LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN BAHAN HIDROKOLOID
DISUSUN OLEH: KELOMPOK A-4 SOFIANNA MARGARETH S.
(6103015003)
ELVIN LAURENZIA D. P.
(6103015005)
GABRIELLA VINCENTIA S.
(6103015023)
IRENE ARLI TUNGGAL
(6103015075) (6103015075)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2017
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Hidrokoloid merupakan suatu polimer yang dapat larut dalam air, membentuk koloid dan dapat mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Contoh bahan hidrokoloid antara lain: agar, karaginan, gum xanthan, dan lainnya. Senyawa hidrokoloid sangat diperlukan keberadaannya karena berfungsi sebagai pembentuk gel (gelling agent), penstabil (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), dan pendispersi. Pengetahuan bahan hidrokoloid perlu diketahui karena bahan – bahan ini memiliki karakteristik berbeda – beda. Sehingga, dapat dan sering di gunakan pada produk pangan dalam kehidupa sehari-hari. 1.2. Tujuan
Tujuan Intruksional Umum Memahami sifat – sifat fisik dan kimiawi gel yang terbentuk dari agar – agar, karagenan dari rumput laut, dan daun cincau
Sasaran Belajar - Mengenal morfologi dan sifat fisik rumput laut dan daun cincau. - Mengetahui cara ekstraksi senyawa pembentuk gum dari rumput laut dan daun cincau. - Menjelaskan faktor-faktor-faktor penentu pembentukan agar-agar dan tingkat kekerasan agar-agar. - Menjelaskan terjadinya peristiwa sineresis dari agar-agar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Hidrokoloid merupakan suatu polimer yang dapat larut dalam air, membentuk koloid dan dapat mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Ada juga yang mengartikan hidrokoloid adalah polimer-polimer rantai panjang yang larut atau terdispersi dalam air dan menaikkan viskositas larutan, terkandung dalam bahan-bahan alam maupun hasil sintesis (Glicksman, 1983). Senyawa-senyawa yang termasuk dalam hidrokoloid antara lain: agar (dihasilkan dari jenis agarofit), karaginan (dihasilkan dari jenis karanofit), dan alginat (dihasilkan dari alginofit). Senyawa hidrokoloid sangat diperlukan keberadaannya karena berfungsi sebagai pembentuk gel (gelling agent), penstabil (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), dan pendispersi. Senyawa hidrokoloid pada umumnya dibangun oleh senyawa polisakarida rantai panjang yang bersifat hidrofilik (Anggaradiredja, dkk., 2006). Karaginan
Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii. Karaginan dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan bahan pangan baik yang berbentuk suspensi dan emulsi. Selain itu dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya dan bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Suryaningrum, 2002). Karaginan berfungsi dalam industri makanan sebagai bahan pengental, pengemulsi, dan stabilisator suhu. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas est er kalium, natrium, magnesium, dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer (Winarno, 1996). Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen lainnya (Hellebust dan Cragie, 1978). Terdapat tiga jenis karaginan yaitu: a.
Kappa karaginan Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Euchema cottonii. Mengandung sulfat
kurang dari 28%. Kappa karaginan tersusun dari α (1→3) D galaktosa-4 sulfat dan β (1→4) 3,6 anhydro D galaktosa. Di samping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa-6 sulfat ester dan 3,6 anhydro-D galaktosa 2-sulfat ester. Gugusan 6 sulfat akan menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhydro-D galaktosa.
b.
Iota karaginan Iota karaginan dihasilkan dari Euchema spinosum dan mengndung sulfat lebih dari 30%.
Iota karaginan terdiri terutama dari ikatan 1→3 galaktosa 4 sulfat dan ikatan 1→4 3,6 anh ydroD-galaktosa 2 sulfat. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4 – sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2 – sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. c.
Lambda Karaginan Lambda karaginan berasal dari Chondrus crispus. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3)
D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat danhanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6- anhidrogalaktosa. (Winarno, 1996) Hidrasi karaginan terjadi lebih cepat pada pH rendah dan menjadi lambat pada pH 6 atau lebih. Karaginan dapat membentuk interaksi dengan makromolekul yang bermuatan (protein), sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas, pembentukan gel, pengendapan, dan stabilisasi. Hasil interaksi dari karaginan sangat tergantung pH larutan dan pH isoelektrisnya (Winarno, 1990). Tabel 2.1. Daya Kestabilan Karaginan pada pH Tertentu Tipe karaginan
Stabilitas pada pH
Netral dan alkali Rendah
Tinggi
Kappa
Iota
Stabil Terhidrolisa bila dipanaskan
Lambda
Stabil
Stabil
Terhidrolisa
Terhidrolisa
Stabil dalam bentuk
Stabil dalam
gel
bentuk gel
Tabel 2.2. Daya Kelarutan Karaginan pada Berbagai Pelarut Tipe karaginan
Medium
Air panas
Air dingin
Kappa
Iota
Lambda
Larut di atas 60ºC
Larut di atas 60ºC
Larut
Larut
dalam
garam
dalam
Larut
garam
Na+, tak larut dalam Na+, tak larut dalam Larut K +, Ca2+
K +, Ca2+
Suhu panas
Larut
Larut
Larut
Suhu dingin
Tidak larut
Tidak larut
Larut
Larutan gula pekat
Panas, larut
Sukar larut, panas
Panas, larut
Larutan garam pekat
Tidak larut
Panas larut
Panas larut
Larutan alkohol
Tidak larut
Tidak larut
Larut
dalam
garam Na+
Sumber : Whistler dan James (1976) Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan, dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik, sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik (Towle, 1973). Karagenan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak te rjadi pada suhu tinggi (Suryaningrum, 1988). Struktur kappa dan iota karagenan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double helix yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Lamda karagenan tidak mampu membentuk double helix tersebut. Sifat ini dapat terlihat bila larutan dipanaskan kemudian diikuti dengan pendinginan sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan iota karagenan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible yaitu akan mencair kembali pada saat larutan dipanaskan (Winarno, 1990). Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer- polimer ini akan teri kat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis.
Rumput laut
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2010). Ada 4 jenis rumput laut, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga cokelat ( Phaeophyceae), alga merah ( Rhodophyceae), dan alga hijau biru ( Myxophyceae). Manfaat rumput laut adalah pembentukan gel, sebagai bahan pengental, pengontrolan tekstur dan kelembapan, dan bahan baku farmasi. Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan mineral seperti
natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 2011). Kandungan kimia rumput laut pada umumnya sebagai berikut : 1.
Lipida Kandungan lipida biasanya kurang dari 1% dari berat kering, kecuali jenis alga Spirulina yang mempunyai kandungan lebih banyak.
2.
Protein Protein berkualitas tinggi hampir ditemukan pada hampir semua rumput laut (10-38% dari berat kering).
3.
Karbohidrat Setengah dari berat kering rumput laut adalah karbohidrat, baik monosakarida maupun polisakarida dengan tambahan 4-13% selulosa. Sebagian besar dari kandungan karbohidrat adalah senyawa gummi, sehingga hanya sebagian kecil dari kandungan karbohidrat yang dapat diserap oleh pencernaan manusia.
4.
Vitamin Rumput laut menjadi sumber makronutrisi. Laver ungu (nori) sangat kaya akan vitamin A. Kandungan beta karoten alga sama berharganya dengan pigmennya secara komersial. Vitamin-vitamin pada alga dalam jumlah lebih sedikit sehingga tidak banyak pengaruh dalam menu makanan manusia.
5.
Mineral Kandungan mineral pada rumput laut sebagian besar terdiri dari natrium dan kalsium. Rumput laut juga memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi, namun belum jelas mengenai daya larut dan daya cerna kandungan nitrogen tersebut. Golongan besar dari gum rumput laut ini dan turunannya diberi ciri oleh kemampuannya untuk
menghasilkan larutan yang sangat kental pada konsentrasi rendah. Gum ini dipakai secara luas dalam industri makanan sebagai bahan pemantap dan pensuspensi (de Man, 1997).
Agar-agar
Menurut Tedjo (1996), agar-agar adalah bentuk koloid dari polisakarida kompleks dan merupakan hasil ekstraksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas Rhodophyceae atau ganggang merah, khususnya species dari genus Gelidium, dan beberapa species dari genus Gracilaria. Molekul agar-agar terdiri dari rantai linear galaktan. Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Agar-agar dibedakan menjadi agarose dan agaropektin, perbedaan tersebut berdasarkan sulfat yang terkandung didalamnya, agarose tidak mengandung sulfat, sedangkan agaropektin masih
mengandung sulfat. Galaktan yang sebagian monomer galaktosanya membentuk ester dengan metil disebut agarose, sedangkan galaktan yang teresterkan dengan sulfat disebut agaropektin. Agarose merupakan komponen agar-agar yang bertanggung jawab terhadap daya gelasi agaragar. Viskositas dan daya gelasi yang dihasilkan sangat tergantung dari cara produksi, jenis ganggang yang digunakan serta kandungan sulfat yang terdapat dalam agar-agar tersebut. Peningkatan kandungan sulfat akan menurunkan kapasitas gelasi agar-agar. Setting point dan melting point ditentukan pula oleh jenis ganggang dan dari negara mana agaragar tersebut diproduksi. Setting point adalah suatu keadaan dimana suhu pada saat agar-agar memadat, sedangkan melting point adalah suhu pada saat agar-agar mencair. Senyawa hidrokoloid diperlukan keberadaannya dalam suatu produk karena berfungsi sebagai pembentuk gel (gelling agent), penstabil (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), pensuspensi (suspending agent), dan pendispersi. Senyawa hidrokoloid pada umumnya dibangun oleh senyawa polisakarida rantai panjang dan bersifat hidrofilik (suka air). (Anggadiredja, dkk, 2006). Beberapa sifat dari agar-agar :
Pada suhu 25°C tidak larut, tetapi larut sempurna pada 97-100°C.
Pada suhu 32-39°C berbentuk padat dan mencair pada suhu 60-97°C
Dalam keadaan kering agar- agar sangat stabil, pada suhu tinggi dan pH rendah agar-agar mengalami degradasi.
Viskositas agar-agar meningkat pada suhu 45°C, pada pH 4,5-9.
Gel agar bersifat thermoreversible, bila gel agar dipanaskan melewati titik cairnya maka gel akan mencair, tetapi bila larutan agar menjadi dingin, maka terbentuk gel kembali (Furia,1972). Apabila gel agar ditempatkan di udara dingin, sejumlah air dibebaskan oleh gel dan terlihat di permukaan dengan sedikit pengerutan volume, fenomena ini merupakan sineresis gel.
Nutrijell
Nutrijell merupakan makanan berupa gel yang dikemas dalam bentuk bubuk instan. Nutrijell terbuat dari bahan alami bubuk konyaku dan karagenan. Bahan ini sangat baik untuk kesehatan pencernaan karena mengandung banyak serat. Bahan-bahan yang terkandung dalam kemasan Nutrijell adalah karagenan, konnyaku bubuk, gula, pengatur keasaman (kalium sitrat, asam sitrat), fruktooligosakarida (FOS), kalsium laktat, perisa, vitamin D (mengandung antioksidan tokoferol). Jenis hidrokoloid pada Nutrijell adalah karagenan. Karagenan adalah polisakarida non pati yang dapat diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah varietas Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea, dan Phyllophora. Karagenan bukan biopolimer tunggal, namun merupakan campuran dari galaktangalaktan linear yang mengandung sulfat dan larut di dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung
oleh
3-β-D-galaktopiranosa
(G-units)
dan
4-α-D-galaktopiranosa
(G-units)
atau
4-3,6-
anhidrogalaktosa (DA units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karaginan (Hall, 2009). Karaginan memiliki kemampuan membentuk gel pada saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman, 1983). Pembentukan gel pada saat pendinginan dikarenakan terbentuknya struktur double helix, dimana jika penurunan suhu terjadi secara terus-menerus maka polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dengan makin bertambahnya bentuk heliks. Heliks ini yang bertanggung jawab terhadap pembentukan gel yang kuat. Apabila diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Pelepasan air yang disertai dengan mengerutnya gel disebut dengan sineresis (Fardiaz, 1989). Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimal pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih dapat mempertahankan proses produksi karaginan. Hidrolisis asam terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu.
Sineresis
Sineresis secara kimiawi diartikan sebagai keluarnya cairan dari gel (deMan, 1997). Sineresis ini disebabkan oleh adanya pemutusan ikatan pada benang-benang fibriler atau karena fibriler yang semula berjauhan saling berdekatan dan kemudian membentuk ikatan antar fibriler sehingga cairannya terperas keluar (Masbanto, 2000). Pada sineresis, terjadi pemisahan cairan dari dalam gel sehingga gel menjadi mudah hancur dan kehilangan sifat kenyalnya. Sineresis dipengaruhi oleh pH, suhu, tekanan mekanik dan konsentrasi fase terdispersi. Gel dapat membentuk interaksi dengan makromolekul yang bermuatan seperti protein sehingga sineresis akan maksimum pada titik isoelektrik gel. Suhu yang rendah dapat menyebabkan gerak molekul fase cair akan diperlambat sehingga gerakan fibriler terhambat dan cenderung bergerak ke ba wah mengikuti gaya berat dan dapat mendekatkan fibriler satu dengan yang lain. Tekanan mekanik juga dapat mempengaruhi sineresis karena tekanan tersebut cenderung mendekatkan fibriler satu dengan yang lain. Pada konsentrasi fase terdispersi, semakin besar konsentrasi fase terdispersinya, maka makin kecil kemungkinan sineresisnya dan begitu juga sebaliknya Struktur gel bukan merupakan struktur yang tertutup tetapi merupakan struktur yang terbuka sehingga meskipun airnya tidak mengalir, peristiwa-peris tiwa yang berhubungan dengan air masih dapat berlangsung seperti peristiwa difusi air yang keluar dari gel (Aurand dan Woods, 1974).
BAB III CARA KERJA 3.1. Alat
-
Termometer
-
Timbangan
-
Neraca
-
Kain saring
-
Tabung reaksi
-
Sendok
-
Rak tabung reaksi
-
Pengaduk
-
Kompor
-
Tabung reaksi
-
Gelas ukur
-
Penangas
-
Gelas plastik
-
Mikrometer sekrup
-
Penyaring
3.2. Bahan
-
Rumput laut
-
Agar – agar batang
-
Nutrijell
-
CaCl2 3%
-
Alkohol 96%
-
Akuades
-
Batu didih
3.3. Skema Kerja 3.3.1. Pengamatan Sifat Fisik Bahan
Rumput Laut
Pengamata n warna
Pengamatan ukuran
3.3.2. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut
500 gr rumput laut
Perendaman selama 12-24 jam Pembilasan dan penirisan Perebusan dalam pressure-cooker 120˚C 15 menit dengan perbandingin bahan :air = 1:15 Perebusan kembali dengan suhu 100˚C 2-3 jam
Penghancuran dan penambahan air panas 90˚C (1:3)
Penyaringan dengan kain saring halus
Filtrat I
Filtrat II
Penambahan alkohol 96% alkohol : filtrat = 2:1
Pembekuan dalam freezer suhu -6˚C selama 24 jam
Thawing
Pengadukan hingga terbentuk endapan
Penyaringan Penimbangan dan perhitungan rendemen
Penimbangan dan perhitungan rendemen
3.3.3. Suhu Pembentukan Gel (Setting Point)
Pemasukan 2 gr agar batang/nutrijell
A
Penambahan akuades 50 mL
Penambahan gula 3%
Tanpa penambahan
Pemanasan sampai mendidh Penuangan pada tabung reaksi yang sebelumnya di beri termometer
Penentuan suhu pembentukan gel 3.3.4. Suhu Leleh Gel (Melting Point)
Gel yang sudah padat dalam tabung reaksi di percobaan Setting Point + termometer Penimbangan batu didih
Pemasukan batu didih dalam gel Penempatan tabung reaksi dalam penangas air Penentuan suhu pelelehan gel 3.3.5. Sineresis
Sisa masing-masing bahan yang sudah dipanaskan pada percobaan pembentukan el dimasukkan dalam cu -cu an sudah disediakan Penutupan masing-masing cup dengan aluminium foil
Pemasukkan cup ke dalam kulkas Pengamatan sineresis selama penyimpanan 24 jam dan 48 jam
BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1. Pengamatan Sifat Fisik Bahan
Pengukuran
Hasil
Panjang (cm)
10,5
8,5
Lebar (mm) Tebal (mm) Warna (Visual)
2,24 2,32
2,30 2,1 Krem
9 2,35 2,32
Rumput laut Gambar
4.2. Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Perlakuan
Etanol 96% Freezer 48 jam
Berat awal rumput laut (g)
Filtrat rumput laut (ml)
200
300
Volume yang diambil (mL) 100
Berat karaginan basah (g) 23
100
37
Rendemen (%)
34,5 55,5
Perhitungan:
Etanol 96% % Rendemen = =
berat karaginan basah berat rumput laut awal 2 2
×
×
volume total filtrat volume filtrat yang diamati
× 100%
× 100% = 34,5%
Freezer 48 jam % Rendemen = =
berat karaginan basah berat rumput laut awal 27 2
×
×
volume total filtrat volume filtrat yang diamati
× 100%
× 100% = 55,5%
4.3. Setting Point No.
Bahan
Setting Point (˚C)
1.
Agar batang + gula
34 ˚C
2.
Nutrijell + gula
56 ˚C
3.
Agar batang
46 ˚C
4.
Nutrijell
57 ˚C
4.4. Melting Point No.
Bahan
Berat Batu Didih
Melting Point
(g)
(˚C)
1.
Agar batang + gula
0,34
91 ˚C
2.
Nutrijell + gula
0,24
87 ˚C
3.
Agar batang
0,15
100 ˚C
4.
Nutrijell
0,27
100 ˚C
4.5. Sineresis
Bahan
Penyimpanan
Penyimpanan
24 Jam
48 Jam
Agar-Agar Batang + Gula
+2
+2
Agar-Agar Batang
+1
+1
Nutrijel + Gula
+4
+4
Nutrijel
+3
+3
BAB V PEMBAHASAN Sifat Fisik Bahan
Pada praktikum kali ini mengamati rumput laut secara visual. Berdasarkan pengamatan secara visual (subjektif), rumput laut berwarna putih. Pada dasarnya rumput laut dapat diklasifikasikan dalam kelompok alga merah, alga hijau dan alga coklat (Winarno, 1996) namun rumput laut yang digunakan pada percobaan sudah kehilangan pigmen aslinya sehingga berwarna putih. Selain mengamati warna, juga melakukan pengukuran dengan micrometer sekrup dengan menggunakan 3 sampel. Berdasarkan hasil pengukuran pada rumput laut, diperoleh panjang rumput laut adalah 10,5; 8,5; 9 cm, lebar 2,24; 2,30; 2,35 mm, tebal 2,32; 2,1; 2,32 mm.
Ekstraksi Karagenan
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi karaginan rumput laut. Ada dua perlakuan yang dilakukan dalam praktikum ini, yaitu dengan penambahan alkohol 96% pada filrat dengan perbandingan alkohol : filtrat = 2:1 dan pembekuan dalam freezer suhu -6˚C selama 24 jam. Kedua perlakuan tersebut dilakukan untuk memperoleh %rendemen pada karaginan. Untuk mengekstraksi karaginan rumput laut, ada beberapa tahap yang perlu dilakukan. Hal pertama yaitu perendaman rumput lau selama 12-24 jam. Perendaman rumput laut di dalam air bertujuan agar terjadi proses hidrasi, sehingga bahan yang semula keras menjadi lunak dan mudah untuk diekstraksi. Setelah perendaman, dilakukan pembilasan dan penirisan. Hal ini bertujuan agar kotoran yang menempel pada bahan hilang dan tidak mengganggu ekstraksi. Perebusan dilakukan selama 15 menit pada suhu 120˚C dengan perbandingan bahan dan air adalah 1:15. Proses perebusan ini akan mempermudah dalam proses penghancuran. Pada saat praktikum, bahan yang digunakan sudah memadat kembali, sehingga perlu dilakukan pemanasan kembali sebelum proses penghancuran. Pemanasan dilakukan hingga bahan mencair. Pemanasan dapat menurunkan viskositas rumput laut, karena gel yang terbentuk dari rumput laut tersebut memiliki sifat thermoreversible. Bahan yang direbus pada praktikum ini sebanyak 200 gr. Setelah bahan mencair, dilakukan penghancuran menggunakan blender. Dalam proses penghancuran, ditambahkan air panas dengan perbandingan 1:3. Air yang digunakan harus panas agar bahan tidak menggumpal selama penghancuran. Penghancuran dilakukan hingga ukuran bahan lebih kecil dan luas permukaannya besar. Proses ini dilakukan agar proses ekstraksi lebih mudah dan dapat diekstrak secar a maksimal. Setelah proses penghancuran, dilakukan penyaringan dengan kain saring. Tahap ini bertujuan untuk memisahkan filtrat dan ampas karaginan. Dari hasil penyaringan tersebut diperoleh filtrat sebanyak 300 ml.
Filtrat yang telah diperoleh diambil 100 ml dan diletakkan pada gelas beker, kemudian ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan alkohol : filtrat = 2:1. Alkohol dimasukan ke dalam beker berisi filtat karaginan, kemudian terjadi pembentukan endapan. Endapan tersebut merupakan komponen gel pada rumput laut atau karaginan basah. Gel pada rumput laut dapat mengendap dalam alkohol 96% karena gel rumput laut memiliki sifat tidak larut dalam akohol. Karaginan basah yang diperoleh ditimbang unttuk mengetahui %rendemennya. %Rendemennya sebesar 34,5%. Pada perlakukan kedua dilakukan pembekuan pada freezer pada suhu -6˚C selama 48 jam. Pembekuan bertujuan untuk memadatkan gel karaginan. Setelah 48 jam, 100 ml filtrat yang dibekukan dalam freezer di thawing . Setelah itu, filtrat disaring untuk memisahkan antara air dan karaginan yang diinginkan. rendemen yang diperoleh dari proses pembekuan adalah 55,5%. Dari kedua perlakuan tersebut, rendemen karaginan pada penambahan alkohol 96% lebih kecil dibandingkan pembekuan dalaam freezer . Hal ini dapat disebabkan karena pada karaginan yang dibekukan dan tanpa penambahan alkohol masih terdapat air atau komponen lain selain karaginan, sehingga berta rendemen yang diperoleh lebih besar. Pada perlakukan penambahan alkohol 96%, rendemen yang diperoleh lebih kecil karena karaginan langsung mengendap dan tidak larut dalam air. Pemisahan karaginan pada filtrat tersebut dapat terlihat jelas dan lebih mudah mengukurnya.
Setting Point dan Melting Point
Suhu setting point ditunjukkan dengan terikutnya gel ketika termometer diangkat dari tabung reaksi sedangkan melting point adalah suhu yang ditunjukkan dengan jatuhnya batu didih yang telah ditambahkan di atas gel hingga mencapai dasar tabung. Jatuhnya batu didih ini menandakan bahwa semua bagian gel telah mencair. Pada percobaan, sampel yang digunakan adalah agar-agar batang dan nutrijell dengan 2 perlakuan yaitu penambahan gula dan tanpa penambahan gula. Pada perlakuan penambahan gula, setting point nutrijell lebih tinggi yaitu 56˚C daripada agar batang yaitu 34˚C. Nutrijel merupakan salah satu contoh hidrokoloid yang mewakili karagenan. Adanya ion-ion terutama ion Ca 2+ dan K + dalam karagenan berperan membentuk heliks dan jembatan yang dapat menyediakan ruang bagi pemerangkapan air sehingga terbentuk gel yang cepat dan kokoh. Sehingga pembentukan gel lebih cepat pada nutrijel daripada agar batang. Penambahan gula pasir juga mempengaruhi karena bila sudah di cairkan, gula cenderung cepat mengkristal lagi. Pada perlakuan tanpa penambahan gula pasir, umumnya nutrijell pasti lebih cepat memadat daripada agar batang. Pada percobaan melting point, nutrijell dengan penambahan gula maupun tanpa penambahan gula cenderung mirip suhunya. Hal ini karena kesalahan praktikan yang kurang teliti melihat suhu pelelehan gel. Seharusnya, nutrijell tanpa penambahan gula lebih cepat meleleh karena t idak ada zat yang mempengaruhi titik leleh nutrijell. Sedangkan pada agar batang dengan 2 perlakuan tersebut,
pelelehan terjadi sedikit lebih lama karena bagian tabung reaksi yang dicelupkan pada penangas hanya sebagian tabung. Sehingga, bagian lain tidak meleleh dan menghambat batu didih untuk jatuh kedasar.
Sineresis
Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan dengan nutrijel dan agar-agar batang mengenai pengaruh gula terhadap sineresis dan kemampuan nutrijel dan agar-agar batang dalam mempertahankan gel sehingga tidak mengalami sineresis. Dari hasil pengamatan selama 24 jam dan 48 jam, didapat bahwa semua bahan mengalami sineresis dengan nutrijel mengalami sineresis yang lebih tinggi daripada agar-agar batan g dan nutrijel dan agar-agar batang dengan penambahan gula mengalami sineresis yang lebih tinggi daripada tanpa penambahan gula. Semua bahan mengalami sineresis dapat disebabkan karena penyimpana pada suhu rendah yang dapat menyebabkan gerak molekul fase cair akan diperlambat sehingga gerakan fibril er terhambat dan cenderung bergerak ke bawah mengikuti gaya berat dan dapat mendekatkan fibriler satu dengan yang lain. Nutrijel merupakan campuran dari konjac dan karagenan kappa. Karagenan kappa membutuhkan adanya ion K+ dan Ca2+ dalam pembentukan gelnya. Jika dalam penambahan ion dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pembentukan agregat sehingga dapat menyebabkan terjadinya sineresis. Dari hasil percobaan, dapat dilihat bahwa nutrijel tidak dapat mempertahankan gel dengan baik sehingga dapat mengalami agregasi yang berlebih menyebabkan terjadinya sineresis. Sedangkan agar-agar batang memiliki kemampuan untuk mempertahankan gel yang sangat baik sehingga sineresis yang terjadi pada agar-agar batang lebih sedikit daripada nutrijel. Penambahan gula dapat meningkatkan terjadinya sineresis. Hal ini disebabkan karena jumlah gula yang tinggi dapat menghambat pembentukan gel sehingga gel yang terbentuk terlalu lemah untuk mengikat air sehingga air mudah terlepas dan terjadi sineresis. Sifat gula yang higroskopis dapat menyerap air lebih banyak sehingga dengan gel yang tidak dapat mengikat air dengan baik maka sineresis menjadi lebih tinggi.
BAB VI KESIMPULAN
Warna pada bahan hidrokoloid ditentukan oleh kandungan pigmen yang menyusunnya.
Warna rumput laut dari pengamatan subyektif (visual) adalah putih kekuningan.
Karaginan tidak larut dalam alkohol.
% Rendemen dari perlakuan dengan penambahan alkohol lebih kecil daripada %rendemen dari perlakuan freezer pada suhu -6˚C.
Setting point dan melting point gel dipengaruhi oleh zat yang ditambahkan dan perlakuan saat praktikum.
Nutrijell dengan atau tanpa penambahan gula pasir memiliki setting point dan melting point yang lebih tinggi daripad agar batang.
Penyimpanan dalam kulkas dapat meningkatkan terjadinya sineresis Nutrijel memiliki gel yang lebih tidak stabil daripada agar-agar batang sehingga sineresis pada nutrijel lebih tinggi
Penambahan gula dapat meningkatkan terjadinya sineresis.
DAFTAR PUSTAKA
Anggaradiredja, J. T., A. Purwoto, J. T. Zatnika, dan H. Astini. 2006. Rumput Laut . Jakarta: Penebar Swadaya. Aurand, L.W. dan A.E. Woods. 1974. Food Chesmistry. Phillipine : The AVI Publishing Company. Azizah, N.H. 2012. Pembuatan Permen Jelly dari Karagenan dan Konjak dengan Aplikasi Prebiotik Xilo-oligosakarida. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. de Man, J. M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid . Florida: CRC Press. Hellebust JA, Cragie JS. 1978. Handbook of Phycological Methods. London: Cambridge University Press Masbanto. 2000. Seminar Problematik: Peningkatan Gizi Kerupuk Dengan Penambahan Tempe dan Rumput Laut . Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala. Murti, I. 2011. Khasiat Rumput Laut si Pengganti Garam. Sediadi, A. dan U. Budihardjo. 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. Jakarta: Grasindo. Suryaningrum TD, Utomo BSB. 2002. Petunjuk Analisis Rumput Laut dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Whistler, R.L. and J.R. Dekker. 1976. Food Chemistry. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker. Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1990. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.