BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui senyawa apa saja yang terkandung dalam sampel sedangkan metode kuantitatif menentukan berapa kadar suatu senyawa dalam sampel. Metode kuantitatif menggunakan analisis kuantitatif pula. Analisis kuantitatif saat ini sangat berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Banyak alat dan teknologi canggih yang digunakan dalam analisis kuantitatif seperti sprektofotometer dan kromatogafi gas. Penggunaan teknologi tersebut tergolong dalam analisis modern yang dipelajari dalam anlisisis instrumentasi. Walaupun analisis modern tersebut sangat berkembang saat ini, analisis konvensional tidak dilupakan. Analisis kuantitatif konvensional tergolong analisa makro yang menggunakan perangkat laboratorium sederhana dan hanya berpangkal pada reaksi kimia. Analisis konvensional dimaksudkan sebagai pendahuluan sebelum beranjak menuju pembahasan analisis instrumen yang lebih rumit. Analisis konvensional ini dibagi menjadi dua kelompok besar yakni gravimetri dan titrimetri. Dalam makalah ini, dibahas mngenai metode titrimetri yakni oksidimetri yang didasarkan pada rekasi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Dimana spesi reduktor juga dibagi lagi menjadi bebrapa jenis reduktor sesuai senyawa pereduksinya. Reduktor tersebut meliputi cesium, kalium permanganat, dikromat dan sebagainya. Sehingga pembahasan kali ini akan dispesifikkan pada satu jenis reduktor yakni dikromat. Metode titrasi menggunakan dikromat disebut sebagai kromatometri. Selanjutnya akan dibahas lebih rinci mengenai prinsip kromatometri, titrasi, standardisasi beserta perhitungannya dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
1.2. Rumusan Masalah Dari fenomena diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apa definisi dari kromatometri? 2. Apa prinsip yang digunakan dalam metode kromatometri? 3. Bagaimana prosedur preparasi dan standardisasi larutan kalium dikromat 0.1 N? 4. Bagaimana prosedur proses titrasi kalium dikromat dengan besi(II) menggunakan metode kromatometri? 5. Apa saja aplikasi dalam kehidupan sehari-hari menggunakan metode kromatometri? 6. Bagaimana cara menentukan kadar besi dalam titrasi menggunakan metode kromatometri? 1.3. Tujuan Makalah Berdasarkan rumusan masalah diatas diperoleh tujuan makalah sebagai berikut. 1. Mengetahui definisi dari kromatometri. 2. Mengetahui prinsip yang digunakan dalam metode kromatometri. 3. Mengetahui prosedur preparasi dan standardisasi larutan kalium dikromat 0.1 N 4. Mengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari menggunakan metode kromatometri 5. Menentukan kadar besi dalam titrasi menggunakan metode kromatometri
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Dasar Teori Titrasi dikromatometri merupakan titrasi redoks yang menggunakan larutan dikromat Cr2O72- sebagai larutan standar. Senyawa kalium dikromat merupakan oksidator yang kuat, namun lebih lemah daripada kalium permanganat (Eo Cr2O72, Eo MnO4-). Reaksi reduksi dan potensial reduksi dari kalium dikromat adalah: Cr2O72- + 14 H+ + 6e
2 Cr3+ + 7 H2O
Eo = 1,33 V
Keuntungan menggunakan kalium dikromat sebagai larutan standar adalah harganya tidak mahal, larutannya sangat stabil, dan merupakan larutan standar primer. Penggunaan utamanya adalah untuk titrasi besi(II) dalam larutan asam klorida ([HCl] < 2 M). Indikator yang cocok digunakan adalah asam difenilaminsulfonat (Eo = 0,85 V) atau natrium difenilbenzidin (Eo = 0,87 V). Reaksi antara ion besi(II) dengan ion dikromat adalah: Cr2O72- + 6 Fe2- + 14 H+
2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O
Pada reaksi tersebut ion kalium dikromat mengalami reduksi menjadi ion krom(III), sedangkan ion besi(II) mengalami oksidasi menjadi ion besi(III). Kalium dikromat dapat digunakan untuk penentuan zat oksidator yang lain melalui titrasi balik. Caranya dengan menambahkan sejumlah tertentu besi(II) berlabih selanjutnya menitrasi kelebihan besi(II) tersebut dengan kalium dikromat. Contoh oksidator yang dapat ditentukan dengan titrasi bikromatometri antara lain nitrat (NO3-), klorat (ClO3-), dan hydrogen peroksida (H2O2), (Pursitasari, 2014). Kalium bikromat merupakan agen pengoksidasi yang lebih rendah dibandingkan kalium permanganat, tetapi memiliki beberapa keuntungan daripada kalium permanganat. Kalium bikromat dapat diperoleh dalam kondisi murni dan stabil hingga temperatur titik leburnya. Larutan standar kalium bikromat dapat diperoleh dengan menimbang garam kering dan melarutkannya dalam sejumlah air (akuades). Larutan ini cukup stabil bila disimpan dalam wadah tertutup, sehingga terhindar dari penguapan pelarutnya. Larutan kalium bikromat digunakan pada
kondisi asam, yang tereduksi dengan cepat menjadi garam krom(III) yang berwarna hijau pada temperatur ruang. Munculnya
warna
hijau
karena
reduksi
kalium
bikromat
tidak
memungkinkan untuk mennetukan titik ekivalen titrasi dengan pengamatan langsung terhadap warna larutan. Suatu indikator redoks harus ditambahkan untuk memberikan perubahan warna yang tegas. Tujuan ini melahirkan cara penentuan titik ekivalen dengan metode indikator eksternal. Indikator-indikator yang banyak digunakan untuk analisis titrasi dengan kalium bikromat antara lain asam Nfenilantranilat (0,1 % dalam 0,005 M NaOH) dan natrium difenilsulfonat (0,2 % larutan berair). Indikator ke dua terutama digunakan dengan keberadaan asam fosfat.
2.2. Prinsip Kromatometri Dalam menetapkan kuantitas komponen analit lebih banyak digunakan satu ekivalen (ek) dibandingkan satuan ml, terutama untuk asidi-alkalimetri dan oksidimetri. 1 (satu) ekivalen asam atau basa menyatakan berat asam atau basa tersebut dalam gram yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 (satu) mol H+ atau 1 mol OH-. 1 (satu) ekivalen oksidator atau reduktor menyatakan berat oksidator atau reduktor tersebut dalam garam yang dibutuhkan uantuk menangkaap atau melepaskan 1 (satu) mol elektron dalam peristiwa oksidasi-reduksi. Mol dan ekivalen merupakan satuan berat zat terlarut dalam suatu larutan. Yang dinyatakan dalam satuan konsentrasi molaritas (M) dan normalitas N). molaritas menggambarkan jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan (1 M = 1 mol/L), sedangkan nrmalitas menggambarkan jumlah ekivalen zat terlarut perliter larutan (1 N = 1 ek/L), (Ibnu, 2005).
2.3 Preparasi dan Strandardisasi Standar Kalium Dikromat 0,1 N Larutan standar adalah larutan yang disiapkan dengan cara menimbang secara tepat atau akurat suatu zat yang memiliki kemurnian tinggi dan melarutkannya dengan jumlah pelarut dalam labu takar. Syarat-syarat standar primer: 1. Tingkat kemurniat tinggi K2Cr2O7 memiliki kemurnian 99,9 % 2. Stabil 3. Massa molar (Mr) besar K2Cr2O7 memiliki Mr = 294,18 gr mol-1 4. Mudah diperolah K2Cr2O7 mudah diperolah dan murah 5. Memenuhi teknik titrasi 2.3.1 Percobaan Preparasi dan Strandardisasi Standar Kalium Dikromat 0,1 N a. Tujuan 1. Membuat larutan standar kalium dikromat dengan benar 2. Dapat melakukan prosedur standardisasi larutan 3. Mengetahui sifat bahan kalium dikromat b. Teori Aplikasi penting metode kromatometri adalah penetapan besi dalam bijih, slag(ampas biji),
dan alloy. Ketika sampel tersebut
dilarutkan, besi biasanya diperoleh dalam bentuk ion Fe3+, sehingga harus direduksi menjadi Fe2+ sebelum dilakukan proses titrasi. Proses reduksinya dapat dapat dilakukan dengan menggunakan larutan SnCl2 diikuti dengan penghilangan kelebihan SnCl2 dengan HgCl2. 2 Fe3+ + Sn2+ 2 HgCl2. + Sn2+
2 Fe2+ + Sn2+ Hg2Cl2. + Sn2+ + 2Cl-
Hg2Cl2 walaupun reduktor, tidak membahayakan karena merupakan endapan dan bila dioksidasi akan berlangsung secara lambat.
Selain itu besi juga sering direduksi dengan logam atau amalgam. Zat pereduksi yang yang paling sering digunakan adalah logam seng, yang bereaksi dengan Fe3+ sebagai berikut. 2 Fe3+ + Zn
2 Fe2+ + Zn2+
kelebihan logam sangat mudah dihilangkan secara mekanik, dengan penyaringan melalui wool katun. Pada aplikasi penentuan besi dalam bijih besi, setelah dilarutkan Fe3+ direduksi dengan prosedur rutin, Fe3+ selanjutnya dititrasi dengan bikromat dengan reaksi sebagai berikut. K2Cr2O7 + 6 FeCl2 + 14 HCl
2 CrCl3 + 2 KCl + 6 FeCl3
+ 7 H2 O Titrasi besi dengan menggunakan indikator difenilamin harus dijalankan dengan adanya H3PO4 yang mengubah ion Fe3+ yang terbentuk menjadi kompleks [Fe(PO4)2]3. Hal ini dimaksudkan agar potensial larutan menjdi lebihb rendah. Padapotensial rendah tersebut indikator berubah warna dan tambahan lagi keasaman larutan harus tinggi. Sehingga untuk memenuhi tujuan ini, ditambahkan campuran asam (H3PO4 dan H2SO4) pada larutan. c. Alat dan Bahan 1. Alat
: lumpang penumbuk , oven pemanasa, botol timbang,
gelas beaker, desikator, labu takar, corong saring. 2. Bahan
: padatan kalium dikromat, aquades
d. Prosedur Sebelum dilakukan proses titrasi, maka harus ada larutan sebagai titran (pada buret) dan titrat (pada erlenmeyer). Berikut adalah proses pembuatan larutan tersebut:
1. Pembuatan Larutan Kalium dikromat (sebagai titrant) Padatan dikromat
-
Diambil 6 gram
-
Ditumbuk hingga halus (menjadi serbuk) pada lumpang penumbuk
-
Dipanaskan serbuk tersebut dalam oven pada suhu 140°-150°C selama 30-60 menit
-
Ditimbang 4,9 gram kalium dikromat kering dalam botol
-
Dipindahkan kedalam labu takar 1000 mL dengan bantuan corong saring
-
Dilarutkan dengan menambahkan aquades hingga tanda batas
-
Diaduk hingga homogen
Larutan kalium dikromat
Larutan yang dihasilkan ini digunakan sebagai titrant dalam buret sebagai larutan baku primer. Menghitung Konsentrasi Larutan Kalium dikromat
Mr K2Cr2O7 = 294,18 gr mol-1
Berat ekivalen K2Cr2O7 = 1/6 x 294.18 gr mol-1 = 49, 039 ekivalen
Berat K2Cr2O7 yang digunakan = 4,9 gr
Konsentrasi K2Cr2O7 = 49,039 = 0,1 N
4,9
Jadi konsentrasi kalium dikromat yang digunakan sebagai larutan baku primer adalah 0,1 N 2. Standardisasi dengan Standar Besi (sebagai titrat) a) Desain alat
Ditutup erlenmeyer dengan karet berlubang, dimna lubang tersebut digunakan untuk menancapkan pipa bengkok yang menghubungkan erlenmeyer dengan gelas beaker berisi larutan natrium atau kalium bikarbonat 20% . b) Proses
Pada erlenmeyer dimasukkan: 1. 100 mL asam sulfat 3N (dari pengenceran 8 mL asam sulfat pekat hingga 100 mL) 2. Kemudian ditambah 0,5-1 gr natrium bikarbonat (2 kali penambahan). CO2 yang dihasilkan akan lepas ke udara 3. Ditimbang 0,2 gr kawat besi dan dimasukkan dengan segera ke dalam erlenmeyer
Pemasangan alat (seperti pada gambar desain alat)
Dilepaskan tutup erlenmeyer dan pipa bengkok
Dipanaskan hingga seluruh besi larut sempurna
Didinginkan pada aliran air
Larutan yang dihasilkan berwarna hijau sebagai titrat
Dilakukan proses titrasi
Larutan kalium dikromat 0,1 N
Larutan berwarna hijau mengandung besi
2.4.
Cara Titrasi Kromatometri Konsentrasi larutan bikromat dapat dihitung langsung dari berat garam yang dilarutkan dalam akuades hingga 1000 mL. Konsentrasi sesungguhnya yang diperoleh dari data standardisasi dihitung dengan hubungan. 1 mol kalium bikromat ekivalen dengan 6 mol Fe
Penentuan kadar besi (II) dalam larutan a. Tujuan 1. Melakukan prosedur penentuan kadar besi dala sampel larutan b. Alat dan Bahan Alat
: pipet volume 25 mL, erlenmeyer, buret.
Bahan
: larutan standar bikromat 0,1 N, indikator natrium difenil sulfonat dan asam N-fenilantranilat, asam sulfat encer, asam fosfat pekat.
c. Prosedur Besi(II) dalam larutan (1) Untuk penggunaan indikator natrium difenil sulfonat Larutan sampel Diambil sebanyak 25 mL dengan pipet volume Dipindahkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan larutan standar bikromat 0,1 M Ditambahkan 8 tetes indikator Ditambahkan kira-kira 200 mL asam sulfat 2,5% Ditambahkan 5 mL asam fosfat 85% Dititrasi dengan larutan standar bikromat secara pelan-pelan dengan pegadukan secara konsisten Dihentikan titrasi menjelang titik akhir titrasi saat muncul warna hijau kebiru-biruan atau biru keabu-abuan.
Diteruskan titrasi tetes demi tetes dengan jarak antartetes beberapa detik hingga penetesan menimbulkan pewarnaan ungu atau biru-ungu yang pekat, yang tidak berubah dengan penggojogan
dan
penambahan
larutan
bikromat
tidak
berpengaruh lagi pada warna larutan. Hasil (2)
Untuk penggunaan indikator asam N-fenilantranilat. Larutan sampel Diambil sebanyak 25 mL dengan pipet volume Dipindahkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan larutan standar bikromat 0,1 M Ditambahkan indikator sebanyak 0,5 mL Ditambahkan 200 mL asam sulfat 1 M Dititrasi dengan larutan standar bikromat 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah-ungu. Hasil
1.5.
Aplikasi Kromatometri dalam Kehidupan Sehari-hari 1. Kontruksi Kalium kromat digunakan sebagai bahan dalam semen dimana ia menghambat pengaturan campuran, meningkatkan densitas dan tekstur. 2. Sebagai penentuan kadar alkohol Pada laboratorium, larutan asam kromat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Konsentrasi etanol dalam sampel dapat ditentukan dengan titrasi balik dengan kalium dikromat yang diasamkan. Mereaksikan sampel kalium dikromat berlebih seluruh etanol dioksidasi menjadi asam asetat, sesuai dengan persamaan reaksi: CH3CH2OH + 2[O]
CH3COOH + H2O
3. Sebagai penentuan konsentrasi ion besi(II) dalam larutan Ketika sampel dilarutkan, besi biasanya diperoleh dalam bentuk ion Fe3+, sehingga harus direduksi menjadi Fe2+ sebelum di titrasi. Zat pereduksi yang paling sering digunakan adalah logam seng, yang bereaksi dengan Fe3+. Sesuai dengan persamaan sebagai berikut. 2Fe3+ + Zn
2Fe2+ + Zn2+
Fe2+ selanjutnya ditritasi dengan bikromat dengan reaksi sebagai berikut: K2Cr2O7 + 6FeCl2 + 14 HCl
2CrCl3 + 2KCl + 6FeCl3 +
7H2O 4. Sebagai agen pengoksidasi dalam titrasi
1.6.
Menentukan Kadar Besi dalam Titrasi Menggunakan Metode Kromatometri 1.6.1. Soal dan Pembahasan 1) 0,4891 gram biji besi dilarutkan dengan HCl, kemudian larutan tersebut direaksikan dengan Zn(Hg). Larutan tersebut kemudian dipindahkan dalam erlenmeyer dan mencapai titik ekivalen setelah penambahan 0,0215 M K2Cr2O7 sebanyak 36,92 mL. Berapakah kadar besi yang terkandung dalam sampel biji besi sebagai % b/b Fe2O3? Pembahasan: Ilustrasi 0,4891gram biji besi
+ 36,92 mL K2Cr2O7 = 0,0215M
dilarutkan dengan HCl + Zn(Hg) Fe2+, Fe3+
Fe2+, Fe2+
Persamaan reaksi Fe2O3(s) + 6HCl(aq)
2FeCl3(aq) + 3H2O (l)
x mol
6x mol
2Fe3+(aq) + Zn(Hg) (s)
Zn2+(aq) + Hg(l) + 2Fe2+(aq)
6x mol
6x mol
Cr2O72-(aq) + 6Fe2+(aq) + 14H+ y mol
2Cr3+(aq) + 6Fe3+(aq) +7H2O(l)
6x mol=6y mol
Perhitungan y mol = M.V = 0,0215M. 36,92 mL = 0,7938 mmol 6x mol = 6y mol = 6. 0,7938 mmol = 4,7628 mmol 1
x mol = 6 4,7628 mmol = 2,3814 mmol massa Fe2O3 (gr) = mol.Mr = 2,3814 mmol. 159,69 mg/mmol =380,29 mmol = 0,3803 mol 0,3803 gr
% b/b Fe2O3 =0,4891 gr x 100% = 77,8% 2) Hitung massa ekivalen dari K2Cr2O7! Pembahasan: Persamaan reaksi redoks K2Cr2O7 Cr2O72- + 6e- + 14H+ 1 mol
2Cr3+ + +7H2O
6 mol e-
1 mol Cr2O72- = 6 mol elektron 1
1 mol ekivalen = 6 mol Cr2O72-
Perhitungan 294,18 gr
1 mol Cr2O72- = 294,18 gr/mol 1
maka, massa ekivalen = 6 massa molekul (Mr) Cr2O721
= 6 294,18 gr = 49,03 gram 3) Dengan menambahkan KI berlebih pada K2Cr2O7, Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan 48,8 mL, 0,1 N Na2S2O3 untuk memperoleh titik akhir. Hitunglah jumlah K2Cr2O7 dalam larutan! Pembahasan: Ilustrasi
+48,8 mL Na2S2O3 0,1 N KI berlebih
K2Cr2O7
I2
,
Persamaan reaksi Cr2O72- + 6I- + 14H+
2Cr3+ + 3I2 +7H2O
x mol ek. I2 + 2S2O32-
x mol ek. S4O62- + 2I-
x mol ek. 1 mol ekivalen I2 = 1 mol ekivalen 2S2O32- (mencapai titik akhir) 1 mol ekivalen 3I2 = 1 mol ekivalen Cr2O72Perhitungan 1 mol ekivalen 2S2O32- = 48,8 mL. 0,1 N = 4,88 mmol ek.
1 mol ekivalen Cr2O72- = 4,88 mmol ek. Jumlah Cr2O72- = massa ekivalen Cr2O72- . mol ek Cr2O721
= 6 294,18. 4,88 = 239,7707 mg = 0,239 g 4) Berapakah banyak volume larutan yang mengandung 23 g/l K2Cr2O7 diperlukan agar bereaksi sempurna dengan 3,402 g garam Mohr (FeSO4.7H2O) dalam medium asam. Pembahasan: Persamaan reaksi FeSO4.7H2O (s)
FeSO4 (aq) + H2O (g)
y mol
y mol=6x mol
6Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) + 14H+ 6x mol
2Cr3+(aq) + 6Fe3+(aq) +7H2O(l)
x mol
Perhitungan 3,402 g
3,402 g
y mol = 6x mol = 𝑀𝑟 FeSO4.7H2O = 278 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,012 mol 1
x mol = 6 0,012 mol = 0,002 mol massa K2Cr2O7 = 0,002 mol. 294,18 g/mol = 0,588 g 23 g/l K2Cr2O7 berarti dalam 1 liter terdapat 23 gram K2Cr2O7 , sehingga V K2Cr2O7 =
0,588 g 23 𝑔/𝑙
= 0,588 liter
BAB III PENUTUP 3.1.
Kesimpulan Kromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama kromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida. K2Cr2O7 mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni.
Daftar Pustaka: Underwood, A.L & Day, R.A. 1990. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Widodo, Setyo.D & Lusina, Ariadi.R. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta: GRAHA ILMU