80
Bab IV Rangkaian Paralel Arus Bolak-Balik Pendahuluan
Seperti pada rangkaian paralel d.c., besar tegangan sama untuk setiap cabang pada sebuah rangkaian paralel a.c., tetapi arus untuk setiap cabang tergantung pada impedans cabang itu. Total arus sumber merupakan penjumlahan fasor dari arus masing-masing cabang. Rangkaian paralel lebih sering digunakan dalam sistem tenaga listrik dari pada rangkaian seri. Sebagai contoh, peralatan-peralatan listrik dihubungkan secara paralel terhadap sumber tegangan a.c. utama. Ada dua alasan untuk memparalel peralatan listrik. Pertama, pengoperasian setiap peralatan tidak bergantung pada peralatan lainnya. Dengan demikian, suatu peralatan dapat di on on atau off -kan tanpa menggangu operasi peralatan lainnya. Kedua, kebanyakan peralatan listrik membutuhkan besar arus yang berbeda-beda pada tegangan yang sama yang dihubungkan pada satu sumber tenaga listrik. Hal ini memerlukan hubungan paralel. Dalam bab ini akan dibahas berbagai macam metoda untuk menyelesaikan permasalahan rangkaian a.c. paralel. 4-1. Metoda Analisis Rangkaian Paralel A.C.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis rangkaian a.c. paralel. Pertama, rangkaian paralel terdiri dari dua atau lebih rangkaian seri yang dihubung paralel. Dengan demikian setiap cabang dapat dianalisis secara terpisah sebagai rangkaian seri dan pengaruh cabang-cabang cabang-caban g yang terpisah dapat digabungkan. Kedua, tegangan dan arus bolak-balik merupakan besaran fasor. Sehingga dalam melakukan analisis rangkaian, baik besar dan sudut fase harus diikutsertakan dalam perhitungan. Ada tiga metoda analisis rangkaian paralel a.c. yaitu : (i) (ii) (iii)
Metoda diagram fasor. Metoda aljabar fasor. Metoda Admitans.
Penggunaan masing-masing metoda bergantung pada permasalahan yang dihadapi. Pada umumnya pemilihan penggunaan metoda diutamakan yang memberikan hasil analisis tercepat.
61
81
4-2. Metoda Diagram Fasor
Dengan metoda diagram fasor, dapat diperoleh besar dan sudut fase arus masingmasing cabang. Diagram fasor digambar dengan menggunakan fasor tegangan sebagai acuan*. Arus rangkaian atau sumber merupakan penjumlahan fasor dari arus-arus cabang. Dengan memperhatikan rangkaian paralel yang terdiri dari dua buah cabang dan dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik V volt (rms) seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4. 1
Cabang 1.
Z = R12
Gambar 4. 2 2
+ X C 1
; I 1
=
V Z 1
;φ 1
=
tan −1
X C 1 R1
Arus I 1 dalam cabang 1 mendahului tegangan sumber V sejauh φ 1 o seperti terlihat dalam diagram fasor pada gambar 4.2. Cabang 2.
Z = R22
2
+ X L 2
; I 2
=
V Z 2
; φ 2
=
tan −1
X L 2 R2
Arus I 2 dalam cabang 2 tertinggal terhadap tegangan sumber V sejauh φ 2 o seperti terlihat dalam diagram fasor pada gambar 4.2. Arus saluran I merupakan penjumlahan fasor dari I 1 dan I 2 . Misalkan sudut fase I adalah φ o seperti pada gambar 4.2. Nilai I dan φ dapat ditentukan dengan mengubah arusarus I 1 dan I 2 ke dalam bentuk komponen rectangular. I cos φ = penjumlahan aljabar komponen I 1 dan I 2 pada sumbu-x = I 1 cos φ 1 + I 2 cos φ 2 I sin φ
= penjumlahan aljabar komponen I 1 dan I 2 pada sumbu-y = I 1 sin φ 1
*
− I 2
sin φ 2
Dalam rangkaian paralel, tegangan untuk semua cabang sama, sehingga digunakan sebagai acuan
82
di mana
I 2
=
( I cos φ ) 2
jadi
I 2
=
( I 1 cos φ 1 + I 2 cos φ 2 ) 2
+ ( I 1 sin φ 1 − I 2
sin φ 2 ) 2
atau
I =
( I 1 cos φ 1 + I 2 cos φ 2 ) 2
+ ( I 1 sin φ 1 − I 2
sin φ 2 ) 2
tan φ =
I sin φ I cos φ
+ ( I sin φ )
=
2
I 1 sin φ 1 − I 2 sin φ 2 I 1 cos φ 1 + I 2 cos φ 2
=
Komponen − Y Komponen − X
Jika φ positif, arus saluran I mendahului tegangan dan jika φ negatif I tertinggal terhadap tegangan. Faktor daya rangkaian dapat ditentukan dengan, p.f
=
I cos φ I
=
I 1 cos φ 1 + I 2 cos φ 2 I
=
Komponen − X I
Metoda diagram fasor hanya cocok ketika bentuk rangkaian paralel sederhana dan terdiri dari dua cabang. Jika rangkaian paralel lebih kompleks dan terdiri lebih dari dua cabang, metoda diagram fasor ini menjadi tidak efektif. Permasalahan ini diatasi dengan menggunakan metoda aljabar fasor. Contoh 4.1. Untuk rangkaian pada gambar 4.3, tentukan (i) frekuensi rangkaian (ii) arus
rangkaian dan (iii) impedans rangkaian.
Gambar 4. 3
Penyelesaian.
(i) (ii)
X L f I R
Arus rangkaian, I
= V / I L = 15 / (2 x 10-3) = 7500 Ohm =
X L 2π L
=
7500 2π × 20 × 10 −3
=
59,7 × 10 3 Hz
= V / R = 15/(10 x 103) = 1,5 x 103 A = 1,5 mA =
I R2
2
+ I L =
1,5 2
+
2.0 2
= 2,5 mA (iii) Impedans rangkaian dihitung dengan : Z
= V / I = 15 / (2,5 x 10-3) = 6000 Ohm
83
4-3. Metoda Aljabar Fasor
Dengan metoda ini, tegangan, arus dan impedans dinyatakan dalam bentuk kompleks, yaitu baik dalam bentuk rectangular maupun polar. Karena bentuk kompleks terdiri dari besar dan sudut fase, penyelesaian rangkaian paralel dapat diperoleh secara matematis dengan menggunakan aturan aljabar fasor. Dengan menggunakan metoda ini tidak diperlukan diagram fasor. Dengan mengacu kembali rangkaian paralel pada gambar 4.1, diperoleh, = V +
V
j 0 = V
…………fasor acuan
Z1 = R1 − jX C 1 = R2 + jX L 2
Z2
(i)
Bentuk rectangular
Arus saluran,
I1
=
I2
=
I
V Z1 V Z2
V
=
R1
=
− jX C 1
V R2
= I1 + I 2 =
+
jX L 2 V
R1 − jX C 1
+
V R 2
−
jX L 2
Penyelesaian I dapat diperoleh dalam bentuk standar a ± jb dengan menggunakan aturan-aturan aljabar fasor. Kemudian untuk mengetahui besar dan sudut fase I sangat mudah dilakukan. (ii)
Bentuk Polar
= V ∠0°
V
Z1
………….fasor acuan
= Z 1∠ − φ 1 ° di
mana Z 1
dan φ 1 Z2
= Z 2 ∠ − φ 2 ° di
I1
=
I2
=
V Z1 V Z2
=
V ∠0° Z 1∠ − φ 1 °
=
tan −1
mana Z 2
dan φ 2
jadi
=
V ∠0° Z 2 ∠φ 2 °
=
=
=
V Z 1 V Z 2
R 12
=
=
tan −1
X C 2 1
+
X C 1 R1 R22 X L 2 R2
∠φ 1 °
∠ − φ 2 °
2
+ X L 2
84
jadi
= I1 + I 2 =
I
V Z 1
∠φ 1 ° +
V Z 2
∠ − φ 2 °
Perlu dicatat bahwa sudut fase suatu arus merupakan conjugate sudut impedans. Ini merupakan masalah yang penting. Untuk melakukan operasi perkalian dan pembagian bilangan kompleks disarankan menggunakan bentuk polar. Sedangkan penjumlahan dan pengurangan menggunakan bentuk rectangular. Contoh 4.2. Sebuah kumparan dengan resistans 75 Ohm dan induktans 318 mH dihubung
paralel dengan rangkaian yang terdiri dari resistor 75 Ohm dan kapasitor 159 µF. Rangkaian dihubungkan ke sumber 230 volt, 50 Hz. Tentukan arus dari sumber dan faktor daya rangkaian.
Gambar 4. 4
Pnyelesaian. Dengan
menggunakan
tegangan
sumber
sebagai
V = 230∠0° (i)
X L = 2π fL = 2π x 50 x 318 x 10-3 = 100 Ohm Z1 = R1 I1 =
+
V
jX L
=
Z1
=
50 + j100 = 112∠63,5°
230∠0° 112∠63,5°
=
2,05∠ − 63,5° Ampere
= 0,91 – j 1,83
X C =
1 2π fC
Z2 = R2 I2 =
V Z2
=
10 6 2π × 50 × 159
− jX C = =
=
20 Ω
75 − j 20 = 77,6∠ − 15°
230∠0° 77,6∠ − 15°
=
2,96∠15° Ampere
= 2,86 + j0,766
Arus sumber, I = I1+ I2 = (0,91 – j 1,83) + (2,86 + j0,766) = 3,77 – j1,06 = 3,92∠ − 15,7°
acuan,
diperoleh
85
(ii) Faktor Daya = cosφ = cos 15,7° = 0,963 tertinggal 4-4. Admitans (Y)
Admitans didefinisikan sebagai kebalikan dari impedans, seperti halnya konduktans kebalikan dari resistans, yaitu Y
1
=
Z
=
I V
Satuan untuk admitans adalah siemens dan bersimbol S . Admitans sebuah rangkaian
dapat
dipahami
sebagai
ukuran
kemudahan
sebuah
rangkaian
dapat
menghantarkan arus bolak-balik. Jadi sebuah rangkaian dengan admitans yang semakin tinggi, akan mempunyai arus yang tinggi pula. Kegunaan admitans akan sangat terasa pada saat kita menganalisis rangkaian paralel yang terdiri dari banyak cabang. Memperhatikan gambar 4.5, diperoleh,
Gambar 4. 5
1 Z T
1
=
Z1
+
1 Z2
+
1 Z3
+ ... +
1 Zn
Karena admitans merupakan kebalikan dari impedans akan menghasilkan, YT
=
Y1 + Y2
+
Y3
+ ... +
Yn
di mana Y1, Y2, Y3, …, Yn adalah admitans individu setiap cabang paralel dan YT merupakan admitans total rangkaian. Dengan demikian arus saluran (sumber) adalah, I
=
V Z T
=
V YT
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan paralel admitans.
86
Gambar 4. 6
Sampai disini bisa disimpulkan bahwa admitans (dalam bentuk kompleks) pada cabang-cabang paralel dijumlahkan. Jadi metoda admitans dalam rangkaian paralel menjadikan analisis sama seperti rangkaian seri dimana impedans (dalam bentuk kompleks) dijumlahkan. 4-5. Komponen-komponen Admitans
Impedans dari sebuah rangkaian dapat dinyatakan dalam bentuk kompleks sebagai Z
= R +
jX L atau Z = R − jX C tergantung dari sifat reaktans. Disini R merupakan resistif
atau komponen yang sefase dengan Z sedangkan X L atau X C merupakan komponen reaktif atau kuadratur dari Z. Kebalikan dari impedans (yaitu admitans) juga memiliki bentuk kompleks karena kebalikan dari bilangan kompleks juga menghasilkan bilangan kompleks. Dengan demikian, admitans Y dapat dinyatakan sebagai Y
=
G − jB L atau Y = G + jBC
di mana G disebut konduktans dan merupakan komponen yang sefase dengan Y sedangkan B disebut susptans dan merupakan komponen kuadratur dari Y. Suseptans dari sebuah induktans biasanya disebut suseptans induktif ( B L) sedangkan dari sebuah kapasitians disebut suseptans kapasitif ( BC ). Perlu dicatat bahwa B L selalu negatif dan BC selalu positif. Sedangkan konduktans G selalu positif. Besar admitans, Y
=
G2
2
+ B L
atau
G2
+
2 BC
dan sudut fasenya, φ = tan −1
− B L
G
atau tan −1
BC G
dengan demikian satuan untuk G dan B juga siemens (S ).
87
Gambar 4. 7
Gambar 4. 8
Pada gambar 4.7 (i) menggambarkan sebuah impedans R + jX L . Admitans untuk rangkaian ini yang terdiri dari sebuah konduktans G paralel dengan suseptans induktif -j B L ditunjukkan pada gambar 4.7 (ii). Hal yang sama, gambar 4.8 (ii) menggambarkan komponen-komponen admitans untuk impedans pada gambar 4.8 (i). Dari sini terlihat bahwa komponen admitans yang berupa konduktans dan suseptan merupakan elemen paralel. Telah diketahui bahwa G merupakan kebalikan dari R dan mempunyai satuan siemens (S ). Secara analogi, B (suseptans) merupakan kebalikan dari reaktans. Suseptans juga bersatuan siemens karena reaktans juga bersatuan Ohm. 4-6. Segitiga Admitans
Admitans memiliki dua komponen, yaitu komponen yang sefase (yaitu G) dan komponen kuadratur (yaitu B). Dengan demikian, admitans dapat direpresentasikan sebagai segitiga, yang disebut dengan segitiga admitans. Untuk rangkaian induktif (yaitu R + jX L ), segitiga impedans dan admitans diperlihatkan pada gambar 4.9 berikut ini. Sudut admitans sama dengan sudut impedans, kecuali tandanya negatif, karena B L teletak pada sumbu-OY dan dengan demikian negatif.
(i)
(ii) Gambar 4. 9
88
Konduktans,
G = Y cosφ =
Jadi
G =
R Z 2
Jadi
B L =
Sudut fase,
R
Z Z
R 2
B L = Y sin φ =
Z 2
×
R
=
Suseptans,
X L
1
2
+ X L
1 Z
×
X L Z
R
=
R 2
2
+ X L
− B L
φ = tan −1
G
Untuk rangkaian kapasitif (yaitu R − jX C ), segitiga impedans dan admitans diperlihatkan pada gambar 4.10 berikut ini. Sudut admitans sama dengan sudut impedans, kecuali tandanya negatif, karena BC teletak pada sumbu-OY dan dengan demikian negatif.
(i)
(ii) Gambar 4. 10
Dengan melakukan prosedur seperti sebelumnya, diperoleh, G =
BC =
Sudut fase,
R Z 2 X C Z 2
=
R R 2
=
φ = tan −1
2
+ X C
R R 2
BC G
2
+ X C
89
4-7. Metoda Admitans Dalam Analisis Rangkaian A.C. Paralel
Metoda admitans merupakan metoda yang direkomendasikan untuk menganalisis rangkaian paralel a.c. dan sangat terasa keuntungannya jika rangkaian terdiri dari tiga cabang atau lebih. Dengan memperhatikan gambar 4.11,
Gambar 4. 11
(i) Bentuk Ractangular Cabang 1.
Z jadi
2 R12 + X C 1 ;G =
=
G1
; B1 2 Z 1
=
X C 1 Z 12
jB1
Y1
=
Z 2
=
jadi
Y2
=
Admitans total
Y
=
Y1
Y
=
(G1 + G2 ) + j ( B1 − B2 )
Besar admitans
Y
=
Arus saluran
I
Sudut fase
φ = tan −1
+
R1
Cabang 2.
=
R22 G2
−
+
2
+ X L 2
;G
R2
; B1
=
(G1 + jB1 ) + (G2
−
=
Z 22
X L 2 Z 22
jB2
Y2
=
(G1 + G2 ) 2
+ ( B1 −
jB 2 )
B2 ) 2
VY
B1 − B2 G1
− G2
Jika φ positif, maka arus mendahului tegangan dan jika φ negatif arus tertinggal terhadap tegangan.
90
(ii) Bentuk Polar Z1
= R1 − jX C 1 = Z 1∠ − φ 1 °
Y1
=
Z2
= R2 +
jadi
Y2
=
Admitans total
Y
Arus saluran
I
jadi
=
=
1 Z1
1 Z2
Y1
+
=
1 Z 1∠ − φ ° jX L 2
=
= Z 2 ∠φ 2 °
1 Z 2 ∠φ 2 °
Y2
=
= Y 1∠φ 1 °
= Y 1∠ − φ 2 °
Y∠φ °
VY
Daya dalam bentuk Admitans
P = VI cos φ = V
2
Y cos φ
= V
2
G
di mana I = V Y dan Y cos φ = G Terlihat bahwa hanya konduktans dalam rangkaian yang menentukan daya yang dikonsumsi.
Soal latihan.
1. Rangkaian paralel terdiri dari dua cabang A dan B. Cabang A mempunyai resistans 10 Ohm dan induktans 0,1 H diseri. Cabang B mempunyai resistans 20 Ohm dan kapastor 100 µF diseri. Rangkaian dihubungkan ke sumber tegangan 250 V, 50 Hz. Tentukan (i) arus sumber dan faktor daya (ii) daya yang dikonsumsi rangkaian. [6,04 A;0,965 lagging ; 1457 W]
2. Dua buah impedans Z 1
=
(10 + j 5) Ohm dan Z 2
=
(25 − j10) Ohm dirangkai paralel
dan dihubungkan ke sumber tegangan 100 V, 50 Hz. Tentukan (i) admitans rangkaian (ii) arus rangkaian (iii) sudut fase antara arus rangkaian dan tegangan sumber. o
[0,1175 S;11,74 A;12,9 lag ]
3. Dua buah impedans 20∠ − 45° Ohm dan 30∠30° diseri dan dihubungkan ke sumber tegangan tertentu sehingga menghasilkan arus sebesar 10 A. Jika sumber tegangan tidak diubah, hitung arus rangkaian ketika kedua impedans tersebut dihubung paralel. [26,8 A]