencana strategis bank.
Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.
c. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Komisaris (Bab II
Pasal 4-18);
d. Jumlah, komposisi, kriteria dan indenendensi Dewan Direksi (Bab III
Pasal 19-37);
e. Komite (Bab IV Pasal 38-48);
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52);
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53)
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55);
i. Rencana Strategi Bank;
j. Aspek Transparansi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58);
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60);
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66);
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68);
n. Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75);
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77);
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78).