BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Healthcare associated infection infection (HAI) menjangkit ratusan juta pasien di seluruh dunia. Sebagai hasil yang tidak diinginkan dari seeking care, care, infeksi ini menghantarkan pasien pada penyakit yang lebih serius, penambahan lama rawat inap dan diiabilitas jangka panjang. Tak hanya berpengaruh pada penambahan hospital cost dari keluarga pasien, infeksi ini juga mengantarkan penambahan beban financial tak langsung pada health-care system system serta tidak menutup kemungkinan akan menjadi factor penyebab kematian pasien (WHO, 2005). Di Negara maju seperti Amerika Serikat, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat HAI. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat atau sekitar 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Keselamatan ( safety) safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta s erta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (PerMenKes no 1691/2011). Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator klinik mutu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perlu memahami aspek hukum keselamatan pasien untuk melindungi diri sendiri dari tuntutan hukum dan untuk melindungi keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas dalam pelayanan kesehatan. Kita harus melindungi klien dari terjadinya cedera fisik dan emosional dengan terus mencari dan menghilangkan objek yang menjadi ancaman keselamatan. The Joint Commission (TJC) Commission (TJC) setiap tahunnya memperbarui dan menerbitkan National Patient safety Goals. Goals. Sebagai contoh tindakan yang mengancam keselamatan pasien adalah kesalahan pemberian obat yang dilakukan oleh perawat. Ada dua pasien yang namanya sama dengan diagnosa medis yang berbeda dan mendapatkan therapy yang therapy yang berbeda pula. Saat memberikan obat, perawat tidak menggunakan prinsip pemberian obat dengan benar, perawat tidak memeriksa atau mencocokkan
dulu apakah identitas pasien, nama obat yang akan
diberikan telah sesuai. Sehingga terjadi kesalahan pemberian obat pada kedua pasien tersebut (Depkes RI, 2006). 1
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). errors). Medical Error didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien (Depkes RI, 2006). 2006). Dalam rangka pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi, rumah sakit perlu membentuk langkah-langkah sistematis yang disusun dalam suatu program-program yang jelas. Program-program tersebut dapat terlaksana jika rumah sakit mempunyai suatu struktur organisasi penanggulangan infeksi yang baik.
B.
TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah: 1.
Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan l ainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi infeksi
2.
Melindungi sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya
3.
C.
Menurunkan angka kejadian HAI.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari Program PPI meliputi Pencegahan Infeksi, Pendidikan dan Pelatihan, Surveilans, Penggunaan Obat Antibiotik secara Rasional
D.
BATASAN OPERASIONAL
Pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dimaksud untuk menghindari terjadinya infeksi selama pasien dirawat di rumah sakit. Pelaksanaan upaya pencegahan infeksi nosokomial terdiri atas : Kewaspadaan Universal, Tindakan Invasif, Tindakan Non invasive, Tindakan terhadap anak dan neonatus, isolasi, Pengelolaan linen dan laundry, pengelolaan limbah, manajemen lingkungan, pengelolaan diit dan gizi, pengelolaan jenazah, serta Sterilisasi dan Desinfeksi Training atau pelatihan atau Learning adalah kegiatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan baik dalam kelas maupun diluar kelas pada seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk menghilangkan GAP atau perbedaan antara kemampuan yang sekarang dimiliki dengan kemampuan standard yang ditetapkan. 2
Proses pelaksanaannya ialah mempelajari dan mempraktekkan dengan menuruti standard acuan tertentu atau prosedur sehingga menjadi kebiasaan yang pada hasilnya nanti terlihat adanya perubahan, perbaikan ditempat kerja. Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya penyebaran penyakit pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko untuk terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting dalam proses itu. Kegiatan surveilans meliputi: merumuskan kasus / kriteria diagnostik, pengumpulan data surveilans infeksi nosokomial, penyebaran data / informasi. Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka perlu dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic yang tidak rasional akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien. Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit tentang pengaturan penggunaan antibiotic agar dapat menekan serendah – rendahnya efek yang merugikan dalam pemakaian / penggunaan antibiotic.
3
BAB II STANDAR KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SDM Panitia PPI terdiri atas dokter, perawat, analis, farmasi, IPSRS, Gizi, Sanitasi dan bagian Linen. Sasaran target PPI meliputi pasien, petugas, lingkungan RS & di sekitar RS, pengunjung RS, praktikan / Mahasiswa dan masyarakat di sekitar RS. PPI dipimpin langsung oleh direktur rumah sakit dan bertugas mengontrol dan mengkoordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sekretaris PPI adalah orang yang ditunjuk oleh direktur dan dianggap mempunyai kemampuan pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi baik eksternal maupun internal. Infection Pevention and Control Officer (IPCO) adalah seorang dokter yang ditunjuk oleh oleh ketua panitia PPI sebagai pelaksana kegiatan PPI di rumah sakit. Dokter yang ditunjuk menjadi IPCO harus memiliki kemampuan dalam pencegahan dan pengendalian Infeksi berdasarkan pendidikan, pengalaman dan pelatihan yang terkait. Seorang IPCO membawahi dua sampai lima orang Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) dalam koordinasi pelaksanaan program PPI. IPCN adalah seorang perawat yang mempunyai kemampuan PPI berdasarkan pelatihan PPI eksternal maupun internal dan merupakan coordinator pelaksanaan PPI di bagian keperawatan. IPCN dalam pelaksanaannya mengontrol pelaksanaan PPI pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kuota 50 tempat tidur dalam pengawasan untuk tiap 1 orang IPCN yang ditunjuk. Dalam pelaksanaan PPI seorang IPCN dibantu oleh beberapa Infection Prevention and control link nurse (IPCLN) di bagian yang terkait. IPCLN adalah perawat PPI yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan PPI di bagian. IPCLN dipilih berdasarkan kemampuan pel aksanaan PPI berdasarkan berdasa rkan pendidikan dan pelatihan PPI baik eksternal maupun internal. B. TUGAS DAN WEWENANG Panitia
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi
bertugas
membuat
dan
mengevaluasi kebijakan PPI, melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, membuat SPO, menyusun serta mengevaluasi pelaksanaan program & pelatihan PPI, melakukan investigasi masalah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Nosokomial, memberikan usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional di RS berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika serta menyebar luaskan data resistensi antibiotika, memberikan masukan yang menyangkut Konstuksi Bangunan, Pengadaan Alat, Bahan Kesehatan, Renovasi Ruangan, cara pemprosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI. PPI. 4
Infection Prevention Control Officer (IPCO) bertugas dalam berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar, menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilenss, mengindentifikasi, melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika, bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan Surveilenss Infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB, membimbing dan mengajarkan praktek serta prosedur PPI yang berhubungan dengan prosedur terapi, memonitor cara kerja tenaga Kesehatan dalam merawat Pasien dan membantu semua Petugas Kesehatan untuk memahami PPI. Infection Prevention Control Nurse (IPCN) mempunyai tugas dan wewenang untuk mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di RS, memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SOP dan kewaspadaan i solasi, melaksanakan Surveilenss Infeksi dan melaporkan kepada Tim mutu RS, Merencanakan Pelatihan Petugas Kesehatan tentang PPI di Rumah Sakit, melakukan Investigasi terhadap KLB dan memperbaiki kesalahan yang terjadi, memonitor kesehatan petugas untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan kepada pasien atau sebaliknya. menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus yang terjadi di RS, monitor pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional, mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilenss infeksi yang terjadi di Rumah Sakit, membuat laporan Surveilenss, memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI, meningkatkan kesadaran Pasien dan pengunjung Runah Sakit tentang PPIRS, memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, Pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat (infeksi dengan insiden tinggi). Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) bertugas mengisi dan mengumpulkan formulir Surveilenss setiap pasien di Unit Rawat Inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada Infection Prevention Control Nurse (IPCN), memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada setiap personil Ruangan di Unit Rawat masing-masing, memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya Infeksi Nosokomial pada Pasien, berkoordinasi IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, memberikan penyuluhan bagi pengunjung di Ruang Rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham, memonitor kepatuhan Petugas Kesehatan yang lain dalam menjalankan Standart Isolasi. Bagian Farmasi bertugas mengontrol peresepan antibiotic oleh dokter. Melakukan infestigasi dan pengelolaan alat kesehatan yang kadaluarsa dan pengadaan logistic PPI serta APD di bagian Sanitasi melakukan control lingkungan dalam pencegahan pengendalian infeksi, membuat SPO pengelolaan limbah, pengelolaan linen dan laundry, audit PPI terhadap Limbah, Loundry, Gizi dan lain-lain dengan menggunakan daftar titik. Dalam pelaksaan
5
kegiatan PPI sanitasi di bantu oleh IPSRS dan bagian linen sebagai pelaksana kegiatan bagian sanitasi. Bagian Gizi menjamin keamanan makanan dengan menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan yang meliputi good manufacturing practices (GMP), hygiene dan sanitasi makanan dan penggunaan bahan makanan tambahan yang aman. Upaya pencegahan yang dilakukan dengan menerapkan prinsip personal hygiene dan hygiene peralatan pengolah dan penyajian makanan. Bagian Laboratorium melakukan kultur kuman dan resistensi antibiotika, melakukan investigasi dan pengawasan pada kejadian tusuk jarum serta melakukan pemeriksaan kesehatan yang berhubungan dengan kejadian infeksi.
6
BAB III STANDAR FASILITAS A. DENAH Lantai 1
Lantai 2
7
Lantai 3
Semua area dalam rumah sakit masuk dalam masuk dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi Zonasi tingkat risiko terjadinya penularan penyakit : a. Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang aula dan ruang resepsionis b. Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bangsal marwah, poliklinik rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. c. Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang HCU, laboratorium, ruang radiologi, ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah. d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, poli gigi, instalasi gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang rawat inap bangsal shafa. B. STANDAR FASILITAS Standar fasilitas PPI meliputi: 1. Hand hygiene Cuci tangan yang benar dapat meminimalkan microorganisme berkembang dalam tangan selama bekerja serta ketika kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, dan permukaan atau peralatan yang diketahui atau tidak diketahui terkontaminasi. Cuci tangan dilakukan ketika: kontak dengan pasien, kontak dengan lingkungan pasien, kontak dengan cairan yang berhubungan dengan pasien, sebelum melakukan tindakan pada pasien serta setelah melakukan tindakan. 2. Alat pelindung diri 8
Alat pelindung diri (APD) digunakan sebagai barier antara micro organisme dengan petugas. APD membantu mencegah penularan melalui tangan, mata, baju, rambut dan sepatu yang terkontaminasi, mencegah penularan dari pasien ke petugas maupun dari pasien ke pasien lain. APD meliputi: sarung tangan, goggle, masker, celemek, baju khusus tindakan, sepatu boots dan penutup kepala. 3. Pengaturan limbah RS Pengaturan limbah diperlukan untuk mencegah kontaminasi dan penyebaran infeksi yang meluas. Sistem dan monitoring mutlak diperlukan agar pengaturan limbah dapat berjalan.
9
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Pencegahan Infeksi 1. Kewaspadaan universal a.Definisi Universal Precautions atau Kewaspadaan Universal adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (1985) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Adapun konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, HBV dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah. b.Pelaksanaan Kewaspadaan Universal Secara singkat, kebijaksanaan pelaksanaan Kewaspadaan Universal (KU) adalah seperti apa yang dikemukakan dibawah ini : 1) Semua petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak kulit dan selaput lender dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang dilayani. Dengan demikian setiap petugas kesehatan harus : a) Menggunakan sarung tangan bila : -
Menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lender atau kulit yang tidak utuh.
-
Mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan / kedokteran yang tercemar darah atau cairan tubuh.
-
Mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah. Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien.
b) Menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan darah atau cairan tubuh guna mencegah terpaparnya selaput l ender pada mulut, hidung dan mata. c) Memakai jubah (pakaian kerja) khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh lainnya. 2) tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap saat setelah melepaskan sarung tangan, tangan harus segera dicuci. 3) semua petugas harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan benda/alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat membersihkan/mencuci
peralatan,
saat
membuang
sampah
atau
ketika
membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan. 10
Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah selesai dipakai, jangan sengaja membengkokkan atau mematahkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepaskan jarum suntik dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan tangan. Setelah segala benda tajam digunakan, maka harus ditempatkan di suatu wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Wadah ini harus berada sedekat mungkin atau mudah dicapai disekitar arena tindakan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam tersebut harus menjamin aman untuk transportasi ke tempat pemrosesan alat ataupun dalam proses pengenyahan. 4) Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dengan cara dari mulut ke mulut harus dihindari. Dengan demikian di setiap tempat yang mungkin akan kedapatan kasus yang memerlukan resusitasi, perlu disediakan alat resusitasi. 5) Petugas kesehatan yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan misalnya menderita dermatitis basah harus menghindari tugas – tugas yang bersifat kontak langsung dengan pasien ataupun kontak langsung dengan peralatan bebas pakai pasien. 6) Petugas kesehatan yang sedang hamil tidak mempunyai resiko lebih besar untuk tertular HIV bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak hamil. Namun demikian bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya mempunyai resiko untuk mengalami transmisi perinatal. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan pelaksanaan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV. Dengan menerapkan KU setiap petugas kesehatan dapat terlindung semaksimal mungkin dari kemungkinan terpapar oleh infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh baik dari kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnose. Sebagai keuntungan tambahan, transmisi dari kebanyakan infeksi yang ditularkan dengan cara lainpun terhadap petugas kesehatan dan pasiennya akan dikurangi pula. c.Beberapa petunjuk khusus dalam pelaksanaan KU Kita menyadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh berbagai mikroorganisme pada seorang pasien, khususnya infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B dll, penting peranannya dalam manajemen kasus. Akan tetapi atas dasar berbagai pertimbangan sampai saat ini penapisan (screening) terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan secara rutin. Bahkan pada infeksi oleh HIV terdapat masa jendela yang mana pada masa tersebut darah atau cairan tubuh penderita, sudah dapat menularkan infeksi akan tetapi HIV belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu prinsip KU dalam upaya pencegahan infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit yang 11
ditularkan melalui darah maupun cairan lainnya. Di bawah ini disampaikan langkah – langkah yang perlu diperhatikan sebagai prosedur pencegahan infeksi, khususnya infeksi HIV. Perlu diingatkan bahwa langkah – langkah di bawah ini tidak mengabaikan pentingnya pelaksanaan prosedur standar dalam tiap – tiap tindakan pemrosesan alat/instrument secara tepat, pembuangan sampah/limbah secara aman dan menjamin kebersihan ruangan tindakan dan lingkungan sekitarnya. 1) Kewaspadaan dalam tindak medic Sebagai prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh darah, pertolongan persalinan maupun tindakan abortus prosedur hemodialisis dan prosedur operasi gigi mulut termasuk dalam tindak medik invasive beresiko tinggi untuk menularkan HIV bagi tenaga dokter atau pelaksana lainnya. Untuk memutuskan rantai penularan diperlukan barier berupa : a). Kacamata pelindung untuk menghindari persikan cairan tubuh pada mata. b). Masker penutup pelindung hidung dan mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung dan mulut. c). Plastik penutup badan (skort) untuk mencegah kontak cairan tubuh pasien dengan penolong. d). Sarung tangan yang tepat untuk melindungi tangan yang aktif melakukan tindak medik invasive. e). Penutup kaki untuk melindungi kaki dari kemungkinan terpapar cairan yang infektius. 2) Kegiatan di Unit Gawat Darurat Unit Gawat Darurat yang umumnya melayani kasus kecelakaan maupun kasus emergensi lainnya harus menyediakan segala peralatan yang berkaitan dengan pelaksanaan KU. Sarana seperti sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah dicapai dan mudah dipakai. Alat resusitasi harus tersedia dalam
keadaan
siap
pakai
dan
ada
petugas
yang
terlatih
untuk
menggunakannya. Disetiap tempat tindakan pelayanan emergency harus tersedia wadah khusus untuk mengelola peralatan tajam. 3) Kegiatan di Kamar Operasi a) Dalam Prosedur Operasi Selain oleh darah secara kontak langsung tertusuknya bagian dari tubuh oleh benda – benda tajam merupakan kecelakaan yang harus dicegah. Oleh karena itu instrument yang tajam jangan diberikan secara langsung ked an dari operator oleh asisten atau instrumentator. Untuk memudahkan hal ini dipakai nampan guna menyerahkan instrument tajam tersebut ataupun mengembalikannya. Operator bertanggung jawab untuk menempatkan benda tajam secara aman. b) Pada saat menjahit. 12
Pada saat menjahit dilakukan prosedur sedemikian rupa sehingga jari / tangan terhindar dari tusukan. c) Memisahkan jaringan Jangan menggunakan tangan untuk memisahkan jaringan karena tindakan ini akan menambah resiko. d) Operasi Sulit. Untuk operasi – operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 60 menit dan lapangan kerjanya sulit ( sempit ) dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan ganda. e) Melepaskan baju operasi dilakukan sebelum membuka sarung tangan agar tidak terpapar oleh darah / cairan tubuh dari baju operasi tersebut. f) Pencucian instrument bekas pakai sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrument secara manual, petugas harus menggunakan sarung tangan rumah tangga dan instrument tersebut sebelumnya telah mengalami proses dekontaminasi dengan merendam dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit. 4) Kegiatan di Kamar Bersalin Disamping memperhatikan kebutuhan barier yang telah disebutkan diatas, perlu diingatkan bahwa : a) Kegiatan di Kamar Bersalin yang membutuhkan lengan / tangan untuk manipulasi instrauterin tentunya harus menggunakan skor dan sarung tanga n yang mencapai siku. b) Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan. c) Cara pengisapan lender bayi dengan mulut penolong harus ditinggalkan. d) Potonglah tali pusat bayi segera setelah lahir, hindari terjadinya cipratan darah. e) ASI dari ibu yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak beresiko untuk tenaga kesehatan. 5) Prosedur Anesthesia Prosedur Anasthesi merupakan salah satu aktifitas yang dapat memaparkan HIV pada tenaga kesehatan pula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah : a) Perlu disediakan nampan /troli untuk alat – alat yang sudah dipergunakan. b) Jarum harus dibuang sesegera mungkin setelah pemakaian ke dalam wadah yang aman. c) Pakailah obat – obatan sedapat – dapatnya untuk dosis dengan 1 kali pemberian. d) Menutup spuit adalah prosedur resiko tinggi.
13
e) Sangat dianjurkan agar petugas anasthesi melewati uji kelayakan terlebih dahulu untuk meminimalkan resiko terluka oleh jarum suntik dan alat lain yang tercemar darah dan cairan tubuh. 6) Lokasi kagiatan lainnya yang memerlukan perhatian adalah di mobil ambulan, ruang emergency, laboratorium serta kamar jenazah. d.Manajemen untuk tenaga kesehatan yang terpapar darah atau cairan tubuh (dekontaminasi). 1) Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, terpotong dan lain – lain : Keluarkan darah sebanyak – banyaknya, cuci dengan sabun dan air atau dengan air saja sebanyak – banyaknya. 2) Paparan pada membrane mukosa melalui ci pratan kemata : Cuci mata secara “ gentle “ dengan mata dalam keadaan terbuka menggunakan air cairan NaCL. 3) Paparan pada mulut : Keluarkan cairan infektif tersebut dengan cara berludah kemudian kumur – kumur dengan air beberapa kali. 4) Paparan pada kulit yang utuh maupun kulit sedang mengalami perlukaan, lecet atau dermatitis : cucilah sebersih mungkin dengan air dan sabun antiseptic. Selanjutnya mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan pemeriksaan HIV yang adekuat dan kondisi kesehatannya pun harus diperhatikan. Pejamu – pun harus terus dimonitor kemungkinan infeksinya. Selama pemantauan, tenaga kesehatan yang terpapar tersebut memerlukan konseling mengenai resiko infeksi dan pencegahan transmisi selanjutnya. Tentunya individu tersebut diingatkan untuk tidak menjadi donor darah ataupun jaringan, melakukan hubungan seksual yang aman dan mencegah kehamilan. e.Upaya untuk melaksanakan KU di lingkungan kita. Sebagai petugas kesehatan khususnya yang bekerja di lingkungan rumah sakit sudah selayaknya kita menerapkan KU dalam melaksanakan tugas kita sehari – hari. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan langkah – langkah sebagai berikut : 1) Identitas unsure – unsure yang terkait. 2) menilai fasilitas dan kebiasaan yang berlangsung. 3) Meninjau kembali kebijakan dan prosedur yang telah ada. 4) Membuat perencanaan (menyusun proposal). 5) menjalankan rencana yang telah disusun. 6) mengadakan pendidikan dan pelatihan. 7) Pemantauan dan supervise pelaksanaan KU secara berkala. 2. Tindakan Invasif a.Penggolongan tindakan invasif 1) Tindakan Invasif Sederhana.
14
Tindakan invasive sederhana adalah suatu tindakan memasukkan alat kesehatan kedalam tubuh pasien sehingga memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar ke jaringan. Contoh : Suntikan, pungsi ( vena, lumbal, pericardial, pleura suprapubik ), bronkoskopi, angiografi, pemasangan alat ( kontrasepsi, kateter intravena, kateter jantung, pipa endotrakeal, pipa nasogastrik, pacu jantung ). 2) Tindakan Invasif Operasi. Tindakan invasive oeprasi adalah suatu tindakan yang melakukan penyayatan pada tubuh pasien dan dengan demikian memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar. b.Sumber Infeksi pada Tindakan Invasive 1) petugas a) Petugas umum adalah semua petugas yang bekerja sekitar ruang tindakan i. Tidak memperhatikan hygiene perorangan. ii. Tidak mencuci tangan. iii. Bekerja tanpa memperhatikan tehnik aseptic dan antiseptic. iv. Tidak memahami cara penularan / penyebaran kuman pathogen. v. Menderita penyakit menular / infeksi / karier. vi. Tidak mematuhi tata tertib di kamar operasi. vii. Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic. viii. Bekerja ceroboh dan masa bodoh terhadap lingkungan. ix. Tidak menguasai tindakan yang dilakukan. b) Petugas khusus adalah semua petugas yang bekerja didalam kamar tindakan. i. Tidak memperhatikan kebersihan perorangan. ii. Mempunyai penyakit infeksi / menular / karier. iii. Tidak mematuhi tata tertib yang berlaku di kamar operasi. iv. Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic. v. Ceroboh dalam bekerja. vi. Tidak memperhatikan hygiene perorangan. vii. Kuku panjang viii. Mencuci tangan dengan cara yang tidak benar. 2)
Alat a) Tidak steril. b) Diluar batas waktu yang ditetapkan ( kadaluwarsa ) tanpa dist erilkan lagi. c) Untuk pemakaian berulang tanpa disterilkan lagi. d) Penyimpanan tidak baik. e) Kotor. f) Rusak / karatan. 15
3) Pasien a) Higiene pasien tidak baik. b) Keadaan gizi tidak baik. c) Menderita penyakit kronis. d) Menderita penyakit infeksi / menular / karier. e) Sedang menapatkan pengobatan imunosupresif. f) Persiapan pasien dari ruang rawat tidak baik. g) Daerah sekitarnya terdapat tanda – tanda infeksi, missal : sakit kulit, dsb. 4)
Lingkungan a) Penerangan / sinar matahari tidak cukup. b) Sirkulasi udara harus cukup, tidak lembab dan berdebu. c) Dijaga kebersihannya. d) Menghindari serangga. e) Mencegah air tergenang. f) Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup. g) Tidak ada serangga. h) Permukaan lantai harus rata dan tidak berlubang. i) Ruangan bersih, kering dan tidak berbau. j) Dinding kamar operasi harus licin mudah dibersihkan. k) Sudut ruangan tidak tajam. l) Mengatur system sirkuasi udara dalam kamar operasi. m) Cahaya cukup terang. n) Dipisahkan lalu lintas untuk petugas, pasien, barang bersih dan kotor. o) Jumlah petugas yang keluar masuk ke kamar operasi dibatasi. p) Ruangan dibersihkan secara rutin, mingguan atau pada kasus infeksi tertentu.
3. Tindakan Non invasive a. pengertian Tindakan non invasive adalah suatu tindakan medis dengan menggunakan alat kesehatan tanpa memasukkan kedalam tubuh pasien yang memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam jaringan. Contoh : Tindakan EKG, USG, pengukuran suhu tubuh, pengukuran tekanan darah, pengukuran nadi, pemeriksaan reflek tonus treadmill tes, pemasangan holter dan lain – lain. b.Sumber Infeksi pada tindakan non invasive Infeksi pada tindakan non invasive dapat terjadi karena kontak langsung antara : 1) Pasien yang menderita penyakit infeksi / menular / karier dapat menularkan penyakit yang diderita kepada pasien lain. 2) Pasien dengan petugas. 16
a) Petugas yang menderita penyakit infeksi / menular / karier dapat menularkan penyakit yang diderita kepada pasien atau sebaliknya. b) Petugas dapat menjadi perantara penularan penyakit. 3) Pasien dengan pengunjung Pasien dapat menularkan penyakit yang dideritanya kepada pengunjung atau sebaliknya. 4) Pasien dengan Alat Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang diderita ke alat – alat yang telah digunakan atau sebalikya. 5) Pasien dengan lingkungan. Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang dideritanya ke lingkungan sekitarnya atau sebaliknya. 6) Pasien dengan air. Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang dideritanya ke air yang dipergunakan atau sebaliknya. 7) Pasien dengan makanan Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang diderita ke makanan atau sebaliknya. c.Pencegahan Infeksi pada Tindakan Non Invasif 1) Pasien Isolasi pasien yang diduga menderita penyakit infeksi atau menular. 2) Petugas Mencuci tangan lebih dahulu sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 3) Pengunjung a) Yang sedang menderita sakit tidak diperkenankan mengunjungi pasien. b) Menggunakan barrier nursing sewaktu mengunjungi pasien yang berpenyakit infeksi / menular. c) Jumlah dibatasi. 4) Alat a) Yang digunakan harus bersih dan kering. b) Yang telah terkontaminasi segera dibersihkan dengan bahan desinfektan dan kemudian disterilkan. c) Yang terkontaminasi oleh pasien dengan penyakit tertentu (misalnya gas gangrene) dimusnahkan. 5) Lingkungan a) Lingkungan pasien / kamar dijaga selalu dalam keadaan bersih dan kering. b) Sirkulasi udara dalam kamar harus lancar. c) Penerangan / sinar matahari dalam kamar harus cukup. 17
d) Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup. e) Tidak ada serangga didalam kamar pasien. f) Untuk penyakit tertentu (misalnya gas gangrene) ruangan dihapus hamakan sebelum dipakai kembali. 6) Air. a) Kualitas air tersedia memenuhi syarat kesehatan yaitu batas bebas kuman, tidak berbau, tidak berwarna, jernih dan bersih. b) Jumlah air yang tersedia memenuhi kebutuhan pasien. c) Air minum harus dimasak sampai mendidih. d) Bak tempat penampungan air dibersihkan secara rutin minimal 2 kali seminggu. e) Dicegah adanya genangan air limbah. 7) Makanan a) Selalu dalam keadaan tertutup. b) Yang sudah rusak / terkontaminasi dibuang. c) Diberikan sesuai dengan diet yang dianjurkan. d) Pemberian dari luar rumah sakit harus dicegah. 4. Tindakan terhadap anak dan neonates Tindakan terhadap anak / neonatus dapat berupa tindakan invasive, invasive operasi maupun tindakan non invasive. Pencegahan infeksi pada tindakan terhadap anak / neonatus meliputi : a. Petugas 1) Harus dalam keadaan sehat. 2) Tidak menderita penyakit menular seperti tuberkulosa, penyakit saluran nafas lainnya. Penyakit gastro intestinal, penyakit kulit atau mukokutaneus seperti herpes dan lain – lain. 3) Pakaian petugas yang bekerja dibangsal anak / neonatus berlengan pendek agar mudah untuk mencuci tangan. 4) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien harus mencuci tangan dengan antiseptic atau sabun serta air mengalir. 5) Khusus bila kontak dengan neonatus tangan harus dicuci sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir serta digosok dengan sikat ( pertama kali masuk bangsal ) kemudian dapat dipakai larutan antiseptic. 6) Sebelum masuk ke bangsal neonatus, topi, masker dan sarung tangan hanya dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive seperti fungsi lumbal, ganti darah, kateterisasi umbilical / jantung. 7) Kuku harus pendek, memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan. b. Alat 1) Semua alat yang dipakai selalu dalam keadaan bersih dan kering. 18
2) Harus dalam keadaan steril kalau mungkin alat disterilkan dengan autoklaf atau dapat juga dengan menggunakan desinfektan setelah alat dibersihkan. 3) Inkubator / tempat tidur bersih dan kering kalau mungkin disterilkan dengan desinfektan / detergen. Tempat tidur / incubator dibersihkan setiap bayi / anak dipulangkan / dipindah / meninggal. 4) Bayi / anak hanya boleh disatu tempat tidur selama 1 minggu. 5) Tempat tidur tidak boleh dibersihkan selama anak berada ditempat tidur. c. Pasien anak / neonatus 1) Kulit harus dalam keadaan bersih dan kering, demikian juga tali pusat. 2) Kulit tempat tindakan invasive ( pengambilan darah, inmfus, lumbal pungsi ) harus dibersihkan dulu dengan zat antiseptic. 3) Isolasi / memisahkan bayi yang sehat dari ba yi yang diduga ada infeksi. 4) Bayi / anak masing – masing harus mempunyai perlengkapan sendiri dan sebaliknya dicuci dibangsal bayi. 5) Susu, dot, botol susu sebaiknya disetrilkan diautoklaf sub atmospheric pressure ( proses pasteurisasi ) yang khusus dipkai di dapur susu. 6) Pakaian / alas tempt tidur, selimut bayi / anak sebaiknya disediakan setiap 8 jam untuk sekali pakai. 7) Perlengkapan bayi / anak harus dibawa ketempat perawatan dalam keadaan steril dan tertutup. Khusus untuk neonatus sebaiknya pakaiannya dipakai yang disposibel. 8) Pakaian kotor harus dikumpulkan dalam plastic tertutup dan diganti dengan yang bersih setiap 8 jam. 9) Bahan / zat yang dipakai untuk membersihkan pakaian bayi harus diketahui oleh dokter ruangan bayi / anak untuk mencegah kelainan yang mungkin timbul terhadap bayi. d. Lingkungan 1) Kamar / ruang peralatan cukup sinar matahari yang masuk ketempat perawatan sehingga secara tidak langsung bayi yang kuning mendapatkan terapi sinar. 2) Kamar / ruang harus ada penerangan / sinar yang diperlukan untuk menghangatkan ruangan. 3) Penyediaan air bersih untuk keperluan pasien. 4) Penyediaan air bersih untuk keperluan pasien. 5) Lantai, dinding dan jendela dibersihkan dengan desinfektan / detergen atau penghisap debu kering yang diikuti dengan wet vaccum pick up machine. Bagian yang harus dibersihkan adalah sekitar pasien dan lingkungan tempat perawatan.
19
e. Urine merupakan sumber infeksi, oleh sebab itu perlu Mencuci tangan sebelum dan sesudah : - Memeriksa pasien. - Pemakaian alat prosedur. - Pemeriksaan genital. - Menampung / memeriksa urine. 5. Isolasi a.Pengertian Upaya
perawatan
dengan
memisahkan
pasien
dan
peralatan
yang
diperlukannya pada suatu tempat tersendiri atau khusus b.Sasaran Dilakukan pada: 1). Pasien berpenyakit menular 2). Pasien yang disangka berpenyakit menular 3). Pasien yang gelisah atau mengganggu pasien lain 4). Pasien yang memerlukan perawatan khusus (misalnya dipteri) 5). Pasien yang sedang berada dalam sakaratul maut c.Prinsip Isolasi 1) Teknik isolasi pada pasien yang berpenyakit menular bergantung pada macamnya isolasi yang dilakukan terhadap pasien 2) Apabila pasien dinyatakan atau diduga berpenyakit menular, maka segera ditempatkan di kamar isolasi yang telah disiapkan. Disamping perawatan dan pengobatan terhadap pasien bersangkutan, juga penularan pen yakitnya harus dicegah. Adapun cara pencegahannya sebagai berikut: a) Pasien ditempatkan di kamar isolasi b) Pada waktu menolong pasien, petugas harus mengenakan pakaian khusus, masker, tutup kepala (mitella) c) Masker dipakai, apabila penyakitnya menular melalui saluran pernapasan 3) Setelah menolong pasien, petugas harus segera mencuci tangan, dan masker dilepas lalu direndam di dalam ember berisi larutan desinfektan. Pakaian khusus ditanggalkan dan digantungkan di tempatnya dengan cara yang sudah ditentukan. Kemudian petugas harus mencuci tangannya l agi 4) Sediakan larutan desinfektan misalnya Lysol atau sejenisnya untuk: a) Merendam peralatan makan yang telah digunakan oleh pasien seperti piring, sendok, gelas, mangkok dan lain-lain, selama sekurangkurangnya 2 jam sebelum dicuci b). Merendam alat-alat tenun kotor sekurang-kurangnya 24 jam sebelum
dicuci. 20
c). Mendesinfeksikan urine, faeces, muntahan, dan lain-lain sebelum dibuang d). Merendam baskom, pispot, urinal, bengkok, nierbekken dan lain-lain selama sekurang-kurangnya 24 jam sebelum dicuci dan disimpan dalam kamar isolasi 5). Apabila pasien berpenyakit menular dinyatakan sudah sembuh dan boleh pulang, lakukan hal-hal berikut: a). Pasien harus mandi dulu dan pakaiannya diganti. Setelah itu pasien tidak boleh lagi masuk ke kamar isolasi b). Alat-alat tenun, alat-alat makan dan sejenisnya yang telah dipakai pasien harus direndam di dalam larutan desinfektan sebelum dicuci c). Kasur dan bantal dijemur di bawah sinar matahari, minimal 2 jam tiap permukaannya d). Tempat tidur, meja, kursi, dan semua alat di dalam kamar/ ruang harus dibersihkan dengan air sabun dan larutan desinfektan, kemudian dikeringkan e). Setelah kering, semua peralatan dikembalikan ke tempatnya semula, dan kamar/ ruang sebaiknya tidak dipergunakan selama 24 jam f). Lakukan sterilisasi ruangan dengan sinar 6. Pengelolaan linen dan laundry Untuk mencegah penularan infeksi RS Nur Hidayah mengembangkan system pengelolaan Linen yang berdasar pada kondisi linen setelah dipakai serta penggunaan linen pada bagian. Pengelolaan linen infeksius dibedakan dengan pengelolaan linen non infeksius untuk mengurangi penyebaran infeksi. Petugas linen dan laundry melakukan housekeeping terhadap linen yang digunakan pada pasien serta peralatan kerja dengan melakukan klorinasi. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada panduan pengelolaan linen dan laundry. 7. Pengelolaan limbah Pengaturan
limbah
diperlukan
untuk
mencegah
kontaminasi
dan
penyebaran infeksi yang meluas. Limbah dipisahkan sesuai dengan jenis limbah rumah sakit. Limbah medis infeksius dipisahkan dengan limbah domestic. Pemisahan jenis limbah juga dipisahkan antara limbah medis padat, cair dan tajam. a.Penimbunan Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang
pelaksanaannya
harus
mempertimbangkan:
kelancaran
penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia
21
B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. b.Penampungan Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan container seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam
warna
seperti
telah
ditetapkan
dalam
permenkes
RI
no
986/Menkes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan tanda citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestic”. Untuk sampah medis yang tajam ditempatkan pada tempat yang tidak tembus berupa safety box atau jerigen. Semua peralatan medis yang digunakan pada pasien adalah disposable dan single-use untuk menghindari infeksi silang. c.Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ke tempat pembuangan di luar (off-site), pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan local. Sampah medis diangkut dalam container khusus, harus kuat dan tidak bocor. Dalam pengelolaan dan pembuangan limbah medis padat dan tajam RS Nur Hidayah bekerjasama dengan pihak ketiga yang kompeten untuk pemusnahan. Sedangkan limbah medis cair dikelola oleh RS di Instal asi pembuangan air limbah RS. 8. Manajemen lingkungan (engineering control) Manajemen lingkungan rumah sakit adalah Penataan factor-faktor lingkungan rumah sakit untuk menyehatkan dan memelihara kondisi lingkungan rumah sakit agar pengaruhnya terhadap manusia, pelayanan dan lingkungan sekitar dapat terkendali sesuai dengan ketentuan yang berlaku Tujuan:
Mencegah terjadinya infeksi rumah sakit 22
Mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan keselamatan kerja
Meningkatkan estetika dan kenyamanan
Melindungi lingkungan dari pencemaran
Memelihara umur hidup fasilitas dan intrastruktur
Memenuhi aspek legal bidang kesehatan dan lingkungan
System sirkulasi Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan mengganggu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan resiko infeksi, khusunya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Pengaturan jam kunjung dan penunggu pasien ditetapkan sebagai metode pengurangan infeksi dari luar. Mengontrol aktifitas petugas terhdap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak counter perawat dipertimbangkan untuk kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan keluar bagian. System tata udara Pergerakan udara diusahakan untuk meminimalkan sumber penyakit agar tidak menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar kemungkinan terjadinya penularan diantara pasien, tenaga medis dan pengunjung. Terutama untuk ruangan-ruangan khusus seperti di Ruang operasi, ruang Isolasi, Kamar bayi, laboratorium dan kamar bersalin dimana diperlukan pengaturan: • temperatur; • kelembaban udara relatif; • kebersihan udara ventilasinya; • tekanan ruangan; dan • distribusi udara di dalam ruangan. Temperature dan kelembaban udara Kebutuhan temperatur dan kelembaban udara relatif, berbeda untuk setiap jenis ruang tergantung dari jenis penyakit, tingkat keparahan pasien ataupun fungsi ruang tersebut. pengkondisian termal dikontrol untuk setiap fungsi ruang dengan tingkat pengaturan individual (individual control). Kualitas udara Kebutuhan kualitas udara yang bersih berbeda dari satu ruang ke ruang lain sehingga jumlah udara ventilasi yang di masukan kedalam ruangan, dapat menghindarkan
adanya
kontaminasi
dan
mengeliminasi
sumber-sumber
kontaminasi seperti: • Debu, Asap, partikel. • Microbial, Jamur, Bakteri, Kuman-kuman sebagai sumber penyakit. 23
System sanitasi Sistem sanitasi disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan / atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. System pendukung System pendukung prasarana yang terdapat di RS Nur Hidayah antara l ain: system air bersih (water supply), tenaga listrik, system pembuangan air limbah RS dan system pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. 9. Pengelolaan diit dan gizi Untuk mencegah terjadinya infeksi yang timbul maka pengadaan diit dan gizi di rumah sakit Nur Hidayah dikelola oleh orang yang kompeten secara pendidikan dan kemampuan dalam hygiene gizi dan makanan. Staf yang melakukan pengolahan makanan, penyajian makanan, serta pemusnahan sisa makanan harus sesuai dengan standar kekaryawanan yang ada di bagian gizi RS Nur Hidayah.
Dalam pelaksanaannya bagian gizi harus menjamin keamanan
makanan dengan menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan yang meliputi good manufacturing practices (GMP), hygiene dan sanitasi makanan dan penggunaan bahan makanan tambahan yang aman. Upaya pencegahan yang dilakukan dengan menerapkan prinsip personal hygiene dan hygiene peralatan pengolah dan penyajian makanan. 10. Pengelolaan jenazah Untuk mencegah penularan infeksi dari jenazah, RS Nur Hidayah menyediakan ruang jenazah sebagai tempat menyimpan jenazah sementara serta tempat pemulasaraan jenazah. Pasien yang dinyatakan meninggal harus segera dipindahkan ke kamar jenazah paling lama 2 jam setelah dinyatakan meninggal. Pelaksanaan pemulasaraan jenazah dilakukan oleh tim rukti jenazah RS Nur Hidayah. Apabila kamar jenazah penuh maka jenazah di tempatkan di bangsal rawat yang terpisah dengan pasien yang lain. Apabila ternyata tidak terdapat kamar yang memungkinkan pemisahan jenazah maka jenazah diletakkan di kamar rawatnya dengan penanganan kewaspadaan standar. 11. Sterilisasi dan Desinfeksi a. Sterilisasi 1) Pengertian Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat/bahan. Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan pencegahan infeksi nosokomial.
24
Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit. Sebaiknya proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan agar tercapainya : a) Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana. b) Efisiensi tenaga. c) Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya. d) Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat dipertanggung jawabkan. e) Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan peningkatan pengawasan mutu. Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah sakit adalah Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai
kegiatan
mengelola
semua
kebutuhan
peralatan
dan
perlengkapan tindakan bedah serta non bedah. Mulai dari penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda steril penyusunan dan pengeluaran barang – barang hasil sterilisasi ke unit pemakaian di RS. 2) Tekhnik sterilisasi Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan pemahaman terhadap kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat yang akan disterilkan. Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan mikroorganisme yang berasal dari berbagai macam sumber kontaminasi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari : a) Udara yang lembab atau uap air. b) Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit. c) Personalia yang di rumah sakit (kulit, tangan, rambut dan saluran nafas yang terinfeksi). d) Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan. e) Ruang yang tidak dibersihkan dan di desinfektan. f) Pasien yang telah terinfeksi. Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme ditetntukan oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi. Tehnik sterilisasi ada beberapa cara : a)
Sterilisasi dengan pemanasan : 1)
Pemanasan basah dengan Autoklaf
2)
Pemanasan kering dengan pemijatan dan udara panas. 25
3)
Pemanasan dengan bactericid.
b)
Sterilisasi dengan penyaringan.
c)
Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia.
d)
Sterilisasi dengan penyinaran.
Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan pertimbangan a) Tehnik yang murah, cepat dan sederhana. b) Hasil yang diperoleh benar – benar steril. c) Bahan yang disterilkan tidak boleh mengalami perubahan. 3) Pengawasan Suatu bahan steril yang dihasilkan selama dalam penggunaan harus dapat dijamin kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril sangat tergantung kepada tehnik sterilisasi. Pengawasan terhadap proses sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest bahan atau alat yang dianggap masih steril dengan memakai indicator fisika, kimia dan biologi tergantung pada tehnik sterilisasi yang digunakan waktu mensterilkan bahan/alat tersebut. 4) Pengujian Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian sterilisasi : a) Pemanasan sample langsung pada media pembenihan. b) Pembilasan penyaring, hasil pembilasan diinkubasikan setelah ditanam dalam media pembenihan. c) Penambahan media pembenihan paket ke dalam larutan yang akan diuji kemudian diinkubasi. Jaminan hasil penguian dapat dicapai jika pengawasan dimulai semenjak pemilihan bahan dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi yang akan dipakai sampai dengan proses penyimpanan dan pendistribusian bahan / alat yang sudah steril. b.Desinfeksi 1) Pengertian Desinfeksi adalah suatu proses baik secara kimia atau secara fisika dimana bahan yang patogenik atau mikroba yang menyebabkan penyakit dihancurkan dengan suatu desinfeksi dan antiseptic. Desinfektan adalah senyawa atau zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme yang membahayakan menginaktifkan virus. Antiseptik adalah zat – zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.
26
Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptic di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi mempunyai kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, pembuatan, penyusunan dan penyaluran desinfektan/antiseptic ke unit pemakai di rumah sakit. 2) Tekhnik desinfeksi Tehnik desinfeksi yang dilakukan tidak mutlak bebas dari mikroorganisme hidup
seperti
pada
sterilisasi
karena
desinfektan/antiseptic
tidak
menghasilkan sterilisasi. Pemilihan desinfetan yang tepat seharusnya memenuhi criteria berikut : a) Daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas yang rendah. b) Spektrum luas, dapat mematikan berbagai macam mikroorganisme. c) Dalam waktu singkat dapat mendesinfeksi dengan baik. d) Stabil selama dalam penyimpanan. e) Tidak merusak bahan yang didesinfeksi. f) Tidak mengeluarkan bau yang mengganggu. g) Desinfektannya sederhana dan tidak sulit pemakaiannya. h) Biaya murah dan persediaannya tetap ada dipasaran. Faktor yang mempengaruhi pemilihan desinfektan yaitu sifat-sifat zat kimia yang akan digunakan seperti konsentrasi, temperature, pH dan bentuk formulasinya disamping itu kepekaan mikroorganisme terhadap kerja zat kimia serta lingkungan dimana desinfektan tersebut akan digunakan. 3) Pengawasan Pengawasan desinfeksi dilakukan terhadap penggunaan desinfeksi sangat tergantung kepada pengaruh suhu, pencemaran, pH, aktifitas permukaan, jumlah mikroorganisme dan adanya zat-zat yang mengganggu pada waktu mempergunakan desinfektan.
B. Pendidikan dan Pelatihan 1. Definisi Pendidikan dan pelatihan Sumber daya Manusia bidang kesehatan yang selanjutnya disebut DIKLAT adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM. Pelatihan perlu mengembangkan suasana pembelajaran yang aktif
(active
learning ), pembelajaran kreatif (creative learning ), pembelajaran efektif (effective learning ), dan pembelajaran yang menyenangkan ( joyfull learning ). Pembelajaran yang aktif (active learning ), adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta pelatihan. Semua aktivitas pembelajaran sebagai rangkaian proses 27
belajar harus dikerjakan oleh peserta pelatihan dengan penuh rasa kesadaran dan tanggung jawab. Penetapan permasalahan, cara pemecahan, hingga penarikan kesimpulan untuk diimplementasikan dalam nilai social dan lingkungannya, seluruhnya dilakukan oleh peserta diklat. Fasilitator
dengan sedikit intervensi
terhadap aktivitas peserta diklat. Pembelajaran kreatif (creative learning ), merujuk pada terwujutnya kreativitas dan inovasi berfikir peserta diklat dalam menyatu-kaitkan perolehannya dalam belajar, sehingga mempunyai kebermaknaan. Manurut Ausuble pembelajaran ini diistilahkan dengan belajar bermakna (meaningfull learning ). Pembelajaran efektif (effective learning ), merujuk pada kuantitas dan kualitas belajar dengan periode tertentu. Pembelajaran yang efektif tentunya yang dapat mencapai tujuan secara maksimal dengan menggunakan daya dukung yang optimal. Pembelajaran yang menyenangkan ( joyfull learning ),
merujuk pada suasana
menyenangkan yang berlangsung selama pembelajaran. Suasana belajar bebas tanpa tekanan. Dengan demikian peserta diklat akan dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki. 2. Tujuan Tujuan pelaksanaan diklat antara lain: a.Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kepribadian Rumah sakit. b.Menciptakan SDM yang mampu menjadi pembaharu dan meningkatkan silaturahmi c.Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas jabatan secara professional demi terciptanya tim yang solid 3. Sasaran Sasaran Diklat adalah terwujudnya SDM yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing 4. Assessment diklat Kesalahan asesmen sering terjadi pada pelaksanaan diklat yang masih tradisional. Penentuan pencapaian kompetensi dilakukan dengan tes, peserta diklat mengerjakan seperangkat tes yang hanya menggambarkan aspek kognisi saja. Sesuai dengan rumusan kompetensi yang akan dikembangkan dalam diklat maka asesmen perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Alternative assessment . 2)
Informasi kinerja akan memberikan validitas memadai jika pemunculannya secara alami Informasi kinerja peserta muncul setiap saat, hal ini mengisyaratkan
asesmen
dilakukan
pada
setiap
saat
,
baik
awal 28
pembelajaran, proses pembelajaran, maupun setelah pembelajaran. Asesmen berprinsip pada Class Assessment. 3)
Informasi kinerja yang perlu diukur perkembangannya, meliputi berbagai aspek baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Asesmen tidak dapat menggunakan satu macam alat/cara, tetapi harus menggunakan berbagai macam alat/cara. Asesmen berprinsip pada tanpa adanya paksaan atau tekanan. Asesmen berprinsip pada Authentic assessment .
Disamping asesmen memberikan informasi untuk menentukan pencapaian kriteria kompetensi yang telah ditetapkan, asesmen hendaknya juga dapat sebagai informasi umpan balik baik pelaksana diklat, fasilitator maupun stake holder lainnya. Berbagai bentuk asesmen yang dapat dikembangkan antara lain : 1)
Tes (pilihan ganda, esai)
2)
Portofolio
3)
Performance, dll
C. Surveilans Meskipun berbagai upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit telah dilaksanakan secara optimal, agaknya infeksi nosokomial di rumah sakit akan tetap terjadi, namun demikian jumlah kejadian yang lebih sedikit. Oleh
karena
itu,
untuk
mengadakan
evaluasi
terhadap
keberhasilan
program
pengendalian infeksi nosokomial serta upaya penanggulangannya bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa, perlu dilaksanakan surveilans infeksi n osokomial di rumah sakit. Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya penyebaran penyakit pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko untuk terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting dalam proses itu. Kegiatan surveilans meliputi : 1. Merumuskan kasus / Kriteria diagnostic Kasus yang akan disurvei perlu dirumuskan atau dibuat suatu criteria diagnostic yang jelas dan teliti yang perlu ditaati secar konsisten dalam proses pengumpulan data terutama beberapa jenis penyakit infeksi yang sering terjadi di rumah sakit.. Ada beberapa rumusan kasus / criteria diagnostic yang akan dibicarakan dibawah ini : a. Infeksi luka operasi Infeksi luka operasi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada operasi bersih atau operasi bersih tercemar, atau pada infeksi dapat di kultur kuman yang berasal dari rumah sakit. Infeksi luka operasi dibedakan menjadi : 29
1)
Luka operasi superficial a) Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi. b) Dan Infeksi terjadi pada luka insisi. c) Meliputi kulit, subkutan atau otot diatas fasia. d) Salah satu criteria berikut :
Daerah luka tampak kemerahan dan/atau muncul pus pada luka
Biakan mikroorganisme positif dari cairan luka.
Ahli bedah membuka luka operasi karena ada tanda inflamasi.
2)
Luka operasi profunda a) Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari (1 bulan) setelah operasi bila tak ada implant / protheses atau infeksi terjadi dalam 1 (satu) tahun bila dipasang implant. b) Infeksi ada hubungannya dengan operasi tersebut. c) Meliputi jaringan atau rongga dibawah fasia. d) Salah satu dari criteria berikut :
Luka tampak kemerahan dan/atau Pus dari drain dibawah fasia.
Luka operasi dihisensi secara spontan atau dibuka oleh ahli bedah sewaktu pasien demam 38 0C dan atau terdapat nyeri local.
Abses atau tanda infeksi lain yang langsung terlibat waktu
pemeriksaan,
waktu
operasi
atau
secara
histopatologis. 3)
Infeksi luka operasi pada neonates a) Gejala timbul dalam 1 – 2 minggu berupa tanda – tanda radang ditempat/disekitar luka operasi seperti panas, merah, bengkak, bernanah
dan
disertai
gejala
umum
:
malas
minum,
hipotermi/hipertermi, takikardia/apnea, hipoglikemia, muntah dan sebagainya. b) Tanda – tanda infeksi terdapat dipermukaan atau lebih dalam sehingga menimbulkan gejala sepsis. c) Biakan dari nanah didapat Gram positif atau Gram negative. 4)
Infeksi luka operasi pada anak a) Ada tanda radang seperti panas, bengkak, merah dan adanya pus ditempat operasi, selulitus atau sepsis pada infeksi yang lebih dalam dengan gejala panas, muntah, anak gelisah. b) Biakan kuman : Gram positif atau Gram negative. 30
Jenis Operasi : 1) Operasi Bersih : - Operasi pada kasus non trauma. - Operasi yang tak mengenai daerah dengan tanda infeksi. - Operasi yang tak membuka respiratori, urinarius. - Umumnya luka operasi ditutup primer dan tak dipasang drain. Mis : FAM, hernia, lipoma, tiroid, internal fixasi pada fraktur – fraktur tertutup. 2) Operasi bersih tercemar : - Operasi membuka disgestivus dengan pencemaran nyata. - Operasi membuka biliair dengan empedu yang terinfeksi. - Operasi membuka urinarius dengan urine yang terinfeksi. - Operasi membuka respiratorius dengan infeksi respiratoris. - Operasi pada luka karena trauma yang bersih dan kurang dari 6 jam. Mis : Appendektomi akut dan kronis, kholesistektomi, section alta. 3) Operasi Tercemar : - Operasi membuka getivus dengan pencemaran nyata. - Operasi membuka billiard dengan empedu yang terinfeksi. - Operasi membuka urinarius dengan urine yang terinfeksi. - Operasi membuka respiratorius dengan infeksi respiratoris. - Operasi pada luka karena trauma yang bersih dan kurang dari 6 jam. Mis : Kholesistektomi pada empyeme KE, operasi membuka kolon dengan pencemaran isi usus luka tusuk tanpa menembus. 4) Operasi kotor : - Operasi perforasi digestivus, billair, urinarius, respiratosius. - Operasi yang mengenai daerah inflamaasi bakteriel. - Operasi melalui daerah bersih untuk membuka bases. - Operasi luka trauma dengan ada jaringan yang non vital/benda asing/kontaminasi
feces,
kejadian
ditempat
yang
kotor,
pertolongan/operasi dilakukan 6 jam setelah trauma. Mis : Traimatic mputasi, trauma tumpul abdomen dengan perforasi usus, trauma kotor dengan korpus alineum. b. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah dirawat. Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
Endogen perubahan flora normal. 31
Eksogen : a) prosedur yang tidak bersih / steril b) tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.
Penggolongan infeksi saluran kemih nosokomial adalah sebagai berikut: 1) Infeksi Saluran Kemih Simtomatik Dengan salah satu kriteria dibawah ini : Salah satu gejala ini : - Demam > 380C - Disuria - Nikuria (urgency) - Polakisuria - Nyeri Suprapubik. Dan biakan urin >100.000 kuman/ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme Dua dari gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik dan salah satu tanda : - Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit. - Pluria (10 lekosit/ml atau >3 lekosit/LPB) pada urine yang tidak disentrifus. - Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus. - Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril. - Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai. - Diagnosis oleh dokter. Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai. 2) Infeksi saluran kemih asimtomatik Dengan salah satu criteria dibawah ini : memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria 32
- Polakisuria - Nyeri suprapubik Biakan urin dengan jumlah >100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman. tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan >100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik 3) Infeksi Saluran Kemih lain. dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga perinefrik) dengan salah satu criteria dibawah ini : • Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai. • Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara hispatologis. • Dua dari gejala : - Demam 380C - Nyeri local pada daerah yang dicurigai. - Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan. • Dan salah satu dari tanda : - Drenase purulen dari daerah yang dicurigai. - Biakan darah positif - Radiologi terdapat tanda infeksi - Diagnosis dokter Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai • Pasien berumur <12 bulan dengan salah satu gejala : - Demam 380C - Hipotermia - Apneu - Bradikardi - Disuria - Letargi - Muntah • Dan salah satu dari tanda : - Drenase purulen dari daerah yang dicurigai. 33
- Biakan darah positif - Radiologi terdapat tanda infeksi - Diagnosis dokter Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai. 4) Infeksi Saluran Kemih pada neonates - Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh (gejala sama dengan sepsis). - Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis. - Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik. Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin. 5) Infeksi Saluran Kemih pada Anak - Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas. - Gejala : panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang – kadang diare atau kencing yang sangat berbau. - Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang. - Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli-buli. - Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda. - Diagnosis : Klinik dan laboratorik. - Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin. - Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria. c. Infeksi aliran darah primer Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut : 1) Klinis a). Untuk Dewasa dan anak >12 bulan. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
34
- Suhu >380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika. - Hipotesi, sistolik <90 mmHg. Oliguri, jumlah urin <0,5 cc/kbBB/jam Dan Semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini : - Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat lain. - Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis. CATATAN : - Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam, - Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal. b). Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab lain : - Demam >380C - Hipotermi <370C - Apnea - Bradikardi <100x/mnt Dan Semua gejala / tanda di bawah ini : - Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain. - Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis. c) Untuk Neonatus Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara enam gejala berikut : - Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (<37 0C) hipertermi (>380C) dan sklerema. - Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk. - Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali. - Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea. - Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi. - Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan. 35
Dan Semua gejala/tanda di bawah ini : - Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman. - Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain. - Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis. 2) Laboratorik Untuk orang dewasa dan anak umur >12 bulan. Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut : a). Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain. b). Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut : - Demam >380C. - Menggigil - Hipotensi - Oliguri Dan Satu diantara tanda berikut : - Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat (organ / jaringan) lain. - Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravascular (kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan sepsis. Untuk bayi <12 bulan, ditemukan satu diantara gejala berikut : - Demam >380C - Hipotermi <370C - Apnea - Bradikardi <100/mnt Dan Satu diantara tanda berikut : - Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat (organ / jaringan lain) - Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler (kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi CATATAN : Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila : a). Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
36
b). Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman. c). Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse. d. Infeksi Luka Infus Infeksi luka Infus atau Phlebitis adalah infeksi yang terjadi pada tempat tusukan infuse. Gejala yang muncul:
Peradangan atau Kemerahan pada sekitar tusukan
Adanya nyeri tekan pada daerah tusukan
Adanya panas pada daerah tusukan Adanya bengkak pada daerah tusukan
e. Infeksi tirah baring Infeksi tirah baring atau decubitus adalah luka yang terjadi karena penekanan yang terlalu lama pada suatu bagian tubuh. Berawal dari lesi sampai nekrotik tergantung kedalaman luka. Awal decubitus terjadi karena tirah baring pasif selama 2 jam atau lebih pada pasien yang mengalami imobilitas total. Gejala Stage 1 terjadi peradangan berupa kulit yang kemerahan dan panas pada bagian tubuh yang mengalami penekanan Stage 2 kulit mengelupas daerah sekitar luka kemerahan Stage 3 luka lebih dalam, mungkin terdapat jaringan necrotic Stage 4 luka sangat dalam, terdapat jaringan necrotic disertai kehilangan otot. f.
Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan atau Pnemonia merupakan peradangan jaringan atau parenkim paru-paru. Dasar diagnose pneumonia dapat berdasarkan 3 hal yaitu gejala klinis, radiologis, dan laboratorium. Ada 2 jenis pneumonia yang berhubungan dengan IRS yaitu Pneumonia yang didapatkan akibat perawatan yang lama atau sering disebut sebagai hospital acquired pneumonia (HAP) dan pneumonia yang terjadi akibat pemasangan ventilasi mekanik atau sering disebut dengan ventilator associated pneumonia (VAP). Faktor Risiko Pneumonia/VAP: - Instrumentasi sistem saluran nafas - Tindakan operasi(operasi thorax dan abdomen) - Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi (pemasangan pipa lambung, kesadaran menurun, disfagia) - Usia tua - Obesitas - Pemakaian ventilasi mekanik yang lama - Uji fungsi paru abnormal (menurunnya kecepatan expirasi) 37
Ventilator Associated Pneumoniae (VAP) Pneumonia terkait ventilator (VAP) adalah infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkhim paru dan terjadi > 48 jam setelah pemakaian ventilasi mekanik dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran nafas. Agen penyebab VAP antara lain Pseudomonas aeruginosa, Acinobacter spp, Methillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Escherichia coli, Klebsiella spp. Hospital Aqcuired Pneumonia (HAP) HAP adalah infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat di RS > 48 jam tanpa dilakukan tindakan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas bawah. HAP dapat ditandai dari onsetnya awal atau lambat. HAP onset awal, timbul dalam 4 hari pertama perawatan sering disebabkan oleh kuman M . catarrhalis, H. Influenzae dan S. pneumoniae sedangkan HAP onset lambat sering berupa gram negative atau MRSA. Virus dapat menyebabkan HAP onset awal atau lanjut sedang jamur, Pneumocystis carinii, Legionella dan kapang umumnya menyebabkan HAP onset lambat. Tanda dan gejala klinis pneumonia Minimal dari tanda dan gejala berikut ini: - demam (>380C) tanpa ditemui penyebab lainnya; - leukopenia atau leukositosis, - untuk penderta berumur > 70 tahun, adanya perubahan status mental yang tidak ditemui penyebab lainnya Dan minimal disertai 2 tanda berikut - Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum - Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea atau tachypnea - Ronki basah atau suara nafas bronkial - Memburuknya pertukan gas misal desaturasi O2 (PaO2/FiO2 < 240), peningkatan kebutuhan oksigen atau perlunya peningkatan ventilator. Tanda radiologis pneumonia Bukti adanya pneumonia secara radiologis adalah bila ditemukan > 2 foto serial didapatkan minimal 1 tanda berikut: - Infiltrat baru atau progresif yang menetap - Konsolidasi - Kavitasi - Pnuematoceles pada bayi berumur < 1 tahun Untuk bayi < 1 tahun Buruknya pertukaran gas 38
dan Minimal disertai 3 tanda berikut: - Suhu yang tidak stabil yang tidak ditemukan penyebab lainnya - Lekopeni atau lekositosis dan gambaran darah tepi terlihat pergeseran ke kiri (>10% bentuk netrofil bentuk batang) - Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya
peningatan
sekresi
pernafasan
atau
peningkatan
keperluan
penghisapan ( suctioning ) - Apneu, tachypneu atau pernafasan cuping hidung dengan retraksi dinding dada - Ronki basah kasar maupun halus - Batuk, - Bradikardi atau takikardi. Untuk anak > 1 tahun atau berumur < 12 tahun Minimal ditemukan 3 dari tanda berikut: - Demam (suhu >38,40C atau hipotermia < 36,50C) yang tidak ditemukan penyebab lainnya - Lekopeni atau lekositosis (AL > 15.000/mm3) - Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya
peningatan
sekresi
pernafasan
atau
peningkatan
keperluan
penghisapan ( suctioning ) - Onset baru dari memburuknya batuk, Apneu, tachypneu - Wheezing, ronki basah kasar maupun halus - Memburuknya pertukaran gas, misal pO2 < 94% g. Kejadian Luar biasa Kejadian luar biasa adalah kejadian infeksi yang muncul di masyarakat berdasarkan data epidemiologis dan kejadian yang tiba-tiba muncul dan/atau muncul kembali di suatu tempat di sekitar rumah sakit. 2. Pengumpulan data Data minimal yang perlu dikumpulkan antara lain adalah nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor rekam medik, nama ruang, tanggal kejadian. Data lain dapat dikumpulkan hanya apabila akan dilakukan analisis, kadang – kadang dicatat juga diagnosis primer invasive yang dilakukan sebelum terjadi infeksi dan antibiotika yang diberikan. a. Pengumpulan data monitoring pengendalian infeksi nosokomial •
Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka infus (phlebitis) : 1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang terpasang infus dan setiap mengganti infus pada format monitoring infus pasien rawat inap. 2). Perawat mencatat kejadian infeksi luka infus pada format yang tersedia. 39
3). Tiap awal bulan kepala ruang / anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka infus. 4). Kepala ruang melaporkan bagian Keperawatan dan PPI. 5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu. •
Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka operasi : 1). Perawat OK/ruangan mempunyai pengetahuan tentang Operasi Bersih, Operasi Bersih Terkontaminasi dan operasi kotor. 2). Perawat OK mengisi lembar monitoring operasi terhadap semua pasien yang dilakukan tindakan operasi. 3). Perawat ruangan memonitor tanda – tanda infeksi yang terjadi pada luka operasi bersih selama dirawat di rumah sakit. 4). Perawat mencatat kejadian infeksi luka operasi bersih pada format yang tersedia. 5). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka operasi bersih. 6). Kepala ruangan melaporkan kepada PPI. 7). PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Forum mutu RS Nur Hidayah.
Pelaksanaan pengumpulan data untuk angka kejadian decubitus : 1). Perawat pelaksana melakukan pencatatan kegiatan alih baring pada form monitoring tirah baring pasien 2). Perawat pelaksana mencatat pasien yang terpapar decubitus pada format yang disediakan 3). Perawat mencatat kejadian decubitus pada format yang tersedia . 4). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian decubitus. 5). Kasubbag ranap melaporkan kejadian kepada Bagian Keperawatan dan PPI. 6). PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Forum mutu.
•
Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi post tindakan di IGD atau Poliklinik : 1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi tindakan. 2). Perawat mencatat kejadian infeksi post tindakan pada format yang tersedia. 3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi post tindakan. 4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI. 5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.
•
Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi Saluran kencing : 1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi saluran kencing. 40
2). Perawat mencatat kejadian infeksi saluran kencing pada format yang tersedia. 3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi saluran kencing. 4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI. 5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu. •
Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi epidemic dan kejadian luar biasa : 1). Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi epidemic dan kejadian luar biasa. 2). Perawat mencatat kejadian epidemic dan kejadian luar biasa pada format yang tersedia. 3). Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi epidemic dan kejadian luar biasa. 4). Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI. 5). PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.
b. Sekretaris dan anggota PPI : 1). Mengevaluasi laporan/data monitoring pengendalian infeksi yang sudah tersedia. 2). Membuat analisa outbreak infeksi bersama-sama dengan perawat dan dokter. 3). Membuat kesimpulan terjadinya infeksi kepada forum mutu. 4). Membuat laporan rekapitulasi infeksi nosokomial setiap 6 bulan. 5). Untuk KLB (Kejadian Luar Biasa) dilaporkan setiap saat / setiap kejadian. c. Direktur menerima laporan dari PPI melalui forum mutu dan menindak lanjuti laporan tersebut. 3. Penyebaran data / informasi Data infeksi nosokomial yang sudah tersedia dan di analisa oleh PPI di lakukan evaluasi setiap bulan dan di analisis ulang minimal dalam 2 tahun sekali. Setelah ada tindak lanjut dari Direktur, laporan di sebarluaskan atau di informasikan ke PPI, dan bagian terkait. Laporan KLB dilaporkan ke dinas kesehatan segera setelah terjadi kejadian. Laporan kejadian PPI dilaporkan secara periodic minimal 1 kali dalam 1 tahun ke dinas kesehatan setempat. D. Penggunaan Obat Antibiotik secara Rasional Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia sampai saat ini, oleh akrena itu antibiotic masih tetap diperlukan. Perkembangan yang pesat di bidang Farmasi mengingkatkan produksi obat – obatan baru khususnya antibiotic. Produksi antibiotic yang meningkat menyebabkan banyaknya antibiotic yang beredar dipasaran baik dalam jumlah, jenis maupun mutu. Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka perlu dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic 41
yang tidak rasional akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien. Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit tentang pengaturan penggunaan antibiotic agar dapat menekan serendah – rendahnya efek yang merugikan dalam pekamaian / penggunaan antibiotic. 1. Tujuan Untuk membudayakan penggunaan antibiotic secara rasional di rumah sakit sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit dengan tidak mengurangi tanggung jawab professional dari dokter dan apoteker dalam pengobatan terhadap pasien. 2. Prinsip penggunaan antibiotic pemilihan antibiotic hendaknya didasarkan atas pertimbangan berbagai factor yaitu spectrum antibiotic, efektifitas, sifat – sifat farmakokinetik, keamanan, pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super infeksi dan harga yang terjangkau. Arti penting dari pertimbangan factor – factor ini tergantung dari derajat penyakit dan tujuan pemberian antibiotic apakah untuk profilaksis atau untuk terapi. Diagnose penyebab infeksi sedapat mungkin ditegakkan melalui tata laksana pemeriksaan mikrobiologi klinik yang relevan beserta interprestasi antibiogram yang memadai dan informasi klinik/farmasi klinik mengenai jenis – jenis antibiotic yang tersedia. Idealnya setiap pasien infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis yaitu pembuatan sediaan Gram, kultur kuman dan uji kepekaannya untuk menunjang diagnose klinis dan pemberian pengobatan yang tepat. Kultur kuman dan uji kepekaan terhadap antibiotic harus dilakukan pada penyakit – penyakit berikut : sepsis, meningitis, peritonitis, salmonelosis, sigelosis, keracunan makanan karena bakteri, ISPA, tuberculosis dan kandidiasis. Pengambilan spesiman pemeriksaan mikrobiologis dilakukan sebelum pengobatan. Dalam hal uji biakan dan uji kepekaan kuman belum ada hasilnya atau tidak bisa dikerjakan, pemilihan antibiotika ditentukan berdasarkan penilaian klinik penderita, jadi bukan semata – mata atas dasar hasil biakan kuman. 3. Pemberian antibiotic a. Profilaksis 1) Bedah 2) medik b. Terapiutik 1) Empiric 2) Definitive 42
Pada antibiotic profilaksis bedah tujuan utama adalah untuk mengurangi terjadinya ILO dengan mengupayakan konsentrasi antibiotic yang mematikan mikroorganisme pada saat sayatan dimulai sampai operasi selesai. Secara spesifik antibiotic profilaksis bedah adalah untuk mencegah : • Infeksi yang sering terjadi. • Ter jadi infeksi local yang berat (pada protesis sendi, protesis vaskuler). • Kemungkinan terjadinya infeksi sistemik yang berat pada pasien yang beresiko tinggi. • Kemungkinan infeksi fatal (operasi penggantian katup jantung). Syarat pemberian profilaksis adalah antibiotic yang tepat, harus diberikan dalam jangka waktu yang tepat pada lokasi yang tepat dan konsentrasi yang tepat. Antibiotik haus diberikan dengan cara yang tepat tidak boleh mengganggu pasien atau lingkungannya, tidak boleh menyebabkan kekebalan dan harganya murah. Dalam memilih antibiotic profilaksis hendaknya diperhatikan hal – hal sebagai berikut • Spektrum bakterisida. • Kemungkinan resistensi • Cara pemberian dan penyerapannya. • Konsentrasi pada lokasi infeksi. • Lama bekerja • Metabolisme • Bukti klinis yang baik • Toksisitas yang rendah • Efek samping • Harga.
43
BAB V
LOGISTIK
Agar program PPI dapat berjalan dengan baik, diperlukan beberapa peralatan yang dapat melindungi person dari infeksi baik dari pasien ke petugas, pasien ke pasien lain, maupun pasien ke keluarga pasien. Beberapa logistic yang diperlukan dalam program PPI antara lain: 1. Hand hygiene Penjelasan tentang hand hygiene diatur dalam panduan hand hygiene RS Nur Hidayah 2. Alat pelindung diri Penjelasan tentang APD diatur dalam panduan APD RS Nur Hidayah 3. Pengelolaan limbah rumah sakit Penjelasan tentang pengaturan limbah RS di atur dalam panduan pengelolaan limbah B3 RS Nur Hidayah.
Pengadaan logistic PPI di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bagian yang terkait.
44
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. hak pasien 2. mendidik pasien dan keluarga 3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan 5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. mendidik staf tentang keselamatan pasien 7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Enam sasaran keselamatan pasien (SKP) adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut : Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Sasaran III : peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert ) Sasaran IV : kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Sasaran keselamatan pasien dalam program PPI merupakan uraian dari SKP V antara lain: 1.hand hygiene hand hygiene sebagai kewaspadaan standar untuk pencegahan transmisi infeksi dari seorang person ke person yang lain di jadikan standar baku dalam upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi. 2.Alat pelindung diri Setiap petugas harus memakai alat pelindung diri sebagai barier awal pencegahan infeksi. Selain itu, keluarga dan pasien juga perlu dipahamkan tentang alat pelindung diri agar tidak terjadi infeksi nosokomial.
45
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajad karyawan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik mental dan social yang setinggi-tingginya bagi karyawan pada semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan karyawan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan terhadap karyawan dalam pekerjaannya dari resiko akibat factor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan karyawan dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. B. Tujuan Terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS C. Sasaran Sasaran K3 RS meliputi: 1. Rumah sakit 2. Karyawan RS 3. Pasien dan pengunjung RS D. Identifikasi sumber bahaya Bahaya potensial yang mugkin muncul: No. Bahaya potensial
lokasi
Karyawan
yang
berpotensi 1
HIV, B,
Hepatitis UGD, OK, poli gigi,
non-A
dan
laboratorium, linen
Dokter,
dokter
gigi,
perawat, analis, sanitasi
non-B
dan petugas linen
2
Cytomegalovirus
VK, ruang anak
Dokter dan perawat
3
Rubella
Ruang ibu dan anak
Dokter dan perawat
4
Tuberculosis
Bangsal laboratorium,
perawatan, Dokter, perawat, analis, ruang
fisioterapis
isolasi E. Penyelenggaraan Pelaksanaan program K3 RS disesuaikan dengan peraturan K3 RS yang berlaku di RS Nurhidayah F. Evaluasi Monitoring pelaksanaan K3 RS dilakukan secara periodic dan kontinyu
46
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
A. Monitoring Monitoring yang diilaksanakan pada program PPI antara lain 1. Pelaporan kejadian tidak diinginkan 2. Pelaporan kejadian phlebitis pada pasien rawat inap 3. Pelaporan kejadian decubitus pada pasien rawat inap 4. Pelaporan kejadian infeksi sistemik (sepsis) pada pasien rawat inap 5. Pelaporan kejadian infeksi post tindakan UGD atau poliklinik 6. Pelaporan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan pemasangan dower cateter 7. Pelaporan kejadian infeksi luka post operasi 8. Pelaporan Kejadian Luar Biasa B. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk menindaklanjuti adanya kejadian infeksi di rumah sakit berdasarkan pada hasil surveilans. Tindak lanjut terhadap penanganan dan pencegahan infeksi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bagian terkait.
47
BAB IX
PENUTUP
Pedoman yang dicantumkan merupakan prosedur baku yang harus dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya dan dana masih merupakan kendala di RS Nur Hidayah. Namun keterbatasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus dberikan kepada pasien. Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan memeiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap rumah sakit. Perbaikan dan pengembangan pada pedoman ini dilaksanaan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan serta kondisi rumah sakit yang selalu mengalami perubahan. Perlu adanya dukungan dari masing-masing bagian agar program PPI RS Nurhidayah dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
48