SEFALGIA KRONIK + HEMIPARESE SINISTRA E.C. SOL (Case Report)
Preceptor : dr. RA. Neilan Amroisa, Sp.S., M.Kes
Oleh : Diah Andini 1118011011
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF RS UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Sefalgia Kronik + Hemiparese sinistra e.c. SOL” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Neurologi di Rumah Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek, Bandar Lampung. Saya mengucapkan terimakasih kepada dr. RA. Neilan A, Sp.S., M.Kes yang telah meluangkan waktunya sebagai pembimbing laporan kasus ini. Saya menyadari banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Bandar Lampung, Maret 2016
Penulis
2
BAB I STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien Nama
: Ny. E
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 47 tahun
Suku
: Lampung
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Lintas Timur KM.96 Gunung Batin Baru
Terusan Nunyai, Kec. Terusan Nunyai, Kab. Lampung Tengah Status
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS
: 4 Maret 2016
Tanggal Pemeriksaan : 7 Maret 2016 Dirawat hari ke
:3
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Anamnesis
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Nyeri kepala
Keluhan Tambahan : Tangan dan kaki kiri lemas
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan terus – menerus sejak ± 6 bulan yang lalu. Nyeri kepala semakin lama semakin memberat dan mengganggu aktivitas sejak ± 2 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan berdenyut pada bagian depan kepala, sering muncul pada pagi hari,
3
tidak disertai mual dan muntah. Satu minggu yang lalu, pasien terjatuh dalam posisi duduk karena merasa lemah pada tungkai, namun kepala tidak terbentur maupun pingsan. Pandangan kabur, baal dan kesemutan disangkal. Pasien pernah berobat ke RS Yukum Medical Centre, Lampung Tengah ± 1 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien dirujuk ke RS Dr H. Abdul Moeloek.
Riwayat Penyakit Dahulu -
Trauma kepala (-), tumor (-), batuk lama (-)
-
Hipertensi (-), DM (-)
-
Nyeri kepala (+) sejak ± 6 bulan lalu
Riwayat Penyakit Keluarga -
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa
C. Pemeriksaan Fisik Status Present -
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
-
Kesadaran
: Compos mentis
-
GCS
: E4M6V5= 15
-
Vital sign
-
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8oC
Gizi
: Baik
4
Status Generalis -
-
Kepala
: normocephal
Rambut
: hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga
: simetris, sekret (-/-)
Hidung
: septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-)
Mulut
: sianosis (-)
Leher Pembesaran KGB
: tidak teraba pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
-
JVP
: 5+0 cm H2O
Trakhea
: di tengah
Toraks Cor Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: redup Batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dextra Batas atas jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra Batas kiri jantung pada ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Inspeksi
: pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Palpasi
: pergerakan simetris kiri = kanan
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) 5
-
Abdomen Inspeksi
: datar, simetris
Palpasi
: massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
-
Perkusi
: timpani (+)
Auskultasi
: bising usus normal
Ekstremitas Superior
: oedem (-/-), sianosis (-/-)
Inferior
: oedem (-/-), sianosis (-/-)
Status Neurologis Saraf Cranialis N.Olfactorius (N.I) Daya penciuman hidung
: normal
Kesan tidak ada kelainan
N.Opticus (N.II) Tajam penglihatan
: visus normal
Lapang penglihatan
: normal
Tes warna
: normal
Fundus oculi
: tidak dilakukan
Kesan tidak ada kelainan N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI) Kelopak Mata -
Ptosis
: -/-
-
Endophtalmus
: -/-
-
Exopthalmus
: -/6
-
Nystagmus
:-
Pupil - Ukuran
: 3mm / 3mm
- Bentuk
: Bulat / Bulat
- Isokor/anisokor
: isokor
- Posisi
: (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung
: +/+
- Refleks cahaya tidak langsung
: +/+
Gerakan Bola Mata
: bergerak baik ke segala arah
Kesan tidak ada kelainan
N.Trigeminus (N.V) Sensibilitas - Ramus oftalmikus
: simetris
- Ramus maksilaris
: simetris
- Ramus mandibularis
: simetris
Motorik - M. masseter
: normal
- M. temporalis
: normal
- M. pterygoideus
: normal
Kesan tidak ada kelainan
7
N.Fascialis (N.VII) Inspeksi Wajah Sewaktu - Diam
: simetris
- Tertawa
: simetris
- Meringis
: simetris
- Bersiul
: simetris
- Menutup mata
: simetris
Pasien disuruh untuk - Mengerutkan dahi
: simetris
- Menutup mata kuat-kuat
: +/+
- Mengangkat alis
: simetris
Sensoris - Pengecapan 2/3 depan lidah
: (+)
Kesan tidak ada kelainan
N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus(N.VIII) N.cochlearis - Ketajaman pendengaran
: normal
- Tinitus
: -/-
N.vestibularis - Test vertigo
: -
- Nistagmus
: -
Kesan tidak ada kelainan
8
N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X) - Suara bindeng/nasal
: -
- Posisi uvula
: di tengah
- Palatum mole
: simetris
- Arcus palatoglossus
: simetris
- Arcus palatoparingeus
: simetris
- Refleks batuk
: (+)
- Refleks muntah
: (+)
- Peristaltik usus
: (+)
- Bradikardi
: (-)
- Takikardi
: (-)
Kesan tidak ada kelainan
N.Accesorius (N.XI) - M.Sternocleidomastodeus
: +/+
- M.Trapezius
: simetris
Kesan tidak ada kelainan
N.Hipoglossus (N.XII) - Atropi
: (-)
- Fasikulasi
: (-)
- Deviasi
: (-)
Kesan tidak ada kelainan
-
Tanda Perangsangan Selaput Otak Kaku kuduk
: (-)
Kernig test
: ( -/- )
Laseque test
: ( -/- )
Brudzinsky I
: ( -/- ) 9
Brudzinsky II
-
: (-)
Sistem Motorik
Superior ka/ki
Gerak
aktif/menurun
Kekuatan otot Tonus
5/4
Inferior ka/ki aktif/menurun 5/4
(Normotonus/ Normotonus) (Normotons/Normotonus)
Klonus
( -/- )
( -/- )
Atropi
(-/-)
(-/-)
Biceps (+/+)
Pattela (+/+)
Triceps (+/+)
Achiles (+/+)
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Hoffman Trommer (-/-)
Babinsky (-/-)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)
-
Sensibilitas Eksteroseptif / rasa permukaan - Rasa raba
: (+)
- Rasa nyeri
: (+)
- Rasa suhu panas
: (+)
- Rasa suhu dingin
: (+)
Proprioseptif / rasa dalam - Rasa sikap
: (+)
- Rasa getar
: (+)
- Rasa nyeri dalam
: (+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas - Asteriognosis
: (+)
- Grafognosis
:
(+) 10
-
-
-
Koordinasi Tes telunjuk hidung
: normal
Tes pronasi supinasi
: normal
Susunan Saraf Otonom Miksi
: normal
Defekasi
: normal
Salivasi
: normal
Fungsi Luhur Fungsi bahasa
: baik
Fungsi orientasi
: tidak baik
Fungsi memori
: tidak baik
Fungsi emosi
: baik
Skor MMSE = 19 probable gangguan kognitif
11
D. Pemeriksaan Penunjang Tanggal 5 Maret 2016 Hematologi Hb
: 13,3 g/dl
Ht
: 37 %
Leukosit
: 12.080/uL
Trombosit
: 379.000/ul
Eritrosit
: 4,7 juta/uL
LED
: 2 mm/jam
MCV
: 80 fL
MCH
: 29 pg
MCHC
: 36 g/dL
Kimia GDS
: 134 g/dL
Ureum
: 42 mg/dL
Creatinin
: 0,80 mg/dL
Natrium
: 137 mmol/L
Kalium
: 2,9 mmol/L
Calsium
: 7.8 mg/dL
Chlorida
: 102 mmol/L
Kolesterol Total : 176 mg/dL HDL
: 49 mg/dL
LDL
: 107 mg/dL
Trigliseride
: 224 mg/dL
Asam Urat
: 3,6 mg/dL
12
Radiologi CT Scan kepala tanpa kontras
Kesan: -
SOL pada regio fronto-temporal dextra
13
E. Resume Pasien perempuan usia 47 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala. Pasien memiliki riwayat nyeri kepala yang dirasakan semakin memberat sejak ± 6 bulan yang lalu. Nyeri kepala mengganggu aktivitas sejak ± 2 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan berdenyut pada bagian depan kepala, sering muncul pada pagi hari, tidak disertai mual dan muntah. Keluhan disertai kelemahan pada tungkai. Pasien pernah berobat ke RS Yukum Medical Centre ± 1 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien dirujuk ke RS Dr. H. Abdul Moeloek. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran somnolen, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 76x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan kelainan pada kekuatan otot superior 5/4, kekuatan otot inferior 5/4, rasa raba dan rasa nyeri pada uji sensibilitas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Hasil CT-Scan ditemukan massa intracerebri dengan midline shift dan udema cerebri berat.
F. Diagnosis Klinis
: Sefalgia kronik + hemiparese sinistra
Topis
: Intrakranial, frontotemporal dextra
Etiologi
: SOL e.c susp. Tumor otak
Diagnosis Banding : -
SOL ec abses serebri
-
SOL ec hematoma
14
G. Penatalaksanaan 1. Umum - Tirah baring 2.
3.
4.
Non-Medikamentosa -
Konsul dokter spesialis bedah saraf R/craniotomi
-
Diet : peroral
Medikamentosa -
IVFD RL gtt XX/m
-
Ranitidine 2x1 amp
-
Deksametason 3x1 amp
-
Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg)
-
Vitamin B kompleks 2x1 tablet
Operatif
H. Prognosis Quo ad vitam
= dubia ad bonam
Quo ad functionam
= dubia ad bonam
Quo ad sanationam
= dubia ad bonam
15
Follow up Tanggal 5-3-2016
6-3-2016
8-3-2016
Catatan S/ Nyeri kepala(+), lemah tungkai kanan O/ KU: sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS: 15 (E4 M6 V5) St. generalis: - TD : 140/100 mmHg - N :72x/m - S : 36,5°C - RR: 16x/m St. neurologis: Motorik: superior 5/4 inferior 5/4 Rasa raba: normal Rasa nyeri: normal A/ Sefalgia kronik + hemiparese sinistra ec SOL S/ Nyeri kepala (+) O/ KU: sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS: 15 (E4 M6 V5) St. generalis: - TD : 120/90 mmHg - N : 80x/m - S : 36,0°C - RR: 20x/m St. neurologis: Motorik: superior 5/4 inferior 5/4 A/ Sefalgia kronik + hemiparese sinistra ec SOL S/ Nyeri kepala (+) O/ KU: sakit sedang Kesadaran : compos mentis GCS: 15 (E4 M6 V5) St. generalis: - TD : 120/90 mmHg - N : 80x/m - S : 36,0°C - RR: 20x/m St. neurologis:
Penatalaksanaan Umum - Tirah baring Medikamentosa - IVFD RL gtt XX/m - Ranitidine 2x1 amp - Deksametason 3x1 amp - Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg) - Vitamin B kompleks 2x1 tablet
Umum - Tirah baring Medikamentosa - IVFD RL gtt XX/m - Ranitidine 2x1 amp - Deksametason 3x1 amp - Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg) - Vitamin B kompleks 2x1 tablet
Umum - Tirah baring Medikamentosa - IVFD RL gtt XX/m - Ranitidine 2x1 amp - Deksametason 3x1 amp - Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg) - Vitamin B kompleks 2x1 tablet
16
Motorik: superior 5/4 inferior 5/4
10-1-2016
A/ Sefalgia kronik + hemiparese sinistra ec SOL S/ Nyeri kepala (+) O/ KU: sakit sedang Kesadaran : cmpos mentis GCS: 14 (E4 M6 V5) St. generalis: - TD : 120/90 mmHg - N : 76x/m - S : 36,5°C - RR: 20x/m St. neurologis: Motorik: superior 5/4 inferior 5/4
Umum - Tirah baring Medikamentosa - IVFD RL gtt XX/m - Ranitidine 2x1 amp - Deksametason 3x1 amp - Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg) - Vitamin B kompleks 2x1 tablet
A/ Sefalgia kronik + hemiparese sinistra ec SOL
17
BAB II ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pasien sudah tepat?
Klinis
: Sefalgia kronik + hemiparese sinistra
Topis
: Intrakranial, frontotemporal dextra
Etiologi
: SOL e.c susp. Tumor otak
Dalam Ilmu Penyakit Syaraf dikenal 3 macam diagnosis, yaitu diagnosis klinis, diagnosis topis dan diagnosis etiologi. a. Diagnosis klinis adalah deskripsi gejala dan temuan-temuan klinis yang diperoleh. Pada kasus ini, diagnosis klinis yang didapat adalah sefalgia kronik + hemiparese sinistra. Sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Sefalgia dapat merupakan tanda dari proses penyakit tertentu baik ekstrakranial maupun intrakranial. Berdasarkan penyebabnya, sefalgia dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sefalgia primer dan sekunder. Sefalgia primer adalah suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik, sebaliknya, sefalgia sekunder
apabila
diketahui
adanya
penyebab
struktural
yang
mendasarinya. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan penyebab sefalgia. Pada kasus ini, nyeri kepala sudah terjadi selama ± 6 bulan dan dirasakan terus – menerus yang semakin memberat. Nyeri
18
kepala seperti ini biasa terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial, misalnya pada tumor otak. Nyeri kepala dirasakan lebih hebat pada pagi hari karena selama tidur malam hari, tekanan karbondioksida (pCO2) pada pembuluh darah otak meningkatkan aliran darah otak sehingga tekanan intrakranial meningkat. b. Diagnosis kedua pada penyakit neurologis adalah diagnosis topis. Diagnosis topis diagnosis berdasarkan gejala dan tanda yang diperoleh dihubungkan dengan lokalisasi lesi di susunan saraf. Pada kasus ini, diagnosis topis adalah intrakranial. Dari keluhan yang didapatkan berupa nyeri kepala menandakan bahwa terjadi proses desak ruang sehingga terjadi gangguan pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa terdapat penurunan kekuatan otot pada lengan dan tungkai kiri pasien, serta dari pemeriksaan MMSE ditemukan probable gangguan kognitif. Dari pemeriksaan penunjang berupa CT scan didapatkan gambaran massa intraserebral di lobus frontotemporal dextra dan tampak midline shift ke kiri. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana lokasi tumor pada lobus frontalis dapat menyebabkan timbulnya kelemahan lengan dan tungkai kontralateral serta perubahan kepribadian seperti penurunan tingkat intelektual. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu massa intrakranial di lobus frontotemporal dextra. c. Diagnosis yang ketiga adalah diagnosis etiologi. Diagnosis etiologi adalah diagnosis berdasarkan gejala, tanda, lokalisasi lesi dihubungkan dengan proses patologi di susunan saraf. Pada kasus ini, diagnosis etiologi yang ditegakkan adalah SOL e.c susp. tumor otak.
19
Space occupying lesion (SOL/lesi desak ruang) didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. SOL merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang intracranial termasuk tumor, hematoma, kuntusio cerebri dan abses. Etiologinya bisa riwayat trauma kepala, faktor genetik, paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik, virus tertentu, defisiensi imunologi, congenital. Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun intratentorial. Dalam hal ini mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofisis, epifisis, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. Tumor otak bisa mengenai segala usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di atas 70 tahun. Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang meragukan tetapi umumnya berjalan progresif. Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan atau otak mendapat penekanan. Gejala
dari
tumor
otak
tergantung
kepada
ukuran,
kecepatan
pertumbuhan dan lokasinya. Klasifikasinya yaitu primer dan sekunder. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti; kanker paru, payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira 50% adalah glioma, 20 %
20
meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Tumor primer terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak, yang berasal dari selaput otak disebut Meningioma jika berasal dari jaringan otak yaitu Glioma, Ependinoma. Tumor ganas, berasal dari
jaringan saraf seperti
Astrocytoma, Neuroblastoma, jika berasal dari sel muda seperti Kordoma. Tumor otak yang menyebabkan kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan menyebabkan gangguan fungsional dari sistem saraf pusat, berupa gangguan fungsional dari sistem saraf pusat, berupa gangguan motorik, sensorik, panca indra, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu, efek massa yang ditimbulkan tumor otak akan memberikan problem serius mengingat tumor berada dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan ukuran tetap. Gejala klinis fokal maupun umum dari adanya tumor, ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intracranial, hal ini dapat berupa adanya nyeri kepala, muntah tanpa diawali dengan mual, perubahan status mental,
meliputi
gangguan
konsentrasi,
cepat
lupa,
perubahan
kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada lobus frontal atau temporal, ataksia dan gangguan keseimbangan, kejang, dan papiledema. Meskipun adanya nyeri kepala bukan merupakan gejala spesifik, nyeri kepala merupakan gejala utama yang membawa pasien dengan tumor datang ke tempat pelayanan kesehatan. Nyeri ini merupakan gejala awal pada 30% sampai 40% pasien dengan tumor.
21
Gejala gejala fokal yang bisa timbul ketika ada massa di otak : -
Lobus frontal Apabila tumor terletak pada basis lobus frontalis, kehilangan sensasi penciuman (anosmia), gangguan penglihatan, dan pembengkakan pada nervus optikus (papil edema) dapat terjadi. Apabila tumor mengenai bagian kanan dan kiri lobus frontalis, perubahan status mental atau tingkah laku dan jalan yang tidak terkoordinasi (ataxic gait) dapat terjadi. Bila tumor menekan jaras motorik dapat menimbulkan hemiparesis (contralateral). Bisa juga terjadi dysphasia (Brocca).
Bila menekan permukaan media dapat
menyebabkan inkontinentia. Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy. Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia. -
Lobus parietal Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym. Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann‟s. Hemisensory loss, gangguan diskrimani 2 titik.
-
Lobus temporal Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi. Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese. Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism. Depersonalisasi,
perubahan
emosi,
gangguan
tingkah laku, disfasia, kejang, hemianopsia/quadrianopsia inferior homonym kontralateral. -
Lobus oksipital Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan.
Gangguan
penglihatan
yang
permulaan
bersifat 22
quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia. Gangguan lapangan pandang kontralateral. -
Tumor di cerebello pontin angle Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma. Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel. Acoustic neuroma, tinitus, tuli ipsilateral, nystagmus, menurunnya refleks kornea, dan tanda cerebelar ipsilateral.
-
Tumor Hipotalamus Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe. Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala seperti gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit.
-
Tumor di cerebelum Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
-
Tumor fosa posterior Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus,
biasanya
merupakan
gejala
awal
dari
medulloblastoma. Gangguan ketajaman visus dan lapangan pandang akibat penekanan saraf opticus. -
Corpus callosum: deteorisasi intelektual, kehilangan kemampuan komunikasi.
-
Midbrain: pupil anisokor, gangguan pada saraf cranial.
23
2.
Apa penatalaksanaan pasien sudah tepat? Pada pasien diberikan tatalaksana awal: Umum: Tirah baring Medikamentosa: - IVFD RL gtt XX/m - Ranitidine 2x1 amp - Deksametason 3x1 amp - Analgesik 3x1 Caps (Paracetamol 500 mg + Tramadol 37,5 mg) - Vitamin B kompleks 2x1 tablet
Penatalaksanaan Penatalaksanaan SOL tergantung pada penyebab lesi: -
Untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi, namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan.
-
Hematom membutuhkan evakuasi.
-
Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotik.
Pengobatan pada tumor dapat berupa terapi suportif dan terapi definitif. 1. Terapi Suportif Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik pasien. Terapi suportif yang utama digunakan adalah analgesik dan kortikosteroid untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. 2. Terapi Definitif Terapi definitif meliputi pembedahan, radiotherapy, kemoterapi dan yang sedang dikembangkan yaitu immunotherapy.
24
Tatalaksana umum berupa tirah baring pada pasien ini sudah sesuai. Tirah baring adalah perawatan kedokteran yang melibatkan berbaringnya pasien di tempat tidur untuk suatu waktu. Tujuan tirah baring adalah: -
Mengurangi aktifitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh
-
Mengurangi nyeri
-
Memberi kesempatan pasien untuk beristirahat
Terapi simptomatis adalah terapi yang diarahkan untuk meniadakan atau menekan gejala sehari-hari yang mengganggu, contohnya adalah obat-obat untuk mengurangi mual, nyeri, dan lain-lain. 1. Parasetamol Parasetamol (asetaminofen) merupakan analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem saraf pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain. Efek analgetik parasetamol menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan
sampai
sedang.
Dosis
parasetamol
adalah
10-15
mg/kgBB/kali pemberian, dengan waktu paruh 2 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian parasetamol 3x500 mg pada pasien ini sudah sesuai.
Studi
terbaru
menunjukkan
kombinasi
tramadol
HCl
37,5
mg/paracetamol 325 mg memberikan efek analgesik yang sebanding dengan tramadol HCl 50 mg, tetapi dengan profil keamanan yang lebih baik untuk penanganan nyeri pasca-operasi.
2. Vitamin B kompleks Vitamin B kompleks ini terdiri dari Vitamin B1 (thiamine), Vitamin B2 (riboflavin), Vitamin B3 (niacin), Vitamin B5 (pantothenic acid/asam
25
pantotenat), Vitamin B6 (pyridoxamine), Vitamin B9 (folic acid/asam folat), vitamin B12 (cyanocob), vitamin B7 (biotin), kolin dan inositol. Vitamin B penting untuk kesehatan fungsi sistem saraf. Vitamin B5 diperlukan agar kelenjar adrenal bekerja dengan baik untuk memproduksi beberapa hormon dan zat pengatur saraf. Vitamin B1, vitamin B6 dan vitamin B12 sangat penting untuk mengatur seluruh saraf agar bekerja dengan benar. Dosis yang dapat diberikan 1-2 tablet sehari. Sehingga dapat disimpulkan pemberian Vitamin B kompleks 2x1 tablet pada pasien ini sudah sesuai.
3. Deksametason Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek yang sangat luas salah satunya terapi paliatif. Alasan penggunaan kortikosteroid pada kanker adalah mengurangi edema yang terjadi tumor intrakranial. Deksametason dapat menurunkan edem serebral. Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena
aktivitas
mineralocorticoid
yang minimal.
Dosis
deksametason adalah 5-40 mg/hari. Sehingga dapat disimpulkan pemberian Deksametason 3x1 amp (5 mg) pada pasien ini sudah sesuai. Terapi operatif Tindakan operasi pada tumor otak (khususnya yang ganas) bertujuan utnuk mendapatkan diagnosis pasti dan dekompresi internal mengingat obat-obatan anti edema otak tidak dapat diberikan secara terus menerus. Prinsip penanganan tumor jinak adalah pengambilan total, sedangkan pada tumor ganas tujuannya selain dekompresi juga untuk mengetahui jenis tumor sehingga dapat menentukan langkah pengobatan selanjutnya (kemoterapi atau radioterapi).
26
Terapi konsevatif (non operatif) Radioterapi Radioterapi untuk tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan sinar X dan sinar Gamma di samping juga radiasi lainnya seperti proton, partikel alfa, neutron dan pimeson. Tujuan dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan dosis yang masih dapat ditolerir oleh jaringan normal yang ditembusnya.
Kemoterapi Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mepunyai nilai keberhasilan yang bermakna. Secara umum yang menjadi dasar pertimbangan tentang peranan kemoterapi bagi tumor ganas otak adalah pemilihan jenis obat, dosis, dan cara pemberian serta prinsip farmakokinetik.
Imunoterapi Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi imunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan pertumbuhan tumor.
3.
Analisa prognosis pasien Quo ad vitam
= dubia ad bonam
Quo ad functionam
= dubia ad bonam
Quo ad sanationam
= dubia ad bonam
Kategori prognosis sebagai berikut: -
Quo ad vitam: menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan
27
-
Quo ad functionam: menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau manusia dalam melakukan tugasnya
-
Quo ad sanationam: menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat beraktifitas seperti biasa
Prognosis pada kasus tumor intrakranial dipengaruhi oleh: a. Lokasi dan jumlah tumor b. Tingkat dan tipe tumor c. Usia pasien d. Ada tidak metastasis ke organ tubuh lain e. Jumlah metastasis tumor yang dapat diangkat oleh dokter bedah saraf Dengan penanganan yang baik maka persentase angka ketahahan hidup diharapkan dapat meningkat. Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Prognosis tergantung pada tipe tumor. Untuk glioblastoma multiforme yang cepat membesar “rata-rata survival time” tanpa pengobatan adalah 12 minggu; dengan terapi pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu. Beberapa astrositoma yang tumbuh mungkin menyebabkan gejala-gejala minimal atau hanya serangan kejang-kejang selama 20 tahun atau lebih. Prognosa penderita tumor otak yang seluruh tumornya telah dilakukan pengangkatan secara bersih dan luas akan mempengaruhi (recurrens rates) atau angka residif kembali. Hasil penelitian dari „The Mayo Clinic Amerika‟ menunjukkan bahwa; 25 persen dari seluruh penderita tumor otak yang telah dilakukan reseksi total, 10 tahun kemudian tumornya residif kembali, sedangkan pada penderita yang hanya dilakukan reseksi subtotal, 61 persen yang residif kembali. Sebagian besar (80 persen) tumor-tumor Meningioma dapat di reseksi total dengan hasil baik. (Stafford et al, 1998). Oleh karena itu tindakan bedah masih
28
merupakan terapi yang terbaik. Tumor-tumor pada daerah cerebral convexities (cembungan otak) dan pada kompartemen spinal sering dilakukan total reseksi. Suatu hal yang sulit untuk dapat membuat pernyataan umum tentang recurrens rates tanpa mempertimbangkan lokasi tumor dan pertumbuhannya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aulina S. 2009. Bahan kuliah: Diagnosis Topis. Makassar: Bagian Neurologi FKUH. Dewanto, G. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Lumbantobing, SM. 2011. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mardjono M, Sidharta P. 2007. Dalam: Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia. Price, AS., Lorraine, WM. 2006. Patofisiologi Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Robins, Kumar, Cotran. 2009. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi 5. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.