BAB I PENDAHULUAN
Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran gambaran berupa berupa lesi kehitam-hitaman kehitam-hitaman
pada kulit kulit atau mukosa. mukosa. Melanoma
sebagian besar ditemukan di kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada tempat lain, dimana melanosit ditemukan. Melanoma pada rongga mulut ditemukan pada pasien dengan umur rata-rata 56 tahun, dan lebih sering didapatkan pada laki-laki. Kelainan ini sering dijumpai pada palatum durum, gingival rahang atas, lidah, mukosa bukal, dan pada bibir
1
Melanoma merupakan cutaneous pigmented cancer yang sangat agresif dan merupakan lesi primer intra oral oral dan dapat dapat terjadi disebabkan disebabkan metastase dari bagian tubuh lain yang letaknya berjauhan. Melanoma pada rongga mulut lebih sering muncul pada pria dibandingkan wanita. Lesi biasanya nampak sebagai suatu daerah pigmentasi yang dalam dan seringkali disertai ulser dan perdarahan yang cenderung untuk meningkat secara progresif.
2
Menurut WHO, jumlah
kasus melanoma yang yang terjadi di dunia meningkat
dengan cepat dibanding dengan kasus keganasan lainnya Metastase melanoma maligna dapat terjadi secara limfogen dan hematogen. Pemeriksaan klinis saja tidak dapat menunjang diagnosa yang tepat pada melanoma maligna tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan apabila telah dicurigai adanya melanoma.
1
3,4
BAB II MELANOMA MALIGNA RONGGA MULUT
2.1. Epidemiologi
Insidensi melanoma melanoma telah meningkat dalam beberapa beberapa tahun terakhir. terakhir. Pada tahun 1999, di Amerika Serikat 44.200 orang didapati mengalami melanoma invasif, dan 7.300 diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Melanoma menempati urutan keenam dalam kejadian kanker pada pria dan ketujuh pada wanita. Melanoma dianggap sebagai kanker epidemik karena insidensinya meningkat sampai 697 % antara tahun 1950-2000, lebih cepat dari proses keganasan lain. Sekitar 10-20 % kelainan kelainan ini terjadi pada pada daerah kepala kepala dan leher. Melanoma pada rongga mulut lebih sering terjadi pada orang dewasa dan jarang dijumpai pada anak-anak dibawah 20 tahun.
3,4,5
2.2. Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan ter hadap melanoma, yaitu: a)
6
Sinar Matahari
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan faktor resiko utama terjadinya melanoma. Resiko terjadinya melanoma akan meningkat seiring dengan terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma lebih sering dijumpai pada penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator. Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang paling relevan relevan untuk untuk melanoma. melanoma.
Ambang paparan paparan sinar UVA UVA dan UVB yang
diperlukan untuk meningkatkan resiko melanoma masih belum diketahui. Kerentanan genetik untuk radiasi UV sangat bervariasi antar individu dan ini tidak sepenuhnya
2
berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu, faktor genetik lain yang berperan perlu 6
diperhatikan.
b)
Jenis dan Tipe Kulit
Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari mempunyai peran penting dalam terjadinya melanoma.
Tabel 1.Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada jenis kulit putih, edangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang ditemui melanoma maligna. c)
6
Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil, terus berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada usia 40-50 tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada anak perempuan, nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan pada anak laki-laki sering ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi distribusi pada melanoma belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma, jauh lebih besar daripada resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar matahari.
3
4,6
d)
Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan
Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas. Riwayat keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya melanoma terhadap seseorang. Melanoma yang terjadi pada wanita hamil mempunyai ukuran ketebalan yang lebih besar daripada melanoma yang terjadi pada wanita yang tidak hamil.
e)
4,6
Faktor Biologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya keganasan ini, misalnya iritasi akibat pemakaian gigi tiruan yang tidak pas. Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna dengan merokok konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain. Keadaan lainnya yang mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian melanoma maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian dan tingkat kekambuhan melanoma maligna.
4,6
Tidak ada faktor etiologi khusus untuk melanoma rongga mulut, beberapa faktor resiko pun sulit untuk dipahami. Sama seperti melanoma yang terjadi di kulit, melanoma rongga mulut primer juga dipercaya berasal dari nevus, pre-existing pigmented areas atau de novo (pada 30% kasus). Beberapa melanoma rongga mulut berasal dari junctional nevi, namun jarang berkembang dari pre-existing Hutchinson`s malignan lentigo yang dipercaya sering hadir pada mukosa oral.
1, 3, 4,6
Trauma mekanis dari protesa dan infeksi rongga mulut merupakan faktor kausatif yang mungkin menyebabkan melanoma rongga mulut. Faktor kebiasaan oral dan riwayat pengobatan diri dapat merupakan etiologi yang signifikan pada ras Indian dan Afrika.
4
1
f)
Faktor Genotip
Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan kontribusi 10% dari semua kasus melanoma. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga dengan kecenderungan terjadi melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi prevalensinya rendah di populasi umum dan pada kelompok risiko tinggi ditemukan mutasi cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa melanoma dapat menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan dengan melanoma mempunyai kontribusi yang rendah dan biasa di populasi umum, dimana sebagian besar tidak akan menyebabkan melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik, CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-dependent kinase 4 CDK4, telah diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat melanoma. Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada menemukan bahwa pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari) memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi keluarga tertentu. 1, 3, 4,6,7
2.3 Patofisiologi
Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep pertumbuhan radial dan vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial menunjukkan kecenderungan awal dari suatu melanoma untuk tumbuh horizontal di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal yang dangkal, seringkali ini terjadi untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini, sel-sel melanoma tidak memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak ada bukti angiogenesis. Dengan berjalannya waktu, pola
5
pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa yang meluas dan kurang pematangan selular.
2,7,8
Peristiwa ini kerap dijelaskan secara klinis oleh perkembangan nodul yang relatif datar dalam fase pertumbuhan radial dan dikaitkan dengan munculnya clone dari sel-sel dengan potensi metastasis. Kemungkinan perkiraan metastasis dengan mengukur kedalaman invasi pertumbuhan secara vertikal dari fase nodul di bagian bawah dari lapisan atas sel granular epidermis di atasnya (ketebalan Breslow). Indikator lainnya adalah potensi metastasis limfatik, tingkat mitosis, dan
ulserasi. Tidak hanya
melibatkan metastasis kelenjar getah bening regional, tetapi juga hati, paru-paru, otak, dan hampir semua bagian lain yang dapat dijangkau oleh peredaran darah. Biopsi kelenjar getah bening sentinel
pada saat operasi memberikan informasi tambahan
tentang agresifitas biologis. Dalam beberapa kasus, metastasis mungkin muncul untuk pertama kalinya bertahun-tahun kemudian setelah dilakukan bedah eksisi tumor primer, hal ini menunjukkan fase dormansi yang panjang.
2,3,8
B
A
B
C
Gambar 1. Pertumbuhan Melanoma secara histologis A. Pertumbuhan radial, menunjukkan pola irreegular dan penyebaran tunggal sel-sel melanoma di epidermis. B. Pertumbuhan vertikal nodular agregat menunjukkan perluasan sel-sel ganas
dalam
dermis (epidermis adalah di sebelah kanan). C. Sel-sel melanoma inti hyperchromatic dengan ukuran dan bentuk tidak beraturan dengan inti yang menonjol.
6
Analisis genetika molekuler keluarga memberikan wawasan penting dalam patogenesis melanoma.
Mutasi pada gen CDKN2A (terletak di 9p21) ditemukan
sebanyak 40% dari individu langka familial melanoma. Gen ini mengkodekan p16INK4A, di siklus bergantung inhibitor kinase yang mengatur transisi G1-S.
2,3,8
Gambar 2. Tahap perkembangan melanoma. A. kulit normal dan sebaran melanosit. b. Junctional nevus. c. Compound nevus. d. Intradermal nevus. e. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan). B. hyperplasia lentiginous melanocytic. C. Lentiginous compound nevus dengan arsitektur dan sitol ogi abnormal (dysplastic nevus). D. Tahap awal atau fase pertumbuhan radial melanoma (sel gelap besar di epidermis) yang timbul pada nevus. E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis
Morfologi sel melanoma biasanya jauh lebih besar dari sel-sel nevus. Mereka berisi banyak inti dengan kontur tak beraturan, memiliki kromatin yang berkelompok. Di pinggiran membran nukleus dan nukleolus eosinofilik sering digambarkan sebagai
7
"cherry red". Sel-sel ganas tumbuh dengan bentuk seperti sarang yang buruk atau sel-
sel individual di semua tingkat epidermis dan dermal expansile, nodul seperti balon, ini merupakan fase pertumbuhan radial dan vertikal
2,4,8
Melanoma maligna dapat berkembang dari lesi yang jinak dan juga bisa dari pigmentasi nevus. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel-sel melanoma dibentuk dari sel-sel epidernal. Sel melanosit yang normal berada di lapisan basal kulit dan mukosa, proses keganasan mengubahnya sehingga dapat muncul pada pre-existing nevus, lesilesi melanosit.
2
Lesi-lesi primer mulanya hadir dengan variasi-variasi dari segi warna, bentuk dan ketinggian derajat pigmentasi dari lesi tersebut. Tipe lesi seperti ini akan mengarah kepada maligna, biasanya terjadi indurasi dan dari lesi tersebut sering bermetastase. Melanoma dapat tersebar baik melalui aliran darah dan melewati aliran limfa, melibatkan paru-paru dan juga hepar. Melanoma dapat muncul dibawah mukosa, sebagai suatu massa polipoid yang melibatkan regio-regio yang jauh.
2,5
Adanya rasa sakit biasanya merupakan perwujudan dari peningkatan stadium melanoma. Pada stadium awal jarang disertai rasa sakit, sehingga biasanya pasien baru datang ke dokter disaat stadium
lanjut, dimana sudah terdapat metastase pada nodus
limfa regional, terjadi perdarahan dan peningkatan derajat mobiliti gigi.
2.4 Gambaran Klinis
Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:
2,6
1. Superficial spreading melanoma (SSM) Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia (70%). Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun. Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo), berupa plak archiformis berukuran
8
0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan Lesi ini meluas secara radial. Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai buckshot (pagetoid) melanosit pada epidermis.
A
B
Gambar 3. A. Superficial spreading melanoma psda kulit. B. Superficial spreading melanoma di palatum, lesi coklat kehitaman dengan batas tak beraturan, tampak lesi satelit.
2. Nodular melanoma (NM)
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih agresif. Terjadi paling sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman.
Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi beberapa minggu sampai bulan, subtipe ini bertanggung jawab untuk kebanyakan melanoma yang
9
dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma ringan. Metastase dapat secara limfogen dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan radial.
A
2,6
B
Gambar 4. Nodular melanoma. A. Nodular melanoma pada kulit. B. Nodular melanoma pada gingiva disertai ulserasi.
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)
Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini secara vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua dengan ratarata umur 65 tahun.
Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan tepi tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan pigmentasi makula dari coklat tua sampai kehitaman, namun pada beberapa area dapat tampak hipopigmentasi. Invasi pada dermal berkembang menjadi lentigo maligna melanoma yang ditandai nodul biru-kehitaman dalam lesi in sit u.
10
2,6
Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang predominan dan meluas sepanjang struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita 1: 2-3.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)
Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan membran mukosa. Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula batas tidak teratur, yang kemudian berkembang menjadi papula yang invasif. Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang. Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa penebalan lesi.
Gambar 5. Lentigo melanoma maligna.
2,6
Gambar 6. Acral lentiginous melanoma.
Gambaran Klinis Melanoma Malignan Rongga Mulut
Melanoma pada rongga mulut secara klinis biasanya sering didiagnosa dalam kondisi nodul, dan biasanya datar pada awal lesi. Terjadi pada dekade ke-6 atau ke-7 dari usia
seseorang. Dua dari tiga pasien terjadi pada laki-laki. Empat dari lima
melanoma pada rongga mulut ditemukan pada palatum durum atau alveolus pada maksila.
11
Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman dengan tepi tidak teratur.
Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi
ditemukan warna hitam, berlobul, masa yang eksofitik dan tanpa ulserasi pada saat didiagnosa. Pasien dapat mengeluhkan rasa gatal, dan rasa sakit jika terjadi ulser. Sebagian besar lesi terasa lunak waktu dipalpasi. Pada pemeriksaan radiografis terdapat gambaran kerusakan yang irregular atau “ moth-eaten”.
1,2,5
2.5 Diagnosa
Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan
klinis terlihat pigmen berwarna kehitam-hitaman pada
mukosa pasien. Daerah mukosa yang terlibat biasanya linggir alveolar, lidah, dasar mulut dan dapat terjadi pada rahang bawah maupun rahang atas. Lesi biasanya nampak sebagai suatu daerah pigmentasi yang dalam, sering disertai ulser dan perdarahan dan cenderung untuk meningkat secara progresif dalam hal ukurannya.
1,5
Gejala yang patut dicurigai sebagai tanda dari keganasan lesi berpigmen adalah perubahan warna apakah lebih terang atau lebih gelap, gatal, perubahan bentuk menjadi tidak teratur atau nevus bertambah luas dan tebal, pertumbuhan horizontal dan vertikal, permukaan tidak rata, dan pembentukan ulser serta adanya peradahan.
1,2,5
Perkembangan pigmentasi suatu melanoma muncul dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun sebelum penampakan gejala klinisnya. Maka dalam hal ini jika dijumpai penampakan pigmentasi melanin dalam rongga mulut dan terjadi perubahan ukuran, kedalaman dan warna harus segera dilakukan pemeriksaan klinis yang serius.
12
A
B
Gambar 6. (A).Pasien pria Jepang dengan makula yang luas, hitam -berpigmen dan tidak teratur berbatasan di mukosa labial gingiva rahang at as dan garis tengah wajah.(B) Lesi besar warna 5 biru-hitam,dengan batas tidak teratur.
Alat bantu diagnostik yang digunakan dalam pemeriksaan klinis kelainan ini meliputi:
1.
MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist.
Lebih dari 95% dari semua melanoma akan menunjukkan setidaknya satu tanda utama. Tanda minor yang hadir sekitar 30-40% (Tabel 1 dan 2).
Tabel 3. MacKies revised seven point checklist.
13
1
Tabel 4. Glasgow seven point checklist
2.
The ABCDE checklist from the American Cancer Society's
Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi, C untuk variasi warna, D untuk diameter yang lebih besar dari 6 mm, dan E untuk elevasi, pembesaran) mudah diingat dan digunakan untuk mendiagnosa melanoma, meskipun tidak mencerminkan perubahan yang terjadi pada lesi 2,4,6
berpigmen.
-
A: Asimetry
Gambar 7. Bentuk tumor yang tidak simetris
-
B: Border irregularity
Gambar 8. Garis batas yang tidak teratur
14
-
C: Colour variation
Gambar 9. Dalam satu lesi warnanya dapat bervariasi
-
D: Diameter
Gambar 10. Diameter tumor lebih besar dari 6 mm
-
E: Evolution, terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh
penderita dan keluarganya
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui apakah
pada lesi terdapat
kecurigaan terhadap suatu keganasan atau tidak, namun pemeriksaan secara klinis tidak dapat memastikan tingkat keganasannya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan tersebut meliputi: a) Biopsi Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi pada lesi. Biopsi eksisi dilakukan jika tidak memacu perkembangan terhadap metastase lesi. Tindakan biopsi eksisi dilakukan dengan mengambil marginal jaringan normal secukupnya yang
15
dapat dilakukan jika lesi berukuran kecil, namun pada lesi yang cukup besar dengan keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat memadai. b) Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan preparat didapat. Pada pemeriksaan mikroskopis didapat gambaran histopatologis berupa sel-sel yang ganas, dan tersusun rapat yang mempunyai variasi dalam bentuk dan ukuran. Sebagian besar melanoma oral memiliki karakteristik dari jenis acral lentiginous dan kadang superficial spreading. Sel-sel ganas sering
tampak bersarang atau
berkluster dalam mode organoid, namun sel tunggal mendominasi di persimpangan di bagian epitelium. Ada sedikit bukti pematangan atau dispersi di dasar tumor. Sel-sel melanoma memiliki nuklei yang besar, seringkali dengan nukleolus eosinofilik menonjol, dan menunjukkan pseudoinklusion karena ketidakteraturan membran nukleusnya. Sitoplasma tampak seragam eosinofilik. Kadang beberapa sel menjadi spindled (sarcomatoid) atau tampak nekrotik.
Dalam mukosa mulut, prognosisnya buruk jka terdapat semua jenis arsitektur (spindled, pleomorfik,dan plasmacytoid. Sering juga ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening leher dan supraklavikula.
Gambar 11. Sel tumor menunjukkan afinitas permukaan epitelium (penggabungan tumor dan epitel) . 5 Diagnosis melanoma oral
16
Gambar 12. Sarang melanosit yang bundar dalam berbagai variasi ukuran de ngan pseudoinclusion nuklir 5 (hematoxylin dan eosin, X40 perbesaran asli). Diagnosis melanoma oral.
Melanoma memiliki sejumlah gambaran histopatologi, termasuk difrensiasi yang buruk dan anaplastik sel-sel limfoma besar. Sel balon sel, sel kecil, dan varian desmoplastik melanoma bisa primer atau merupakan metastasis di mukosa rongga mulut. Diperlukan penggunaan teknik imunohistokimia untuk melihat filamen intermediate atau antigen spesifik di jalur sel tertentu. Amelanotik melanoma dapat menyerupai banyak neoplasma mesenkimal, dan sangat diperlukan pemeriksaan dengan imunohistokimia (IHC) untuk diagnosis. Ahli patologi akan mencari bukti reaksi limfositik dalam jaringan ikat dan peningkatan jumlah melanosit di lapisan sel basal sebagai indikasi untuk meminta pewarnaan IHC.
17
A
B
Gambar 13. (A) Massa polypoid. Kumpulan sarang melanosit bulat mengisi jaringan i kat dan memiliki tropisme untuk epitel permukaan Massa ini dipotong dari permukaan lingual rahang bawah posterior dari seorang pria tua. (B) Massa polypoid dengan sel tumor menunjukkan peawarnaan yang kuat dan positif dengan protein S-100 imunohistokimia Diagnosis melanoma oral5
Pilihan utama dilakukan biopsi eksisi total dengan mengikutsertakan sedikit jaringan sehat dan lemak subkutan. Hal ini perlu dilakukan untuk penilaian seluruh lesi dan akurasi microstaging. Setelah dilakukan biopsi, dikuti dengan penutupan luka dengan flap lokal ataupun skin graft. Biopsi insisi atau punch biopsy dilakukan bila lesi besar, atau lokasi pada daerah estetik dan fungsional (Montgomery PQ et al, 2009). Pemeriksaan imunohistokimia pada melanoma dapat dilakukan dengan menggunakan S-100 protein imunofenotip, HMB-45, Mel5, Mart-1/Melan-A, tyrosinase, melanoma cell adhesion molecule (Mel-CAM), and microphthalmia transcription factor (Mitf)
(Carlson JA et al, 2003). Penilaian klinis kelenjar limfe regional sangat penting untuk manajemen penatalaksanaan terapi. Kelenjar limfe regio parotis harus diperhatikan secara seksama, karena merupakan tempat berkumpulnya/ drainage kelenjar limfe dari wajah, scalp anterior, dan telinga. Kelenjar limfe oksipital dan postaricular juga harus diperiksa dengan seksama, begitu juga dengan kelenjar limfe daerah leher. Ketika kelenjar limfe level IV dan level V terlibat, maka kelenjar limfe daerah aksila juga harus diperiksa. Semua pasien harus memiliki tes fungsi hati, termasuk serum LDH, dan foto thorax, tetapi CT scan juga dianjurkan pada pasien dengan risiko tinggi. Penelitian terbaru telah berfokus pada tomografi emisi positron (PET) untuk evaluasi pasien yang
18
berisiko tinggi. PET memiliki sensitivitas lebih baik daripada CT dalam mendeteksi metastasis penyakit, tapi pencitraan positif palsu
sering terjadi dengan PET yang
berkaitan dengan proses inflamasi akut, termasuk yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka bedah (Montgomery PQ et al, 2009).
2.6 Diagnosa banding
2,4
1. Nevus pigmentosus 2. Blue nevus 3. Keratosis seboroik 4. Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen 5. Penyakit bowen 6. Dermafibroma 7. Granuloma piogenikum 8. Sublingual hematoma 2.7 Sistem Klasifikasi
Pada melanoma maligna digunakan sistem klasifikasi klinik dan klasifikasi histologik ( tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow). Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu:
2,4,5
1. Untuk menentukan tindakan pengobatan 2. Untuk menentukan prognosis 3. Untuk membandingkan hasil pengobatan Klasifikasi Klinik
Klasifikasi standar Melanoma maligna, terdiri atas 3 stadium: Stadium I: -
Melanoma maligna lokal tanpa metastase jauh atau kelenjar limfe regional
-
Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi eksisi
19
-
Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 cm dari lesi primer
-
Melanoma primer multipel
Stadium II: -
Sudah terjadi metastase yang terbatas pada kelenjar limfe regional
-
Melanoma primer yang mengadakan metastase secara simultan
-
Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastase
-
Melanoma rekuren lokal dengan metastasis
-
Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 cm dari lesi primer
-
Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastase
Stadium III: -
Melanoma iseminata,dimana sudah terjadi metastase jauh
-
Bila sudah terjadi metastase ke organ dalam atau subkutan
Pada kira-kira 25-30% penderita melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya metastase ke kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada klasifikasi stadium klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan histologik.
Klasifikasi Histologik
Klasifikasi ini didasarkan pada sifat biologis Melanoma Maligna. Dikenal dua klasifikasi histologik standar yang digunakan, yaitu: 1. Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark 2. Klasifikasi kedalaman menurut Breslow
20
Klasifikasi Tingkat Invasi menurut Clark
Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut invasinya didalam lapisan kulit atas lima tingkatan, yaitu: Tingkat I
: Sel melanoma terletak diatas membran basalis epidermis (melanoma in situ: intraepidermal). Sangat jarang dan tidak membahayakan.
Tingkat II
: Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis (dermis bagian superfisial)
Tingkat III
: Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papila dermis.
Tingkat IV
: Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis
Tingkat V
: Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan
Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam tiga golongan Golongan I
: Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm
Golongan II
: Dengan kedalaman (ketebalan ) tumor antara 0,76 – 1,5 mm
Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan)tumor lebih dari 1,5 mm
21
BAB III PERAWATAN DAN PROGNOSA
Berbagai kasus menunjukkan bahwa kebanyakan pasien tidak mengetahui akan bahaya metastase yang disebabkan oleh melanoma maligna. Pasien sering datang dalam keadaan yang sudah parah, sehingga prognosa dari melanoma maligna umumnya buruk. 3.1 Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada pasien melanoma adalah tindakan bedah segera setelah dilalakukan pemeriksaan klinik dan juga pemeriksaan laboratorium berupa 1,2,5,9
biopsi.
Setelahnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis, pada melanoma maligna tersebut dilakukan terapi berupa: 1. Eksisi Bedah Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.
2. Elective Lymph Node Dessectio (ELND) Melanoma pada membran mukosa termasuk pada rongga mulut hampir seluruhnya fatal, karena keterlambatan dalam
mendeteksi dan menegakkan
diagnosa. Biasanya ELND dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan intraoperatif lymphatic mapping. Dari penelitian yang didapat maka diseksi dianjurkan dilakukan berdasarkan kedalaman dari melanoma maligna tersebut. Berdasarkan penelitian diseksi dilakukan 5 cm dari jaringan normal disekitar melanoma maligna, hal ini disesuaikan juga dengan letak melanoma, ukuran lesi dan perluasan metastase.
22
3. Interferon a 2b Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi. 4. Kemoterapi Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif dacarbazine (DTIC= Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Decarbazine). 5. Kemoterapi perfusi Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertemis dan oksigenasi pada pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi dengan menggunakan torniquet. 6. Terapi Radiasi Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastase ke tulang dan susunan saraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak begitu memuaskan.
Perawatan radioterapi dan kemoterapi hanya bisa menghambat perkembangan sel-sel tumor tanpa perawatan tuntas pada melanoma maligna. Dengan melihat kenyataan tersebut, tindakan yang lebih efektif adalah dengan bedah reseksi radikal.
3.2 Prognosa
Melanoma maligna mengalami penyebaran yang cepat pada tubuh pasien. Metastase ini berkembang mengikuti peredaran darah dan limfa didalam tubuh pasien. Dengan melihat kenyataan yang didapat maka prognosa dari melanoma maligna ini kebanyakan kurang menguntungkan. Melanoma maligna pada rongga mulut umumnya lebih buruk dari melanoma maligna pada kulit. Hal ini disebabkan karena kedalaman
23
melanoma maligna yang sudah lebar kemudian kenyataan dengan keterbatasan letak anatomi dari rongga mulut sehingga pengambilan melanoma maligna susah untuk dilakukan. Prognosa tidak menguntungkan juga disebabkan karena keterlambatan perawatan yang dilakukan sehingga diagnosa tidak cepat ditegakkan. Apabila diagnosa cepat dilakukan saat lesi masih kurang 0,76 mm (level I dan II) dan perawatan agresif segera dilakukan maka prognosanya adalah baik. Prognosa juga tergantung pada tingkat penyebaran
tumor. Jika tidak ada
penyebaran, ketahanan hidup rata-rata selama 10 tahun berkisar 40-90%. Prognosa buruk apabila metastase telah jauh ke organ lain seperti di hati, paru, otak dan usus. Prognosa baik apabila lesi masih kecil dan belum terjadi metastase. Perhatikan tandatanda peringatan dari melanoma dengan mengikuti aturan ABCD.
24
1,2,6
BAB IV KESIMPULAN
Melanoma maligna adalah merupakan neoplasma yang berasal dari pigmentasi melanosit, yaitu sel pigmen yang mengandung pigmen melanin. Melanoma maligna dapat muncul pada kulit, mata, sistem saraf pusat dan pada rongga mulut. Penyebaran melanoma maligna sangat agresif sehingga dapat bermetastase ke organ lain melalui aliran darah dan limfa. Etiologi terjadinya melanoma maligna adalah karena tubuh terkena sinar matahari secara terus menerus. Faktor genetik juga berperan pada munculnya melanoma maligna dimana pada pasien yang terkena melanoma maligna diperoleh adanya insiden pada anggota keluarganya. Selain faktor genetik, trauma dan faktor hormonal juga berperan terhadap terjadinya melanoma maligna tersebut. Pada pemeriksaan klinis biasanya terlihat lesi yang berwarna kehitaman pada mukosa di rongga mulut baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah. Lesi tidak hanya berpigmen tetapi juga disertai dengan ulser, mengalami perdarahan dan terkadang gigi juga bisa mengalami mobiliti. Pemeriksaan histopatologis yang didapat di laboratorium setelah dilakukan biopsi adalah sel-sel tumor yang ganas dan tersusun rapat. Sel-sel pleomorfik dengan hiperkromatik dan nukleus yang menonjol. Terdapat adanya infiltrasi limfosit yang terlihat di sekeliling massa seperti tumor. Perawatan melanoma maligna adalah bedah reseksi radikal, yang dilakukan setelah diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Prognosa dari melanoma maligna tidak menguntungkan karena melanoma biasanya sudah mengalami metastase ke organ tubuh yang lebih jauh. Prognosa dari melanoma maligna di rongga mulut biasanya lebih jelek dibanding dengan di kulit.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Pour MSH, Malignant melanoma of the oral cavity: A review of literature. Indian J Dent, 19 (1), 2008. 2. Buchan J, Roberts D. Pocket Guide to Malignant Melanoma. Blackwell Science, 2000. 3. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, Ross JS. Malignant Melanoma 2003. Am J Clin Pathol 2003;120. 4. Cavalli F, Kaye SB, Hansen HH, Armitage JO, Piccart-Gebhart MJ. Textbook of th
Medical Oncology 4 Edition. Informa Healthcare, United Kingdom, 2009. 5. Collins
II,
Barnes.
Oral
Malignant
Melanoma.
http://emedicine.medscape.com.2010 6. Veronique Bataille, Risk Factors for Melanoma Development. Expert Review of Dermatology.Expert Reviews Ltd..2009 7. Erkut MA, Aydogdu I, Kuku I, Kaya E, Basaran Y. Nodular melanoma presenting with rapid progression and widespread metastases: a case report. Journal of Medical Case Reports 2009, 3:50
8. Kummar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology 8
th
Edition.
Saunders, Elsevier, 2007. 9. Montgomery PQ, Rhys Evans PH, Gullane PJ. Principles and Practice of Head and Neck Surgery and Oncology 2
nd
Edition. Informa Healthcare, United
Kingdom, 2009. 10. Mukhopadhyay S, Ghosh S, Siddartha D, Mitra PK. A clinicopathology study of malignant melanoma with special reference to atypical presentation. Indian Jornal of Pathology ang Microbiology-51(4), Oktober-Desember 2008.
26