Makalah Kolom Beton Bertulang I. Pendahuluan Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan. II. Jenis-Jenis Kolom Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga, yaitu : Kolom ikat (tie column). Kolom spiral (spiral column). Kolom komposit (composite column). Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu : 1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar atau berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat persegi ini merupakan bentuk yang paling banyak digunakan, mengingat pembuatannya yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif lebih sederhana serta penggunaan tulangan longitudinal yang lebih efektif (jika ada beban momen lentur) dari type lainnya. · · ·
2.
Kolom menggunakan pengikat spiral. Kolom ini mempunyai bentuk yag lebih bagus dibanding bentuk yang pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit dan penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen lentur) dibandingkan dari type yang pertama di atas. Hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah
tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud. 3.
Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran kolom tidak terlalu besar.
Hasil berbagai eksperimen menunjukkan bahwa kolom berpengikat spiral ternyata lebih tangguh daripada yang menggunakan tulangan sengkang, seperti yang terlihat pada diagram di bawah ini. Untuk kolom pada bangunan sederhana bentuk kolom ada dua jenis yaitu kolom utama dan kolom praktis. Kolom Utama Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20, dengan tulangan pokok 8d12mm, dan begel d 8-10cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8 buah, 8 – 10 cm maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm). Kolom Praktis Kolom Praktis adalah kolom yang berpungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter, atau pada pertemuan pasangan bata, (sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan tulangan beton 4 d 10 begel d 8-20. Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas : a) Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil, b) Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam merencanakankolom. I. Material Penyusun Fondasi dan Kolom Ditinjau dari fungsinya, material pembentuk beton adalah semen dan air untuk membentuk pasta semen sebagai perekat yang bersama dengan agregat halus membentuk mortar yang berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kompak. Agregrat kasar berfungsi sebagai pengisi untuk memberikan kekuatan dan memperkecil penyusutan, sedangkan mortar akan menutupi seluruh permukaan agregat kasar dimana setelah mengeras akan menjadi satu kesatuan massa yang kompak dan padat. -Semen Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen Portland atau semen Portland pozzolan. Semen portland adalah semen hidrolik yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat – silkat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan yang biasa disebut gips. Sedangkan semen Portland pozzolan merupakan campuran merata antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozzolan, yang dibuat dengan cara menggiling klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan secara bersama – sama. Bahan yang mempunyai sifat pozzolan yaitu bahan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat atau aluminat yang reaktif dan dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24 C – 27 C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air (Tjokrodimuljo, 1996). Semen Portland yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi ketentuan dalam SNI 15-2049-1994. Bahan dasar penyusun semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung kapur, silika dan oksida besi, maka bahan-bahan itu menjadi unsur-unsur pokok semennya (Kardiyono Tjokrodimulyoo. 1994).
Dalam pedoman beto 1989 disyaratkan bahwa semen portland untuk pembuatan beton harus merupakan jenis-jenis yang memenuhi syarat-syarat SII 0013-81”Mutu dan uji semen” yang klasifikasinya tertera pada tabel dibawah ini. -Jenis-jenis Semen Portland Jenis Semen Karateristik Umum Jenis I Semen portland yang digunakan untuk tujuan umum. Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi. Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfat. -Agregat Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai bahan pengisi tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton(Tjokrodimuljo, 1996). Menurut Dipohusodo (1999), umumnya penggunaan bahan agregat dalam adukan beton mencapai jumlah ± 70% - 75% dari seluruh volume massa padat beton. Oleh karena itu sifat dan mutu agregat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap sifat dan mutu beton yang dihasilkan. Sifat yang penting dari agregat adalah kepadatan dan kekerasan massa agregat yang dapat diukur dari kekuatan hancur dan kekuatan terhadap benturan karena dapat berpengaruh terhadap ikatan dengan semen, porositas, karakteristik terhadap penyerapan air yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca, ketahanan terhadap zat kimia dan ketahanan terhadap penyusutan. Pada prinsipnya agregat yang baik harus keras, kuat, dan ulet serta kekuatannya harus melebihi kekuatan pasta semen yang telah mengeras. -Batu Batu memiliki ukuran butiran lebih dari 40 mm dan tidak digunakan sebagai bahan penyusun beton. Batu harus dipecah terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum digunakan sebagai bahan penyusun beton.
- Kerikil (Agregat Kasar) Agregat kasar dalam beton dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alam dari batuan ataupun batuan pecah yang diperoleh dari hasil pemecahan batu yang memiliki ukuran butiran antara 5 – 40 mm. Dari segi kekuatan, beton dengan proporsi campuran yang sama tetapi menggunakan agregat kasar dengan tekstur yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula, agregat dengan permukaan bersudut akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih besar dibandingkan agregat dengan tekstur/permukaan yang bundar dan licin. Hal tersebut dikarenakan bentuk tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan beton dengan friksi geseran yang lebih besar, serta menambah kekuatan ikatan antara agregat dengan pasta semen. - Pasir Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu yang memiliki ukuran butiran antara 0,15 – 5mm. Pasir dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu : 1. Pasir galian, merupakan pasir yang tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah. 2. Pasir sungai, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan. 3. Pasir laut, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan serta banyak mengandung garam – garaman (Tjokrodimuljo,1996). Agregat halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan, dan keawetan beton. Oleh karena itu pemakaian pasir sebagai pembentuk beton harus dilakukan secara selektif. Hal ini dikarenakan pasir sering mengandung mineral – mineral reaktif dan kotoran – kotoran organik. - Air Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menghasilkan pasta untuk mengikat butiran-butiran agregat menjadi suatu benda yang utuh, homogen, rapat serta mempunyai kekerasan dan kekuatan bila sudah kering. Selain itu menjadi bahan pelumas antara butirbutir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya 25 % berat semen, namun dalam kenyaataannya nilai faktor air semen yang dapat dipakai harus melebihi 0,35. Kelebihan ini dipakai sebagai pelumas. Namun kelebihan ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan menurun serta akan terjadi penyusutan yang besar, selain itu air yang berlebih bersamasama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan membentuk satu lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antar lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Bila jumlah air yang digunakan terlalu sedikit akan mempengaruhi kesempurnaan reaksi hidrasi dan proses pengerjaan (workability) yang sulit dalam pengadukan. Air yang akan digunakan untuk campuran beton hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Tjokrodimuljo,1996). a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/ltr. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gr/ltr. c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr. -Tulangan Baja Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak (Dipohusodo, 1999). Beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu system struktur dengan dibantu perkuatan tulangan baja, Tulangan baja akan menahan gaya tarik yang timbul. Bahan
baja yang digunakan memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh), yang berupa batang kawat baja yang dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Bahan terakhir tersebut terutama dipakai untuk pelat dan cangkang tipis atau struktur lain yang tidak mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, selimut beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan rangka baja dengan pengelasan yang dimaksud, diperoleh dari hasil penarikan baja pada suhu rendah dan dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi panjang dengan dilas pada semua titik pertemuannya. Tulangan penguat dapat terdiri dari batang tulangan, bahan yang terbuat dari anyaman kawat yang dilas, atau tali kawat (Dipohusodo, 1999). Batang tulangan untuk konstruksi biasa, digunakan yang mempunyai tonjolan (tulangan yang berprofil). Tonjolan tersebut mempunyai fungsi untuk mencegah pergeseran dari tulangan relative terhadap beton sekelilingnya. Tulangan baja ini disebut tipe deform. Percobaan serta pengujian untuk melakukan pendekatan dan penelitian yang berhubungan dengan sifat ekonomis penulangan beton telah banyak dilakukan di beberapa negara, diantaranya adalah percobaan penulangan dengan ferro cement yang menggunakan bahan kayu, bambu, atau bahan lain untuk penulangan beton. Selain itu dapat pula berupa beton dengan perkuatan fiber (serat) yang menggunakan serat-serat baja sebagai bahan perkuat atau serat dan serbuk bahan lain untuk memperbaiki mutu bahan betonnya sendiri, misalnya dengan menggunakan abu terbang (fly ash). Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es) (Dipohusodo, 1999). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84. Tegangan leleh baja adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Pada perencanan atau analisis beton bertulang pada umumnya, nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan. Letak kolom dalam konstruksi. Kolom portal harus dibuat terus menerus dari lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak kolom-kolom portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus dihindarkan denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis lantai. Ukuran kolom makin ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban bangunan yang didukungnya makin ke atas juga makin kecil. Perubahan dimensi kolom harus dilakukan pada lapis lantai, agar pada suatu lajur kolom mempunyai kekakuan yang sama. Prinsip penerusan gaya pada kolom pondasi adalah balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima seluruh beban dari plat lantai dan meneruskan ke kolom-kolom pendukung. Hubungan balok dan kolom adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem dukungan yang dapat menahan momen, gaya vertikal dan gaya horisontal. Untuk menambah kekakuan balok, di bagian pangkal pada pertemuan dengan kolom, boleh ditambah tebalnya. II. Dasar- dasar Perhitungan Menurut SNI-03-2847-2002 ada empat ketentuen terkait perhitungan kolom: 1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan. 2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya. 4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom. · ·
Adapun dasar-dasar perhitungannya sebagai berikut: Kuat perlu Kuat rancang No. Kondisi Faktor reduksi (ø) 1. Lentur tanpa beban aksial 0.8 2. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0.8 3. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur a. Tulangan spiral maupun sengkang ikat b. Sengkang biasa: 0.7, 0.65 Asumsi Perencanaan III.
Fungsi Kolom
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan . IV.
Cara Membuat Kolom Beton
Cara membuat kolom beton bertulang pada gedung tidak semudah ketika membangun rumah tinggal 1 lantai, perlu ketelitian dan ketepatan penggunaan metode kerja terbaik agar dapat menghasilkan kualitas kolom beton terbagus dan termurah. Pembuatan kolom praktis pada pembangunan rumah tinggal prosesnya cukup sederhana dan cepat, yaitu membeli besi rangkaian kolom praktis di toko bangunan lalu memasangnya dengan beskisting dinding batu bata secara langsung ditambah papan kayu maka pengecoran kolom praktis sudah bisa dimulai hingga selesai. Sedangkan pada pembangunan kolom beton gedung bertingkat tinggi prosesnya agak panjang, yaitu kurang lebih sebagai berikut: 1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untuk menggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak kolom struktur. 2. Selanjutnya melakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi kolom dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
3. Melakukan pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi kolom bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana. apalagi pada gedung bertingkat tinggi yang angka toleransi kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung. 4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi. 5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah direncanakan. 6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat. 7. Membuat bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat alumunium atau media lain yang mampu menahan saat proses pekerjaan pengecoran beton. 8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan. 9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai dengan ukuran rencana, dan apakah sudah benar-benar tegak. 10.
Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
11. Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil perhitungan semula. misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400 dan seterusnya. 12. Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan dengan berpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung atas bekisting. Pada setiap rangkaian pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan pengecekan bersama entah itu dengan konsultan perencana, kontraktor, konsultan pengawas maupun pemilik gedung secara langsung. hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi dalam perencanaan maupun pelaksanaan.
V.
Mendesain Kolom Beton Bertulang
A. Analisa 1. Jenis taraf penjepitan kolom. Jika menggunakan tumpuan jepit, harus dipastikan pondasinya cukup kuat untuk menahan momen lentur dan menjaga agar tidak terjadi rotasi di ujung bawah kolom. 2. Reduksi Momen Inersia, Untuk pengaruh retak kolom, momen inersia penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen inersia bersih penampang) B. Beban Desain (Design Loads) Yang perlu diperhatikan dalam beban yang digunakan untuk desain kolom beton adalah: 1. Kombinasi Pembebanan. Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu. 2. Reduksi Beban Hidup Kumulatif. Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983 Tabelnya adalah sebagai berikut:
Jumlah lantai yang dipikul
Koefisien reduksi
1
1.0
2
1.0
3
0.9
4
0.8
5
0.7
6
0.6
7
0.5
8 atau lebih
0.4
Contoh cara penggunaan: Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah: - Lantai 5 : 1.0 x 60 = 60 kN - Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN - Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN - Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN - Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN Jadi, lantai paling bawah cukup didesain terhadap beban hidup 210 kN saja, tidak perlu sebesar 5×60 = 300 kN. Dasar dari pengambilkan reduksi ini adalah bahwa kecil kemungkinan suatu kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas, bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban kumulatif tersebut boleh direduksi. Catatan: Beban ini masih tetap harus dikalikan faktor beban di kombinasi pembebanan, misalnya 1.2D + 1.6L. C. Detailing Kolom Beton Untuk detailing, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Ukuran penampang kolom. Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm. 2. Rasio tulangan, tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya 4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke saja. Tapi kalau memang itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan kenyamanan masih terpenuhi. 3. Tebal selimut beton, adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan 200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari 200 mm. d adalah jarak antara serat
terluar beton yang mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang mengalami tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm. Catatan: Toleransi 10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh 10 atau 12 mm akibat pergeseran tulangan sewaktu pemasangan besi tulangan. Tetapi toleransi tersebut tidak boleh sengaja dilakukan, misanya dengan memasang “tahu beton” untuk selimut setebal 30 mm. Adukan plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton, karena adukan dan finishing tersebut sewaktu-waktu dapat dengan mudah keropos baik disengaja atau tidak disengaja.. 4. Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya bagi beton (tidak reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton (di dalam sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton. Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi tulangan. 5. Spasi (jarak bersih) antar tulangan sepanjang sisi sengkang tidak boleh lebih dari 150 mm. 6. Sengkang/ties/begel adalah elemen penting pada kolom terutama pada daerah pertemuan balok-kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan/megikat tulangan utama dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom dapat mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal (misalnya tulangan mulai leleh atau beton mencapai tegangan 0.85fc’) 7. Transfer beban aksial pada struktur lantai yang mutunya berbeda.Pada high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan (intersection) dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat mutu beton yang berbeda. D. Gaya Dalam Gaya dalam yang diambil untuk desain harus sesuai dengan pengelompokan kolom apakah termasuk kolom bergoyang atau tak bergoyang, apakah termasuk kolom pendek atau kolom langsing. Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.
Daftar Pustaka
·
http://rekayasakonstruksi.blogspot.com/2011/07/tinjauan-pustaka.html
·
http://www.fatchamiyusrina.blogspot.com http://normanray.files.wordpress.com/2010/04/5-kolom-3.pdf
·
http://indrajhon.wordpress.com/my-blogs/analisis-kekuatan-kolom-beton-bertulang/
·
http://duniatekniksipil.web.id/992/desain-kolom-beton-bertulang/
·
http://jumantorocivilengiinering.blogspot.com/2013/06/beton-bertulang.html
·
http://tekniksipilinfo.blogspot.com/2011/09/jenis-jenis-kolom-beton.html
·
http://bbyuli.blogspot.com/2013/03/beton-bertulang-kolom.html
·
http://www.ilmusipil.com/cara-membuat-kolom-beton-bertulang
·
http://riski07.blogspot.com/2012/12/cara-menentukan-ukuran-kolom.html