REFERAT
RHINITIS ALERGI Disusun oleh: Timothea Stephanie 030.08.241
Pembimbing: Dr. Donald Marpaung, Sp. THT-KL
KEPANITERAAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RSAL MINTOHARDJO JAKARTA Periode 25 Februari 2013 – 2013 – 28 28 Maret 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul „Rhinitis Alergi” telah diterima dan disetujui pada bulan Maret 2013 oleh pembimbing, sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo
Jakarta, Maret 2013
Dr. Donald Marpaung, Sp. THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan, karena dengan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “RHINITIS ALERGI”. Penyusunan referat ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo, Jakarta. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penuyusunan referat ini, terutama kepada: 1. Dr. Donald Marpaung, Sp. THT-KL selaku pembimbing referat 2. Dr. M Agus S, Sp. THT-KL, M-Kes 3. Dr. Elliot Ginting Sp. THT-KL 4. Staf SMF THT RSAL Dr. Mintohardjo, Jakarta 5. Rekan-rekan koasisten Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo periode 25 Februari 2013 – 28 Maret 2013. 6. Ayah dan Ibu.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak lain yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ditemui banyak kekurangan, baik isi maupun format penyusunan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, saya selaku penyusun berharap referat mengenai “RHINITIS ALERGI” ini dapat berguna bagi rekan-rekan.
Jakarta, 14 Maret 2013 Penyusun
Timothea Stephanie 030.08.241
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................2 KATA PENGANTAR....................................................................................................3 DAFTAR ISI..................................................................................................................4 BAB I
PENDAHULUAN............................................................. .....................5
BAB II
VASKULARISASI HIDUNG.......................................................... .....6
BAB III
RHINITIS ALERGI.................................................. .............................8
3.1
DEFINISI...............................................................................................8
3.2
EPIDEMIOLOGI...................................................................................8
3.3
ETIOLOGI.............................................................................................8
3.4
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK....................................10
3.5
PATOFISIOLOGI................................................................................12
3.6
TATALAKSANA................................................................................12
3.7
KOMPLIKASI.....................................................................................16
BAB IV
KESIMPULAN............................................................... .....................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN
Rhinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.
1,2
Rhinitis alergi terdapat pada lebih kurang 40 juta penduduk Amerika. Rhinitis ditemukan
di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insiden tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rhinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insiden rhinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia senja rhinitis alergi jarang d itemukan
1,2
Di Indonesia, angka kejadian rhinitis alergi yang pasti belum diketahui karena sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian multisenter. Prevalensi rhinitis alergi perennial di 3,4
Jakarta besarnya sekitar 20%.
BAB II RHINITIS ALERGI
2.1 DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflames yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan den gan allergen spesifik tersebut.
1,2
Rhinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE. Onset pajanan allergen terjadi lama dan gejala umumnya ringan, kecuali bila ada komplikasi lain seperti sinusitis.
1,2,5
2.2 ETIOLOGI
Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetic memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20-30% semua populasi dan pada 10-15% anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Peran lingkungan dalam rhinitis alergi yaitu sebagai sumber alerge, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan 6
merangsang respon imun yang secara genetic telah memiliki kecenderungan alergi. 7
a. Sumber pencetus : Rhinitis alergi jenis musiman muncul disebabkan oleh reaksi alergi terhadap partikel udara seperti berikut ini:
Ragweed: bulu-bulu rumput yang paling umum terdapat sebagai pencetus (di musim gugur)
Serbuk sari rumput (di akhir musim semi dan musim panas)
Serbuk sari pohon (di musim semi)
Jamur (berbagai jamur yang tumbuh dir daun kering, umumnya terjadi di musim panas)
Rhinitis alergi jenis sepanjang tahun muncul disebabkan oleh reaksi alergi terhadap partikel udara seperti berikut ini:
Bulu binatang peliharaan
Debu dan tungau rumah
Kecoa
Jamur yang tumbuh di dinding, tanaman rumah, karpet, dan kain pelapis.
b. Faktor Pencetus
Sejarah keluarga alergi
Setelah ada riwayat pernah terkena alergi lain, seperti alergi makanan atau eksim
Paparan bekas asap rokok
Gender laki-laki
2.3 KLASIFIKASI 1,2
Rhinitis alergi sering dibagi berdasarkan penyebab menjadi 2 tipe yaitu: 1. Rhinitis alergi musiman
Umumnya disebabkan kontak dengan alergi dari luar rumah seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angina untuk penyerbukkannya dan spora jamur. Alergi terhadap tepung sari berbeda tergantung geografi dan jenis tanaman yang ada, juga jumlah serbuk yang ada di dalam udara. Udara panas, kering dan angina mempengaruhi banyaknya serbuk di udara bila dibandingkan dengan saat udara dingin, lembab dan hujan, yang membersihkan udara dari serbuk tersebut. Jenis ini biasanya terjadi di negara dengan 4 musim. 2. Rhinitis alergi terus menerus (perennial) Diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, kecoa, tumbuhan kering, jamur, bulu binatang atau protein yang dikandung pada kelenjar lemak kulit binatang. Protein ini dapat tetap berada di udara 2
selama berbulan-bulan setelah binatang itu tidak ada di ruangan.
Namun definisi tersebut kurang sesuai bila diterapkan dalam kehidupan nyata karena sebuk sari banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan gejala alergi tidak secara terus menerus terjadi. Oleh karena itu, the Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) mengklasifikasi kembali pedoman rhinitis alergi bedasarkan waktu dan frekuensi gejala yang ada. Intermittent Allergic Rhinitis dan Persistent Allergic
Rhinitis, keduanya dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahan pasien mulai dari ringan, sedang hingga berat. WHO merekomendasikan pembagian rhinitis alergi ke 1,3,6
dalam dua klasifikasi: 1. Intermittents
Gejala yang ditemukan kurang dari 4 hari per minggu dan atau kurang dari 4 minggu. 2. Persistent Gejala yang ditemukan lebih dari 4 hari.
Berdasarkan tingkat beratnya gejalan, rhinitis alergi dibagi menjadi: 1. Ringan (mild) Ditemukan dengan tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olah raga dan saat santai normal, bekerja dan sekolah normal, dan tidak ada keluhan mengganggu. 2. Sedang-berat (moderate severe) Ditemukan satu atau lebih gejala berikut; todir tergamggu, aktivitas sehari-hari, saat olah raga, dan saat santai terganggu, masalah saat bekerja dan sekolah, ada 3,6
keluhan yang mengganggu.
2.4
PATOFISIOLOGI
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai satu jam setelahnya, dan reaksi fase lambat yang berlangsung 2 sampai 4 jam dengan puncak 6-8 1
jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48jam.
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk peptide MHC kelas II, yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleuikin I (IL 1) yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th 2. Kemudian Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. IL4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B., sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basophil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen yang sama maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk, terutama histamine. Selain histamine juga dikeluarkan prostaglandin leukotrin D4, leukotrin C4,bradikinin, platelet actifating factor dan berbagai sitokin. Inilah yang disebut reaksi alergi fase cepat. Histmain akan merangsang reseptor H1 pada ujung vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran interseluler, 1
adhesion molekul.
Pada reaksi fase lambat, sel mastosit akan melepaskan molekul kemotaktif yang akan menyebabkan akumulasi sel eosinophil dan netrofil di jarngan target. Respon ini tidak berhenti disini saja, tapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam, setelah pemaparan. Pada reaksi ini, ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, netrofil, basophil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3,IL4, IL5, dan granulosit makrofag koloni stimulating factor pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulnya. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen) iritasi oleh factor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti 1
asap rokok bau yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
2.5
GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya pada pagi hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu
dicurigai adanya rhinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak khas dan yang sering dikeluhkan adalah 1,8,9
hidung tersumbat.
Pada anak-anak akan ditemukan tanda khas seperti:
1. Allergic salute 2. Allergic crease 3. Allergic shiner 4. “Bunny rabbit” nasal twitching sound Allergic salute adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karena gatal. Allergic crease adalah alur yang melintang di sepertiga bawah dorsum nasi akibat sering menggosok hidung. Allergic shiner adalah bayangan gelap di bawah mata yang terjadi akibat stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Bunny rabbit sound adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok palatum yang gatal dan gerakannya seperti 1,8,9
kelinci mengunyah.
2.6
DIAGNOSIS 1,8,9
Diagnosis rhinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik: rinoskopi anterior 3. Pemeriksaan sitologi hidung 4. Uji kulit
Pasien rhinitis alergi dating ke klinik dokter dengan bercerita bahwa ia sering bersin karena serangannya tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hamper 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Pada rinoskopi anterior sering didapatkannya mukosa berwarna keunguan (livid) atau pucat, edema, dan basah serta adanya secret encer, bening dan banyak. Pemeriksaan sitology hidung dilakukan dengan mengambil cairan hidung pasien dan menempelkannya pda kaca apus dan diberi pewarna Giemsa-Wright. Adanya sel netrofil, eosinophil, limfosit adalah focus perhatian. Disebut eosinophilia bila ditemukan >10% eosinophil. Eosinophilia ini mengarah pada penyebab berupa alergi. Apabila ditemukan netrofil >90% maka disimpulkan terjadinya infeksi. Netrofil dan eosinophil yang ditemukan bersamaan menunjukkan infeksi pada pasien alergi. Apabila
eosinophilia ditemukan pada anak-anak, maka rhinitis alergi perlu dicurigai. Sedangkan eosinophilia pada orang dewasa muda, maka rhinitis alergi dan NARES (non allergic rhinitis with eosinophillic syndrome) perlu dipikirkan. NARES adalah keadaan pasien dengan eosinophilia yang tidak menunjukkan nilai positif pada tes kulit dengan allergen yang sering menyebabkan keluhan bersin. Allergen yang dimaksud adalah allergen yang 1,8,9
banyak di lingkungan.
Uji kulit atau Prick test digunakan untuk menentukan allergen penyebab alergi pada pasien. Allergen dapat berupa tungau debu, bulu binatang, jamur, dan serbuk sari. Tes kulit yang positif menunjukkan adanya antbodi IgE yang spesifik terhadap allergen 9
tersebut.
2.7
PENATALAKSANAAN
Pengobatan paling efektif dari rhinitis alergi adalah menyingkirkan factor penyebab yang dicurigai. Bila factor penyebab tidak mampu disingkirkan maka terapi selanjutnya adalah pemberian farmakoterapi maupun tindakan bedah berupa: 1. Antihistamin Pengobatan rhinitis alergi yang paling sering diresepkan. Obat ini bekerja secara kompetitif dengan mediator alergi, histamin pada reseptor Histamin-1. Efeknya berupa mengurangi vasodilatasi, hipersekresi kelenjar mukur, dan reflex iritasi untuk bersin. Anithistamin yang bekerja pada reseptor H-1 dibagi menjadi dua generasi, berdasarkan sifat sedatifnya, generasi pertama bersifat sedative karena bersifat lipofilik dan generasi kedua bersifat lipofobik. Contoh antithistamin
generasi
pertama
adalah
klorfeniramin,
difenhidramin,
siproheptadin. Anthistamin generasi kedua memiliki keuntungan tidak menyebabkan sedasi, namun efek samping lain ternyata dilaporkan suatu kasus kecil berupa anemia aplastic dan golongan tertentu tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan jantung karena menyebabkan aritmia. Antihistamin generasi kedua yang aman adalah loratadin, setirizin, feksofenadin. Dianjurkan konsumsi antithistamin agar dimakan secara regular bukan dimakan seperlunya saja karena akan memberikan efek meredakan
gejala alergi yang efektif. Apabila antihistamin generasi pertama dipilih, maka pemberian secara regular akan memberi toleransi kepada pasien terhadap efek 9
sedasi sehingga ia mampu tetap toleran terhadap pekerjaannya.
2. Dekongestan oral Bekerja mengurangi edema pada membrane mucus hidung karena bersifat vasokonstriksi (alfa adrenergic), sehingga efek obat ini melengkapi pengobatan gejala rhinitis alergi oleh antihistamin dengan mengurangi edema membrane mucus. Contoh obat dekongestan oral adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin. Obat ini cukup diberikan beberapa hari saja,. Dianjurkan pemberian dekongestan oral dibandingan dekongestan topical karena efek “rebound phenomena” obat tersebut terhadap mukosa hidung yang dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa. Pemberian obat ini merupakan kontraindikasi bila pasien sedang mengonsumsi atau dalam fase “tappering off” dari obat-obatan monoamine oksidase inhibitor karena bahaya akan terjadinya krisis hipertensi.
3. Sodium kromolin Bekerja pada intraseluler dengan menstabilkan dinding sel mastosit yaitu berupa mencegah pelapasan mediator-mediator ke luar sel. Kerja dari obat ini 2+
adalah dengan menghambati influx Ca
lebih banyak ke dalam sel mast
sehingga degranulasi mediator terhambat. Obat ini dapat diberikan sebagai pilihan alternative apabila antihistamin tidak dapat ditoleransi pada pasien.
4. Kortikosteroid inhalasi 10
Bekerja dengan mengurangi kadar histamin.
Kadar histamin dikurangi
dengan mencegah konversi asam aminohistidin menjadi histamin, selain itu kortikosteroid juga meningkatkan produksi c-AMP sel mast. Secara umum kortikosteroid mencegah epitel hidung bersifat sensitive terhadap rangsangan allergen baik pada fase cepat maupun lambat. Efek kortikosteroid bekerja secara langsung mengurangi peradangan di mukosa hidung dan efektif
mengurangi eksaserbasi. Preparat yang tersedia seperti beklometason, budesonide, dan flunisolid. Efek samping kortikosteroid inhalasi lebih kecil dibanding steroid sistemik kecuali pasien diberikan dalam dosis sangat tinggi atau sedang menjalani pengobatan penyakit paru.
5. Imunoterapi Cara ini lebih dikenal sebagai desensitisasi atau hiposensitisasi. Caranya adalah dengan memberikan injeksi berulang dan dosis yang ditingkatkan dari allergen, tujuannya adalah mengurangi beratnya reaksi tipe 1 atau bahkan menghilangkan sama sekali. Imunoterapi bekerja dengan pergeseran produksi antibody IgE menjadi produksi IgG atau dengan cara menginduksi supresi yang dimediasi oleh sel T (lebih meningkatkan produksi Th1 dan IFN-y). Dengan adanya IgG, maka antibody ini akan bersifat “blocking antibody” karena berkompetisi dengan Ig E terhadap allergen, kemudian mengikatnya dan membentuk kompleks antigen-antibodi untuk kemdian difagosit. Akibatnya allergen tersebut tidak ada dalam tubuh dan tidak merangsang 10
membrane mastosit.
6. Netralisasi antibody Bekerja dengan cara memberikan anti IgE monoclonal. Antibodi ini berikatan dengan IgE yang bebas di dalam tubuh dan tentu saja secara langsung akan mengurangi produksi IgE selanjutnya oleh sel B. Hasil akhirnya adalah konsentrasi IgE yang rendah mengurangi sensitivitas basophil. Cara ini tidak hanya digunakan untuk rhinitis alergi, tetapi jenis alergi lain seperti alergi makanan.
7. Konkotomi Dilakukan pada konka inferior, dikerjakan apabila hipertrofi berat tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
2.8
DIAGNOSIS BANDING
NARES (non-alergic rhinitis with eosinophilic syndrome) dapat disingkirkan apabila test kulit menunjukkan positf terhadap allergen lingkungan. Penyebab keluhan pada NARES adalah alergi pada makanan. Rinitis vasomotor dapat dibedakan dengan rhinitis alergi dengan keluhan bersin pada perubahan suhu ekstrim, rokok, tidak terdapat gatal pada mata, udara lembab, hidung tersumbat, pada posisi miring dan bergantian tersumbatnya. Selain itu mukosa yang pucat atau merah gelap, licin, edema juga mendukung rhinitis vasomotor. Pada test kulit bernilai negative. Rhinitis alergi dan vasomotor dapat pula terjadi bersamaan dengan memberi gambaran rinoskopi anterior yang bercampur seperti mukosa pucat tetapi positif pada tes kulit. Sekresi hidung yang kekuningan dan tampak purulent tetapi eosinofilik sering terjadi pada rhinitis alergi, tetapi pada sekresi yang berbau busuk dan purulent dan terjadi unilateral perlu dicurigai 8,9
adanya benda asing.
2.9
PROGNOSIS
Secara umum, pasien dengan rhinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap sebuk sari, maka kemungkinan rhinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak factor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomaly anatomi. Perjalanan penyakit rhinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga decade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya system kekebalan tubuh.
BAB III KESIMPULAN
1. Rhinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE. 2. Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetic memiliki potensi alergi dengan lingkungan 3. Peran lingkungan pada kejadian rhinitis alergi adalah sangat penting, ditinjau dari factor allergen yang mensensitisasi terjadinya penyakit ini. 4. Pengobatan paling efektif dari rhinitis alergi adalah menyingkirkan factor penyebab yang dicurigai, dimana apabila tidak dapat disingkirkan dapat dibantu dengan terapi medikamentosa hingga pembedahan. 5. Pasien dengan rhinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis baik.
1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok:Alergi Hidung. Edisi ke-5. Jakarta 2001. Hal 101-62. Ethical Diggest
— Semijurnal Farmasi dan Kedokteran. Diagnosis Rhinitis Alergika.Diunduh dari :http://physalin.blo gspot.com/2009/10/diagnosis- r hinitis-aler gik a.html . 2009.3. Lumbanraja PLH. Distribusi Alergen pada Penderita Rinitis Alergi Di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H.. Adam Malik Medan. Tesis. Medan : FK USU. 2007. 4. Suprihati. The Prevalence of Allergic Rhinitis and Its Relation to some Risk Factors among 13-14 years old students in Semarang, Indonesia, In : IndonesianJournal of Otorhinolaryngology , Head and Neck Surgery , Vol,XXXV, no 1, Jakarta;2005 : 64-70.5. Webmaster. Info Penyakit – Rhinitis Alergika. Diunduh dari :http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1001485. 2010.6. Tohar BA. Rhinitis Alergi. Diunduh dari :http://www.scribd.com/doc/24369014/Rhinitis-Alergi. 2007.7. University of Maryland Medical Center . Pengobatan cara Medis, Herbal,Alternatif, untuk Alergi Rhinitis. Maryland : 2010.8. Shapiro GG. Understanding Allergic Rhinitis: Differential Diagnosis andManagement. Pediatr.Rev. 1986;7;212 – 218. Diunduh dari :http://pedsinreview.aapublications.org 9 . V i r a n t F S . A l l e r g i c R h i n i t i s . P e diatr. Rev. 1992;13;323-
3 2 8 . D i u n d u h d a r i : http://pedsinreview.aappublications.org/10. Kuby. Fundamental Immunology, 1999, 4th ed. Lippincott-Raven, Philadelphia