108
BAB VII PROBLEMA TIGA TITIK DAN POLA PENYEBARAN SINGKAPAN VII.1. Problema Tiga Titik Seringkali singkapan yang ada di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi tertutupi soil yang tebal dan vegetasi yang lebat sehingga sangat sulit untuk mendapatkan singkapan yang segar. Namun dari minimal tiga singkapan perlapisan batuan yang berbeda lokasi dan ketinggian dapat dicari kedudukan perlapisan batuan sesungguhnya. Metode ini dikenal dengan metode problema tiga titik. Selain dari data singkapan, metode ini juga dapat digunakan untuk mencari kedudukan lapisan batuan dengan menggunakan data lubang bor. Problema tiga titik dapat digunakan apabila data – data memenuhi syarat : 1. Ketiga titik singkapan yang telah diketahui lokasi dan ketinggiannya terletak pada satu bidang /merupakan satu perlapisan. 2. Bidang perlapisan tersebut belum terganggu oleh struktur (terpatahkan/terlipatkan). Dalam menyelesaikan problema tiga titik ini terdapat dua cara yaitu : 1. Cara proyeksi 2. Cara grafis VII.2.1 Cara Proyeksi Contoh : Diketahui suatu lapisan batupasir yang kaya dengan bijih tembaga tersingkap di tiga titik pengamatan. Pada lokasi B yang berjarak 450 m dari titik A dengan arah N 200 o E dan titik C berjarak 400 m dengan arah N 150 o E dari titik A. Tentukan strike dan kemiringan lapisan batupasir tersebut. Ketinggian titik A 175 meter, B 50 meter,dan C 100 meter. Skala 1 : 10.000 Penyelesaian : Lihat gambar 7.1. Urutan penyelesaian sebagai berikut : 1. Tentukan letak ketiga titik A, B, dan C yang sudah diketahui. 2. Buat garis k yang berarah timur – barat (0 meter). Proyeksikan titik A, B, dan C pada k sehingga diperoleh A’, B’, dan C’. 3. Dengan menggunakan garis k sebagai garis rebahan, tentukan titik A”, B”, dan C” dengan jarak dan ketinggian yang sesuai dengan skala.
109
4. Buat garis l sejajar k melalui titik C” (titik yang berada di dua ketinggian) hingga memotong A”B” di titik D”, kemudian proyeksikan balik titik D” ini ke garis AB sehingga didapat D.
Gambar 7.1 Penyelesaian cara proyeksi
5. Hubungkan titik D dan C sebagai garis DC yang merupakan strike perlapisan. 6. Buat garis tegak lurus DC sebagai garis m dengan ketinggian 175 meter (titik tertinggi). 7. Pada garis DC buat titik C” dengan jarak yang sama dengan ketinggian A (titik tertinggi) dikurangi ketinggian B (titik menengah). 8. Hubungkan titik C”’ dan B”’ hingga berpotongan di garis m di A”’. 9. Sudut yang dibentuk antara garis tersebut dengan garis m merupakan sudut kemiringan lapisan batuan sedangkan arah dari dari strike diketahui dari memperhatikan ketinggian relatifnya. 10. Maka kedudukan lapisan batuan N 70o E/20o
110
III.2.2 Cara Grafis Contoh sama dengan pada cara proyeksi. Penyelesaian (Gambar 7.2) : 1. Plot lokasi ketiga titik 2. Tentukan D dengan menggunakan rumus perbandingan jarak : Ketinggian A – Ketinggian B
Jarak AB =
Ketinggian C – Ketinggian B
Jarak BD
3. Titik D mempunyai ketinggian yang sama dengan C. Garis yang menghubungkan kedua titik tersebut adalah strike perlapisan. 4. Buat garis tegak lurus DC sebagai garis m dengan ketinggian 175 meter (ketinggian tertinggi).
Gambar 7.2 Penyelesaian cara grafis
5. Pada garis DC buat titik C’ dengan jarak dari garis m sebesar selisih ketinggian A (titik tertinggi) dan B (titik menengah). 6. Buat garis sejajar DC (strike) melalui A dan berpotongan dengan garis m di titik A’. 7. Hubungkan titik A’ dan C’ sebagai garis A’C’. Sudut yang dibentuk oleh garis A’C’ dengan garis m merupakan kemiringan lapisan batuan. 8. Kedudukan lapisan N 70o E/20o
111
VI.2. Pola Penyebaran Singkapan Terkadang, pada suatu daerah dengan topografi yang komplek, akan memberikan pola penyebaran singkapan yang komplek pula. Penyebaran singkapan batuan dapat diperkirakan dari hubungan antara kedudukan lapisan batuan tersebut dengan kontur topografinya. Aturan – aturan yang mengatur mengenai hubungan tersebut disebut dengan Hukum ”V”. Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan penyebaran suatu singkapan batuan : 1. Lapisan yang memiliki kedudukan horisontal akan mempunyai kontak yang konstan terhadap ketinggian. Kontak akan tepat dengan atau paralel terhadap kontur topografi (Gambar 7.3a) 2. Tetapi ketika lapisan memiliki kedudukan vertikal, kontak akan memotong topografi secara tegas dan lurus tanpa mengikuti kontur topografi (Gambar 7.3b).
Gambar 7.3 Pola penyebaran singkapan. (a) Lapisan horisontal.(b) Lapisan tegak
3. Lapisan dengan kemiringan yang kecil akan membentuk kontak batuan yang agak mengikuti kontur topografi, sedangkan lapisan dengan kemiringan yang besar akan kurang mengikuti kontur topografi. Dibawah ini akan digambarkan suatu seri peta yang memperlihatkan perpotongan kontak batuan dengan topografi. Kontur struktur dan kontur topografi memiliki interval 100 meter. Kontak digambarkan dengan warna hijau dan batuan yang ada dibawah kontak berwarna kuning. Diketahui jurus lapisan 45o dan berada pada ketinggian 700 meter. a) Kemiringan lapisan berlawanan dengan slope topografi Pada peta – peta dibawah ini, slope topografi ke arah tenggara sedangkan kemiringan lapisan ke arah barat laut.
112
Gambar 7.4 Peta penyebaran singkapan yang dibentuk dari perpotongan kontur topografi (coklat) dengan kontur struktur (merah)
(1) Horisontal. (2) Dip 9o NW. (3)Dip 17o NW. (4) Dip 32o NW
113
Gambar 7.5 Peta penyebaran singkapan yang dibentuk dari perpotongan kontur topografi (coklat) dengan kontur struktur (merah) o
(1) Dip 52 NW. (2) Dip 68o NW. (3)Dip 79o NW. (4) Vertikal
Catatan : Kontak akan membentuk huruf V apabila kontak memotong pegunungan atau lembah. Kontak yang membentuk huruf V akan mengarah ke downdip dimana kontak itu memotong lembah (Gambar 7.6 a,b,c) b) Kemiringan lapisan searah dengan slope topografi Pada peta – peta dibawah ini akan digambarkan suatu kontak dengan slope topografi yang berarah tenggara. Interval konur struktur yang berkurang setengah dari satu peta ke peta berikutnya.
114
3
4
Gambar 7.7 Peta penyebaran singkapan yang dibentuk dari perpotongan kontur topografi (coklat) dengan kontur struktur (merah) (1)Horisontal. (2) Dip 9o NE. (3)Dip 17o NE. (4) Dip 32o NE
Pada peta 2 kontak kemiringan berada pada down-valley, tetapi kontak membentuk V mengarah ke upvalley. Kemudian pada peta 3, bentuk V membalik dan mengarah ke downvalley. Pada peta 2 kemiringan lapisan mendekati sama dengan slope dari dasar lembah, sehingga kontaknya mengarah ke upvalley. Jika slope tepat sama dengan kemiringan lapisan, maka kontak akan berada di sepanjang dinding lembah dengan ketinggian yang konstan diatas dasar lembah. Pada peta 1, kontak juga membentuk V yang mengarah ke upvalley, dimana hal ini merupakan ciri dari kontur topografi. Hukum V pada kontak yang miring dapat digunakan pada kemiringan yang relatif ke lembah atau pegunungan yang dipotong. Sangat jarang ditemukan dasar lembah atau puncak bukit yang memiliki slope sangat curam, sehingga kebanyakan kontak pada peta geologi membentuk V yang mengarah ke downdip seperti halnya lembah. Pada peta 3 bidang lapisan lebih terjal daripada topografinya, sehingga bentuk V mengarah ke downvalley.
115
Sebagai catatan bahwa antara peta 2 dan 3, daerah kuning secara jelas membalik dari SW to NE. Alasannya bahwa slope topografi regional berada diantara 9o – 17o SW. Pada peta 2, bidang lapisan memiliki kemiringan yang lebih landai dibandingkan topografi tetapi pada peta 3, bidang lapisan lebih terjal daripada topografi.
Gambar 7.8 Peta penyebaran singkapan yang dibentuk dari perpotongan kontur topografi (coklat) dengan kontur struktur (merah) o
(1) Dip 52 NW. (2) Dip 68o NW. (3)Dip 79o NW. (4) Vertikal
116
Gambar 7.9 Penyebaran singkapan batuan berdasarkan topografi dan kemiringan lapisan batuan (Hukum V)
117
VII.2.1 Pembuatan Pola Penyebaran Singkapan Untuk membuat pola penyebaran singkapan, dilakukan kombinasi antara data kedudukan lapisan batuan dan data topografi untuk dapat mengetahui penyebaran singkapan batuan tersebut. Pola penyebaran singkapan tergantung pada : 1. Tebal lapisan 2. Topografi 3. Besar kemiringan lapisan batuan 4. Bentuk struktur lipatan Sedangkan topografi dikontrol oleh batuan penyusun, struktur geologi, dan proses geomorfik. Bila setiap singkapan batuan yang sama dihubungkan satu sama lain dan batas satuan batuan tersebut digambarkan pada peta topografi, maka akan tampak suatu pola penyebaran singkapan. Hubungan antara kedudukan lapisan, penyebaran singkapan, dan topografi dirumuskan ke dalam suatu aturan tertentu yang disebut dengan Hukum V (lihat gambar 3.3). Pola penyebaran singkapan dapat digambarkan pada peta topografi apabila : 1. Letak titik singkapan pada peta topografi diketahui 2. Strike dan kemiringan lapisan batuan diketahui 3. Terdapat garis ketinggian pada peta topografi 4. Singkapan batuan yang akan dibuat polanya belum terganggu oleh struktur. Contoh : Di lokasi X tersingkap batas batulempung dengan batugamping dengan kedudukan N 90o E/20o dimana batugamping berada di atas batulempung. Peta topografi dan posisi X diketahui. Penyelesaian : Lihat gambar 7.10. Urutan penyelesaian sebagai berikut : 1. Buat garis SS’ yang sejajar dengan strike lapisan batuan yang melewati X. 2. Buat garis tegak lurus SS’ sebagai garis AB dan berpotongan di C (ketinggian 800 meter). 3. Buat garis CE yang melalui C dan menyudut terhadap garis AB dengan sudut sebesar kemiringannya (dip = 20o). 4. Pada garis SS’ buat skala sesuai dengan ketinggiannya mulai dari titik C, ke arah luar semakin kecil, sesuai dengan skala peta. 5. Buat garis yang melalui titik – titik ketinggian tersebut sejajar dengan garis AB dan berpotongan dengan garis CE pada titik – titik tertentu.
118
6. Dari titik tersebut buat garis sejajar strike lapisan hingga berpotongan dengan garis kontur. 7. Buat titik perpotongan garis tersebut dengan kontur yang mempunyai ketinggian yang sama sebagai titik sama tinggi. 8. Hubungkan titik – titik tersebut dari masing – masing ketinggian sehingga membentuk suatu pola penyebaran singkapan.
Gambar 7.10. Membuat pola penyebaran singkapan