REFERAT
HEMODIALISA
Diajukan Kepada :
Dr. Aditiawarman, Sp PD
Disusun Oleh : Paramita Septianawati G1A209215
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2010
PENDAHULUAN
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa merupakan terapi pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney atau dialyzer ). Biasanya di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap kali hemodialisa dibutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat dialysis lainnya ada yang dilakukan hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama dialysis 4 jam. Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk mengeluarkan zat – zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat melalui
membrane
semipermeabel
yang
bersifat
sebagai
pengganti
ginjal.
Hemodialisis sering disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa terbukti dapat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal. Dalam suatu proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer . Dialyzer mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu dialisat mengalir diluar serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah ke dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan tubuh dan sampah-sampah sisa hasil metabolik. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini telah dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal yang kompartemen darahnya adalah kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang adalah 14 tahun.
I.
DEFINISI
Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah sedangkan dialisa adalah pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeable. Menurut Price dan Wilson, dialisa merupakan suatu proses solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.(15) Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox, hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat.(17) Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.(13)
II.
INDIKASI
Hemodialisa sebagai terapi penyakit ginjal end-stage digunakan lebih dari 300.000 orang di Amerika Serikat. Standarisasi terapi ini dimulai pada tahun 1973 oleh beberapa ahli seperti Kolff, Merrill, Sribner dan Schreiner. Terapi ini juga mempertimbangkan segi pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kesehatan pasien. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan terapi berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria sedangkan pada wanita diatas 4 mg/100 ml. Selain itu, nilai kadar glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. (1)
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus (mL/menit/1,73m 2) Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko Stadium 1 Normal atau meningkat > 90, terdapat kerusakan ginjal, proteinuria menetap, kelainan sedimen urin, kelainan kimia darah dan urin, kelainan pada pemeriksaan radiologi. Stadium 2 Penurunan ringan 60-89 Stadium 3 Penurununan sedang 30-59 Stadium 4 Penurunan berat 15-29 Stadium 5 Gagal Ginjal <15 Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia
atau malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.(4,5,14) Thiser dan Wilcox menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. (17) Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal Nilai GFR Kreatinin Clearance Rate 2 (mg/dl) (ml/menit/1,73 m ) (ml/menit) Normal >90 Pria : <1,3 Pria : 90-145 Wanita : <1,0 Wanita : 75-115 Gangguan 60-89 Pria : 1,3-1,9 56-100 Ginjal Ringan Wanita : 1,0-1,9 Gangguan 30-59 2-4 35-55 Ginjal Sedang Gangguan 15-29 >4 <35 Ginjal Berat Tabel 2. Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari < 15 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai pemeriksaan tanda dan gejala serta pemeriksaan laboratorium, sebagai berikut : a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata Penderita dapat mengalami gangguan kesadaran. Adanya gangguan asidosis metabolik dan atau gejala sindrom uremia seperti mual, muntah dan anoreksia. Tanda – tanda overload cairan seperti edem, sesak napas akibat edema paru, serta adanya gangguan jantung. Penderita juga dapat mengeluhkan sulit kencing (anuria) lebih dari 5 hari.
b. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan : •
Kreatinin serum > 8 mg/dL
•
Ureum darah > 200 µ/dL
•
Hiperkalemi
•
pH darah < 7,1
III. KONTRAINDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox, kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.(14)
IV. PROSES HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih renda h. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan). Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena. Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme
yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan
hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal terminal yaitu dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser ) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dialirkan dan dipompa ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan (artificial ) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialairi cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit yang sama dengan serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zar terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air disebut dengan ultrafiltrasi.(1,2,3,4) Cairan dialysis adalah cairan yang digunakan pada proses hemodialisa, terdiri dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah. Fungsi cairan dialysis adalah mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh, serta mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa. Cairan dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau zat antara lain : 1. NaCl / Sodium Chloride. 2. CaCl2 / Calium Chloride.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride. 4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat. 5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat. 6. Dextrose.
Gambar 1. Cairan Dializer Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan.(14)
Gambar 2. Mesin Hemodialisa Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler.(7,8,9,15)
Gambar 3. Aliran Darah Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).(9,10)
Gambar 4. Sirkuit Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan
dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan
antara
darah
dan
dialisat
semipermeabel dari hemodializer melalui
terjadi
sepanjang
proses difusi,
membran
osmosis, dan
ultrafiltrasi.(11,15) Komposisi
dialisat diatur sedemikian
rupa
sehingga
mendekati
komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K +, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.(15) Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.(12,13,15) Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Price dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.(15)
V.
PENATALAKSANAAN HEMODIALISA
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa
tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.(1,8) Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.(8) Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. (8)
VI. KOMPLIKASI Hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anakanak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam dan menggigil.(16) complication cardiovascular
Komplikasi dari renal replacement theraphy hemodialisis Peritonel dialysis • • • • •
Infection
• •
• • • • •
Mecahnical
•
•
Air embolism Angina Arrytmia Cardiac tamponade Hypotension* Bacterimia Colonization of temporary central venous cateters Endocarditis Meningitis Osteomyelitis Sepsis Vascular access celulitis or absess Obstruksi pada arterivena, terbentuk fistul trombosis atau infeksi Stenosis atau trombosis pada vena subklavia atau superior vena cava dan intern vena jugular
• • •
•
•
•
•
•
•
•
Metabolic
•
• •
Pulmonary
•
•
Miscellaneous
• • •
Hipoglikemi pada orang diabetik yang memakai insulin Hipokalemi Hiponatremi dan hipernatremi Dispnea sampai reaksi anafilasis oleh membran hemodialisa Hipoksia Deposit amiloid Hemorragic cateter Demam yang disebabkan oleh bakterimia, pirogen,
• • • •
• • •
•
•
Arrytmia Hipotension Pulmonary edema
Catheter exit sitre infection peritonitis
Catheter obstruction by clots, fibrin, omentum, or fibrous encasement Dialysate leakage around the catheter Dissection of fluid into the abdominal wall Hematoma in the pericatheter tract Perforation of a viscus by the catheter Hipoalbumin Hiperglikemi Hipertrigliserid Obesitas
Atelectasis Efusi pleura Pneumonia Abdominal and inguinal hernias Catheter-related intra-abdominal
atau panas dialysate Perdarahan (GI, Intracranial, • retroperitonel, intraocular) Insomnia • Pruritus • Keram otot • Restlessness • kejang • *most common complication overal
• • •
bleeding Hypothermia Peritoneal sclerosis Seizures
VII. SARAN DAN KESIMPULAN
Hemodialisa merupakan pengganti terapi faal ginjal dengan tujuan untuk mengeluarkan
sisa-sisa
metabolisme
protein
dan
koreksi
gangguan
keseimbangan air dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat melalui selaput semipermeabel yang bertindak sebaagai ginjal buatan. Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya,
Awi
Mulyadi;dr.
Rabu,
27
Januari
2010.
http://www.infodokterku.com/index.php? option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-ataurenal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidakmenular&Itemid=18. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement Therapy (RRT). 2. Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by Lippincott Williams and Willkins Publisers 2000 : 12-47. 3. Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, 4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients with end-stage renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc Nephrol 12:2753-2758, 2001. 5. Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol 13:3027-3030, 2002. 6. Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in chronic kidney disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002 7. Vanholder R, De Smet SR: Pathophysiologic effects of uremic retention solutes. J Am Soc Nephrol 10:1815-1823, 1999. 8. Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal of Kidney Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131. 9. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta. 10. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC, Jakarta. 12. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. 13. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. 14. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi– Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 15. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta. 16. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.