BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah ilmu pengetahuan mengenai penerapan teknologi struktur . Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan struktur yang makin lama semakin canggih dengan bantuan teknologi yang selalu berkembang. Dimana salah satu perkembangan teknologi yang paling berkembang adalah teknologi beton precast. Hal ini berbanding lurus dengan adanya peningkatan yang pesat dalam penggunaan teknologi precast. Akan tetapi, penggunaan teknologi precast tersebut harus didukung dengan perencanaan yang matang untuk menghasilkan produk yang optimal dan tepat guna sehingga tidak terjadi pelanggaran dalan aturan struktur gedung bertingkat sesuai Standart Nasional Indonesia (SNI) yang telah di tetapkan. Diperlukan Perencanaan dan penanganan secara serius untuk kendala dan resiko kegagalan produk precast. Untuk menangani masalah tersebut maka dalam perencanaan harus didukung dengan data-data yang spesifik dan pedoman pelaksanaan pekerjaan beton bertulang yang sesuai diindonesia. Proyek pembangunan Gedung Kantor Landmark Pluit ini merupakan salah satu gedung bertingkat dengan konsep super blok dengan waktu pelaksanaan yang relatif singkat dengan tingkat kesulitan yang tinggi, salah satunya adalah cuaca dan kondisi tanah yang kurang mendukung untuk dilaksanakan pekerjaan bekisting konvensional maka dalam proyek ini direncanakan untuk menggunakan bekisting precast untuk mengatasi beberapa kendala yang muncul dalam pelaksanaan proyek .
1
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, antara lain: Mengetahui Efektivitas penerapan Metode Analisis Pertukaran Waktu dan Biaya (Time Cost Trade Off Analysis) dapat digunakan untuk penyelesaian masalah keterlambatan di suatu proyek konstruksi
C. Metodologi 1. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan membaca buku, jurnal, atau referensi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. 2. Wawancara Wawancara dapat didefinisikan sebagai “Suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seorang autoritas (seorang ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah)(4). Sedangkan menurut sifat pengumpulan data dalam penulisan Tugas Akhir ini termasuk data sekunder. Data sekunder dapat didefinisikan sebagai “Data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data ekunder berasal dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya, artinya melewati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri.(7) I.4
Batasan Masalah Mengingat banyaknya masalah pondasi yang timbul dalam proyek penyusunan Tugas
Akhir ini serta keterbatasan data-data maupun ilmu yang dikuasai, maka perlu dipakai batasan masalah yang meliputi: 1. Perencanaan pondasi pilecap dan tiebeam dibahas
2
2. Pengolahan data dilapangan dan data laboratorium tidak dibahas 3. Rencana Anggaran Biaya tidak dibahas. I.5
Sistematika Pembahasan Bab I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang, tujuan, serta ruang lingkup
yang membatasi hal-hal yang akan dikaji dan dilakukan dalam penelitian. Kemudian Bab II Tinjauan Pustaka, yang berisikan tentang dasar-dasar yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Studi literatur terdiri dari data teknis, perhitungan struktur serta metode yang akan digunakan. Dilanjutkan ke Bab III Landasan Teori, membahas tentang penjelasan pengerjaan penelitian ini dari awal hingga akhir yang akan dilakukan secara sistematis atau berurutan. Metodologi mencakup hal-hal yang akan digunakan dalam penelitian. Serta Bab IV Pembahasan Precast Bekisting Pilecap dan Tie Beam, bagian ini berisi tentang pembahasan mengenai perencanaan, sampai dengan pelaksanaan pekerjaan precast bekisting pilecap dan tie beam. Dilanjutkan ke Bab V Penutup,yang berisikan kesimpulan hasil penelitian dan sara-saran untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRECAST Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relative terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, control kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka. Sistem beton Precast adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era ini. Pada dasarnya system ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Keunggulan system ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi dan pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Sistem Precast telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem Precast yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.
II.2 PERKEMBANGAN SISTEM PRECAST DI DUNIA Sistem Precast berkembang mula-mula di negara Eropa. Struktur Precast pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton PRECAST untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Tahun 1912 beberapa 4
bangunan bertingkat menggunakan system Precast berbentuk komponen-komponen, seperti dinding .kolom dan lantai diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann. Struktur komponen Precast beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll. Sstem Precast taha gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yangdikenal sebagai negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentang system Precast tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS ( Precast seismic Structure System).
II.3 PERKEMBANGAN SISTEM PRECAST DI INDONESIA Indonesia telah mengenal system Precast yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem Precast semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000).
II.4 DEFENISI PRECAST CONCRETE ( BETON PRECAST ) Precast Concrete Beton Precast adalah suatu metode percetakan komponen secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop dengan memberi waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan sebelum dipasang. Precast Concrete atau Beton pra-cetak menunjukkan bahwa komponen struktur beton tersebut : tidak dicetak atau dicor ditempat komponen tersebut akan dipasang. Biasanya ditempat lain, dimana proses pengecoran dan curing-nya dapat dilakukan dengan baik dan mudah. Jadi komponen beton pra-cetak dipasang sebagai komponen jadi, tinggal disambung dengan bagian struktur lainnya menjadi struktur utuh yang terintegrasi. 5
Karena proses pengecorannya di tempat khusus (bengkel frabrikasi), maka mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan keuntungan, maka beton pra-cetak hanya akan diproduksi jika jumlah bentuk typical-nya mencapai angka minimum tertentu, sehingga tercapai break-event-point-nya. Bentuk typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif, dalam jumlah besar.
II.5 PERMASALAHAN UMUM PADA PENGEMBANGAN SISTEM PRECAST Ada 5 masalah utama dalam pengembangan system Precast : 1. Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak arsitektur dan mekanikal/elektrikal/plumbing. 2. Sistem ini relative baru. 3. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan system Precast yang telah ada. 4. Keandalan sambungan antarkomponen untuk system Precast terhadap beban gempa yang selalu menjadi kenyataan. 5. Belum adanya pedoman perencanaan khusus mengenai tata cara analisis, perencanaan serta tingkat kendala khusus untuk system Precast yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi
II.6 SISTEM PRECAST BETON Pada pembangunan struktur dengan bahan beton dikenal 3 (tiga) metode pembangunan yang umum dilakukan, yaitu system konvensional, system formwork dan system Precast. Sistem konversional adalah metode yang menggunakan bahan tradisional kayu dan triplek sebagai formwork dan perancah, serta pengecoran beton di tempat. Sistem formwork
6
sudah melangkah lebih maju dari system konversional dengan digunakannya system formwork dan perancah dari bahan metal. Sistem formwork yang telah masuk di Indonesia, antara lain System Outinord dan Mivan. Sistem Outinord menggunakan bahan baja sedangkan Sistem Mivan menggunakan bahan alumunium. Pada system Precast, seluruh komponen bangunan dapat difabrikasi lalu dipasang di lapangan. Proses pembuatan komponen dapat dilakukan dengan kontol kualitas yang baik.
II.7 SISTEM KONEKSI 1. SAMBUNGAN Pada umumnya sambungan – sambungan bisa dikelompokkan sebagai berikut : a. Sambungan yang pada pemasangan harus langsung menerima beban ( biasanya beban vertical ) akibat beban sendiri dari komponen . b. Sambungan yang pada keadaan akhir akan harus menerima beban-beban yang selama pemasangan diterima oleh pendukung pembantu. c. Sambungan pada mana tidak ada persyaratan ilmu gaya tapi harus memenuhi persyaratan lain seperti : kekedapan air, kekedapan suara. d. Sambungan-sambungan tanpa persyaratan konstruktif dan semata-mata menyediakan ruang gerak untuk pemasangan .
2. IKATAN Cara mengikatkan atau melekatkan suatu komponen terhadap bagian komponen konstuksi yang lain secara prinsip dibedakan sebagai berikut :
7
A. Ikatan Cor ( In Situ Concrete Joint ) Penyaluran gaya dilakukan lewat beton yang dicorkan •
Diperlukan penunjang / pendukung pembantu selama pemasangan sampai beton cor mengeras
•
Penyetelan berlangsung dengan bantuan adanya penunjang / pendukung pembantu. Toleransi penyusutan „ diserap „ oleh Coran Beton.
B. Ikatan Terapan Cara menghubungkan komponen satu dengan yang lain secara “lego” (permainan balok susun anak-anak) disebut Iaktan Terapan. Dimulai dengan cara hubungan “ PELETAKAN “, kemudian berkembang menjadi “ Saling Menggigit “. •
Proses pemasangan dimungkinkan tanpa adanya pendukung / penunjang pembantu.
C. Ikatan Baja Bahan pengikat yang dipakai : Plat baja dan Angkur. Sistem ikatan ini dapat dibedakan sebagai berikut : • Menyambung dengan cara di las ( Welded Steel ) • Menyambung dengan Baut / Mur / Ulir ( Corbel Steel ) Catatan : a. Harga dari profil baja sebagai pengikat tinggi b. Mungkin dilaksanakan tanpa pendukung / penunjang c. Harus dilindungi dari : korosi, api dan bahan kimia. Dengan Mortar / In Situ concrete Joint sebagai pelindung / Finishing ikatan.
8
D. Ikatan Tegangan Merupakan perkembangan lebih jauh dari ikatan baja dengan memasukan unsure Post Tensioning dalam system koneksi. •
Memerlukan penunjang / pendukung Bantu selama pemasangan
•
Perlu tempat / ruang yang relatuf besar untuk Post Tensioning
•
Angker cukup mahal
3. SIMPUL a. Merupakan kunci dalam struktur yang memakai komponen pra – cetak dan merupakan tempat pertemuan antara 2 atau lebih komponen struktur. b. Secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut : I. Simpul Primer Pertemuan yang menghubungkan kolom dengan balok dan juga terhadap plat lantai. Disisni beban dari plat akan diteruskan ke pendukung-pendukung vertical. II. Simpul Pertemuan Kolom Pertemuan dimana beban-beban vertical dan sesewaktu momen-momen juga disalurkan. III. Simpul Penyalur Sekunder-Primer ( Pelat Balok ) Untuk menyalurkan beban vertical IV. Simpul Pendukung sesama Plat / dengan Balok dan Kolom Untuk menyalurkan beban horizontal dalam bentuk tegangan tekan – tarik dan geser V. Simpul yang Mampu Menahan Momen Yang secara statis bisa membentuk komponen pendukung tapi oleh alasan tertentu. Misal : Transportasi dibuat terdiri dari 2 atau lebih bagian
9
II.8 PEMBUATAN BETON PRECAST Proses produksi/pabrikasi beton Precast dapat dibagi menjadi tiga tahapan berurutan yaitu :
Tahap Design Proses perencanaan suatu produk secara umum merupakan kombinasi dari ketajaman melihat peluang, kemampuan teknis, kemampuan pemasaran. Persyaratan utama adalah struktur harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan pada masa layannya.
Tahap Produksi Beberapa item pekerjaan yang harus dimonitor pada tahap produksi : a. Kelengkapan dari perintah kerja dan gambar produk b. Mutu dari bahan baku c. Mutu dari cetakan d. Mutu atau kekuatan beton e. Penempatan dan pemadatan beton f. Ukuran produk g. Posisi pemasangan h. Perawatan beton i. Pemindahan, penyimpanan dan transportasi produk j. Pencatatan ( record keeping )
10
Tahap produksi terdiri dari : a. Persiapan b. Pabrikasi tulangan dan cetakan c. Penakaran dan pencampuran beton d. Penuangan dan pengecoran beton e. Transportasi beton segar f. Pemadatan beton g. Finishing / repairing beton h. Curing beton
Tahap Pascaproduksi Terdiri dari tahap penanganan ( handling ), penyimpanan ( storage ), penumpukan ( stacking ), pengiriman ( transport dan tahap pemasangan di lapangan ( site erection ) Yang perlu diperhatikan dalam system transportasi adalah : •
Spesifikasi alat transport : lebar, tinggi, beban maks, dimensi elemen
•
Route transport : jarak, lebar jalan, kepadatan lalu lintas, ruang bebas bawah jembatan, perijinan dari instansi yang berwenang.
Pemilihan alat angkut dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : •
Macam komponennya : linier atau plat.
•
Ketinggian alat angkat : berhubungan dengan ketinggian bangunan yang akan dibangun.
•
Berat komponen : berdasarkan beban maksimum.
•
Kondisi local : pencapaian lokasi dan topografi.
•
Menurut tempat pembuatan beton Precast dibagi 2 yaitu :
•
Dicor di tempat disebut Cast In Situ
11
•
Dicor di pabrik
•
Menurut perlakuan terhadap bajanya dibagi 2 yaitu :
•
Beton Precast biasa
•
Beton prategang Precast
•
Ada 2 prinsip yang berbeda pada beton prategang ;
•
Pre-tensioned Prestressed Concrete
•
Post-tensioned Prestressed Concrete
II.9 Metode Membangun dengan Konstruksi Precast a. Serangkaian kegiatan yang dilakukan pada proses produksi adalah : 1. Pembuatan rangka tulangan 2. pembuatan cetakan 3. Pembuatan campuran beton 4. Pengecoran beton 5. Perawatan ( curing) 6. Penyempurnaan akhir 7. Penyimpanan
Transportasi Dan alat angkut Transportasi adalah pengangkatan elemen Precast dari pabrik ke lokasi pemasangan. Sistem transportasi berpengaruh terhadap waktu, efisiensi konstruksi dan biaya transport. Yang perlu diperhatikan dalam system transportasi adalah : •
Spesifikasi alat transport
•
Ronte transport
•
Perijinan 12
Alat angkat yaitu memindahkan elemen dari tempat penumpukan ke posisi penyambungan ( perakitan ). Peralatan angkat untuk memasang beton Precast dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Crane mobile b. Crane teleskopis c. Crane menara d. Crane portal Pelaksanaan Konstruksi ( Ereksi ) Metode dan jenis pelaksanaan konstruksi precast diantaranya adalah : a) Dirakit per elemen b) Lift – Slab system Adalah pengikatan elemen lantai ke kolom dengan menggunakan dongkrak hidrolis. Prinsip konstruksinya sebagai berikut : a. Lantai menggunakan plat-plat beton bertulang yang dicor pada lantai bawah b. Kolom merupakan penyalur beban vertical dapat sebagai elemen Precast atau cor di tempat. c. Setelah lantai cukup kuat dapat diangkat satu persatu dengan dongkrak hidrolis. c) Slip – Form System d) Pada system ini beton dituangkan diatas cetakan baja yang dapat bergerak memanjat
ke
atas
mengikuti
penambahan
ketinggian
dinding
yang
bersangkutan. e) Push – Up / Jack – Block System
13
f) Pada system ini lantai teratas atap di cor terlebih dalu kemudian diangkat ke atas dengan hidranlic – jack yang dipasang di bawah elemen pendukung vertical. g) Box System h) Konstruksi menggunakan dimensional berupa modul-modul kubus beton.
II.10 PRINSIP KONSTRUKSIONAL Berikut prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk desain struktural : 1. Struktur terdiri dari sejumlah tipe-tipe komponen yang mempunyai funfgsi seperti balok, kolom, dinding, plat lantai dll 2. Tiap tip[e komponen sebaiknya mempunyai sedikit perbedaan 3. Sistem sambungan harus sederhana dan sama satu dengan yang lain, sehingga komponen-komponen tersebut dap[at dibentuk oleh metode yang sama dan menggunakan alat Bantu yang sejenis 4. Komponen harus mampu digunakan untuk mengerjakan beberapa fungsi 5. Komponen-komponenharus cocok untuk berbagai keadaan dan tersedia dalam berbagai macam-macam ukuran produksi 6. Komponen –komponen harus mempunyai berat yang sama sehingga mereka bias secara hemat disussun dengan menggunakan peralatan yang sama Ada tiga macam konstruksi prefabrikasi : 1. Pembuatan didalam sebuah pabrik, dimana komponen-komponen mudah untuk dibuat dan nyaman untuk pengangkutan 2. Pembuatan pada site dengan menggunakan alat-alat6 mekanik 3. Rangkaian dari komponen dirakit ke dalam komponen-komponen yang lebih luas
14
II.11 KLASIFIKASI SISTEM PRECAST COCRETE Sistem Precast dibagi menjadi dua kategori yaitu : a. sebagai Komponen Struktur Tiang pancang beton dan system sambungan •
Ada beberapa bentuk dari tiang pancang. Bentuk yang paling umum adalah persegi massif, karena paling mudah dibuat. Varian lain adalah bentuk bulat berongga (spinning) dalam cetakan yang berbentuk bulat. Pelat Lantai Precast
•
Pada tahun 1984, komponen Precast lantai mulai dikenal di Indonesia pada pembangunan menara BDNI. Bentuk yang umum digunakan adalah pelat prategang berongga (hollow core slab).
•
Girder jembatan dan Jalan Layang Komponen ini sangat popular karena jelas lebih mudah bibandingkan struktur baja.
Varian pertama berbentuk void slab, dengan system prategang pratarik, varian berbentu I , dengan system prategang pascatarik, varian berbentuk Y, varian berbentuk box dengan system prategang pascatarik. •
Turap Adalah struktur geoteknik yang fungsinya menanam perbedaan tinggi tanah,
misalnya pada struktur galian, kolam atau timbunan. •
Bantalan Rel Sejak jaman Belanda bahan kayu popular digunakan unytuk bantalan rel.
b. Sebagai system struktur •
Sistem Waffle Crete (1995) Sistem ini termasuk katagori system dinding pemikul dengan komponen Precast
berupa panel lantai dan panel dinding beton bertulang yang disambung dengan baut baja.
15
•
Sistem Column-Slab (1996) Keunggulan system ini terletak pada perencanaan struktur elemen dan kepraktisan
pemasangannya. Pemasangan ini sangat cepat yaitu dua hari perlantai bangunan. •
Sistem L Shape Wall (1996) Komponen utamanya adalah dinding Precast beton bertulang L, yang berfungsi juga
sebagi dinding pemikul. •
Sistem All Load Bearing Wall (1997) Komponen Precastnya adalah komponen dinding dan lantai beton bertulang massif
setebal 20 cm, merupakan system dinding pemikul. •
Sistem Bangunan Jasubakim (1998) Sistem ini termasuk kategori system Precast komposit hybrid berbentuk langka.
Sistem ini mengkombinasikan monolit konversional, formwork dan Precast. Komponen Precast ini selain bersifat struktur juga berfungsi sebagai formwork dan perancah untuk beton cor di tempat. •
Sistem Bresphaka(1999) Ciri khas system ini adalah menggunakan bahan beton ringan untuk komponen
kolom dan balok.Bahan beton ringan utamanya adalah agregat kasar yang terbuat dari bahan abu terang. Ciri khas yang lain adalah kolom berbentuk T serta komponen lainnya adalah balok dan pelat. •
Sistem, Cerucuk Matras Beton Solusinya dengan menggunakan system cerucuk matras beton yang dapat dipasang
sedalam yang direncanakan dengan melakuakn penyambungan, sehinnga dapat diperoleh daya dukung, penurunan dan tingkat kestabilan yang diinginkan.
16
II.12 KOMPONEN STRUKTUR YANG SERING DIGUNAKAN Ada beberapa tipe Precast Concrete yang sering digunakan saat ini,yaitu sebagai berikut : A. Pelat lantai pre-cast (hollow-core slab) Penggunaan produk precast concrete sebagai pelat lantai, relatif sudah banyak dijumpai disini. Dengan digunakan precast maka pemakaian bekisting dan perancah akan berkurang drastis sehingga dapat menghemat waktu pelaksanaan. Salah satu produk precast untuk lantai adalah adalah precast hollow core slab. Sistem precast hollow core slab menggunakan sistem pre-tensioning dimana kabel prategang ditarik terlebih dahulu pada suatu dudukan khusus yang telah disiapkan dan kemudian dilakukan pengecoran. Oleh karena itu pembuatan produk precast ini harus ditempat fabrikasi khusus yang menyediakan dudukan yang dimaksud. Adanya lobang dibagian tengah pelat secara efektif mengurangi berat sendirinya tanpa mengurangi kapasitas lenturnya. Jadi precast ini relatif ringan dibanding solid slab bahkan karena digunakannya pre-stressing maka kapasitasnya dukungngya lebih besar. Keberadaan lobang pada slab tersebut sangat berguna jika diaplikasikan pada bangunan tinggi karena mengurangi bobotnya lantai. Bayangkan saja, untuk solid slab, tebal 120 mm saja maka beratnya adalah sekitar 288 kg/m2 hampir sama dengan berat beban hidup rencana untuk kantor yaitu 300 kg/m2. Padahal kontribusi kekuatan pelat hanya untuk mendukung pembebanan tetap saja (DL + LL). Bahkan karena beratnya tersebut akan menjadi penyumbang utama besarnya gaya gempa. Jadi jika berat lantai berkurang maka beban gempa rencananya juga kurang. Dengan demikian penggunaan lantai precast yang ringan juga mengurangi resiko bahaya gempa.
17
B. Dinding Luar ( Skin-wall ) Industri konstruksi semakin bergairah dengan adanya produk precast concrete yang dapat dipasang cepat dan kualitasnya sangat baik. Tidak hanya dari sisi struktur, yaitu kekuatan dan kekakuannya saja, tetapi juga dari sisi arsitekturalnya yaitu penampakan luar (keindahan). Oleh karena itu, arsitek yang berorientasi maju pasti akan memikirkan alternatif pemakaian produk precastuntuk bangunan rancangannya. Bagaimana tidak, dengan digunakannya precast maka semua komponen yang seharusnya dikerjakan di atas bangunan sehingga susah dijangkau arsitek untuk diawasi maka dapat dilakukan di bawah sehingga si arsitek dengan leluasa mengawasi kualitas produk yang akan dipasangnya. Kecuali itu, umumnya produk precast adalah untuk komponen-komponen yang berulang (repetitif) sehingga prosesnya seperti halnya industri pada umumnya, dibuat satu dulu sebagai contoh, jika memuaskan akan dikerjakan lainnya dengan kualitas yang sama. Untuk produk precast, yang sangat berperan adalah teknology yang digunakannya. Siapa yang membuatnya. Tidak hanya perencanaannya saja yang harus bagus tetapi juga perlu pelaksanaan yang baik. Precast for finishing, yang diperuntukkan untuk keindahan, yang terlihat dari luar untuk ditampilkan, jelas lebih sulit dibanding produk precast yang sekedar untuk komponen struktur saja. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan, misalnya : ketahanan terhadap cuaca (tidak retak, keramik lepas atau berubah warna), kebocoran terhadap air hujan (teknologi karet sealant, seperti yang terpasang pada pintu mobil), presisi yang tinggi, juga detail yang benar dari takikan-takikan yang dibuat agar air yang menimpanya selama bertahun-tahun tidak meninggalkan jejak yang terlihat dari luar, juga detail sambungan dengan bangunan utamanya, bagaimana mengantisipasi deformasi bangunan yang timbul ketika ada gempa dll-nya tanpa mengalami degradasi kinerja dan lainnya.
18
C. Komponen Tangga ( Precast Stair ) D. Transportasi Jalan Raya ( Road Transportation ) •
Transportasi jalan raya sangat cocok untuk skala pembangunan dengan site yang luas
•
Sangat tergantung pada persyaratan legal Negara setempat khususnya dalam persyaratan : lebar, ketinggian, panjang dan beban objek yang diangkut
•
Desain yang dibuat harus mempertimbangkan keadaan ini. Apabila komponen tidak memenuhi maka ia membutuhkan biaya tambahan dalam kesulitan transportasi disamping membutuhkan pengawalan khusus petugas jalan raya
•
Panjang maximum unit precast yang diisyaratkan dalam satu angkutan tidak melebihi 30 m
•
Transportasi angkutan yang rendah ( biasanya untuk panel dinding dan lantai memiliki kemampuan angkut 250 ton
•
Untuk objek angkut panel dinding dan lantai sangat cocok menggunakan kendaraan yanmg dilengkapi dengan kerangka khusus yang dapat mendukung dan melindungi objek angkut.
•
Untuk objek yang panjang dan beban yang lebih besar dapat menggunakan dua gerobak yang dihubungkan oleh beton precast itu sendiri.
II.13 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PRECAST CONCRETE Prinsip dari sistem Precast ini adalah dicetak atau dicor terlebih dahulu sebelum di install. Berbicara tentang sistem precast maka hal pertama untuk dijadikan pertimbangan memakai sistem ini adalah bentuk yang tipikal dan jumlah yang banyak. Contoh pekerjaan yang sering dibuat menggunakan sistem precast antara lain, saluran air, balok, anak tangga dan pekerjaan - pekerjaan yang sifatnya berulang dan banyak. 19
Keuntungan menggunakan sistem Precast antara lain waktu yang lebih efisien, memang sangat efisien jika jenis pekerjaannya tipikal. Sementara pekerjaan precast disiapkan kita bisa bekerja untuk bagian yang lain. Selain memiliki kelebihan sistem ini juga memiliki kekurangan, antara lain system precast memerlukan analisa yang lebih rumit dibanding dengan cetak langsung ditempat. Kita harus memperhitungkan sistem sambungan, pertemuan tulangan apakah sudah memenuhi panjang penyaluran atau belum serta saat perencanaan sudah harus memikirkan lokasi pembuatan sistem pengangkutan dan sistem istallasi. a. Keuntungan Beton Precast •
Pengendalian mutu teknis dapat dicapai, karena proses produksi dikerjakan di pabrik dan dilakukan pengujian laboratorium
•
Waktu pelaksanaan lebih singkat
•
Dapat mengurangi biaya pembangunan
•
Tidak terpengaruh cuaca
b. Kendala Precast •
Membutuhkan investasi awal yang besar dan teknologi maju
•
Dibutuhkan kemahiran dan ketelitian
•
Diperlukan peralatan produksi ( transportasi dan ereksi )
•
Bangunan dalam skala besar
II.14
METODE PELAKSANAAN PEMASANGAN Bentuk dan jenis sambungan merupakan bagian penting pada konstruksi beton
precast. Pada sambungan basah, penyambungan dilakukan dengan cara grouting atau pengecoran di tempat. Penyambungan ini bertujuan mendapatkan kekuatan sambungan balok-balok beton Precast dengan pembebanan statis dan kemampuan struktur yang 20
disambung untuk meredam gaya luar yang bekerja dari pengujian dinamis. Metode penyambungan elemen beton Precast menggunakan bahan beton polimer dengan kecepatan pengeringan 15 menit. Dengan metode ini kecepatan kostruksi struktur Precast akan lebih cepat dibanding dengan cor di tempat. Selain itu mutu material elemen struktur menggunakan beton Precast akan lebih baik. Untuk mendapatkan struktur beton Precast yang mempunyai redaman yang besar, maka sambungan elemen beton Precast mempunyai konfigurasi tulangan pada sambungan yang tidak kaku. Pada sambungan tipe-A, tulangan tengah tidak disambung tetapi ditekuk 45° ke arah pusat sambungan. Tipe ini mempunyai daya redam yang besar daripada sambungan tipe-B yang seluruh tulangan utamanya diteruskan. Metode ini dapat diperluas dengan meneliti sambungan kolom-balok, kolom-kolom, dan kolom-fondasi. Selain itu jenis sambungan dapat menggunakan sambungan kering yang menggunakan baut atau sistem las.
BEBERAPA PRINSIP CARA PEMASANGAN (ERECTION ) 1. Cara pemasangan perbagian ( vertical ) •
Dilakukan trave per trave
•
Cocok untuk bangunan dengan luas lantai besar
•
Perlu landasan yang cukup kuat, Mobil crave bias bergerak memenuhi jarak jangkau
•
Lengan momem untuk crane tidak terlalu besar sehingga berat komponen lebih leluasa
•
Biasanya untuk 3-5 tingkat
2. Cara pemasangan perlapis ( horizontal ) •
Dilakukan lantai perlantai
•
Perlu alat pengangkat yang dapat mencari seluruh bagian bangunan
21
•
Karena besarnya momen crane, berat komponen terbatas terutama palt lantai
•
Crane yang biasa digunakan Tower CXrane Putar
•
Diperlukan penunjang kolom selama pemasangan
3. Cara pemasangan Lift Slab •
Kolom menerus pelat lantai di cor satu diatas yang lain
•
Alat pengangkat Hidraulis
•
Perlu pasak untuk pengunci dalam pemasangan
4. Cara Pemasangan Jack Block •
Lantai teratas disiapkan diatas permukaan tanah Hidraulis Jack dipasang di bawah komponen pendukung vertical
•
Dengan mengatur secara berganti penggunaan hydraulic Jack dan penempatan penunjang ( dari blok beton ) seluruh komponen diangkat ke atas
•
Setelah mencapai ketinggian lantai yang diinginkan, lantai berikutnya dipersiapkan di permukaan tanah
•
Demikian seterusnya
5. Cara Pemasangan Kombinasi •
Penggunaan cara pemasangan dengan berbagai cara ini cara yang paling lazim
22
BAB III LANDASAN TEORI III.1
Perencanaan Pembebanan Pecast
Perencanaan pembebanan pada struktur ini berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 dan SNI 03-1726-2002. Pembebanan tersebut antara lain : a. Beban Mati (PPIUG 1983 Bab1 pasal 1.1) Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Yang nilainya sebagai berikut : Berat volume beton
:
2400 kg/m3
Berat volume aspal
:
1400 kg/m3
Berat volume spesi
:
2100 kg/m3
Berat volume tegel
:
2400 kg/m3
Berat volume ps bata merah
:
250kg/m2
Berat volume plafond
:
11 kg/m2
Berat volume penggantung
:
7 kg/m2
Berat volume AC dan perpipaan
:
10 kg/m2
Berat dinding partisi
:
40 kg/m2
23
b. Beban Hidup (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1. 2) Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang -barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. - Beban hidup pada lantai atap diambil sebesar 100 kg/m2 - Beban hidup pada lantai diambil sebesar 250 kg/m2 - Beban hidup pada lantai mesin elevator diambil sebesar
400 kg/m2
- Beban hidup pada tangga diambil sebesar 300 kg/m2 c. Beban Angin (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1. 3) Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang ditentukan dalam pasal 4.2 (PPIUG 1983) dengan kefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3 (PPIUG 1983).
24
d. Beban Gempa (PPIUG 1983 Bab 1 pasal 1.4) Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu. Gaya geser dasar rencana total, V, ditetapkan sebagai berikut:
V
C1 I Wt ; R
T1 = Cc (hn)3/4 dimana : V
= Gaya geser dasar Nominalstatik ekuivalen
R
= Faktor reduksi gempa
T1 = Waktu getar alami fundamental Wt = Berat total gedung I
= Faktor kepentingan struktur
Hn = Tinggi total gedung C1 = Faktor respons gempa
25
Pembatasan waktu getar alami fundamental (Pasal 5.6 SNI 03 – 1726 – 2002): T1 < n dimana : = Koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada. n = Jumlah tingkatnya Kombinasi Pembebanan Kombinasi Pembebanan sesuai dengan LRFD tersebut di atas dengan kombinasi sebagai berikut (metode LRFD) : - 1,4 D - 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) - 1,2 D + 1,6 (La atau H) + (L L atau 0,8 W) - 1,2 D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H) - 1.2 D + 1,0 E + L L - 0,9 D – (1,3W atau 1,0 E) III.2 Pemodelan dan Analisa Struktur Untuk mengetahui gaya dalam yang timbul pada elemen struktur akibat beban yang bekerja maka dilakukan analisa struktur dengan menggunakan program bantu dari komputer. III.3 Kontrol Desain Setelah melakukan analisa struktur bangunan, tahap selanjunya kita kontrol desain meliputi kontrol terhadap kolom, balok, dan juga perhitungan sambungan dimana dari kontrol tersebut dapat mengetahui apakah desain yang kita rencanakan telah sesuai dengan syarat-syarat perencanaan, dan peraturan angka keamanan, serta efisiensi. Bila 26
telah memenuhi maka dapat diteruskan ke tahap pendetailan. Bila tidak memenuhi maka dilakukan re-design.
III.4 Perencanaan Pondasi Setelah perencanaan bangunan atas selesai, tahap selanjutnya
yaitu kita mendesain
pondasi bangunan. III.5 Penggambaran hasil perhitungan dalam gambar teknik Penggambaran hasil Perencanaan dan perhitungan dalam gambar teknik ini dengan menggunakan program bantu AutoCAD. III.6 Perencanaan Biaya III.6.1 Ruang lingkup Standar ini memuat indeks bahan bangunan dan indeks tenaga kerja yang dibutuhkan untuk tiap satuan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis pekerjaan dengan jenis pekerjaan beton Precast meliputi : a) Pekerjaan pembuatan beton Precast sebagian; b) Pekerjaan pembuatan beton Precast penuh; c) Pekerjaan ereksi konstruksi beton Precast untuk sampai dengan 5 lantai; d) Pekerjaan sambungan konstruksi beton Precast; e) Pekerjaan bekisting menggunakan kayu dan phenol film.
III.6.2 Acuan normatif SNI 7394:2008, Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan.
27
III.6.3 Istilah dan definisi III.6.3.1 konstruksi Precast Suatu konstruksi bangunan yang komponen bangunannya difabrikasi/dicetak terlebih dahulu di pabrik atau di lapangan, lalu disusun di lapangan untuk membentuk satu kesatuan bangunan gedung. III.6.3.2 lahan produksi (casting area) Suatu lahan dengan luasan tertentu yang dipersiapkan untuk tempat produksi komponen Precast, yang dapat dibuat di lokasi atau di tempat pabrikasi khusus di luar lokasi bangunan III.6.3.3 bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus a. harga satuan bahan Harga yang harus dibayar untuk membeli per-satuan jenis bahan bangunan b. harga satuan pekerjaan Harga yang harus dibayar untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan/konstruksi c. indeks faktor pengali/koefisien sebagai dasar perhitungan biaya bahan dan upah kerja d. indeks bahan indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan bahan bangunan untuk setiap satuan jenis pekerjaan
28
e. indeks tenaga kerja indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan waktu untuk mengerjakan setiap satuan jenis pekerjaan f. pelaksana pembangunan gedung dan perumahan pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan gedung dan perumahan yaitu para
perancang,
konsultan,
kontraktor
maupun
perseorangan
dalam
memperkirakan biaya bangunan g. satuan pekerjaan Satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas, volume dan unit h. Persyaratan Persyaratan umum Persyaratan umum dalam perhitungan harga satuan: - Perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk seluruh Indonesia, berdasarkan harga bahan dan upah kerja sesuai dengan kondisi setempat; - Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan standar spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan. Persyaratan teknis Persyaratan teknis dalam perhitungan harga satuan pekerjaan: -
Pelaksanaan perhitungan satuan pekerjaan harus didasarkan kepada gambar teknis dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS);
-
Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar (5 s.d. 20) %, dimana didalamnya termasuk angka susut, yang besarnya tergantung dari jenis bahan dan komposisi adukan;
-
Digunakan pada pekerjaan ereksi sampai dengan 5 lantai;
29
-
Bekisting menggunakan kayu dan phenol film;
-
Untuk analisa biaya beton yang tercantum di dalam SNI 7394:2008, analisa biayanya dapat disesuaikan dengan kondisi material setempat;
-
Untuk analisa biaya beton yang tidak tercantum di dalam SNI 7394:2008, harus mengacu pada hasil rancangan campuran beton;
-
Tenaga kerja harus mempunyai sertifikasi keterampilan di bidang Precast;
-
Tenaga pelaksana pada Pasal 1 e) yang dimiliki oleh perusahaan pemegang lisensi Precast;
-
Jam kerja efektif untuk para pekerja diperhitungkan 5 jam per-hari.
30
BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 Devinisi Bekisting Konvensonal : Pembuatan bekisting pile cap dan tie beam yang dilaksanakan langsung dilokasi setempat sesuai dengan gambar, yang pada umumnya material dari batako.
Precast bekisting pile cap & tie beam : Pembuatan struktur bekisting beton pile cap dan tie beam dimana pada pelaksanaannya material sudah dibuat per panel sesuai modul, kemudian dipasang pada lokasi sesuai dengan gambar.
IV.2 Latar Belakang Latar belakang penggunaan precast bekisting pilecap dan tie beam adalah : 1. Kondisi tanah yang jelek, dan berlumpur 2. Mempermudah pekerjaan bekisting pile cap dan tie beam 3. Efisiensi waktu pekerjaan 4. Efisiensi biaya
31
IV.3 Design Precast Bekisting Pilecap dan Tie Beam IV.3.1 Spesifikasi Beban dan Bahan Spesifikasi beban dan bahan yang dipergunakan pada perhitungan struktur Gedung Kantor Landmark Pluit adalah :
IV.3.1.1 Beban yang dipakai adalah : a. Beban hidup : 2,5 kN/m² b. Beban SDL : 1,2 kN/m² c. Beton : 24 kN/m³
IV.3.1.2 Material yang digunakan adalah : 1. Beton untuk Pile Cap dan Tie Beam a. Mutu beton : fc‟ = 30 MPa b. Ec = 4700√fc‟ = 25332,084 Mpa c. Es = 200000 Mpa 2. Baja Tulangan : a. U39 untuk tulangan Ulir b. U24 untuk tulangan polos 3. Pelat dan Balok Konvensional a. Mutu beton : K300 (fc‟ = 24,90 MPa) b. Mutu Tulangan : U39 untuk tulangan Ulir : U24 untuk tulangan polos c. Ec = 4700√fc‟ = 25332,084 Mpa d. Es = 200000 Mpa 4. Material yang digunakan pada sambungan (Grouting Material) Conbextra
32
IV. 3.2 PERHITUNGAN PELAT PRECAST Perhitungan elemen pelat Precast dianalisis terhadap dua kondisi, yaitu pada saat proses ereksi yang meliputi pengangkatan dan pemasangan atau penuangan beton baru di atas elemen Precast. Pembuatan elemen Precast adalah di lokasi proyek yang masih terjangkau oleh alat angkut tower crane, sehingga tidak perlu alat transport mobil selain tower crane yang dipakai selama proses ereksi. Ukuran Standart = Tebal Precast = 40 mm, Panjang = 1,2 m, Lebar = 0,9 m, maka berat per unit precast adalah = 0,04 x 1,2 x 0,9 x 2400 = 103,68 kg = 1,04 ton Kapasitas angkut pada ujung tower crane adalah 2 ton dengan demikian masih aman untuk diangkut menggunakan tower crane karena dibawah batas angkut maksimal alat.
IV.3.2.1 Penulangan Arah Memanjang ( Tulangan Utama) Perhitungan Momen / m’ Q LL = 250 kg/m (Asumsi beban tanah dari pada saat pemasangan) Q DL = 120 kg/m (Asumsi beban pekerja pada waktu pemasangan) Q PLAT = t * γ = 0,04*2400 = 96 kg/m Q ULT = 1,2(120+96) + 1,6(250) = 659 kg/m MULT = 1/12 QULT (L²) = 1/12 * 659 * (1,2²) = 79 kgm = 790.000 Nmm
33
Perhitungan Momen / m’ (dengan PC WIRE M4-200) b
= 1200 mm
d
= 40 mm
fc‟
= 30 MPa (K450)
fy
= 1326 MPa (U132)
n
=7
dia.
= 5 mm
As
= 22/7 * (2,5²) * 7 = 137,5 mm²
a
= = = 6,33 mm
MULT = 0,8 * As * fy (d – a/2 ) = 0,8 * 137,5 * 1326 (40 – 6,33/2 ) = 5.372.753,10 Nmm > 790.000 Nmm (MULT beban luar) Maka Wiremesh dapat dipergunakan untuk penulangan precast
IV.3.2.2 Penulangan Arah Melintang ( Tulangan Bagi) Q LL = 250 kg/m (Asumsi beban tanah dari pada saat pemasangan) Q DL = 120 kg/m (Asumsi beban pekerja pada waktu pemasangan) Q PLAT = t * γ = 0,04*2400 = 96 kg/m Q ULT = 1,2(120+96) + 1,6(250) = 659 kg/m 34
MULT = 1/12 QULT (L²) = 1/12 * 659 * (0,9²) = 44,45 kgm = 444.500 Nmm Perhitungan Momen / m’ (dengan PC WIRE M4-200) b
= 900 mm
d
= 40 mm
fc‟
= 30 MPa (K450)
fy
= 1326 MPa (U132)
n
=7
dia.
= 5 mm
As
= 22/7 * (2,5²) * 7 = 137,5 mm²
a
= = = 8,44 mm
MULT = 0,8 * As * fy (d – a/2 ) = 0,8 * 137,5 * 1326 (40 – 8,44/2 ) = 5.218.870,80 Nmm > 444.500 Nmm (MULT beban luar) Maka Wiremesh dapat dipergunakan untuk penulangan precast
35
IV.2.3 Cek Stage Handling (pada saat Handling) Perhitungan Momen / m’ Q PLAT = t * γ = 0,04*2400 = 96 kg/m Q ULT
= 1,2(LL) + 1,6(DL) = 1,2 (0) + 1,6 (96) = 153,6 kg/m
MULT
= 1/8 QULT (L²) = 1/8 * 153,6 * (1,2²) = 27,7 kgm = 277.000 Nmm
Perhitungan Momen / m’ (dengan PC WIRE M4-200) b
= 1200 mm
d
= 40 mm
fc‟
= 30 MPa (K450)
fy
= 1326 MPa (U132)
n
=7
dia.
= 5 mm
As
= 22/7 * (2,5²) * 7 = 137,5 mm²
a
= = = 6,33 mm 36
MULT = 0,8 * As * fy (d – a/2 ) = 0,8 * 137,5 * 1326 (40 – 6,33/2 ) = 5.372.753,10 Nmm > 277.000 Nmm (MULT beban saat Handling)
IV.3.2.4 Analisa Kekuatan Angkur Pengangkatan Direncanakan angkur dengan Baja Polos U24 (240 Mpa),. Untuk angkur digunakan tulangan baja polos yang dibengkokkan bagian ujungnya seperti yang terlihat pada sketsa gambar dibawah ini.
Gambar IV-1 Pengangkuran Pelat Beton Precast
Analisa Angkur Pengangkatan H Precast
= 40 mm
Angkur baja polos U24 (240 Mpa) Berat Precast w
= 0,04 x 1,20 x 0,90 x 2,4 = 0,104 ton
37
Berat precast terfaktor
= (1,2) : wd = 1,2 x 0,104 = 0,125 ton
Gaya angkat (2 titik angkat) Nn
= 0,125 / 2 = 0,063 ton = 624 N
-
Penentuan diameter angkur berdasarkan analisa kekuatan baja angkur : Dengan fya
= 240 Mpa
futa
= 1,9 x ya = 1,9 x 240 = 456 < 860 Mpa Oke
Nsa
= Nn
624
= 2 x ((µ x d2)/4) x 456
d2
= (624 x 2) / (µ x 456)
d
= √0,872
d
= 0,934 mm
Digunakan angkur ukuran Ø 8 mm Penentuan Kedalaman Titik Angkur : Berdasarkan analisa kekuatan pecah beton dari angkur terhadap gaya tarik. Nb
= Nn = 624 N ,
dimana f‟c = 30 Mpa, maka kedalaman angkur efektif (hef) : Hef
= 3√ ((624)/(10 x √30))2 = 3√ 11,39 2 = 5,06 mm (Maka: Kedalaman efektif minimal dipakai = Hef = 5,06 mm)
38
IV.4 Proses Pelaksanaan Precast Bekisting Pilecap dan Tiebeam IV.4.1 Pembuatan gambar pelaksanaan Gambar pelaksanaan dibuat sesuai dengan hasil desain perhitungan dan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan dilapangan, dibuat dengan detail untuk menghindari kesalahan atau kegagalan dari pekerjaan.
Gambar IV. 2 Gambar review desain dari Pilecap
Gambar IV. 3 Gambar desain dari Pilecap 39
Gambar IV. 4 Gambar Detail Precast Pilecap dan Tie Beam
Gambar IV. 5 Gambar Detail Bekisting Precast Pilecap dan Tie Beam
40
Gambar IV. 6 Gambar Detail Pemasangan Precast Pilecap dan Tie Beam
IV.4.2 Pekerjaan Pembuatan Bekisting Precast Adapun urutan pelaksanaan pekerjaan precast yang harus dilaksanakan dan memerlukan ketelitian dan pengecekan berkala dalam setiap tahapannya untuk menjamin kualitas yangbaik dan mengurangi rework karena kegagalan pekerjaan antara lain sebagai berikut : 1. Pembuatan casting area sebagai tempat untuk pembuatan precast dengan kondisi level dan rata agar menghasilkan precast yang presisi dan baik. 2. Pemasangan plywood diatas area stock yard 3. Pemasangan besi hollow sebagai batas acuan untuk ukuran precast yang akan dicetak 4. Pemasangan lapisan bekisting pada plywood
41
5. Pemasangan besi tulangan / wiremesh 6. Pengecoran 7. Proses pengerasan dan curring 8. Penumpukan hasil pengecoran precast 9. Mobilisasi ke lokasi pemasangan precast dengan alat angkut tower crane 10. Setting precast sesuai type dan ukurannya 11. Pengelasan sambungan precast, pemasangan pasak bawah untuk penahan dan hollow pengaku pada bagian atas
Gambar IV. 7 Mock Up Bekisting Tie Beam
42
Gambar IV. 8 Mock Up Bekisting Pile Cap
Gambar IV. 9 Mock Up Sambungan Sudut Precast Bekisting
43
Gambar IV. 10 Mock Up Sambungan Precast Bekisting
Gambar IV. 11 Pekerjaan pembuatan Casting Area
44
Gambar IV. 12 Pemasangan plywood dan hollow
Gambar IV. 13 Pemasangan penulangan dan angkur
45
Gambar IV. 14 Pemasangan pengecoran dan curring
Gambar IV. 15 Penumpukan dan marking stock hasil precast
46
Gambar IV. 16 Mobilisasi precast
Gambar IV. 17 Pemasangan precast
47
Gambar IV. 18 Pemasangan precast
Gambar IV. 19 Pemasangan precast
48
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Dari hasil studi kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa beton precast untuk bekisting pilecap dan tiebeam : 1. Diperoleh hasil pembebanan Q ult : 659 kg/m 2. Dari hasil perencanaan perhitungan didapatkan hasil sebagai berikut : a. Dimensi panjang standart precast
: 120 cm
b. Dimensi lebar standart precast
: 90 cm
c. Ketebalan precast
: 4 cm
3. Diperoleh Dimensi penulangan a. Tulangan utama
: Wiremesh M 4- 200 mm
b. Tulangan Angkur angkat
: Ø 8 mm
V.2 Saran Dari semua proses tahapan pelaksanaan sudah baik namun ada beberapa catatan yang perlu untuk ditambahkan sebagai saran untuk lebih baik lagi yaitu: a. Untuk memperoleh pembebanan yang maksimal maka harus diperhatikan sistem pembebanan yang bekerja dan jenis beban yang bekerja pada precast b. Dimensi yang dipakai adalah dipilih yang paling efisien dan mudah dalam pengerjaannya tanpa mengurangi fungsinya. c. Tulangan yang dipakai adalah yang aman menahan gaya yang bekerja pada precast.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. ACI Committee 318. “Building Code Requirements for Structural Concrete”. American Concrete Institute. Farmington Hills, MI, USA. January 2008. 2. Bandar Standarisasi Nasional “Metode Uji dan Kriteria Penerimaan Sistem Rangka Pemikul Momen Beton Bertulang Precast untuk Bangunan Gedung (RSNI XXXX)”. 3. Englekirk, Robert E, Seismic Design of Reinforced and Precast Concrete Building, John Wiley & Sons, 2003. 4. Macgregor, James G, dan Wright,James K, Reinforced Concrete Mechanics and Design, Prantice Hall, Inc. Singapore, 2005. 5. Park, R., Paulay, T, Reinfoced Concrete Structure, J,Wiley and Sons, Singapore, 1975. 6. Paulay, T, (1989), Equilibrium Criteria for Reinforced Concrete Beam-Coloumn Joints, ACI Structural Journal, 86(6), 635-643. 7. Purwanto,Rahmat, Tavio, Imran,Iswandi, dan Putu Raka,Gusti, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002 & S-2002), itspress, Surabaya, Maret 2007 8. Standar Nasional Indonesia ( RSNI 2), Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Precast Untuk Konstruksi Bangunan Gedung, Jakarta, 2007 9. Task Group 7.4, Seismic Design of Precast Concrete Building Structures, International Federation for Structural Concrete (fib), Laussanne, Switzerland, 2003.
50
LAMPIRAN
51