LEMBAR PENGESAHAN
MINI PROJECT TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGKOAN TENTANG DIABETES MELITUS BESERTA PROMOSI KESEHATAN DIABETES MELITUS
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internship di Puskesmas
Minahasa, Februari 2015 Dokter Pendamping Internship,
dr. Sandra Lintuuran MKes
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan menyelenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah 1
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004). Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).
I.2 Pernyataan Masalah Prevalensi diabetes melitus makin meningkat pada usia lanjut. Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995. Menurut penjelasan di buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Bab Diabetes Melitus di Indonesia, dikatakan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk
2
Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh karena : a) b) c) d)
faktor demografi gaya hidup yang kebarat-baratan berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya
perawatan diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis, antara lain : a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes melitus atau pada populasi. b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan screening. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring. c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi tersebut. Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006). I.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi: 1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan terhadap diabetes melitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan sebagai pencegahan primer atau sekunder bagi masyarakat yang tidak menderita diabetes melitus tetapi memiliki faktor resiko ataupun untuk masyarakat yang menderita diabetes melitus tetapi tidak berobat rutin 2. Mengetahui pola aktivitas dan makan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
3
Kawangkoan yang menjadi faktor resiko diabetes melitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan terutama secara individual. I.4 Manfaat 1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum internship. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang pentingnya pencegahan diabetes melitus dan perlunya mengenali diabetes melitus lebih dini untuk menekan prevalensi penyakit diabetes melitus di masyarakat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Etiologi Diabetes Melitus Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut dapat disebabkan oleh : a) b) c) d) e) f)
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang Resistensi insulin Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi. Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan. Adanya faktor keturunan
II.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Supaya berfungsi, maka bahan makanan harus dioleh dalam proses yang dinamakan metabolisme. Dalam proses ini, dibutuhkan insulin yang berfungsi memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Pada DM tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat
4
pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat. II.3 Gambaran Klinis Diabetes Melitus Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia. Keluhan lain yang dapat ditemukan antara lain : a) b) c) d) e) f)
Gangguan penglihatan: katarak Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul Kesemutan, rasa baal Kelemahan tubuh Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh Infeksi saluran kemih. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah
genital ataupun daerah lipatan kulit akibat jamur. g) Penurunan berat badan yang drastis sering terjadi pada gejala awal. Kriteria diagnostik diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO 1985: a) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >= 200mg/ dl, atau b) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >= 126 mg/dl, atau c) Kadar glukosa plasma >= 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO. II.4 Komplikasi Diabetes Melitus Komplikasi diabetes melitus yang dapat ditemukan, antara lain : a) Hipoglikemia. Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan ditandai dengan kadar gula darah di bawah 50-60 mg/dl. b) Infeksi. Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi dan pertahanan tubuh rendah. c) Komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah. d) Kerusakan pada ginjal (Nefropati). Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik. e) Kerusakan saraf (Neuropati) f) Kerusakan pada mata (Retinopati) II.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Diperkirakan 25-50 % dari DM lanjut usia dapat dikendalikan dengan baik hanya dengan diet saja, 3 % membutuhkan insulin dan 20-45 % dapat diobati dengan anti diabetik oral dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa sebagian
5
besar DM pada lanjut usia adalah tipe II dan dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan secara khusus, baik cara hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, penyakit lain yang menyertai serta ada atau tidaknya komplikasi DM. Pedoman penatalaksanaan diabetes antara lain : a) Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya. b) Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia. c) Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi (200-220 mg/dl) dan tidak terlampau rendah karena bahaya terjadinya hipoglikemia d) Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko hipoglikemi. e) Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama 2-4 minggu jika tidak terkontrol gula darahnya maka diberikan obat anti diabetes oral. f) Pilar Pengelolaan DM, antara lain : 1. Edukasi, meliputi: pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga, perencanaan makan dan masalah yang mungkin dihaapi. 2. Perencanaan Makan dengan karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-25%. 3. Latihan jasmani 3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. 4. Farmakologis, apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga. II.6 Strategi Pencegahan Diabetes Melitus Dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh karena : a) faktor demografi, antara lain : jumlah penduduk meningkat penduduk usia lanjut bertambah banyak urbanisasi makin tak terkendali b) gaya hidup yang kebarat-baratan penghasilan per kapita tinggi dan restoran siap santap sedentary life style c) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi 6
d) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin panjang Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis, antara lain : a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes melitus atau pada populasi. b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring. c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi : mencegah timbulnya komplikasi mencegah progresi dari komplikasi mencegah kecacatan tubuh Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes. a) Pendekatan populasi/masyarakat Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak hanya oleh profesi tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat. b) Pendekatan individu beresiko tinggi Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes melitus. Antara lain : a. umur > 40 tahun b. gemuk c. hipertensi d. riwayat keluarga DM 7
e. riwayat melahirkan bayi >4 kg f. riwayat DM pada saat kehamilan g. dislipidemia Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh lapisan masyarakat. Pada pencegahan sekunder, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer pun harus dilakukan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas. Pada tahun 1994, WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).
II.7 Kerangka Konsep
tingkat konsumsi Faktor Determina n
status gizi
pengetahu an aktivitas genetik 8
status gizi
II.8
Kerangka Pengumpulan Data
pengetahua n
gejala
riwayat keluarga
pasien / masyarakat sekitar yang datang ke Puskesmas
aktivitas pola makan status gizi BAB III METODE MINI PROJECT
III.1 Rancangan Mini Project Mini project ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara terstruktur kemudian edukasi secara individual terutama pada subjek yang tidak mengerti tentang diabetes melitus tetapi memiliki faktor resiko menderita penyakit tersebut. Pada mini poject ini ditujukan sebagai sarana mengaplikasikan pencegahan primer dalam penyakit diabetes melitus. III.2 Waktu dan Tempat Mini Project Mini project ini dilaksanakan pada tanggal 20 Januari- 20 Februari 2015 di Puskesmas Kawangkoan dan wilayah sekitarnya. III.3 Populasi Mini Project Populasi mini project adalah masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Puskesmas Kawangkoan diambil secara acak yaitu masyarakat yang berobat ke Puskesmas Kawangkoan (acak). III.4
Subjek Mini Project
9
Subjek mini project diambil dari masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Puskesmas Kawangkoan yang berobat ke Puskesmas dan diambil secara acak. Subjek terdiri dari 5 orang laki-laki dan 21 orang perempuan. Subjek dengan usia 41-50 tahun berjumlah 2 orang, yang berusia 51-60 tahun berjumlah 5 orang, yang berusia 61-70 tahun berjumlah 13 orang, yang berusia 71-80 tahun berjumlah 4 orang dan > 80 tahun berjumlah 2 orang. Subjek mini project didapatkan dengan teknik mengambil sampel dari pasien yang berobat di Puskesmas Kawangkoan.
BAB IV HASIL Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dari total 21 orang subjek perempuan dan 5 orang subjek laki-laki yang dilakukan wawancara terstruktur, didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa itu diabetes melitus/kencing manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 12 orang mengerti apa itu diabetes melitus/kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya. Seperti yang dibahas pada teori, disebutkan bahwa diabetes melitus atau kencing manis adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan metabolisme sehingga kadar gula darah dalam tubuh melebihi normal. Diabetes mellirus memiliki gejala-gejala, diantaranya sering buang air kecil terutama malam hari, sering haus, sering lapar, luka tidak sembuh-sembuh, kesemutan, berat badan menurun meskipun nafsu makan meningkat, sering mengantuk/ lemas, gatal-gatal terutama di daerah kemaluan, dan impoten. Dari 7 orang subjek yang mengetahui gejala kencing manis, 3 orang menyebutkan gejalanya adalah sering buang air kecil terutama pada malam hari, 2 orang menyebutkan lemas/mengantuk, 3 orang menyebutkan keluhan sering lapar meskipun sudah banyak makan, 4 orang menyebutkan keluhan sering haus, 2 orang menyebutkan keluhan luka yang tidak sembuh-sembuh, dan masing-masing 1 orang menyebutkan keluhan berat badan menurun, impoten, kesemutan, dan gatal di seluruh tubuh terutama daerah kemaluan.
10
Menurut teori, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya diabetes melitus. Salah satu faktor yang tidak dapat diubah adalah keturunan. Namun demikian, yang paling menentukan seseorang mengidap diabetes melitus atau tidak adalah faktor pola makan dan aktivitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan 26 orang subjek di atas, didapatkan pada 12 orang subjek yang mengerti tentang penyakit diabetes melitus terdapat 8 orang subjek yang memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus. Untuk faktor pola makan, dari 26 orang subjek yang diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 14 orang mengaku tidak pernah berolah raga (sedentary life style) dan 5 orang mengaku setiap hari setidaknya mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 6 orang diantaranya memiliki status gizi yang berlebih/ gemuk.
BAB V DISKUSI
11
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995. Pilar Pengelolaan DM, antara lain : a ) Edukasi, meliputi: pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga, perencanaan makan dan masalah yang mungkin dihadapi. b ) Perencanaan Makan dengan karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-25%. c ) Latihan jasmani 3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. d ) Farmakologis, apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga. Komplikasi diabetes melitus yang dapat ditemukan, antara lain : hipoglikemia, infeksi, komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah, kerusakan pada ginjal (nefropati), kerusakan saraf (neuropati), dan kerusakan pada mata (retinopati). Jika melihat dari segi teori di atas, bahwa jelas jika mencegah lebih baik daripada mengobati. Hal ini juga dikarenakan banyak komplikasi yang terjadi pada penyakit diabetes melitus. Pada seseorang yang mengidap penyakit diabetes melitus, maka penatalaksanaan yang pertama kali dilakukan adalah edukasi 12
tentang perjalanan penyakitnya, olah raga dan perencanaan makan. Untuk itu, dalam hal ini peran promosi kesehatan sangatlah penting dalam mencegah penyakit diabetes melitus.
Dari total 21 orang subjek perempuan dan 5 orang
subjek laki-laki yang dilakukan wawancara, didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa itu diabetes melitus/ kencing manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 12 orang mengerti apa itu diabetes melitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya. Oleh karena itu, sangat diperlukan promosi kesehatan sebagai usaha pencegahan primer terhadap penyakit diabetes melitus. Mengingat jika promosi kesehatan dilakukan secara serentak dengan mengumpulkan kader atau masyarakat di suatu ruangan kurang efektif, maka perlunya dilakukan promosi kesehatan secara individual terutama bagi masyarakat yang saat diwawancara sama sekali tidak mengerti apa itu diabetes melitus. Berdasarkan hasil wawancara dengan 26 orang subjek di atas, didapatkan pada 12 orang subjek yang mengerti tentang penyakit diabetes melitus terdapat 8 orang subjek yang memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus. Untuk faktor pola makan, dari 26 orang subjek yang diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 14 orang mengaku tidak pernah berolah raga (sedentary life style) dan 5 orang mengaku setiap hari setidaknya mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 6 orang diantaranya memiliki status gizi yang berlebih. Jika melihat hasil wawancara ini, maka sebagian masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan memiliki faktor resiko diabetes melitus. Oleh karena itu, penting jika dilakukan pencegahan primer agar penderita diabetes melitus di Indonesia tidak semakin meningkat. Pendekatan populasi/masyarakat bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain sekaligus oleh karena itu penulis menganggap pentingnya dilakukan pendekatan individu, terutama pada individu yang beresiko tinggi, yang berarti semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes melitus, antara lain umur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat DM pada saat kehamilan, dan dislipidemia. 13
Tetapi mengingat keterbatasan waktu dan lokasi, serta jumlah pasien yang kurang penulis melakukan pendekatan individu tanpa memandang seseorang itu beresiko atau tidak dengan maksud sasaran pencegahan primer akan lebih sampai kepada setiap orang yang belum mengerti mengenai apa itu diabetes melitus dan bagaimana pencegahannya. Dengan begitu, penulis dapat melakukan penyuluhan/ promosi secara individual tentang diabetes melitus dan mengedukasi jika menemukan keluarga/tetangga dengan gejala seperti itu segera diperiksakan ke Puskesmas. Penulis melakukan promosi kesehatan dengan menggunakan pamflet pengaturan diet dan memberikannya kepada subjek yang sudah diedukasi. Dengan cara seperti ini diharapkan sasaran pencegahan primer dan sekunder akan lebih berhasil karena menggunakan pendekatan individual. Dalam mini project kali ini, penulis juga menemukan 2 orang subjek yang menderita diabetes melitus/ kencing manis tetapi tidak berobat secara rutin. Pada kasus ini, penulis melakukan pencegahan sekunder berupa upaya untuk mencegah komplikasi dengan edukasi agar rutin berobat, olah raga, dan pengaturan pola makan. Diharapkan prevalensi diabetes melitus kedepannya dapat ditekan jika seluruh lapisan masyarakat ikut serta dalan pencegahan primer ataupun sekunder.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan 1. Tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan terhadap diabetes melitus belum merata. Oleh karena itu, diperlukan adanya promosi kesehatan sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder terhadap kejadian penyakit diabetes melitus, tidak hanya oleh petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum. 2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
14
Kawangkoan menjadi faktor resiko diabetes melitus. Oleh karena itu, promosi kesehatan primer nampaknya akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara individual (seperti konseling) dibandingkan jika dilakukan melalui pendekatan populasi. VI.2 Saran Jumlah pasien diabetes dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang akan sangat meningkat akibat kemakmuran, perubahan pola demografi, dan urbanisasi. Pencegahan baik perimer, sekunder, ataupun tersier merupakan upaya yang paling tepat dalam mengantisipasi ledakan jumlah ini dengan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum. Di wilayah sekitar Puskesmas Kawangkoan perlu dilakukan promosi kesehatan terutama sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder dalam masyarakat terhadap penyakit diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI. 2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian Doctor’s Compendium. Jakarta : CV Matoari Citra Media. 3. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2000. Penatalaksanaan 4. 5. 6. 7. 8.
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit FK UI. http://www.metris-community.com/penyebab-dan-gejala-diabetes/ http://majalahkesehatan.com/tanda-tanda-kencing-manis/ http://www.scribd.com/doc/76881746/Bab-14-Diabetes-Melitus-Word http://indodiabetes.com/ http://www.klikdokter.com/diabetes/read/2010/07/05/112/gejala-diabetes-
melitus 9. http://obatpenyakit.biz/uncategorized/gejala-diabetes-melitus/
15
16