LAPORAN PENDAHULUAN KASUS GERD DI RUAGAN WALET ATAS RSU ANUTAPURA PALU
DISUSUN OLEH FATMAWATI ABDUL LATIEF NIM 2017 03 2024
PROGRAM PROFESI NERS WIDYA NUSANTARA PALU, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN GERD
A. Konsep Teoritis 1. Definisi GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat
seperti
refluks
esofagitis
dokter
belum
bisa
mendiagnosa.
Refluks
gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002). Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002). Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah
esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002). Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
2. Anatomi Fisiologi
a. Esofagus Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal esofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.
b. Lambung Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme). Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
3. Etiologi Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
Ketahanan epitel esofagus menurun
Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL
Kelainan pada lambung
Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009)
4. Patofisiologi Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus. Refluks
gastroesofagus
biasanya
terjadi
setelah
makan
dan
disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus. Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus. Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600).
5. Pathway Keperawatan Obat - obatan, Hormonal, Pendeknya LES, Infeksi H. Pylori dan korpus pedominas gastritis
Kekuatan lower Esophageal Sphincter (LES) menurun
Hernia Heatus
Pengosongan Lambung lambat, dilatasi lambung
Bagian dari lambung atas yang terhubung dengan esophagus akan mendorong ke atas melalui diafragma
Transient LES Relaxation
Penurunan tekanan penghambat refluks
Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
Refluks spontan saat relaksasi LES tidak adekuat
Aliran asam lambung ke esofagus
Kontak asam lambung dan mukosa esophagus dalam waktu lama dan/atau berulang
Obesitas
Tekanan intra abdomen meningkat
GASTROESOPHAGEAL REFLUKS DISEASE (GERD)
Asam lambung mengiritasi sel mukosa esofagus
Nafas bau asam
Refluks saat malam
Kerusakan sel mukosa esofagus
Merangsang pusat mual
Aspirasi isi lambung ke tracheobronkial
Peradangan
Mual
Risiko Aspirasi
Hearth burn non cardiac
Nyeri Akut
Odinofagia
Penurunan nafsu makan
Gangguan Menelan
Intake nutrisi inadekuat
BB menurun
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
6. Manifestasi Klinik
Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
Muntah
Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika berbaring
Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture) pada kerongkongan dari reflux.
Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam perut.
Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran udara
Suara parau
Ludah berlebihan (water brash)
Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
7. Pemeriksaan Penunjang a. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut nonerosive reflux disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
8. Penatalaksanaan Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD: - Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat
menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. - Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. - Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam. - Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia. - Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah
otak.
Walaupun
efektivitasnya
dalam
mengurangi
keluhan
dan
penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. - Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon. - Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi). - Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
9. Komplikasi
Batuk dan asma
Erosif esophagus
Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa me njadi kolumner metaplastik
Esofagitis ulseratif
Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
Striktur esophagus / Peradangan esophagus
Aspirasi
Tukak kerongkongan
B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Data subjektif Data yang mungkin muncul - Klien mengatakan “mengalami mual muntah” - Klien mengatakan “tidak nafsu makan” - Klien mengatakan “susah menelan” - Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah” - Klien mengatakan “nyeri pada perut” b. Data Objektif Data yang mungkin muncul. - Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan - Klien tampak meringis kesakitan - Klien tampak memegang bagian yang nyeri - Tekanan darah klien meningkat - Klien tampak gelisah
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal 2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks. 3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien tampak susah untuk menelan. 4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi, frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan, asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan BB 10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
3. Intervensi
N
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Kurangi faktor presipitasi nyeri
1. Dengan berkurangnya faktor pencetus nyeri maka pasien tidak terlalu merasakan intensitas nyeri. 2. Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
o 1. Nyeri akut b.d agens cedera
2. Tingkatkan istirahat
3. Berikan informasi Mampu mengontrol tentang nyeri nyeri (tahu penyebab seperti nyeri, mampu penyebab nyeri, menggunakan tehnik berapa lama nonfarmakologiuntuk nyeri akan 3. Pemberian mengurangi nyeri, berkurang, dan informasi yang mencari bantuan) antisipasi berulang dapat ketidaknyamana mengurangi rasa Melaporkan bahwa n prosedur. kecemasan pasien nyeri berkurang terhadap rasa dengan 4. Ajarkan tentang nyerinya. menggunakan teknik manajemen nyeri nonfarmakologi seperti teknik 4. Meningkatkan relaksasi nafas relaksasi, Tanda vital dalam dalam, distraksi memfokuskan dan kompres kembali perhatian rentang normal hangat/dingin. dan meningkatkan kemampuan koping. 5. Berikan analgesik untuk
5. Perlu penanganan obat untuk
mengurangi nyeri
2
Risiko aspirasi be rh ub ungan dengan hambatan menelan, pe nuru nan refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam masalah aspirasi pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:
memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan
1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan kesadaran, reflek ekspansi paru batuk dan maksimal dan alat kemampuan pembersihan jalan menelan. napas. 2. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan.
2. Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen Status hasil: paru, memobilisasi Klien dapat bernafas dan mengeluarkan dengan mudah, tidak 3. Potong makanan sekret. irama, frekuensi kecil kecil. pernafasan 3. Menghindari normalskala 4 4. Hindari makan terjadinya risiko kalau residu aspirasi yang Pasien mampu masih banyak terlalu tinggi. menelan, mengunyah 4. Dapat membatasi tanpa terjadi aspirasi, ekspansi dan gastroesofagus mampumelakukan oral hygiene skala 4 Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal skala 4
3
Gangguan Setelah dilakukan Menelan tindakan be rh ub ungan keperawatan selama dengan .....x 24 jam maka pe nye mp it an/ st ri k gangguan menelan ture pada pada klien dapat esophagus akibat diatasi dengan gastroesophegal kriteria hasil:
1. Bantu pasien dengan mengontrol kepala
1. Menetralkan hiperekstensi ,
2. membantu 2. Letakkan pasien mencegah aspirasi pada posisi dan meningkatkan
reflux disease Status hasil: Klien dapat menelan makanan dengan sempurna skala 4
4
5
duduk/tegak selama dan setelah makan.
kemampuan untuk menelan.
3. Pasien dapat 3. Berikan makan berkonsentrasi perlahan pada pada mekanisme lingkungan makan tanpa yang tenang adnya gangguan distraksi dari luar Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Posisikan 1. Peninggian kepala nafas tidak tindakan pasien untuk tempat tidur efektif berhubunga keperawatan selama memaksimalkan mempermudah n dengan refluks ......x 24 jam klien ventilasi fungsi pernapasan cairan ke laring dan dapat menunjukkan dengan tenggorokan kriteria hasil: menggunakan gravitasi. Status hasil: 2. Lakukan jalan nafas yang fisioterapi dada 2. Fisioterapi dada paten (tidak tercekik, jika perlu dapat irama nafas dan pola mengeluarkan sisa nafas dalam rentang sekret yang masih normal) skala 4 3. Atur intake tertinggal. untuk cairan 3. Keseimbangan mengoptimal akan stabil apabila kan antara pemasukan keseimbangan. dan pengeluaran diatur Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Diskusikan pada 1. Dengan memilih nutrisi kurang dari tindakan pasien makanan makanan yang kebutuhan tubuh keperawatan selama yang disukainya disukai pasien berhubungan dengan .....x 24 jam, nutrisi dan makanan maka selera makan intake kurang akibat pada klien dapat yang tidak si pasien akan mual dan muntah. diatasi dengan disukainya. bertambah dan kriteria hasil: dapat mengurangi Definisi: intake rasa mual dan nutrisi tidak cukup Status hasil: muntah. untuk keperluan Peningkatan berat 2. Buat jadwal metabolisme tubuh badan sesuai dengan masukan tiap . Setelah tindakan tujuan skala 4 jam. Anjurkan pembagian, mengukur kapasitas gaster Tidak ada tandacairan/makanan menurun kurang tanda malnutrisi dan minum dari 50 ml, skala 4 sedikit demi sehingga perlu
Tidak ada penurunan berat badan yang berarti skala 4 Mengidentifikasi skala nutrisi skala 4 Stamina dan energi ada skala 4
sedikit atau makan secara perlahan.
makan sedikit/sering.
3. Beritahu pasien untuk duduk saat makan/minum.
. Menurunkan kemungkinan aspirasi.
4. Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan masukan.
. Makan berlebihan dapat mengakibatkan mual dan muntah
5. Timbang berat badan tiap hari. Buat jadwal teratur setelah pulang. 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi . Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.
Sujono, Hadi. 2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September November 2009.
Jayus 2015. https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-Keperawatan Pasien-Gerd (Di akses tgl 20 Februari 2018).