LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN DENGAN NYERI DI WISMA ANGGREK PSLU PUGER JEMBER
Disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Ners (PPN) Stase Keperawatan Gerontik
Oleh: Ana Nistiandani, S.Kep. NIM 072311101014
PROGRAM PENDIDIKAN NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN DENGAN NYERI DI WISMA ANGGREK PSLU PUGER KABUPATEN JEMBER
a. Pengertian Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan
diagnostik
atau
pengobatan.
Nyeri
sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Sehingga seseorang yang mengalami nyeri akan merasa terganggu kenyamanan. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri dibagi menjadi dua bagian berdasarkan waktu, yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan. Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa, awitan yang tibatiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari enam bulan (NANDA International, 2012).
b. Batasan Karakteristik Menurut NANDA International (2012), batasan karakteristik pada klien dengan nyeri akut, yaitu: 1. Perubahan selera makan 2. Perubahan tekanan darah 3. Perubahan frekuensi jantung 4. Perubahan frekuensi pernapasan 5. Laporan isyarat 6. Diaphoresis 7. Perilaku distraksi 8. Mengekspresikan perilaku (misal gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, dan mendesah) 9. Masker wajah (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis) 10. Sikap melindungi area nyeri 11. Fokus menyempit 12. Indikasi nyeri yang dapat diamati 13. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri 14. Sikap tubuh melindungi 15. Dilatasi pupil 16. Melaporkan nyeri secara verbal 17. Fokus pada diri sendiri 18. Gangguan tidur Menurut NANDA International (2012), batasan karakteristik pada klien dengan nyeri kronis, yaitu: 1. Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya 2. Anoreksia 3. Atrofi kelompok otot yang terserang 4. Perubahan pola tidur 5. Skala keluhan (misal penggunaan skala nyeri) 6. Depresi
7. Masker wajah (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap, meringis) 8. Letih 9. Takut terjadi cedera berulang 10. Sikap melindungi area nyeri 11. Iritabilitas 12. Perilaku protektif yang dapat diamati 13. Penurunan interaksi dengan orang lain 14. Keluhan nyeri 15. Gelisah 16. Berfokus pada diri sendiri 17. Respons yang diperantarai saraf simpatis (misal suhu dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas).
c. Faktor yang berhubungan Menurut NANDA International (2012), faktor yang berhubungan pada klien dengan nyeri akut, yaitu agens cedera (misal biologis, zat kimia, fisik, dan psikologis). 1. Agens biologis Sejumlah
etiologi
yang
berhubungan
dengan
nyeri
dapat
diklasifikasikan sebagai agens biologis seperti kondisi inflamasi, neurologic, iskemia, dan musculoskeletal. Nyeri sering timbul dari berbagai proses patologis dan agens biologis. Nyeri inflamasi berkaitan dengan kombinasi beberapa faktor yaitu sensitisasi, tekanan, perubahan suhu, dan zat kimiawi yang dilepaskan dari sel yang mengalami cedera. Nyeri yang berasal dari neurologis dapat ditemukan pada sejumlah kondisi patologi yang umum terjadi pada lansia termasuk herpes zoster, neuralgia trigeminal, dan neuropati perifer. Nyeri iskemik disebabkan oleh pembentukan asam laktat dalam jaringan iskemik atau karena pelepasan zat kimia seperti bradikinin dan histamine dari sel yang rusak karena iskemik. Kondisi muskuloskeletal merupakan etiologi nyeri yang signifikan pada lansia.
Kondisi muskuloskeletal yang dikaitkan dengan nyeri yang biasa terjadi pada lansia adalah osteoarthritis dan nyeri punggung bawah. Osteoartritis atau penyakit degeneratif sendi dikarakteristikkan dengan deteorisasi kartilago artikuler yang terjadi sebagai hasil dari akumulasi stress dan trauma pada sendi. Kondisi patologi yang berhubungan dengan nyeri punggung lansia termasuk osteoarthritis lumbal (juga dikenal sebagai penyakit diskus degeneratif), osteoporosis, dan stenosis spinal. Nyeri yang dirasakan pada area punggung, bokong, ekstremitas bawah, biasanya akibat spasme otot atau iritasi akar saraf spinal (Maas, 2011). 2. Agens kimiawi Bahan kimiawi yang diketahui dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri adalah histamine, bradikinin, serotonin, kalium, dan norepineprin. Prostaglandin, leukotrin, dan zat P merupakan zat kimiawi yang dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri (Bonica, 1990, dalam Maas, 2011). 3. Agens Fisik Berkurangnya persepsi sensoris dan kerusakan moblitas membuat lansia lebih rentan terhadap cedera. Menurunnya daya penglihatan dan gangguan pergerakan dapat menyebabkan lansia jatuh dan memicu terjadinya fraktur (Maas, 2011). 4. Agens Psikologis Nyeri yang murni berasal dari psikologis dapat didefinisikan sebagai sensasi nyeri terlokalisir yang hanya disebabkan oleh situasi mental, tanpa adanya keluhan fisik yang memicu atau menyebabkan nyeri (Mc Caffery & Beebe, 1989, dalam Maas, 2011). Menurut NANDA International (2012), faktor yang berhubungan pada klien dengan nyeri kronis, yaitu: 1. Ketunadayaan fisik kronis 2. Ketunadayaan psikologis kronis
d. Pengukuran Nyeri pada Lansia Single-Item Pain Scales merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi intensitas sensoris nyeri (seperti visual analog scale, verbal descriptor
scale,
dan
numeric
rating
scale)
dan
pengukuran
multidimensional. VAS adalah alat pengkajian yang terdiri dari garis sepanjang 10 cm dengan yang sangat ekstrim pada ujung akhir garis, yang mungkin sangat abstrak bagi lansia dengan tingkat pendidikan rendah atau yang mengalami gangguan koordinasi motorik. VDS terdiri dari satu set angka disertai kata-kata yang menunjukkan tingkat nyeri yang berbeda, pasien memilih kata atau angka yang paling baik menunjukkan intensitas nyeri. NPS menyediakan satu seri angka yang mewakili tingkat nyeri dengan variasi dari 0-100, lebih sensitif terhadap perubahan karena adanya perubahan tingkat skala. Multidimensional Pain Scales mengkaji lokasi nyeri, pola nyeri selama beberapa waktu, sensori, afektif, evaluasi, dan berbagai komponen nyeri, dan intensitas nyeri (Maas, 2011).
e. Intervensi Keperawatan 1. Intervensi Farmakologik a) Opioid Kodein, oksikodon, morfin merupakan contoh analgesik opioid yang dapat diberikan pada lansia yang mengalami nyeri, tergantung dari tingkat nyeri yang dirasakan lansia. b) Nonopioid Analgesik nonopioid termasuk asetaminofen dan obatobatan antiinflamasi, seringkali dipilih untuk terapi nyeri akut atau kronik pada lansia. c) Adjuvan Pengobatan yang dapat meningkatkan efek analgesik seringkali diberikan sebagai tambahan terhadap manajemen nyeri saat mengobati kondisi nyeri kronik. Antidepresi, antikonvulsan, agens sedative atau antiansietas, steroid, relaksan otot, dan amfetamin seringkali digunakan sebagai
analgesic adjuvant. Adjuvan dapat membantu dalam pengendalian nyeri primer, pengobatan efek samping, dan peningkatan distress psikologis (Maas, 2011). 2. Intervensi Nonfarmakologik Intervensi nonfarmakologik dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu intervensi stimulasi fisik atau kutan dan intervensi perilaku kognitif. Intervensi stimulasi fisik atau kutan melibatkan stimulasi pada kulit dan jaringan dibawahnya untuk menurunkan atau meredakan nyeri. Intervensi stimulasi fisik atau kutan terdiri dari aplikasi sensasi panas dan dingin, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), masase sederhana, dan akupresur. Intervensi perilaku kognitif berfokus pada membantu individu untuk mengatasi nyeri yang dirasakan dengan cara mengganggu interpretasi sensasi nyeri dan meningkatkan pengendalian diri sendiri. Intervensi perilaku kognitif dilakukan dengan berbagai teknik yang efektif dalam manajemen nyeri pada lansia yang dapat berupa relaksasi otot progresif, relaksasi otot pasif, latihan autogenik, meditasi, biofeedback , dan hipnosis.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Doenges,Marilynn E,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Jakarta:EGC. Hidayat,A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika. Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik.Jakarta:EGC.