LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA Di PICU RSUP. DR. Sardjito yogyakarta
Tugas Individu Individu Stase Keperawatan Anak Anak Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM
Disusun Oleh: Norma Juwita Puspita Rini 09/282190/KU/13247
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN F AK U LT A S K E DO KT E RA N UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
PNEUMONIA PADA ANAK
A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, sekitar 15-20% ditemukan pneumonia ini. Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas (WHO, 1989). Definisi lainnya adalah pneumonia merupakan suatu sindrom (kelainan) yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi.
B. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asingdari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme: 1. filtrasi partikel dar hidung. 2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal. 3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin. 4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris. 5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag. 6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal. 7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi
menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia.
C. Klasifikasi
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut: 1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”. 2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis. 3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular. Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain. 1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi. 2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan,
batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru. 3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikroorganisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus. Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan: 1. Usia 2 bulan – 5 tahun a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah. b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih. c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat. 2. Usia 0 – 2 bulan a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih. b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
D. Tanda dan gejala
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang
eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa. 2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun. 3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan. 4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit. 5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus. 6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis. 7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi. 8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi. 9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut. 10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels. 11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
E. Faktor risiko pneumonia pada anak
1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk. 2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia. 3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel. 4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi pneumonia. 5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak. 6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia.
7. Kepadatan
penghuni
rumah,
rumah
dengan
penghuni
yang
padat
meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan. 8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk. b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa. d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat. 2. Pemeriksaan mikrobiologik a. spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru. b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru. 3. Pemeriksaan imunologis a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab. c. Spesimen: darah atau urin. d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation. 4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi
ringan
sampai
bercak-bercak
konsolidasi
merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. b. Pneumonia
streptokokus,
gambagan
radiologik
menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus. c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
G. Terapi
1. Perhatikan hidrasi. 2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan. 3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan. 4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan. 5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri. 6. Pengobatan antibiotik: a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil
prokain
i.m
600.000
V/kali/hari
atau
amphisilin
1000
mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi. b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin. c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin. e. Golongan
makrolit
seperti
eritromisin
atau
roksittromisin.
Untuk
pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficac y. f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri. 3. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Risiko infeksi b.d adanya organisme infektif.
I. Rencana asuhan keperawatan
No 1
Diagnosa Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
Tujuan Intervensi respiratory status: Mechanical ventilatory weaning ventilasi Beri posisi yang nyaman Klien menunjukkan Posisikan untuk ventilasi yang fungsi pernafasan maksimum (pertahankan normal. peninggian kepala sedikitnya 30 Kriteria hasil: derajat) pernafasan tetap Periksa posisi anak dengan dalam batas normal, sering, untuk memastikan pernafasan tidak sulit, bahwa anak tidak merosot. anak istirahat dan Hindari pakaian atau gedong tidur dengan tenang. yang terlalu ketat.
Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadualan yang tepat. Dorong teknik relaksasi.
2
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
Status respirasi: kepatenan jalan nafas. Klien dapar mempertahankan jalan nafas paten. Kriteria hasil: jalan nafas tetap bersih, anak bernafas dengan mudah, pernafasan dalam batas normal.
endurance Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat. Kriteria hasil: anak mentoleransi peningkatan aktivitas.
Risk contol dan status imun. Klien tidak menunjukkan tanda-
Beri ekspektoran ketentuan. Puasakan anak.
Risiko infeksi b.d adanya organisme infektif.
Bantu anak dalam mengeluarkan sputum.
4
Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
Lakukan fisioterapi dada.
Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbang an antara suplai dan kebutuhan oksigen
Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat.
3
Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan yang mempermudah upaya pernafasan (misal: pemberian posisi yang tepat). airways suctioning
sesuai
Berikan penatalaksanaan nyeri yang tepat. Bantu anak dalam menahan atau membebat area insisi atau cedera Menejemen energi Kaji tingkat toleransi anak. Bantu anak dalam aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin melebihi toleransi. Berikan aktivitas pengalihan yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan, dan minat anak. Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan usia dan kondisi. Instruksikan anak beristirahat jika lelah. Proteksi Infeksi
untuk
Pertahankan lingkungan aseptik, dengan menggunakan kateter penghisap steril dan
tanda infeksi sekunder. Kriteria hasil: anak menunjukkan bukti penurunan gejala infeksi.
teknik mencuci tangan yang baik.
Isolasi anak sesuai indikasi. Beri antibiotik ketentuan.
sesuai
Berikan diit bergizi sesuai kesukaan anak dan kemauan untuk mengkonsumsi nutrisi. Ajarkan fisioterapi dada yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit . EGC.Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. MediaAesculapius.Sudoyo,Aru W,dkk.2006.