BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus, 2000; Mehl dan Madrona, 2001). Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh. Kuman termasuk antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak
terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Pada
reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dandalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, perlu dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Gordon, 2001). Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahaya bagi bayi dan anak (RSUD DR. Saiful Anwar,2002) Anwar,2002)[1] [1].. Untuk meningkatkan mutu vaksin, maka vaksin harus dijaga dengan baik. Pemeliharaan rantai dingin vaksin merupakan tulang punggung program imunisasi. Pelaksanaan imunisasi dituntut berkualitas, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap program dengan menekan kesakitan, kecacatan, kematian bayi dan balita serta mereduksi penyakit menular. Cara untuk menyimpan vaksin tersebut sering disebut juga dengan cold chain (rantai dingin). Maka penulis ingin mengupas lebih dalam lagi mengenai rantai dingin imunisasi. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui definisi imunisasi b. Mengetahui definisi rantai dingin c. Mengetahui mengetahui rantai dingin imunisasi
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten, jadi pengertian imunisasi
adalah tindakan untuk memberi kekebalan dengan caramemasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Dengan demikian imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta bilamungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah. Sedangkan pengertian imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah suatu carauntuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut tersebut[2] [2].. Imunisasi adalah usaha untuk membuat seseorang menjadi kebal terhadap penyakit tertentu, untuk mendapatkan kekebalan terhadap sebuah penyakit dengan cara memasukkan kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Imunitas/kekebalan adalah daya tangkal seseorang terhadap suatu penyakit tertentu[3] tertentu[3].. Menurut sumber lain, imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu[4] tertentu[4].. Maka imunisasi adalah pemberian antibodi secara pasif sehingga didapatkan kekebalan secara pasif langsung. B. Definisi Cold Chain (Rantai (Rantai Dingin) Rangkaian sejuk (Cold Chain) adalah satu system untuk penyimpanan dan penghantaran vaksin dalam keadaan daripada pengeluar sehingga kepada individu yang diimunisasikan[5] diimunisasikan[5].. Rantai dingin merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak, sehingga mempunyai kemampuan atau efek kekebalan bagi penerimanya. Jika vaksin di luar temperatur yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya[6] kekebalannya[6].. C. Rantai Dingin Imunisasi Seperti yang sudah penulis sebutkan sebelumnya di atas, rantai vaksin atau Cold Chain adalah Pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. 1. Peralatan Rantai Vaksin Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Sarana rantai vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. a. Lemari Es Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka atas) Pustu potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es. b. Mini Freezer Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan 1 buah freezer buah freezer . c. Vaccine Carrier Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu relatif lebih lama. d. Thermos
Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya mudah dijangkau. e. Cold Box Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki memakan waktu lama. f. Freeze Tag/Freeze Watch Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai lapangan/posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin. g. Kotak dingin cair (Cool Pack ) Kotak dingin cair (Cool (Cool Pack ) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2ºC dalam lemari es selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening. h. Kotak dingin beku (Cold Pack ) Kotak dingin beku (Cold (Cold pack ) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5ºC − 15ºC dalam freezer selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening. 2. Pengelolaan Vaksin a. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi) 1) Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan. Misalnya: cold box atau vaccine carrier. 2) Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah vaksin yang yang akan diambil. 3) Sebelum memasukkan vaksin vaksin ke dalam alat pembawa, periksa indikator vaksin (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya bila indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D tidak usah diterima karena tidak dapat digunakan lagi. 4) Masukkan kotak cair dingin (cool pack ) ke dalam alat pembawa dan di bagian tengah diletakkan thermometer Muller , untuk jarak jauh bila freeze bila freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan ke dalam alat pembawa. 5) Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama selama perjalanan dari kabupaten/kota ke puskesmas tidak boleh kena sinar matahari langsung. 6) Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, vaksin, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. b. Penyimpanan Vaksin Vaksin disimpan pada suhu +2ºC − +8ºC. 1) 2) Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack ) sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu 3) Vaksin TT diletakkan lebih jauh dari evaporator. 4) Beri jarak antara kotak vaksin vaksin minimal minimal 1-2 cm cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik. 5) Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es. Penyimpanan vaksin harus dicatat 2 kali sehari pada grafik suhu yaitu saat datang pagi hari dan menjelang pulang siang/sore hari. c. Pemantauan Suhu
Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian dan penyimpanan, apakah vaksin pernah terpapar/terkena panas yang berlebih atau suhu yang terlalu dingin (beku). Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam keadaan baik atau tidak. Adapun alat pemantau suhu vaksin antara lain : 1) VVM (Vaccine Vial Monitor ) 2) Setiap lemari es dipantau dengan 1 buah thermometer Dial/Muller 3) Sebuah freeze Sebuah freeze tag atau freeze atau freeze watch 4) Sebuah buku grafik pencatatan suhu. 3. Pemeriksaan Vaksin dengan Uji Kocok Bila vaksin tersangka beku maka untuk meyakinkan apakah vaksin masih layak atau tidak untuk digunakan maka dilakukan pemeriksaan dengan Uji Kocok (Shake Test). Langkah-langkah shake Langkah-langkah shake test sebagai berikut : a. Periksa freeze watch, freeze tag , catatan/grafik suhu lemari es untuk melihat tanda-tanda bahwa suhu lemari es tersebut pernah turun di bawah titik beku. b. Freeze watch : Apakah kertas absorban berubah menjadi biru. c. Bila menggunakan freeze menggunakan freeze tag : Apakah tanda √ telah berubah jadi tanda X. d. Termometer : Apakah suhu turun hingga di bawah titik titik beku ? e. Bila salah satu atau ketiga jawabannya YA. 4. LAKUKAN UJI KOCOK (SHAKE TEST) a. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan yang yang dekat dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri label .Tersangka beku.. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label .Dibekukan .. b. Biarkan contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku. sampai mencair seluruhnya. c. Kocok contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku. Secara bersamaan. d. Amati contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku. Bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan. (Umumnya 5-30 menit). e. Bila terjadi : 1) Pengendapan vaksin .Tersangka beku. lebih lambat dari contoh .Dibekukan., vaksin dapat digunakan. 2) Pengendapan vaksin .Tersangka beku. sama atau lebih cepat daripada contoh .Dibekukan. jangan digunakan, vaksin sudah rusak.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari seluruh makalah yang penulis susun ini, terdapat beberapa simpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui Definisi Imunisasi 2. Dapat mengetahui Definisi Rantai Dingin 3. Dapat mengetahui Rantai dingin Imunisasi B. Saran 1. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan agar dapat lebih mengetahui tentang pentingnya rantai dingin imunisasi. 2. Bagi Akademik Diharapkan dapat meningkatkan sumber bacaan baik buku-buku maupun majalah kesehatan yang dapat membantu mahasiswi untuk menambah ilmu pengetahuan 3. Bagi Mahasiswa Diharapkan mampu melakukan rantai dingin imunisasi DAFTAR PUSTAKA Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Kebidanan, Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika. http://emypanca.wordpress.com/2011/01/04/cold-chain/ http://www.scribd.com/doc/42108395/DEFINISI-penyakit-8 http://www.scribd.com/doc/70079877/Makalah-imunisasi http://www.scribd.com/doc/87365455/4/II-1-1-Pengertian-Imunisasi-Dasar ,
[1] http://www.scribd.com/doc/70079877/Makalah-imunisasi, Jum’at, 29 Juni 2012, pukul 09.01 WIB [2] http://www.scribd.com/doc/87365455/4/II-1-1-Pengertian-Imunisasi-Dasar , Jum’at, 29 Juni 2012, pukul 08.18 WIB [3] http://emypanca.wordpress.com/2011/01/04/cold-chain/ http://emypanca.wordpress.com/2011/01/04/cold-chain/,, Kamis, 28 Juni 2012, pukul 20.02 WIB [4] A. Aziz Alimul Hidayat, Ilmu Hidayat, Ilmu Kesehatan Anak , 2011. Salemba Medika. Hal. 54 [5] http://www.scribd.com/doc/42108395/DEFINISI-penyakit-8 http://www.scribd.com/doc/42108395/DEFINISI-penyakit-8,, Kamis, 28 Juni 2012, pukul 20.15 WIB [6] A. Aziz Alimul Hidayat, Ilmu Hidayat, Ilmu Kesehatan Anak , 2011. Salemba Medika. Hal. 61