LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT)
Penanggung Jawab : drh. Aulia Andi M, Msi. Msi . Kamis, 19 September 2013 (14.00-16.30 WIB)
KELOMPOK I : Hafiizha Septigrahadiani R. B04100103 Nurul Hafsari
B04100104
Gamma Prajnia
B04100105
Siti Kholijah R.
B04100106
Bima Febrian N.
B04100107
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Pendahuluan
Obat merupakan senyawa kimia yang mempengarui proses hidup. Obat juga ser ing di gu nak an un tuk pe nc ega han , di agn os is dan pe ngob at an pe nya ki t. Be rka it andengan mekanisme kerjanya, obat dapat bekerja secara lokal maupun general. Faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu obat dalam menyelesaikan tugasnya adalah besarnya dosis yang tepat yang diberikan kepada pasien. Efek obat hanya ditentukan pada dua dosis sehingga mempengaruhi
kondisi tubuh selanjutnya yaitu effective dose dan toxic dose.
Obat akan bekerja secara optimum ketika obat tersebut memenuhi dosis yang efektif, jika obat tersebut melebihi dosis efektif maka efek yang timbul berupa keracunan pada tubuh (Mutschler 1991). Obat atau senyawa kimia yang bekerja lokal merupakan senyawa yang bekerja pada tempat dimana obat itu diaplikasikan. Senyawa digolongkan menjadi dua kelompok, yakni iritansia dan protektiva. Kedua senyawa ini, terbagi lagi kedalam beberapa golongan. Iritansia berdasarkan kekuatan kerja senyawa kimianya dikelompokkan menjadi rubefaksi, vesikasi, pustulasi, dan korosi. Protektiva yang merupakan senyawa pelindung kulit atau mukosa terhadap daya kerja iritansia dikelompokkan menjadi demulsensia, emoliensia, astrigensia, adsorbensia. Tubuh manusia dan hewan hampir semuanya ditutupi oleh kulit, akibatnya kulit dapat terpapar berbagai jenis zat kimia misalnya kosmetik, produk rumah tangga, obat topical dan pencemaran industri, terutama di tempat kerja tertentu. Praktikum kali ini menggunakan senyawa kimia yang bekerja secara lokal (setempat), yaitu senyawa kimia yang bersifat irritansia dan protektiva.
Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah praktikan mengetahui reaksi yang ditimbulkan oleh zat irritansia dan protektiva dan mengetahui contoh dari senyawa tersebut.
Tinjauan Pustaka Senyawa Irritansia
Irritansia merupakan kelompok senyawa yang bekerja tidak selektif pada sel dan jaringan tubuh dengan cara merusak sel-sel atau bagian dari sel untuk sementara atau permanen. Reaksi yang bersifat ringan hanya akan merangsang fungsi sel, namun bila parah atau berlangsung lama akan merusak fungsi sel dan dapat menimbulakan kematian jaringan. Bergantung dari kekuatan kerja senyawa kimia tersebut, daya kerja irritansia dapat berupa rubefaksi (perangsangan setempat yang lemah), vesikasi (terjadi pembentukan vesikel), pustulasi (terbentuk pus), dan korosi (sel-sel jaringan rusak). Berdasarkan daya kerjanya, iritansia terbagi atas rubefaksi, vesikasi, pustulasi dan korosi.
1. Rubefaksi
Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai daya kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa kimia ini adalah hiperemia arteriol yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Contoh daya kerja dari rubafasiensia terlihat pada paparan menthol, kloroform ataupun fenol pada kulit. Menthol merupakan seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Rasa nyeri dan sakit akan timbul jika menthol digosokan secara terus-menerus pada kulit. Kloroform akan menimbulkan iritasi ringan jika terpapar dalam waktu yang lama di kulit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari senyawa yang temasuk turunan asam formiat ini untuk melarutkan lemak. Sedangkan daya kerja iritan dari fenol disebabkan oleh sifat keratolisis dan vasokonstrifnya. Meskipun demikian, efek iritasinya dapat berbeda-beda tergantung pada jenis larutannya. Fenol akan menjadi iritan jika dicampurkan dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol sebagai pelarut, terutama pada senyawa-senyawa polar (Lorgue 1996). Selain itu, terdapat juga senyawa-senyawa lain yang bersifat kausatika. Senyawa-senyawa ini adalah asam kuat dan basa kuat. Contoh asam kuat adalah asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorida. Sedangkan basa kuat adalah natrium
hidroksida. Reaksi asam akan menyebabkan koagulasi protein dan reaksi basa menyebabkan terjadinya lisis. 2. Vesikasi
Daya kerja vesikasi menyebabkan terjadinya pembentukan vesikel/gelembung. Hal ini merupakan akibat akumulasi cairan transudat yang tinggi sehingga tidak dapat diangkut oleh bulu limfe. Cairan ini terakumulasi di stratum korneum dan mengundang datangnya leukosit. Transudat yang awalnya jernih akan berubah menjadi keruh . 3. Pustulasi
Daya kerja dari pustulasi adalah terbentuknya pus/nanah. Hal ini disebabkan karena iritasi terjadi hanya pada kelenjar-kelenjar kutaneus. 4. Korosi
Daya kerja ini melibatkan tiga fase, yaitu: radang dengan hiperemi, nekrosis dan pencairan kimia. Iritasi yang terjadi disebabkan oleh kerja iritan pada protoplasma.
Senyawa Protektiva
Senyawa protektiva adalah senyawa yang digunakan untuk melindungi kulit atau mukosa terhadap daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Beberapa dapat melindungi tubuh dari efek zat-zat yang bekerja sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Beberapa daya kerja protektiva adalah demulsensia (senyawa kimia yang merupakan cairan koloid), emolsiensia (senyawa kimia yang merupakan zat minyak), astringensia (senyawa kimia yang digunakan lokal untuk mempresipitasikan protein), dan adsorbensia (senyawa kimia yang digunakan pada kulit dan membran mukosa, ulcera, dan luka-luka). Daya kerja protektiva bersifat demulsensia, emoliensia, astringensia, dan adsorbensia.
1. Demulsensia
Daya kerja dari senyawa ini adalah membentuk lapisan untuk melindungi kulit. Hal ini ditimbulkan oleh efek pencampuran cairan koloid dengan air. Gom arab
(resin), musilago, dan pati merupakan bahan utama dari senyawa demulsensia. Pada pemakaian lokal dalam bentuk larutan zat ini menghilangkan iritasi dan secara fisik melindungi sel dibawahnya terhadap kontak iritan dari luar (Ganiswarna 2005). 2. Emoliensia
Emolioen merupakan lemak dan minyak yang digunakan lokal pada kulit dan mukosa. Emolien digunakan sebagai protektif dan penghalus kulit, karena membentuk lapisan minyak pada stratum korneum sehingga mencegah penguapan air (Ganiswarna 2005). Senyawa ini mempunyai kemampuan untuk melindungi kulit dari iritasi. 3. Astringensia
Daya kerja utama senyawa astringensia adalah kemampuan presipitasinya. Permeabilitas membran dapat ditekan tanpa menyebabkan terjadinya kematian sel. Perubahan permeabilitas menyebabkan menurunnya penyerapan zat iritan. Contoh senyawa astringensia adalah tanin (Ganiswarna 2005). 4. Adsorbensia
Senyawa kimia berdaya adsorbensia mempunyai kemampuan untuk menyerap zat iritan. Contoh senyawa adsorbensia adalah karbon. Senyawa ini tidak mengiritasi kulit, melainkan melindungi kulit dengan cara mengabsorbsi zat iritan. Senyawa ini tidak berbahaya karena tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan melalui ekskresi (Ganiswarna 2005).
Prosedur Penelitian Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam
praktikum kali ini adalah kapas, spoit 1 mL,
pinset, gunting bedah, pipet tetes, papan, lidah, tangan, dan jari. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah menthol, kloroform, air, alkohol 25%, gliserin 25%, minyak olivarum,
asam sulfat pekat, asam
khlorid, asam nitrat pekat, fenol likuafatkum, NaOH 75 %, H 2SO4 1/50 N H2SO4 1/10 N, gom arab 10%, tanini 5%, strikhnin nitrat, karbon absorbensia (norit).
Metode kerja
Percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja rubefasiensia, dilakuka tiga kali percobaan. Percobaan pertama dilakuka dengan cara sepotong menthol digosokkan pada kulit. Kemudian dicatat hasilnya dan diberi keterangan. Percobaan kedu, kapas dicelupkan ke dalam kloroform dan diletakkan di atas kulit lengan selama 2-3 menit atau sampai terasa nyeri. Sebagai perbandingan diteteskan satu tetes kloroform di atas kulit lengan yang lain. Kemudian hasil dicatat dan diberi keterangan. Percoban yang ketigadilakukan dengan cara empat jari tangan dicelupkan masing-masing ke dalam larutan fenol 5 %, dicatat hasilnya dan diberi keterangan 1) air, 2) alkohol 3) gliserin 4) minyak olivarium Sedangkan percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja kaustika dilakukadengan cara, anaesthesi dilakukan pada kelinci/marmot/tikus, setelah rambut-rambut bagian abdomen dicukur. Pada kiri dan kanan dari garis tengah abdomen diteteteskan bahan-bahan: 1 tetes asam sulfat pekat, 1 tetes asam khlorida pekat, 1 tetes asam nitrat pekat, 1 tetes fenol likuafatkum, 1 tetes NaOH 75 %, dan 1 tetes kloroform. Setelah dibiarkan selama 30 menit, hasilnya kemudian dicatat dan dilakukan percobaan yang sama pada mukosa usus setelah dilakukan pembedahan longitudinal pada abdomen kelinci, marmot atau tikus tersebut. Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja demulsensia, dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan cara rangsangan diberikan pada salah satu kaki kodok dengan H 2SO4 1/50 N dan H2SO4 1/10 N. Metode selanjutnya dikerjakan seperti metode a. Dengan larutanlarrutan H2SO4 1/50 N ditambah gom Arab 10% dan H 2SO4 1/10 N ditambah gom Arab 10% Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja astrigensia dilakukan dengan cara satu tetes larutan tannin 5 % diteteskan pada permukaan ujung lidah. Setelah dua menit berkumur dengan air, dan ujung lidah diamati dengan meminta peserta lain untuk melakukan pengamatan pada ujung lidah, selain itu dapat juga diamati dengan cermin. Selanjutnya, percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja absorbansia, dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan
cara 1 mL larutan strikhnin nitrat (0,2 mg/mL) disuntikkan pada katak secara subkutan sedangkan percobaan kedua dilakukan dengan cara 1 mL larutan strikhnin nitrat (0,2 mg/ml) disuntikkan pada katak secara subkutan yang sebelumnya telah dikocok dengan karbo adsorbensia. Hasil yang diperoleh dicatat dan diberikan keterangan.
Hasil Pengamatan A. IRRITANSIA 1.
Rubefisiensia
Penggosokan kulit tangan Menthol
Merah, permulaan dingin kemudian panas
Kloroform 1. Kapas
Respon nyeri lebih cepat (1,5 menit), merah
2. Tetes
Respon nyeri lama ( > 2 menit), tidak merah, cepat menguap
Pencelupan Jari Larutan
Hasil
Fenol 5 % + Air
Keriput, Pucat (Putih)
Fenol 5 % + Alkohol 25 %
Keriput, Sedikit Pucat
Fenol 5 % + Gliserin 25 %
Tidak ada perubahan
Fenol 5 % + Minyak Olivarum
Tidak ada perubahan
2.
Kaustika
Senyawa kimia
Pada kulit
Pada mukosa usus
H2SO4 pekat
Kulit menggumpal, mengeras
Pucat
(putih),
agak
transparan HCl pekat
Kulit berlubang, mengeras
Pucat (agak kekuningan)
HNO3 pekat
Keluit melepuh, berubah menjadi hijau
Pucat (putih)
Fenol liquid
Menggerus permukaan
Putih transparan
NaOH 75%
Berubah
menjadi
cokelat,
menggerus
Transparan kekuningan
permukaan Kloroform
Memerah
Transparan, mengerut
B. PROTEKTIVA 1.
Demulsensia
Senyawa kimia
Reaksi
Warna
Bentuk
H2SO4 1/50 N
19 detik
Memerah
Tidak ada perubahan
H2SO4 1/10 N
4 detik
Memerah
Tidak ada perubahan
H2SO4 1/50 N +
30 detik
Memerah
Tidak ada perubahan
7 detik
Memerah
Tidak ada perubahan
gom Arab 10% H2SO4 1/10 N + gom Arab 10%
2.
Astringensia
Mukosa lidah berubah warna menjadi kesat dan pucat.
3.
Adsorbensia
Senyawa kimia
Durasi
Onset
Intensitas
Striknin nitrat
60 detik
65 detik
11 kali kuat
50 detik
103 detik
9 kali kuat
Striknin
nitrat +
Karbo
adsorbensia
Pembahasan
Pada percobaan menggosokkan menthol pada kulit akan menimbulkan efek yaitu kulit menjadi merah dan terasa panas. Saat digosokkan pada kulit, menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi dingin. Jika terus digosok maka akan timbul rasa panas pada kulit akibat respon kimia yang dirangsang oleh sensor panas, tetapi tidak menunjukkan perubahan temperatur yang signifikan. Menthol sendiri bekerja dengan cara meningkatkan vasodilatasi kulit, sehingga mampu mengurangi fungsi kulit. Pada percobaan menggunakan kloroform, bagian kulit yang langsung ditetes kloroform tidak mengalami kemerahan pada kulit dan respon nyeri yang diperoleh lama yaitu lebih dari 2 menit karena kloroform cepat mengalami penguapan. Sedangkan bagian kulit yang ditutupi kapas berkloroform respon
nyeri yang diperoleh cepat yaitu 1,5 menit dan kulit mengalami kemerahan. Rasa nyeri
timbul
akibat
adanya
dilatasi
pada
vasa
superfisial
yang
kemudian masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna kongesti. Selain itu jug a terd ap at de sku ama si kulit atau lepasnya lapisan tanduk epidermis. Proses yang terjadi yaitu dengan perusakan membran dan permeabilitas membran akan meningkat sehingga enzim akan keluar sel, kemudian diikuti dengan kematian sel. Selama bertahun-tahun senyawa organik kloroform (CHCl 3) digunakan sebagai senyawa anestetik inhalasi dengan mengesampingkan fakta bahwa senyawa ini bersifat racun yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada hati, ginjal dan jantung (Chang 2005). Pada percobaan selanjutnya yaitu mencelupkan jari kedalam larutan fenol yang telah ditambahkan dengan air, alkohol 25%, gliserin 25% dan minyak olivarum. Secara lokal fenol memberikan efek sebagai bakteriostatik pada kadar 0,02% sampai 1% dan bakteriosida pada kadar 0,04% sampai diatas 1,6%, dapat menimbulkan nekrosis pada kulit jika dipakai dalam dosis berlebihan dan lama, kemudian penetrasinya ke dalam kulit dengan jalan denaturasi protein (Rahardjo 2008). Efek yang ditimbulkan setelah pencelupan jari kedalam larutan fenol dalam air adalah jari terlihat keriput dan berwarna pucat keputihan. Hal ini disebabkan karena air tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan dalam konsentrasi yang rendah. Jari yang dicelupkan kedalam larutan fenol dalam alkohol 25% adalah jari keriput dan terlihat sedikit pucat. Fenol dan alkohol sama-sama memiliki gugus OH, sehingga apabila fenol direaksikan dengan alcohol akan terbentuk ester etil etanoat (Fessenden 1984). Jari yang dicelupkan pada larutan fenol yang dicampurkan gliserin dan minyak olivarium tidak menimbulkan efek toksikasi. Fenol yang dicampur dengan minyak olivarium akan menyebabkan fenol mengalami kesulitan dalam menembus lapisan kulit, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dan berat molekul fenol jauh lebih besar dari minyak olivarium. Perbedaan tekanan osmotik akan menyebabkan terjadi nya penarikan cairan sel. Pengkerutan jari terjadi karena tekanan osmotik diluar jauh lebih besar, sehingga air sel dari dalam tertarik
keluar. Penggunaan minyak olivarium memperkecil tegangan permukaan, sehingga pencampuran minyak olivarium dapat melindungi jari ( Loomis 1978). Pada percobaan kaustika dilakukan penetesan pada kulit dan mukosa usus tikus. Penetesan H2SO4 pada permukaan kulit memberikan reaksi berupa benjolan dengan batasan yang jelas, sedangkan pada mukosa usus terjadi pengerasan, serta warna mukosa usus menjadi berwarna putih. Senyawa H 2SO4 termasuk ke dalam golongan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam. H 2SO4 pekat bersifat higrokospik, yaitu dapat menyerap air dari zat-zat yang basah, termasuk jaringan tubuh sehingga efek yang ditimbulkan pun akan menyebabkan pengerasan pada bagian kulit yang terkena. Toksikologi larutan H 2SO4 jika terkena pada kulit dapat menyebabkan gatal-gatal, sampai menimbulkan luka bakar. Perubahan yang terjadi pada mukosa usus disebabkan karena rusaknya sel-sel mukosa usus sehingga terbentuk jaringan ikat yang menyebabkan permukaan mukosa menjadi keras, dan warna putih terjadi karena panas yang dihasilkan H2SO4 menyebabkan lepuh dan hancurnya sel mukosa (protein), dan menjadi menggumpal. Pemberian HCl pekat pada bagian kulit tikus mengakibatkan terjadinya perubahan yaitu kulit jadi membengkak dan kulit tikus akan mengalami pelepuhan. Sedangkan ketika HCl pekat diberikan pada mukosa usus akan terjadi perubahan yaitu mukosa usus melepuh, mukosa akan melunak, dan akan menguning. Pada kulit abdomen tikus terjadi kebengkakan karena adanya respon imunologi sebagai tanda munculnya bahan asing berupa senyawa kimia HCl pekat. Pada mukosa usus terjadi perubahan warna menjadi menguning. Hal ini bukan merupakan perubahan patologis, melainkan karena kontaminasi kotoran. Asam klorida pekat termasuk kedalam golongan asam kuat Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia merupakan komponen utama dalam asam lambung. Asam klorida merupakan cairan yang sangat korosif. Asam lambung merupakan salah satu sekresi utama lambung. Ia utamanya terdiri dari asam klorida dan mengasamkan kandungan perut hingga mencapai pH sekitar 1 sampai dengan 2. Asam nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar.
Pemberian NaOH 75% di kulit abdomen tikus mengakibatkan terjadinya perubahan yaitu kulit melepuh, memerah dengan adanya batas yang jelas. Sedangkan dengan pemberian NaOH 75% pada mukosa usus terjadi perubahan yaitu mukosa usus memerah dan pembuluh darah menghitam. NaOH 75% merupakan salah satu contoh basa kuat. Kulit dan mukosa usus melepuh karena apabila senyawa kimia bereaksi dengan basa maka akan terjadi pelisisan jaringan tubuh tikus. Pembuluh darah menghitam karena NaOH 75% dapat merusak sel-sel atau bagian dari sel darah. Asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) merupakan contoh senyawa kimia yang bekerja secara lokal dan bersifat irritansia. Reaksi antara irritansia dengan sel biasanya berlangsung terhadap protein protoplasma sel, sehingga dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein bila senyawa kimia bereaksi dengan asam dan lisis bila senyawa kimia bereaksi dengan basa Pada percobaan untuk mengetahui cara kerja astringensia, dilakukan penetesan satu tetes larutan tannin 5% pada permukaan ujung lidah selama dua menit. Setelah dua menit, perubahan pada permukaan mukosa lidah yang terjadi adalah lidah berubah warna menjadi lebih pucat dan probandus merasa bagian lidah yang terkena tannin menjadi kering dan kesat. Hal tersebut dikarenakan sifat tannin, yaitu ketika diterapkan pada jaringan hidup, astringent menyebabkan jaringan untuk mengikat sehingga menjadi menyusut (mengkerut). Sifat ini sangat berguna dalam berbagai aplikasi. Misalnya, pada kasus penyakit dalam, astringent digunakan
untuk
mengecilkan
selaput
lendir
sehingga
mengurangi
pembengkakan. Astringent juga digunakan untuk merujuk kepada makanan asam yang menyebabkan mulut mengerut (kering), seperti lemon, delima, dan kesemek. Tanin, seperti yang ditemukan dalam teh dan anggur, juga merupakan astringent karena menyebabkan mulut terasa kering. Tanin umum digunakan untuk menghasilkan produk astringent yang dipergunakan dalam bidang medis dan kosmetik. Adsorbansia merupakan salah satu golongan protektiva. Senyawa iritan dari golongan ini memiliki kemampuan untuk menyerap zat iritan. Striknin merupakan larutan yang diberikan secara subcutan yang dapat menyebabkan terjadinya kejang-kejang. Pada pemberian striknin nitrat pada katak, setelah 65
detik katak mengalami kejang. Kejang ini bersifat asimetris dan aspontan. Sebaliknya,
pada
pemberian
striknin
nitrat
yang
telah
terlebih
dahulu
dicampurkan dengan carbo adsorbensia, pengaruh striknin pada katak mulai terlihat 1 menit 43 detik setelah penyuntikan. Katak terlihat berperilaku normal dengan tidak menunjukan gejala klinis. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena carbon yang sebelumnya telah dicampurkan dengan striknin telah menyerap striknin sehingga kandungan striknin dalam larutan menjadi berkurang. Akibatnya, dosis striknin nitrat yang diberikan pada katak menjadi kecil sehingga membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk menyebabkan terjadinya gejala klinis yang khas.
Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh : Suminar Setiati Achmadi, Ph.D. Jakarta : Erlangga. Fessenden dan Fessenden. 1984. Kimia Organik II . Jakarta : Erlangga. Ganiswarna, SG. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK-UI Press. Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar . Edisi ketiga. Semarang: IKIP semarang press. Lorgue,G., Lechenet, J. & Riviere, A. 1996. Clinical Veterinary Toxicology. London: Blackwell Science Ltd. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, edisi ke-5. Bandung: ITB-Press. Rahardjo, Rio. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi-2. Jakarta : EGC.