PENANGANAN RUPTURA URETRA DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Sunaryo Hardjowijoto
Seksi/Program Studi Urologi Lab/UPF Ilmu Bedah Fakukas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya Surabaya Data klinik kami (tabel 1) menunjukkan menunjukkan bahwa dalam hal trauma urogenital, urogenital, Ruptura uretra menduduki peringkat ke 2 setelah trauma ginjal.
Tabel 1 : TRAUMA UROGENITAL UROGENITAL 1989 - 1993
NO .
JENIS TRAUMA
N
%
1. -
G I N J AL
221
59,6
2.
URETER
4
1
3.
BULI-BULI
17
4,6
4.
URET RA
109
29,4
5.
GENETALIA (Penis, skrotum)
20
5,4
Jum1ah
371
100
Di klinik kami penanganan ruptura uretra mengikuti algoritma sebagai berikut (1 3). Trauma panggul/perineum Hematuria/bloody discharge peruretram Retensio urin
Keadaan umum Keadaan lokal
Foto panggul Uretrografi
RUPTU RA URETRA ANTERIOR
RUPTU RA URETRA POSTERIOR
Sistostomi
Sistostomi
Debridement
Primary Endoscopic Realignment (PER)
Aproksimasi/anastomose
- dalam tempo 2 minggu
Stent uretra
- kalau perlu didahului reposisi dan fiksasi simfisis pubis
- Silikon kateter 16F - Selama 3 minggu Dauer kateter (2-3 minggu)
Self kateterisasi 2x / hari (6 – 12 bulan)
Dalam rangka menyiapkan bahan pembahasan pada simpsium trauma uretra maka data-data penderita ruptura uretra yang dirawat diklinik kami selama tahun 1993 dikumpulkan dan dianalisa.
HASIL Dalam waktu satu tahun telah dirawat sebanyak 20 penderita dengan ruptura uretra non iatrogenik. Semua penderita adalah pria. Distribusi umur dari penderita seperti pada tabel-2 berikut ini
Umur termuda adalah 16 tahun, tertua 55 tahun. Rata-rata 20 tahun
Penyebab trauma eksternal adalah seperti pada table-3 berikut ini : NO
PENYEBAB TRAUMA
N
%
1.
Kecelakaan lalu lintas
15
75
2.
Kecelakaan kerja
4
20
1
5
20
100
3.
Kecelakaan olah raga Jumlah
Pada kecelakaan lalu, lintas data tentang status penderita sebagai pejalan kaki sebagai pengemudi atau sebagai penumpang tidak semuanya tercatat. Bila ditinjau dari bagian tubuh yang terkena trauma maka pada 17 penderita mengalami trauma panggul yang kesemuanya menderita fraktura ramus pubis sedangkan pada 3 penderita lainnya mengalami trauma perineum (straddle injury). Pada 17 penderita dengan fraktura ramus os pubis pada 10 penderita diantaranya juga disertai fraktura lain dan atau kerusakan organ lain selain uretra. Macam dari kerusakan organ lain seperti pada tabel-4 dibawah ini:
Tabel 4. Macam kerusakan organ lain
Pada saat datang di klinik 4 penderita dalam keadaan syok dan anemis dan kesemuanya menderita multi trauma, seorang disertai dengan fraktura kruris terbuka, 2 Orang disertai dcngan ruptura buli-buli intra peritoneal, 2 Orang lainnya karena fraktura panggul yang tidak stabil. Pada 2 penderita ini setelah ditransfusi dan dilakukan fiksasi eksterna dari tulang panggulnya, hemoglobinnya menjadi stabil. Lokalisasi dari kerusakan uretra adalah pada 17 penderita robekan uretra pada uretra posterior dan pada 3 penderita di uretra anterior pars bulbosa. Ke 3 penderita ini semuanya disebabkan oleh trauma perineum (straddle injury). Tanda-tanda klinis dari ruptura uretra seperti tabel-5 dibawah ini.
Satu dari 18 penderita. yang buli-bulinya penuh pada anamnesa pernah bisa miksi setelah trauma. Dua penderita yang buli-bulinya kosong ternyata juga mengalami ruptura buli-buli. Sesuai dengan algoritma pengelolaannya maka pada semua penderita penanganan pertama untuk ruptura uretranya adalah melakukan sistostomi. Pada 6 penderita sistostomi dikerjakan dengan teknik trokar atau perkutan dan 14 penderita lainnya dengan teknik sistostomi terbuka (operatif). Termasuk dalam 14 penderita ini adalah 2 penderita yang dikerjakan sistostomi di RS. Kabupaten sebelum dirujuk ke klinik kami. Pada 3 penderita dengan ruptur uretra anterior semua sistostomi dikerjakan dengan trokar dan pada satu penderita juga dikerjakan debridement dan anastomose dari uretra karena hematoma periuretralnya cukup luas. 4 dari 17 penderita yang mengalami ruptura uretra posterior dikerjakan laparotomi eksploratif dengan indikasi lavage peritoneum yang positif atau tanda-tanda peritonitis generalisata. Pada ke 4 penderita tersebut ternyata tidak didapatkan kerusakan organ intra peritoneal tetapi pada 2 penderita diantaranya didapatkan ruptura buli-buli intra peritoneal. Kolostomi dikerjakan pada satu penderita karena juga disertai dengan robekan anoperineal. Tindakan untuk frakturnya dikerjakan sesuai dengan protokol disiplin orthopaedi. Rcposisi dan fiksasi internal dari os pubis yang fraktur dikerjakan pada 6 penderita, 2 diantarnya dikerjakan bersamaan pada saat operasi gawat darurat, 4 p enderita lainnya dikerjakan dalam 3 sampai 16 hari pa sca trauma. Fiksasi eksterna dikerjakan pada 2 penderita d engan tujuan untuk stabilisasi tulang panggul dan menghentikan perdarahan dari fragmen tulang panggul. Pada 13 penderita yang mengalami ruptura uretra posterior dikerjakan primer realignment/ reposisi fragment uretra secara endoskopik (PER). Ti ndakan ini dikerjakan dalam tempo 3-21 hari pasca trauma. Pada 4 penderita lainnya tidak dikerjakan PER oleh karena: -
2 penderita telah dapat miksi spontan
-
1 penderita uretrogramnya menunjukkan buntu total (dirujuk ke klinik kami lebih dari 1 bulan setelah trauma).
-
1 penderita karena tidak dapat diletakkan dalam posisi lithotomi.
Tehnik dari PER seperti telah pernah dilaporkan (12). Hal-hal yang didapatkan saat melaksanakan PER adalah sebagai berikut
Tabel 6. Hal yang didapatkan saat PER NO
Hal yang didapatkan saat PER
N
1
Bekuan darah daerah Ruptur
2
2.
Debris daerah Ruptur
4
3
Robekan uretra total
8
4
Robekan uretra parsial
5
5
Striktura dan tindakan sachse
10
Sarana penuntun untuk melakukan PER adalah bougienasi antegrade (melalui lubang sistostomi) pada 3 penderita, endoskopi antegrade satu penderita, kateter uretra antegrade 1 penderita dan secara langsung tanpa tuntunan pada 8 penderita. Setelah PER kateter per uretra dipertahankan selama 2 minggu untuk ruptur uretra yang parsial dan selama. 3 minggu, untuk ruptur uretra yang total. Kateter sistostomi dilepas setelah PER. 1-2 minggu setelah kateter uretra dilepas dilakukan pemeriksaan flowmetri, diajarkan melakukan self kateterisasi dan ditanyakan terjadinya tumesensi penis pada malam hari (NPT ) Hasil penanganan sampai penderita meninggalkan klinik adalah sebagai beri kut -
3 penderita dengan ruptura uretra posterior semuanya sembuh baik per primam. tanpa terjadi penyulit.
-
17 penderita dengan ruptura uretra posterior, 14 penderita diantaranya dapat miksi spontan dengan flow maksimal berkisar antara. 14 ml/det dan 30 ml/det dan kesemuanya dapat melakukan self kateterisasi. 3 penderita lainnya pulang masih dengan kateter sistostomi. Dari 3 penderita ini 2 penderita terjadi pembuntuan total setelah, kateter uretra dilepas. Dua penderita ini pada PER diketemukan rongga yang luas penuh debris pada daerah robekan uretra. Satu penderita lainnya pulang paksa sebelum dilakukan PER, jadi masih memakai kateter sistostomi. Keadaan potensi dapat dievaluasi pada 19 penderita termasuk penderita ruptura. Impotensia terjadi hanya pada 4 penderita yang mana pada test ereksi dengan injeksi papaverine pada 3 penderita terjadi tumesensi walaupun tidak rigid. Pada 1 penderita terjadi impotensia total. Pada satu penderita dengan impotensia parsial satu tahun setelah trauma dapat ereksi sempurna (dapat melakukan coitus). Pada follow up selama antara 6 bulan sampai 18 bulan, 2 penderita mengalami striktura uretra berulang dan telah dikerjakan uretrotomia interna masing-masing sebanyak 2 kali. Penderita ini tidak menjalankan program self kateterisasi sesuai yang dianjurkan, 1-2 minggu. Setelah tidak melakukan kateterisasi pancaran urin mulai mengecil. Pada 2 penderita yang masih memakai kateter sistostomi direncanakan untuk dilakukan rekonstruksi uretra secara operatif.
PEMBAHASAN
Jumlah penderita ruptura uretra di klinik kami yang rata-rata mencapai 20 penderita per tahun adalah cukup tinggi bila dibandingkan dengan kota-kota besar lain seperti Singapura (17), Innsbruck Austria (5), Durham North Carolina (24). Bila ditinjau dari penyebab traumanya tidak ada perbedaan. Sebagian besar penderita adalah korban kecelakaan lalu lintas. Demikian pula dari segi usia penderita, semuanya berusia produktif yaitu antara 20 sampai 40 tahun. Fakta-fakta yang disebutkan tadi merupakan tantangan bagi profesi urologi bagaimana. menurunkan jumlah penderita ruptura uretra akibat kecelakaan lalu lintas.
Usaha yang berhasil dari IKABI, khususnya para ahli bedah syaraf untuk mewajibkan pemakaian helm sehingga menurunkan jumlah kematian akibat cidera kepala patut menjadi contoh. Untuk menurunkan kejadian trauma panggul kiranya para ahli urologi melalui organisasi profesi harus aktif mendukung dan memasyarakatkan penggunaan "seat belt" serta kedisiplinan berlalu fintas. Insiden ruptura uretra pada fraktur pelvis berkisar antara 0,7% sampai 25 % (5,23,24,25) Tanda klinis dari ruptura uretra. adalah khas yaitu terjadinya perdarahan peruretra setelah mengalami trauma, baik trauma panggul maupun trauma perineum. Sayangnya gejala tersebut tidak selalu didapatkan. Karena. itu kami menganjurkan untuk penderita trauma panggul atau perineum lebih-lebih lagi bila pada foto rontgen terdapat fraktur tulang panggul tetapi tidak disertai tanda yang khas tadi diminta miksi spontan sebelurn dilakukan kateterisasi. Bila penderita tidak dapat miksi spontan atau urinnya kemerahan harus dikerjakan uretrografi retrograd. Kateterisasi pada ruptura uretra dapat merugikan penderita (4). Penanganan ruptura uretra anterior baik caranya maupun hasil penanganannya tidak menimbulkan masalah. Sedangkan penanganan ruptura uretra posterior walaupun semua t ujuannya. sama yaitu mengusahakan penyembuhan per primam, yang bebas dari striktura, cara masih banyak kontroversi (10,15,18,19,20). JOHANSON (15), COFFIELD dan WEEMS (2), MOREHOUSE (19,20) WESTER dan kawan-kawan (24), dan Mc ANINCH (19) menganjurkan melakukan drainage suprapubik saja sebagai pertolongan pertama dan menunda rekonstruksi uretra pada 4 sampai 6 bulan kemudian. Mereka berpendapat bahwa eksplorasi dan reparasi dari uretra akan menyebabkan ekstensi dari kerusakan. Di kubu lain BLANDY dkk (1), PATTERSON dkk (21), DEVINE dkk (4) serta FOLLIS dkk (7) menganjurkan selain melakukan sistostomi juga melakukan “realignment" dari fragmen uretra secara simultan. Mereka melaporkan hasil yang akseptable ditinjau terjadinya striktura, inkontinensia dan impotensia. diclakukan realignment secara endoskopik dalam beberapa hari setelah trauma atau primary endoscopic realignment atau PER adalah suatu kompromi dari keinginan kedua kubu yang disebutkan diatas. Kekhawatiran akan ekstensi kerusakan jaringan tidak terjadi oleh karena realignment dikerjakan secara translumenal. Disamping itu prinsip dalam mengusahakan penyembuhan luka yaitu mendekatkan tepi luka sehingga mengecilkan rongga mati
(dead
space)
dan
melakukan fiksasi atau splinting, juga. tercapai. PER pertama kali dilaporkan oleh TOWLER dan EISEN (22) pada tahun 1987, Kemudian disusul oleh FISHMAN dkk (6), GEL BARD dkk (8), COHEN dkk (3) dan GUILLE dkk (11). Hasil-hasil yang menjanjikan dilaporkan oleh mereka. Di klinik kami, PER dikerjakan mulai Pebruari 1991 dan hasil penanganan terhadap 7 penderita pertama telah pernah dilaporkan (12). Self kateterisasi secara periodic sebagai ajuvan untuk mencegah striktura dianjurkan pertama kali oleh CO HEN (3). Dua penderita dalam laporan ini memerlukan 2x tindakan uretrotomia interna karena tidak disiplin
melaksanakan self
kateterisasi.
Yang menarik dari kasus-kasus yang kami laporkan adalah rendahnya insiden impotensia. Dari 16 penderita ruptura uretra posterior yang dapat dievaluasi, impotensia total hanya pada 1 penderita, impotensia parsial 3 penderita dimana satu diantaranya satu tahun pasca trauma potensi kembali normal artinya penderita dapat melakukan coitus. Laporan-laporan yang pernah ditulis mendapatkan insiden impotensia setelah trauma panggul dan ruptura uretraposterior mencapai 50% (9). DAFTAR PUSTAKA
1.
BLANDY JP: Injuries of the urethra in the male, Injury 1975; 7:77.
2.
COFFIELD KS, WEEMS WL : Experience with management of posterior urethral injury associated with pelvic fracture. J Urol 1977;177:722.
3.
COHEN J, BERG G, CARL GH, DIAMOND DD: Primary endoscopic Realignment Following Posterior Urethral Disruption. J Urol. 1991:146;1548.
4.
DEINE CJ Jr, JORDAN GH, DEVINE PD: Primary realignment of the disrupted prostatomembranous urethra. Urol. Clin. N Am 1989:16;291.
5.
DOLATI B dkk: The fixation of pelvic Ring fractures World. J Urol. 1990,7:192
6.
FISHMAN IJ, HIRSCH IH, TOOMBS BD: Endourological reconstruction of posterior urethral disruption. J Urol. 1987;137:283.
7.
FOLLIS HW, KOCH MO, Jc DOUGAL WS : Immediate Management of Prostatomembranous urethral Disruptions. J Urol. 1992;147:1259.
8.
GELBARD MIC, HEYMAN AM, WEINTRAUND P : A technique for immediate realignment and catheterization of the disrupted prostatomembranous urethra. J Urol. 1989;142:52.
9.
GIBSON CR : Impotence following fracture pelvis and ruptured urethra. B.J. Urol. 1970; 42:86.
10. GLASS RE, FLYNN JT, KING JB, BLANDY JP: Urethral injury and fractures pelvis. Brit. J Urol. 1978;50:578. 11. GUILLE F, CIPOLLA B, LEVEQUE JM, CUIRASSY S, OLIVO JF, LOBEL B : Early endoscopic Realigment of complete Traumatic Rupture of the Posterior urethra. Brit. J. Urol. 1991; 68:178. 12. HARDJOWIJOTO S. & PRATANU A.: Primary/Early Endoscopic Realignment of Posterior urethral Injuries. World Conggres of Endo Urology, Singapore 1992. 13. HARDJOWIJOTO S.: Gawat Darurat Urologi. Algoritma Penanganannya. dan prevalensi 1993 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, JURI, 1994; 4:7 14. JACKSON DH, WILLIAM JL: urethral injury- a retrospective study, Brit. J. Urol. 1974; 46:665. 15. JOHANSON B. : Reconstruction of male urethral strictures Acta Chir. Scand. (supp) 1953; 176:1. 16. LIEBERMAN SF, BARRY JM : Retreat from transpubic urethroplasty for obliterated membranous urethral strictures. J Urol. 1982:128;379. 17. LIM PHC & C HNG H.C. : Initial Management of acute urethral injuries B. J Urol. 1990; 7:192 18. Mc ANINCH JW: Urethral injuries. World J Urol. 1990; 7:184. 19. MOREHOUSE DD & MACKINNON KJ : Management of prostato membraneus urethral discruption: 13 year experience. J Urol 1980;123;173. 20. MOREHOUSE DD : Management of posterior urethral rupture a personall. 1988:61;375. 21. PATTERSON DE, BARRET DM, MYERS RP, et al: Primary Realignment of posterior urethral injuries. J Urol. 1983:129;513. 22. TUWLER JM,EISEN SM : A new technique for the management of urethral injuries. Brit. J Urol 1987:60;162. 23. WEBSTER GD, MATHES GL, SELLI C Prostatomembranous urethral injuries; a review of the literature and a rational approach to their management. J Urol 1983;130:898. 24. WEBSTER GD & RAMON J : Repair of pelvic fracture posterior urethral. Defect using an elaborated perineal approach : Experience with 74 cases. J Urol.1991;145:744 25. WEBSTER GD : Management of urethral injuries Current Opinion in Urology 1994; 4:148.