BAB I PENDAHULUAN
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.
2
Etiolo Etiologi gi dan patoge patogenes nesis is riniti rinitiss atrofi atrofi sampai sampai sekaran sekarang g belum belum dapat dapat diketahui secara pasti. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menunjukan perbaikan, dilakukan operasi. iasanya diagnosis diagnosis rinitis atrofi secara klinis tidak sulit. iasanya sekret berbau, berbau, bilateral, terdapat krusta kuning kehijauan. !eluhan subjektif yang sering ditemukan pada 2,$
pasien biasanya napas berbau "sementara pasien sendiri menderita anosmia#.
%enurut oies frek&ensi penderita rinitis atrofi &anita ' laki adalah $ ' (. Penyakit ini lebih sering mengenai &anita, usia ()$* tahun terutama pada usia pubertas. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan di lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.
2,$
Riniti Rinitiss atrofi atrofi atau atau o+aena o+aena lebih lebih umum umum di negara negara)neg )negara ara sekita sekitarr aut aut -engah daripada di merika Serikat. %enurunnya insidens campak, scarlet fever , dan difteria di Eropa Selatan sejak perang dunia ke // tampaknya timbul bersaman dengan suatu penurunan tajam dalam insidens o+aena.
$,*
1
BAB II ANATOMI DAN EMBRIOLOGI HIDUNG
/ / .(
E%R/OO0/ 1/340
Sadler dalam bukunya mengelompokkan perkembangan hidung pada mudigah bersamaan dengan perkembangan &ajah. Pada akhir minggu ke 5, mesenkim yang berasal dari krista neuralis mulai membentuk tonjol)tonjol &ajah yaitu "(# tonjol maksila, yang terletak di sebelah lateral stomodeum dan "2# tonjol mandibular pada kaudal stomodeum. itepi itepi atas atas stomod stomodeum eum,, yaitu yaitu di sebela sebelah h ventral ventral vesike vesikell otak otak terjad terjadii proliferasi mesenkim yang membentuk prominensia frontonasalis, yang di kanan kirinya muncul plakoda nasal "olfaktorius# yang merupakan penebalan)penebalan setempa setempatt yang yang berasal berasal dari dari ektode ektoderm rm permuk permukaan aan diba&a diba&ah h pengar pengaruh uh induks induksii bagian ventral otak depan. Selama minggu ke lima, plakoda hidung tersebut mengalami invaginasi membentuk lubang hidung. Plakoda hidung membentuk suatu rigi jaringan yang masing)masin masing)masing g mengeliling mengelilingii lubang lubang dan membentuk membentuk tonjol hidung hidung lateral dan tonjol hidung medial. Selama dua minggu selanjutnya, ukuran tonjol maksilla terus bertambah besar, dan tumbuh ke arah medial sehingga mendesak tonjol hidung medial ke arah garis tengah. tengah. Selanjutnya Selanjutnya celah antara dua tonjol tonjol medial medial dan tonjol maksila tersebut menghilang, keduanya bersatu. &alnya tonjol maksila dan tonjol hidung terpisah oleh sebuah alur yang dalam yaitu alur nasolakrimal. Ektoderm di lantai alur ini membentuk sebuah tali epitel padat yang melepaskan diri dari ectoderm diba&ahnya,. Setelah terjadi kanali kanalisasi sasi,, tali tali ini memben membentuk tuk duktus duktus nasola nasolakri krimali malis, s, ujung ujung atasny atasnyaa meleba melebar r membentuk saccus lakrimalis. Setelah lepasnya tali tersebut, tonjol maksila dan tonjol tonjol hidung hidung lateral lateral menyat menyatu. u. uktus uktus lakrim lakrimalis alis kemudi kemudian an berjal berjalan an dari dari tepi tepi medi medial al mata mata menu menuju ju ke meatu meatuss infe inferio riorr rong rongga ga hidu hidung ng,. ,. -onjo onjolan lan maks maksil ilaa kemudian membesar sampai membentuk pipi dan maksila.
2
1idung terbentuk dari tonjol)tonjol &ajah ke lima6 tonjol frontal membentuk jembatannya, gabungan tonjol)tonjol hidung medial membentuk lengkung cuping dan ujung hidung, dan tonjol lateral membentuk sisi)sisinya "alae#
0ambar //.(.( aspek frontal &ajah pada .perkembangan hidung
(
3
//.2
4-O%/ 1/340
,$
//.2. 1idung uar dan 1idung alam Secara letak, anatomi hidung dibagi menjadi dua bagian yaitu hidung luar dan hidung dalam. ilihat dari arah depan, hidung merupakan organ berbentuk piramida yang terletak pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, sedangkan di dalam hidung terbagi menjadi dua oleh sekat hidung "septum nasi#. Susunan hidung luar dari atas keba&ah meliputi "(# pangkal hidung "bridge# "2# batang hidung atau dorsum, "$# puncak hidung "tip7apeks#, "5# ala nasi, "*# kolumela dan "8# lubang hidung "nares anterior#. -itik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. isini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas keba&ah yang disebut filtrum. 1idung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang ra&an yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. !erangka tulang terdiri dari "(# tulang hidung "os nasal#, "2# prosesus frontalis os maksila, "$# prosesus nasalis os frontal. !erangka tulang ra&an terdiri dari "(# sepasang kartilago nasalis lateralis superior, "2# sepasang nasalis lateralis inferior "kartilago ala mayor#, "$# tepi anterior kartilago septum.
4
0ambar //.2..( 1idung luar dan tulang pembentuk hidung
$
Rongga hidung atau kavum nasi merupakan daerah yang dimulai dari os internum di bagian anterior sampai ke koana di bagian posterior. Pintu "lubang# masuk rongga hidung di bagian depan disebut nares anterior dan pintu keluar dibagian belakang disebut nares posterior "koana# yang merupakan penghubung rongga hidung dan nasofaring. 9avum nasi dibagi menjadi dua bagian oleh septum nasi dibagian tengahnya. Septum nasi struktur tulang dibagian tengah yang terdiri dari tulang dan tulang ra&an. agian tulangnya meliputi "(# lamina perpendikularis os etmoid terletak disebelah atas, "2# vomer dan rostrum sfenoid di bagian posterior "$# krista nasalis os maksila, "5# krista nasalis os palatine, kedua krista merupakan struktur bagian ba&ah. agian tulang ra&an meliputi "(# kartilago septum "kuadrangularis# di bagian anterior dan "2# kolumela. -iap kavum nasi mempunyai 5 buah dinding,, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. inding medial hidung ialah septum nasi. inding lateralnya terdiri dari empat buah konka, "(# konka inferior, paling besar dan letaknya paling ba&ah, "2# konka media, lebih kecil, letaknya tepat diatas konka
5
inferior, "$# konka superior, ukurannya lebih kecil lagi dari konka media, letaknya diatas konka media "5# konka suprema merupakan yang terkecil, biasanya rudimenter, jarang ditemukan. isela)sela konka, terdapat rongga udara sempit yang tidak teratur, yang disebut meatus. Penamaan meatus sesuai dengan konka yang ada diatasnya. Pada meatus inferior bagian anterior, terdapat duktus nasolakrimalis. 1iatus semilunaris pada meatus media merupakan muara sinus anterior " frontalis, maksilaris dan etmoidalis anterior#. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoidales posterior, sedangkan sinus sfenoidales bermuara di resesus sfenoidalis.
0ambar //.2..2 lateral hidung tanpa konka
$
//.2. :akularisasi 1idung Sistem perdarahan hidung bermula dari dua arteri utama yaitu "(# arteri maksilaris interna dan "2# arteri etmoidalis. Sistem drainase vena bera&al dari pleksus kavernosus diba&ah membrane mukosa, lalu melalui vena oftalmika, vena fasialis anterior, dan vena sfenopalatina. Semua pembuluh darah hidung saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. i anterior septum kartilaginosa, a.sfenopalatina, a.etmoid anterior,
6
a.labialis superior, dan a.palatina mayor beranastomosis menjadi pleksus kiesselbach "little area# yang merupakan lokasi epistaksis tersering.
a. karotis interna
a. etmoidalis anterior & posterior
a. oftalmika
a. karotis eksterna
a. maksilaris interna
sinus frontalis, sinus etmoidalis, atap hidung
cabang a. sfenopalatina a. labialis superior,
konka, meatus, septum
cabang a. infraorbitalis, alveolaris cabang a.faringealis
sinus maksilaris sinus sfenoidalis
0ambar //.2..( Skema perdarahan hidung //.2.9 Persarafan 1idung agian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. 9abang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. 4ervus etmoidalis anterior berjalan mele&ati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan
sensoris
dari
nervus
maksila
melalui
ganglion
sfenopalatinum. 0anglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. 0anglion
7
ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. 0anglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media. 4ervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan ba&ah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel)sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
0ambar //.2.9.( Persarafan 1idung
5
//.$
;/S/OO0/ 1/340
//.$. ;isiologi 1idung 1idung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya, merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. ;ungsi fisiologis hidung dan SP4 adalah "(# fungsi respirasi' air conditioning , purifikasi udara, humidifikasi, penyeimband dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local, "2# fungsi penghidu, "$# fungsi fonasi, "5# fungsi statik dan mekanik, "*# refleks nasal. Pada fungsi respirasi, vibrissae pada vestibulum nasi, silia serta palut lendir membantu filtrasi udara pada inspirasi. Perlu diketahui bah&a anatomi hidung dalam yang ireguler menyebabkan arus balik udara inspirasi yang mengakibatkan penimbunan partikel dalam hidung dan nasofaring, akan tetapi benda asing tersebut akan di ekspektorans atau diangkut melalui transport mukosiliar ke lambung untuk disterilkan menggunakan asam lambung. Pada fungsi penyesuaian udara atau air conditioning udara yang masuk ke hidung akan =
disesuaikan suhunya dengan suhu tubuh yaitu berkisar $< 9 oleh pembuluh darah yang ada di ba&ah epitel, permukaan konka dan septum yang luas "turbulensi mengenai konka dan septum#. 9abang nervus olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum berperan dalam fungsi penghidu hidung. Partikel bau dapat mencapat daerah nervus sensorius tersebut dengan cara difusi dengan palut lendir dan dengan cara menarik nafas dengan kuat. 1idung juga membantu dalam proses pengecapan, untuk membedakan asal rasa manis, dan membedakan asam cuka atau asam ja&a. Proses bicara merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan paru) paru sebagai sumber tenaga, laring sebagai generator suara, dan struktur kepala dan leher seperti bibir, lidah, gigi, dll sebagai articulator untuk mengubah suara dasar dari laring menjadi pembicaraan yang dapat di mengerti. Sinus, nasofaring
!
dan resonansi hidung berperan pula dalam artikulasi, khususnya pada bunyi tertentu seperti >m?, >n?, >ing?.
//.$. S/S-E% %3!OS//R 1/340
//.$..( 1istologi %ukosa uas permukaan kavum nasi kurang lebih (*= cm2 dan total volumenya sekitar (* ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir "mucous blanket#, epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar profunda.
//.$..2 Epitel Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel)sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. %itokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. istribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak ((.=== sel7mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak *<== sel7mm2. Sel basal tidak pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia. !avum nasi bagian anterior pada tepi ba&ah konka inferior ( cm dari tepi depan memperlihatkan sedikit silia "(=@# dari total permukaan. ebih kebelakang epitel bersilia menutupi 27$ posterior kavum nasi.
1"
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. entuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Aumlah silia dapat mencapai 2== buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2)8 Bm dengan diameter =,$ Bm. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. %asing)masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan jari)jari radial. -iap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat diba&ah permukaan sel. Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba)tiba ke salah satu arah "active
stroke#
dengan
ujungnya
menyentuh
lapisan
mukoid
sehingga
menggerakan lapisan ini.. !emudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi "recovery stroke#. Perbandingan durasi geraknya kira)kira ( ' $. engan demikian gerakan silia seolah)olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino "metachronical &aves# pada satu area arahnya sama. 0erak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber energinya -P yang berasal dari mitokondria. -P berasal dari pemecahan P oleh -Pase. -P berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis yang diduga neksin. %ikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 Bm dan diameternya =,( Bm atau (7$ diameter silia. %ikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Aumlahnya mencapai $==)5== buah tiap sel. -iap sel panjangnya sama. %ikrovilia bukan merupakan bakal silia. %ikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. %ikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. engan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.
11
//.$..$ Palut endir Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. -erdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili "sol layer# yang disebut lapisan perisiliar. apisan ini lebih tipis dan kurang lengket. !edua adalah lapisan superfisial yang lebih kental "gel layer# yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. apisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar diba&ahnya. 9airan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi dengan berat molekul rendah. apisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini. apisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus. iduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. apisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap. !edalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali "Sakakura (CC5#. //.$..5 %embrana asalis %embrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap diba&ah epitel. i ba&ah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin.
12
//.$..* amina Propia amina propria merupakan lapisan diba&ah membrana basalis. apisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. amina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf. %ukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. %ukosanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum diba&ahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah hidung melalui ostium masing) masing. iantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.
//.$..8 -ransportasi mukosiliar
-ransportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel)partikel asing yang terperangkap pada palut lendir ke arah nasofaring. %erupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung. -ransportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar. -ransportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus. apisan mukosa mengandung en+im liso+im "muramidase#, dimana en+im ini dapat merusak beberapa bakteri. En+im tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin "/g #, dengan ditambah beberapa +at imunologik yang berasal dari sekresi sel. /munoglobulin 0 "/g 0# dan interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung se&aktu serangan akut infeksi virus. 3jung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring.
13
9airan perisilia diba&ahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. -ransportasi mukosilia yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. ila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. !arena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah)celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. !ecepatan gerakan silia bertambah secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan (* hingga 2= mm7menit. !ecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya (78 segmen posterior, sekitar ( hingga 2= mm7menit. Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. ari rongga nasofaring mukus turun keba&ah oleh gerakan menelan.
14
BAB III RINITIS ATROFI
///.(
E;/4/S/
,$,*,8
Rinitis atrofi merupakan penyakit kronik nonspesifik yang ditandai dengan mukosa dan konka yang atrofi, kelainan mukosa yang menyebabkan terbentuknya krusta, kavum nasal yang luas, anosmia, dan bau busuk. Rinitis atrofi memiliki banyak istilah lain seperti Rinitis sika, Rinitis kering, sindrom hidung terbuka dan o+aena.
///.2
EP/E%/OO0/ 4 E-/OO0/
///.2. Epidemiologi
5,*
/nsidensi terjadinya Rinitis atrofi sudah berkurang pada abad terakhir, dicurigai akibat meningkatnya penggunaan antibiotik pada kasus infeksi kronis nasal. Selain menyerang manusia, Rinitis atrofi juga sering menyerang babi dan sapi. Prevalensi terjadinya Rinitis atrofi primer tinggi pada daerah yang kering, jarang hujan seperti pada gurun)gurun di rab Saudi. Studi melaporkan bah&a Rinitis atrofi banyak ditemui di pada orang asia, Hispanics dan afrika)amerika. Pada satu studi dilaporkan bah&a 8C.8@ penderita berasal dari rural area dan 5$.*@ merupakan pekerja pabrik. Rinitis atrofi banyak menyerang orang dengan sosial ekonomi rendah, dan higienis yang buruk. ngka kejadian enam kali lebih sering pada &anita dibandingkan dengan laki)laki.
///.2.
Etiologi
2,5
Penyebab dari rinitis atrofi primer masih belum jelas diketahui, tetapi infeksi bakteri kronik pada hidung dan nasal sering dikatakan sebagai penyebab terjadinya Rinitis alergi primer. ari hasil pemeriksaan sediaan apus nasal, ditemukan Klebsiella Ozaenae "paling banyak#, Coccobacillus of Perez , Coccobacillus of Loewenberg , Pseudomonas Aeruginosa, dll. efisiensi ;E,
15
defisiensi vitamin , kelainan hormonal, penyakit kolagen dan kelainan autoimun juga sering dikaitkan dengan terjadinya kasus Rinitis atrofi. Rinitis atrofi sekunder merupakan Rinitis atrofi yang terjadi setelah ada kondisi fisik yang terjadi sebelumnya, seperti trauma, infeksi, post operation, dalam terapi radiasi dan lainnya.
///.$
P-OO0/ R/4/-/S -RO;/
,$,5,*
Rinitis atrofi mempunyai gejala yang khas yaitu dengan adanya perubahan atrofi pada seluruh bagian hidung. dr.enhard fraenkel pada tahun (D<8 menyatakan adanya trias Rinitis atrofi meliputi, bau, krusta, dan atrofi nasal. 1istopatologi Rinitis atrofi ditandai dengan adanya perubahan epitel respirasi normal menjadi epitel kubus atau epitel gepeng skuamosa betingkat "metaplasia#, dengan atau tanpa keratinisasi. trofi pada silia, mukosa dan kelenjar submukosa, dimana mukosa menjadi pucat, tampak lengket, terdapat secret yang mongering membentuk krusta ber&arna hijau kekuningan dan scabs. au yang tercium merupakan akibat dari terjadinya infeksi sekunder. !eluhan anosmia terjadi karena proses atrofi juga mengenai epitel olfaktorius, sel saraf bipolar dan serat saraf, ditambah dengan insufisiensinya udara untuk mencapai area olfaktorius karena adanya krusta yang menghalangi. Rinitis atrofi dibagi menjadi dua jenis. Rinitis trofi tipe satu, merupakan tipe yang sering terjadi, dimana ditemukannya endarteritis obliterans, periarteritis, dan fibrosis periarteria terminal arteriol akibat dari infeksi kronik dengan infiltrate sel plasma. Rinitis atrofi tipe satu ini berespon baik terhadap efek vasodilator terapi estrogen. Rinitis atrofi tipe dua, lebih jarang ditemui. Pada tipe ini, Sel endotel pada kapiler yang berdilatasi memiliki sitoplasma yang berlebih, dan menunjukkan adanya resorpsi tulang melalui ditemukannya alkaline fosfatase. Rinitis atrofi tipe dua tidak berespon baik terhadap terapi estrogen.
16
///.5
PE%ER/!S4
///.5. namnesa
5
!eluhan yang paling sering di keluhkan pasien adalah adanya perasaan hidung yang tersumbat dikarenakan adanya blunting effect , dan krusta yang besar yang mengahalangi aliran udara. !eluhan lain yang juga sering dikeluhkan pasien adalah bau busuk yang dikeluhkan orang sekitar, yang membuat pasien jadi memiliki masalah sosial, pasien sendiri tidak dapat mencium bau busuk tersebut, karena pasien mengalami anosmia. Pusing, sekret purulent, krusta kehijauan berbau busuk yang terlepas dan menyebabkan pendarahan hidung, dll. 8
///.5. Pemeriksaan ;isik
Pada (==@ kasus ditemui "(# krusta, disusul dengan "2# kavum nasi yang lapang dan tidak ditemuinya konka inferior "atrofi# pada rhinoskopi anterior "82@ parsial, $<@ total#, atrofi konka media pada *<@ kasus, adanya "$# sekret pada *2@ kasus, dan "5# perforasi septum yang hanya ditemui pada (=@ kasus.
///.5.9 Pemeriksaan Penunjang ///.5.9.( Radiologi
C
Pada foro rontgen ditemukan "(# penebalan mukoperiostal pada SP4, "2# hipoplasia sinus maksilaris, "$# pembesaran kavum nasi dengan erosi dan bowing pada dinding lateralnya, "5# resorpsi tulang dan atrofi mukosa konka inferior dan konka media. Posisi foto yang dapat digunakan posisi aters, P, 9ald&ell dan ateral.
17
0ambar ///.5.9.( 0ambaran radiologi
<
///.5.9.2 %ikrobiologi itemuinya kuman Klebsiella Ozaena, Pseudomonas Aeroginosa dan lainnya seperti yang tertera di etiologi pada hasil kultur bakteri.
///.5.9.$ iopsi "1istopatologi# %ukosa 4ormal
Rinitis .trofi
Epitel kolumnar bertingkat semu
%etaplasia skuamosa
-erdapat kelenjar serosa dan kelenjar mukus
trofi kelenjar mucus
bsensi silia Endarteritis obliterans
1
-abel ///.5.9.$ -abel perbandingan biopsy mukosa normal dan rhinitis atrofi
///.*
/04OS
///.*. iagnosa !erja
D
iagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis "trias rinitis atrofi#, pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, pemeriksaan ;e serum, %antouF test, pemeriksaan histopatologi dan test serologi ":R test dan asserman test# untuk menyingkirkan sifilis. iagnosis anding' Rinitis kronik tbc, rinitis kronik lepra, rinitis kronik sifilis dan rinitis sika.
///.*. iagnosa anding
2,D
iagnosa banding dari rhinitis atrofi adalah "(# Rinitis kronik tbc, "2# rinitis kronik lepra, "$# rinitis kronik sifilis, "5# sinusitis.
///.8 --!S4
2,$,5,*
!arena etiologinya multifaktorial, maka pengobatan rinitis atrofi belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan mengatasi gejala. Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau pembedahan.
1!
///.8. !onservatif iberikan antibiotika spektrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman. -erapi secara paliatif dapat di lakukan dengan melakukan irigasi atau cuci hidung untuk menghilangkan bau dan membersihkan krusta. Nasal irrigation&douces, dengan komposisi 2D.5g sodium bicarbonate "disolusi krusta#, 2D.5g sodium diborate "antiseptik, bertindak sebagai bakterisidal dalam asam dan membantu untuk membuffer bicarbonate#, *8.< sodium cloride "untuk membuat larutan menjadi isotonik#. Satu sendok teh campuran diatas dicampur dengan 2D=ml air hangat)luke, dapat digunakan sebagai douces pada kavum nasi untuk membersihkan krusta menggunakan disposibel (= atau 2= cc. apat diulang $)5 kali sehari. Saat prosedur berlangsung, pasien diminta untuk terus mengucapkan >!,!,!G? untuk menutup nasofaringeal isthmus, sehingga resiko aspirasi jadi semakin kecil. arutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan kuat)kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut. erdasarkan studi di 9alifornia, penggunaan hipertonik salin pulsasi nasal irigasi selama tiga sampai enam minggu menunjukkan perubahan yang signifikan pada gejala)gejala tersebut. Aika sukar mendapatkan larutan diatasm dapat dilakukan juga dengan menggunakan (==cc air hangat, satu sendok makan betadine "(*cc#, atau larutan garam dapur setengah sendok teh dicampur segelas air hangat. apat diberikan juga vitamin $H*=.=== unit dan preparat ;E selama dua minggu. -etes hidung glukosa)gliserin juga dapat di administrasikan setelah melakukan douces. 0lukosa diharapkan dapat menghambat infeksi saprofitik, dan bakteri proteolitik, serta meningkatkan pertumbuhan flora komensal. 0liserin disisi lain membantu sebagai lubrikan dan agen higroskopik. Efek samping dari gliserin dapat menyebabkan iritasi. Pada Rinitis trofi tipe satu dapat diberikan, estradiol dalam minyak aracis dalam bentuk obat tetes dan semprot "(==.=== unit7ml#. Perlu diperhatikan, penggunaan dekongestan merupakan kontraindikasi pada rinitis atrofi karena dapat memperburuk patologis penyakit.
2"
///.8. Pembedahan
ilakukan jika tidak ada perbaikan setelah diberikan pengobatan konservatif. Prinsip pembedahan pada rinitis atrofi dibagi dalam empat kelompok besar "(# mengurangi ukuran dari kavum nasi, untuk mengurangi turbulensi udara dalam kavum nasi dan mencegah pengeringan mukosa serta produksi krusta, "2# menginduksi regenerasi mukosa normal nasal dengan cara penyempitan rongga hidung sebagian atau total, dengan implantasi, dilakukan selama dua tahun, "$# meningkatkan lubrikasi pada mukosa nasal yang kering, "5# improvisasi vaskularisasi pada kavum nasi. Pembedahan dengan tujuan mengurangi ukuran dari kavum nasi pertama kali dilakukan oleh autenschlager, dengan cara menarik dinding lateral nasal kea rah medial, atau dinding edial dari antrum maksilaris dengan metode Caldwell! Luc. -indakan ini sering disebut juga >rekalibrasi fosa nasalis?. %enginduksi regenerasi mukosa nasal dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti %etode Ioung,
disusul
dengan
%odifikasi
Sinha,
%odifikasi
0adre,
"os#s
vestibuloplast$., dan lainya saling berkaitan dengan metode young. /nduksi lubrikasi pada kavum nasal yang kering dapat dilakukan dengan metode iitmack, dimana dilakukan implantasi duktus stensen ke antrum maksilaris. /njeksi
ganglion
stellate
dilakukan
dengan
tujuan
adanya
improvisasi
vaskularisasi kavum nasi.
///.<
PRO04OS/S
Prognosis rinitis atrofi tergantung dari etiologi dan progresifitas penyakitnya, jika cepat ditangani umumnya akan berakhir baik. Aika penyakit di diagnosa pada tahap a&al dan penyebabnya dapat dipastikan bakteri, maka terapi antimikrobial yang adekuat serta cuci hidung yang rutin diharapkan dapat mmengembalikan fungsi hidung kembali. Aika penyakit didapati dengan gejala
21
klinis yang parah, tetap dicoba dengan terapi medika mentosa, dan jika tidak berhasil perlu dipikirkan untuk melakukan tindakan bedah. BAB IV RESUME
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progresif tulang dan mukosa konka. Etiologi penyakit ini belum jelas. eberapa hal dianggap sebagai penyebab seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu sepsis klebsiela, yang sering Klebsiela Ozaena, kemudian %tapfiloous, dan Pseudomonas Aeruginosa, defisiensi ;e, defisiensi vitamin , sinusitis kronik, kelainan hormonal dan penyakit kolagen. %ungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. 0ejala klinis adalah berupa keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau "sementara pasien sendiri menderita anosmia#, ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala dan hidung tersumbat. Pada pemeriksaan -1- ditentukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta ber&arna hijau. -erapi belum ada yang baku, ditujukan untuk menghilangkan etiologi dan gejala dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.
22
;-R P3S-!
1.
Sadler -. Embriologi !edokteran angman' Ed <. Suyono A, alih bahasa. Aakarta' Penerbit uku !edokteran "E09#, 2===' $$()$
2. Soepardi E, /skandar 4, et al, edi. Sumbatan 1idung dalam uku jar /lmu !esehatan ' -elinga 1idung -enggorok !epala dan eher. Ed <. Aakarta' adan Penerbit ;!3/, 2=(2' C8)(==, ((<)D $. dams 0, oies Ar R, 1igler P. O/ES' uku jar Penyakit -1-. Ed 8. ijaya 9, alih bahasa. Aakarta' Penerbit uku !edokteran "E09#,(CC<' (<$)(DD, 22()2 5. 0ambar diunduh dari emedicine.medscape.com7article7D28
23