LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BRACHIAL DENGAN BRACHIAL PLEXUS INJURY
A.Pengertian
Plexus Brachialis Injury adalah salah satu plexus satu plexus saraf somatik yang mengatur persarafan motoris kehampir semua otot-otot ekstremits atas dan sebagaian besar kulit yang membungkus ekstremitas atas. Trauma berkekuatan tinggi pada ekstremitas atas dan leher bias menyebakan berbagai cidera pada Plexus pada Plexus Brachialis. Yang Brachialis. Yang paling sering adalah cedera traksi/tarikan. Selain itu juga bias Karena penekanan antara klavikula dan costa pertama, luka tertembus, atau hantaman langsung. Cidera ini mungkin tidak akan segera disadari karena dihalangi cidera lain, terutama cidera pada medulla spinalis dan kepala. Cidera seperti ini biasanya sangat mengancam kualitas hidup penderita karena sering kali terjadi kehilangan fungsifungsi ekstremitas atas yang sangat penting. Tapi dengan pembedahan rekonstruksi untuk memperbaiki cidera ini, kehilangan fungsi itu bisa diatasi (Foster dkk,2008). B.Etiologi
Mekanisme yang umum menyebabkan cidera traksi pada plexus brachialis brachialis adalah penarikan ynag kuat pada anggota gerak atas menjauh dari tubuh. Cedera seperti ini biasanya berasal dari kecelakaan sepeda motor atau kecelekaan kendaraan bermotor kecepatan tinggi. Jatuh dari etinggian tertentu juga bias menyebabkan cidera pada plexus brachialis, baik tipe traksi maupun dari hantaman langsung. Jelain itu juga sering didapatkan dari luka tembus dan luka tembak berkecepatan rendah ataupun tinggi.Sedikit lebih jarang, penarikan keatas yang tiba-tiba pada sautu lengan yang terabduksi (seperti ketika seseorang menggapai batang pohon untuk mencegah dirinya jatuh) menyebabkan cidera pada plexus yang lebih bawah. Ini menyebabkan gejala berupa clawed hand kerenanya hilangnya fungsi nervus ulnaris dan otot intrinsic tangan yang dipersarafinay (Shin dkk,2005). C. Patofisiologi
Pada cidera plexus cidera plexus brachialis tipe traksi, kepala dan leher digirakkan menjauh dangan kasar dari bahu. Cidera pada plexus brachialis bagian atas (C5-C6) biasanya terjadi apabila lengan berada pada samping tubuh karena kosta pertama bertindak sebagai tumpuan yang meengerahkan gaya traksi segaris dengan plexus dengan plexus bagian bagian atas. Ketia lengan digerakkan degan keras dan terabduksi di atas kepala, saraf-saraf yang letaknya lebih rendah (C8-T1) lebih rentan cidera, karena gayanya menjadi terarahkan segaris dengan C7.Cidera pada plexus pada plexus yang lebih rendah sering terjadi pada keadaan lengan terangkat karena coracoid bertindak sebagai
titik tumpu seperti di atas. Cidera plexus yang lebih rendah mungkin lebih sering terjadi karena adanya ligament radikular transversum yang membantu menahan gaya tarikan pada C5, C6, dan C7, C8 dan T1 tidak memiliki ligament ini . Trauma penetrasi pada bahu atau leher- luka trauma akibat tusukan pisau, laserasi kaca, atau luka tembak pada regio supra atau infraklavikula menyebabkan kontusio atau robeknya plexus brachialis. Karena letak pembuluh darah subklavia dan jugular eksternal yang lebih proksimal maka dapat pula terkait dengan cedera pembuluh darah.
Kelemahan yang terkait dengan kelahiran-cedera pada plexus brachialis yang terjadi akibat dengan kelahiran. Hal ini umumnya terkait dengan berat bayi besar dan distosia bahu, bayi lahir normal dengan presentasi bokong, ataupun pada persalinan dengan partus. 7
Penyebab yang jarang antara lain trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi, radiasi, dan neoplasma.7
(foster dkk,2008).
D. Manisfestasi Klinis
Pada kondisi cidera plexus injury akan terlihat dan dirasakan, gejala-gejala yang timbul berupa; (1) nyeri, terutama pada leher dan bahu. Nyeri pada lokasi suatu saraf sering ada bila telah terjadi ruptur, sedangkan pada cidera evulsi ciri khasnya adalah hilangnya kelunakan perkusi pada area itu. (2) paresthesia dan disesthesia (3) lemahnya tubuh atau terasa berat menggerakkan ekstremitas (4) benyut nadinya menurun, karena cedera vaskuler mungkin terjadi bersamaan dengan cidera traksi (foster dkk,2008).
E.Pemeriksaan Penunjang Gambaran radiologi terdiri atas mielografi standar, computed tomographic (ct) myelography, dan magnetic resonance (mr) imaging .Gambaran radiologi memiliki peranan penting untuk membedakan cedera preganglionik dari lesi postganglion yang akan menentukan manajemen pasien.20
Standard Myelography
Standard myelography telah lama digunakan untuk menilai derajat cedera plexus brachialis. Saat ini, standard myelography hampir selalu dilakukan bersamaan dengan CTmyelography. Standard myelography berguna untuk melihat saraf ventral dan dorsal yang tidak dapat dievaluasi secara terpisah.
CT Myelography
CT myelography memungkinkan penilaian terpisah pada akar saraf ventral dan dorsal dan deteksi defek saraf intradural.
Conventional MR I maging
Temuan pada MRI konvensional dapat memberikan informasi anatomi dan fisiologi tambahan pada cedera.
F. PENATALAKSANAAN 1)
PEMBEDAHAN
Cangkok saraf: Dalam prosedur ini, bagian yang rusakdaripleksus brakialisdiangkatdandigantidenganbagiansaraf yang dipotong daribagian lain dari tubuh untuk membantumengembalikan fungsilengan. Transfer saraf: Ketika akar saraf telah robek dari sumsum tulang belakang, dokter biasanya mengangkat sarafkurang pentingyangmasih melekat padasumsum tulang belakangdan melekatkannya padasarafyan gtidak lagimelekat padasumsum tulang belakang. Transfer otot: Transfer otot adalah prosedur dimana dokter menghilangkan otot atau tendon kurang penting dari bagian lain dari tubuh dan memindahkannya ke lengan. Prosedur ini mungkin diperlukan jika otot lengan Anda memburuk.
2)
REHABILITASI MEDIK
Pada awal trauma, lengan mungkin diistirahatkan beberapa hari atau minggu sebelum memulai latihan. Pada fase subakut, terapi secara bertahap berkembang dari gerak pasif menjadi aktif yang dapat ditoleransi. 8 ·
Imobilisasi
Imobilisasi merupakan terapi yang efektif untuk mengurangi nyeri akut. Pada trauma plexus brachialis dilakukan positioning, yakni lengan diletakkan dalam sikap abduksi, ele vasi di atas bahu dengan tangan eksorotasi untuk membebaskan saraf spinal dari peregangan dan mengembalikan fungsi saraf kembali. 12
·
Ultrasound Diathermy (USD) Diatermi berdasarkan konversi energy suara frekuensi tinggi (high frequency acoustic vibration). Penetrasinya dalam (3-5 cm), menggambarkan daya > 2 W/cm 2, gelombang suara hanya memiliki daya penetrasi bila digunakan bersama gel, aquasonic dapat mencapai sekitar 73%. Penggunaan USD ini efektifuntuk terapi nyeri akibat neuropati perifer, neuroma dan herpes zoster. Kontraindikasi USD: pemberian pada mata, daerah otak, medulla spinalis post laminektomi, kehamilan, pacemaker jantung, daerah perikardiak, lokasi post radioterapi, daerah
epifise
yang
sedang
tumbuh,
post
operasi
ganti
sendi
dengan
bahan
methylmethacrylate/polyethylene,daerah neoplasma. Kontraindikasi lainnya pada terapi panas adalah peradangan akut, perdarahan, hipostesi, anestesi, daerah keganasan, gangguan komunikasi dan tromboflebitis akut. 12
·
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) TENS merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggi intensitas rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia yang paling sering digunakan untuk mengatasi nyeri. TENS berfrekuensi rendah 2-3 Hz sedangkan yang tinggi berfrekuensi 50-100 Hz dan seringkali lebih efektif. Intensitas yang digunakan untuk berfrekuensi rendah lebih 30 mA dan yang berfrekuensi tinggi 10-30 mA. TENS diindikasikan terutama untuk nyeri fokal, sindrom nyeri kronik antara lain radikulopati, terutama perifer. 12
·
Electrical Muscle Stimulation (EMS) Alat yang digunakan untuk menstimulasi otot-otot dan mencegah atrofi otot. Manfaat dari EMS: 1). Relaksasi otot yang mengalami ketegangan/kejang, 2). Pencegahan atrofi otot karena tidak digunakan/kelumpuhan, 3). meningkatkan sirkulasi darah lokal, 4). stimulasi pasca operasi otot betis untuk mencegah thrombosis vena, 6). mempertahankan atau meningkatkan jangkauan gerak. 12 Stimulasi otot listrik pada dasarnya dilakukan dengan merangsang beberapa bagian tubuh. Untuk tujuan ini, sebuah perangkat elektronik yang menggunakan elektroda kecil yang secara langsung ditempatkan pada daerah tubuh yang perlu dirangsang. Sebuah aliran listrik
yang rendah dialirkan melalui kabel untuk memberikan rangsangan listrik agar dapat menstimulasi otot yang mengalami kelemahan.12 Alat ini dapat mengatur tegangan listrik yang ditimbulkan untuk disesuaikan dengan lokasi otot yang dirangsang. Tegangan listrik yang rendah biasanya digunakan pada kelompok otot yang lebih kecil, yang tidak dapat dirangsang dengan cara lain. Menggunakan EMS sangat dianjurkan pada kasus-kasus cedera, dan gangguan pergerakan yang disebabkan oleh kerusakan saraf pusat.12
·
Terapi latihan (Physioterapy) Program rehabilitasi dapat dilakukan dengan terapi fisik dan atau terapi okupasi. Tujuannya adalah untuk mencegah atropi, mempertahankan ROM, meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas, menangani nyeri, mengembalikan fungsi struktur yang diinervasi oleh saraf yang rusak untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Beberapa latihan yang dapat digunakan:22
a.
Latihan Range Of Motion (ROM) ROM terdiri dari aktif, pasif atau kombinasi keduanya. Latihan yang dapat dilakukan; 1). Kepalkan tangan kemudian lepaskan semampunya,2). Tekuk pergelangan tangan sehingga telapak tangan bergerak ke arah lengan bawah, tahan selama 3-5 detik kemudian luruskan, 3). Ekstensi pergelangan tangan semampunya kemudian luruskan, 4). Fleksi siku semampunya kemudian luruskan, 5). Berdiri tegak, tangan di samping badan, angkat ke depan dan ke atas, tahan kemudian lepaskan.22
b.
Latihan penguatan Penguatan dilakukan dengan mengulangi latihan ROM tetapi dengan menggunakan tahanan. Tahanan bisa dalam bentuk tension bands atau barbell. Tahanan ditingkatkan sampai dapat menyelesaikan tiga set dengan mudah, sambil mempertahankan bentuk yang baik. Gerakan tidak terlalu cepat tetapi terkontrol dan hindari bantuan dari bagian tubuh lainnya seperti bersandarke samping sambil mengangkut lengan di atas kepala. 22
·
Terapi okupasi Terapi okupasi terkonsentrasi pada mempertahankan ROM di bahu, orthosis yang tepat untuk mendukung fungsi tangan, siku dan lengan, dan menangani control edema dan deficit sensorik, dengan pengujian dan terapi. Terapi okupasi mungkin menangani masalahmasalah yang berkaitan dengan kemampuan pasien untuk menulis, mengetik, dan
menemukan cara alternative untuk berkomunikasi. Selain itu, terapi okupasi menyediakan bentuk pelatihan ulang untuk aktivitas hidup sehari-hari, termasuk penggunaan teknik 1 lengan, peralatan adaptif, dan latihan penguatan. 22,23
1.
Ortohosis Pada umumnya penderita dengan trauma plexus brachialis akan menggunakan lengan kontralateral untuk beraktivitas. Pada beberapa kasus, penderita memerlukan kedua tangan untuk melakukan aktivitas yang lebih kompleks. Untuk itu orthosis di desain sesuai kebutuhan, terutama untuk mensuport bahu dan siku. Beberapa orthosis digerakkan menggunakan sistem mioelektrik, sehingga penderita mampu melakukan gerakan pada pergelangan tangan dan pinch pada jari-jarinya. 22,23 Orthosis ini dapat membantu penderita pasca trauma untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum dari gelas atau botol, menyisir rambut, menggosok gigi, menulis, menggambar, membuka dan menutup pintu, membawa barang-barang. 22,23
a.
Paska operasi nerve repair dan graft Setelah pembedahan, immobilisasi bahu dilakukan selama 3-4 minggu. Terapi rahbilitasi dilakukan setelah 4 minggu paska operasi dengan gerakan pasif pada semua sendi anggota gerak atas untuk mempertahankan luas gerak sendi. Stimulasi elektrik diberikan pada minggu ketiga sampai ada perbaikan motorik. 23 Pasien secara tertulis diobservasi dan apabila terdapat tanda-tanda perbaikan motorik, latihan aktif segera dimulai. Latihan biofeedback bermanfaat bagi pasien agar otot-otot yang mengalami reinervasi bila mempunyai control yang lebih baik. 22
b.
Pasca operasi free muscle transfer Setelah transfer otot, ekstremitas atas dimobilisasi dengan bahu abduksi 30 0, fleksi 600 dan rotasi internal, siku fleksi 100 0. Pergelangan tangan posisi netral, jari-jari dalam posisi fleksi atau ekstensi tergantung jenois rekonstruksinya.8 Pemberian elektrostimulasi pada transfer otot, dan saraf yang di repair dilakukan pada target otot yang paralisa seperti otot gracilis, triceps brachii, supraspinatus dan infraspinatus. Elektrostimulasi intensitas rendah diberikan mulai pada minggu ketiga paska operasi dan tetap dilanjutkan sampai EMG menunjukkan adanya reinervasi. Enam minggu paska operasi selama menjaga rengangan berlebihan dari jahitan otot dan tendo, dilakukan ekstensi
pergelangan tangan dan mulai dilatih pasif ekstensi siku. Siku metacarpal juga digerakkan pasif untuk mencegah deformitas claw hand.23
c.
Setelah reinervasi Setelah EMG menunjukkan reinervasi pada transfer otot, biasanya 3-8 bulan paska operasi, EMG biofeedback dimulai untuk melatih transfer otot menggerakkan siku dan jari dimana pasien biasanya kesulitan mengkontraksikan ototnya secara efektif. 8,23 Reduksi otot diindikasikan saat pasien menunjukkan kontraksi aktif minimal yang tampak pada otot dan grup otot. Tujuan reduksi otot untuk pasien adalah mengaktifkan kembali control volunteer otot. Ketika pasien bekerja dengan otot yang lemah, intensitas aktivitas motor unit dan frekuensi kontaksi otot akan meningkat. Waktu sesi terapi seharusnya pendek dan dihentikan saat terjadi kelelahan dengan ditandai penurunan kemampuan pasien mencapai tingkat yang diinginkan.8,23 Pemanasan, ultrasound diatermi, TENS, interferensial stiumulasi, elektrostimulasi dapat dipergunakan sesuai indikasi. Dilakukan juga penguatan otot-otot leher dan koreksi imbaans otot-otot ekstremitas atas.8,23
G. Komplikasi
Kontraktur yang berhubungan dengan beberapa jenis insisi kadang terjadi.Pada beberapa pemaparan, nervus aksesoruis spinalis memiliki resiko trauma dan harus dilindungi.Komplikasi yang lebih spesifik bernariasi dan tergantung pada tipe pasti dari prosedur yang dilakukan.Nyeri deaferensiasi bisa menjadi masalah yang paling sulit ditangani setelah terjadinya didera plexus brachalis.Syindrom nyeri terjadi setelah perbaikan pembedahan atau dengan perawatan konserfatif.Ketika akar saraf terevulsi pada cidera perganglionik, sel-sel pada kolumna dorsalis kehilangan suplai sarafnya.Beberapa hari atau minggu setelah cidera, sinyal spontan muncul pada selsel ini.Sinyal-sinyal spontan ini menghasilkan nyeri yang tak tertahankan pada pasien.Pasien seringkali mengeluh perasaan terbakar pada ekstremitas dan mendiskripsikan nyerinya sebagai nyeri remuk.Biasanya nyerinya sangat parah dan hilang timbul (Blaauw dkk, 2008).