REFERAT GASTRITIS DAN ULKUS PEPETIKUM
Oleh : Aldi Fauzan Lazuardi 1102009019
Pembimbing dr. Nugroho Budi Santoso, Sp.PD
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi RSUD PASAR REBO Jakarta
BAB I PENDAHULUAN Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satu sistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut, esofagus, gaster, colon dan anus. Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satu gangguan pencernaan yang paling sering dijumpai dan diderita masyarakat adalah gastritis atau di masyarakat umum sering disebut dengan penyakit maag atau dalam istilah kesehatan dikenal dengan gastritis. Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat maupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara penanganan yang tepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu yang paling banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat sering menganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini akan semakin besar dan parah maka inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah, dan mudah berdarah. Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres, karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol dan obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada penyakit gastritis adalah rasa tidak enak pada perut, perut kembung, sakit kepala, mual, lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat menganggu aktifitas sehari -hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak enak pada perut. Selain dapat menyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas, ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B12. Ada berbagai cara untuk mengatasi agar tidak terkena penyakit gastritis dan untuk menyembuhkan gastritis agar tidak menjadi parah yaitu dengan banyak minum kurang lebih 8 gelas/hari, istirahat cukup, kurangi kegiatan fisik, hindari makanan pedas dan panas dan hindari stres.
ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG
Anatomi Lambung Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi lambung terdiri dari : a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh terisi gas. b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor. c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk spinter pilorus. d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak sampai pilorus. e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik. Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni : a. Tunika Serosa (Lapisan luar) Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. b. Muskularis Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular (bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum. c. Submukosa Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe. d. Mukosa Tersusun
atas
lipatan
–
lipatan
longitudinal
disebut
rugae,
yang
memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa kelenjar pada lapisan ini, yakni : a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mucus. b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh korpus lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal menyekresikan HCl dan factor intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.
Fisiologi Lambung Lambung melakukan beberapa fungsi. Fungsi terpenting adalah mrnyimpan makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan optimal. Karena usus halus merupakan tempat utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya sedikit demi sedikit ke duodenum dengan kecepatan yang tidak melebuhi kapasitas usus. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzimenzim yang memulai pencernaan protein. Terdapat empat aspek motilitas lambung: 1. Pengisian Lambung (gastic filling). Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter ketika makan. Hal ini terjadi karena terdapat dua faktor, yaitu: a. Plastisitas otot polos yang mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan ketegangan konstan. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut akan melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. b. Relaksasi reseptif lambung saat ia terisi. Di dalam lambung terdapat lipatanlipatan yang dikenal sebagai rugae. Selama makan, lipatan-lipatan tersebut mengecil dan mendatar saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksasi reseptif. Relaksasi ini meningkatan kemampuan lambung untuk menambah volume sehingga makanan bisa disimpan. Apabila kapasitas lebih dari 1 liter makanan yang masuk, lambung akan teregang dan individu tersebut akan merasa tidak nyaman. 2. Penyimpanan Lambung Sebagian sel otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan kecepatan tiga kali per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electical rhythm) lambung, berlangsung secara terus-menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Bergantung pada
tingkat eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran arus dan mengalami potensial aksi yang kemudian memulai kontraksi otot yang dikenal sebagai gelombang peristaltik. Gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan korpus lalu ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut melemah sedangkan di antrum memiliki gelombang yang lebih kuat karena lapisan otot di antrum lebih tebal. Oleh karena itu, makanan yang masuk ke lambung dari esofagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan. 3. Pencampuran Lambung Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir, tetapi tidak seluruhnya, tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi peristaltik yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung oleh antrum, hanya beberapa mililiter isi antrum yang terdorong ke duodenum setiap gerakan peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sfingter pilorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat sehingga aliran kimus ke duodenum terhambat. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapt didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik baru datang. Gerakan maju mundur tersebut disebut retropulsi, menyebabkan kimus tercampur merata di antrum. 4. Pengosongan Lambung Kontraksi peristaltik antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung (jumlah kimus dalam lambung dan derajat keenceran dari kimus dan faktor dudenum (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan). Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan
potensial aksi, semakin besar aktivitas di antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung. Getah Cerna Lambung •
HCl
: untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan,
serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus. •
Lipase
: memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
•
Renin
: mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI)
•
Pepsin
: memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton).
•
Mukus
: untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Pengaturan Sekresi Lambung Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal. a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric
terangsang untuk menyekresikan HCl,
pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan. b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone gastrin dan secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas di antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin. c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin, dan peptida pengahambat gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
GASTRITIS DEFINISI Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan muntah. PATOFISIOLOGI Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut yang berperan menimbulkan lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi. Tabel (1) : Faktor agresif dan protektif Faktor agresif
Faktor defensif
Asam lambung
Mukus
Pepsin
Bikarbonas mukosa
OAINS
Prostaglandin mikrosirkulasi
Empedu Infeksi virus Infeksi bakteri H. pylori Bahan korosif : asam dan basa kuat Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas. Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol
dan
bakteri
yang
dapat
merusak
integritas
epitel
mukosa
lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung. Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001). KLASIFIKASI 1. Gastritis Akut Definisi •
Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
•
Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid, asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
•
Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung.
Klasifikasi a. Gastritis stress akut yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung. b. Gastritis erosife hemoragik difus Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan. Etiologi -
Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
-
Alkohol
-
Aspirin
-
Refluks empedu
-
Terapi radiasi
-
Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi
Manifestasi Klinis 1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi 2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia. Mungkin terjadi muntah dan cegukan 3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik 4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan hilang selama 2 sampai 3 hari 2. Gastritis Kronis Definisi Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri Helicobacter pylori. Etiologi Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL, Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser. Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. a. Gastritis tipe A: -
Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B: -
Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
-
Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
-
Penggunaan obat
-
Alkohol
-
Merokok
-
Refluks isi usus ke lambung
Manifestasi klinis -
Bervariasi dan tidak jelas
-
Perasaan penuh, anoreksia
-
Distress epigastrik yang tidak nyata
-
Cepat kenyang
-
Mual dan muntah
-
Nyeri epigastrium setelah makan
-
Rasa pahit pada mulut
Klasifikasi Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan : 1. Gambaran histopatology -
Gastritis kronik superficial
-
Gastritis kronik atropik
-
Atrofi lambung
-
Metaplasia intestinal
-
Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
-
mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.
2. Distribusi anatomi -
Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A). Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung menurun.
-
Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B) Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
-
Gastritis tipe AB Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring bertambahnya usia.
DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, perdarahan,
endematous
rugae.
Perubahan-perubahan
histopatologi
selain
menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H. pylori. Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi rata pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis, hipertrofi; mukosa kasar bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis). Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadianya cukup tinggi yakni 100 %.
Pemeriksaan penunjang : 1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis terdapat tanda infeksi) 2. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis khas untuk gastritis (dengan kontras ganda) 3. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan prepilorus. 4. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus, korpus, dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum, prepilorus, dan pilorus)
4. pemeriksaan histopatologi
PENATALAKSANAAN Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin. Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa. Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar absolut. Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral). Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12. TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan yang sekaligus kenyang. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang. Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks dudenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit jantung koroner. Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan sebaiknya jangan diminum sewaktu perut kosong. OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral (supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib, valdecoxib). Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik dapat dipertimbangkan pemakaiannya.
TERAPI MEDIKAMENTOSA ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc. KOLOID
BISMUTH
(COLOID
BISMUTH
SUBSITRAT/CBS
DAN
BISMUTH SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk
lapisan
penangkal
bersama
protein
pada
dasar
ulkus
dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja berwarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan. SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari. PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah,
dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan. ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine, Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus. Dosis terapeutik : Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari Ranitidin
: 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari Famotidin : 1x40 mg malam hari Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena dosis terapeutik lebih besar. PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol, Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs regimen. Dosis Terapetik : Rabeprazole 2x 20 mg/ hari Omeprazole 2x 20 mg/ hari Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah: bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple terapi (PPI 2x1, Amoxicillin 2x1000, klaritromisin 2x500, metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500) dan yang banyak digunakan saat ini: 1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2x500 2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin) 3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000 4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap klaritromisin dan penisilin Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan ulkus, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30%. Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan pasca eradikasi biasanya suatu rekurensi denfan infeksi kuman lain. Tujuan eradikasi HP adalah mengurangi keluhan/gejala, penyembuhan ulkus, mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan ulkus, juga dapat mencegah perdarahan dan keganasan. Terapi Quadripel. Jika gagal dengan terapi triple, maka dianjurkan memberikan regimen terapi Quadripel yaitu: PPI 2x sehari, Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ 4x250, Tetrasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple terapi. Bila belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas. KOMPLIKASI 1. Gastritis akut Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema. 2. Gastritis kronis Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).
PENDIDIKAN KESEHATAN •
Makan dengan porsi sedikit tapi sering.
•
Jika pasien merasa lapar, jangan langsung minum – minuman yang mengandung kafein seperti teh, tapi digantikan dengan air putih hangat.
•
Bila maag kambuh karena terlambat makan, jangan langsung makan – makanan berat misalnya nasi, tapi digantikan dengan makanan ringan seperti crackers.
•
Makan secara benar, hindari makan – makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas dan asam
•
Makan dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
•
Mengunyah makanan sampai benar – benar lumat.
•
Minum air putih yang banyak atau dapat digantikan dengan minuman ber-ion.
•
Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.
•
Menjaga kebersihan lingkungan seperti alat – alat makan, tempat tidur,dll.
•
Hindari untuk meminum alkohol,karena alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam lambung serta dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.
•
Hindari untuk merokok, karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung.
•
Lakukan olahraga secara teratur, misalnya senam aerobik. Senam aerobik dapat meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
•
Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan dengan istirahat yang cukup.
•
Hindari pemakaian obat gabungan, untuk mengurangi efek negatif obat.
•
Hindari stress yang berlebihan.
•
Selalu memperhatikan pola makan pasien.
•
Membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya untuk mengurangi rasa stress. Memperhatikan pemakaian obat dan efek sampingnya.
Prognosis 1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari. 2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A.
3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang berulang. Daftar Pustaka •
Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
•
Diane C. Baughman & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
•
LM, Wilson, Dkk.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta : EGC
•
Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
•
Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
•
Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
•
Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et al (eds). Harrison’s principles of internal medicine 16th editions. United States: McGraw-Hill Companies; 2005. p. 1746- 56.
•
Keshav Satish. The gastrointestinal system at a glance 1st ed. British: Blackwell Science Ltd; 2004. p. 20-3; 72-3.
•
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 551- 2; 556-9.