BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rheumatoid heart disease adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis demam reumatik akut yang berulang kali. ( Mansjoer, Mansjoer, Arif M.1999). M.1999). Angka kejadian Rheumatoid Heart Disease pada tahun 2001 di Indonesia cukup tinggi, yaitu, 0,3-0,8 per 1000 anak-anak usia sekolah berusia 5-15 tahun, dengan tingkat kematian 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Dan terus menjadi penyebab utama kematian kardiovaskular selama lima dekade pertama kehidupan di negara berkembang ( Hermanu, Arief S, MD, .2001. Department of Child Health, Medical School University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. B.
Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini sebagai berikut: 1.
Apa yang dimaksud dengan rheumatic heart disease?
2.
Apa saja etiologi rheumatic heart disease?
3.
Bagaimana patofisiologi rheumatic heart disease?
4.
Bagaimana tanda dan gejala pada rheumatic heart disease?
5.
Bagaimana proses diagnosa dan alat apa saja yang dapat digunakan dalam penegakan rheumatic heart disease?
6.
Bagaimana penatalaksaan pada pasien dengan rheumatic heart disease?
7.
Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada rheumatic heart disease?
8.
Bagaimana prognosa penyakit ini?
1
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang: 1.
Definisi rheumatic heart disease
2.
Etiologi terjadinya rheumatic heart disease
3.
Patofisiologi terjadinya rheumatic heart disease
4.
Gejala dan tanda pada rheumatic heart disease
5.
Diagnosa dan alat atau cara yang dibutuhkan dibutuhkan untuk mendiagnosa rheumatic heart disease
D.
6.
Penanganan pada pasien dengan rheumatic heart disease
7.
Komplikasi yang mungkin timbul pada rheumatic heart disease
8.
Prognosa rheumatic heart disease
Manfaat
Manfaat yang diharapkan adalah: 1.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai rheumatic heart disease sehingga saat menjadi klinisi nanti dapat mendiagnosa dengan baik
2.
Klinisi dapat mengembangkan terapi untuk penyakit ini seiring perkembangan tegnologi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Rhemautoid
H eart D i sease
Rheumatoid heart disease adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis demam reumatik akut yang berulang kali. ( Mansjoer, Arif M.1999). Rheumatoid Heart Disease disebut juga sindrom klinis sebagai akibat infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A . Infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A pada faring selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama atau demam reumatik serangan ulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans
akut,
karditis,,korea
minor,
nodul
subkutan
dan
eritema
marginatum. (Departement Of Pediatric, Medical Faculty, Hasanuddin University . Indonesia) II.2 Etiologi Rhemautoid H ear t D i sease
Rhemautoid heart disease adalah kondisi jantung kronis yang disebabkan oleh “demam rematik” yang dapat dicegah dan dikendalikan. Demam rematik disebabkan oleh infeksi streptokokus kelompok A. Mengobati radang tenggorokan dengan antibiotik dapat mencegah demam rematik. Selain itu, antibiotik biasa (suntikan setiap bulan) dapat mencegah pasien dengan demam rematik dari tertular infeksi strep lebih lanjut dan menyebabkan perkembangan kerusakan katup. (http://www.world-heart federation.org ).
3
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko demam rematik meliputi
riwayat
keluarga,
jenis
bakteri
streptokokus,
faktor-faktor
lingkungan. (http://www.mayoclinic.com/health/rheumatic-fever ).
II.3 Patofisiologi Rhemautoid
H ear t Di sease
Hal penting dari penyakit demam reumatik akut adalah dalam hal kemampuannya yang meyebabkan katub-katub jantung menjadi fibrosis, dimana itu akan berakibat terjadinya gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. ( Ilmu Penyakit Dalam, jilid II edisi V:1662). Patofisiologi terjadinya RHD bermula dari terjadinya patogenesis demam rematik. Molekuler mimicry antara antigen Streptococcus pyogenes dan human protein menyebabkan reaksi autoimun humoral dan cell mediated menyebabkan RF / RHD. Pada jaringan jantung yaitu katup, Left Atrial Appendage (LAA) dan miokardium didapatkan infiltrasi oleh limfosit. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18306530) II.4 Manifestasi Klinis Rhemautoid
Penderita
umumnya
H ear t Di sease
megalami
sesak
nafas
yang
disebabkan
jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil di bawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut m menyertainya adalah nyeriperut, kehilangan
berat
badan,
cepat
lelah
dan
tentu
saja
demam.
(http://www.disabled-world.com) Gejala penyakit jantung rematik akibat demam rematik antara lain: a.
ruam-ruam merah berbintil-bintil yang tampak timbul yang biasanya dapat dijumpai di dada, punggung, dan abdomen
b.
gerakan otot lengan, kaki, dan wajah yang tidak dapat dikendalikan
c.
sendi tersanya sangat nyeri, bengkak, kemerahan, dan ngilu
d.
napas cepat dan lemah
e.
terdapat nodul-nodul pada sendi yang membengkak
4
f.
sakit perut
g. penurunan berat badan h.
kelemahan demam (http://www.disabled-world.co)
II.5 Diagnosa Rhemautoi d
H ear t Di sease
Alur penegakan diagnosa meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
tanda
vital
dan pemeriksaan
penunjang yang sesuai.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium, apusan tenggorokan, radiologi, ekokardiogram, elektrokardiogram. ( Buku Ajar Kardiologi,2001).
II.6 Managemen pada Pasien
Rhemautoid H eart D i sease
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik terdiri dari 2 tahap, yaitu pengobatan/ pencegahan medical dan pembedahan. Pengobatan medikal penderita penyakit jantung reumatik ditujukan pada penyulit yag timbul, seperti: a.
Tanda keluhan/komplikasi: tidak perlu pengobatan
b.
Gagal jantung: tirah baring, diit rendah garam dan tinggi kalori, digitalisasi, diuretika, vasodilator
c.
Endokarditis bacterial subakut: antibiotika sesuai kuman penyebabnya
d.
Fibrilasi atrium: obat antiaritma, defibrilasi DC. ( LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,1994). Bila pengobatan katup medical telah optimal, perlu dipertimbangkan
tindakan invasive atau pembedahan untuk mengoreksi kelainan anatomik katup, seperti: a.
Valvuloplasti balon untuk stenosis mitral murni
b.
Pembedahan secara terbuak untuk mengoreksi atau mengganti katup mitral dan/atau katup aorta bila katup sudah sangat rusak atau mengalami perkapuran. ( LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,1994). Pencegahan penyakit rheumatic heart disease antara lain dengan
memberikan antibiotik per oral seperti Penisilin Benzatin dan Sulfadiazin.
5
Pencegahan diberikan sekurang-kurangnya sampai 5 tahun bebas serangan ulang demam reumatic. Pada penderita dengan penyakit jantung reumatik dengan gagal jantung atau katup buatan dianjurkan pemberian pencegahan seumur hidup. Pencegahan ini meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier. ( LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,1994).
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Definisi Rheumati c
H eart D i sease
Rheumatic Heart Disease (RHD) atau dalam istilah bahasa Indonesia Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah penyakit infeksi kronis pada jantung yang mengenai katup jantung sehingga mengganggu sirkulasi darah di jantung. Pada dasarnya RHD ini merupakan kelanjutan dari demam rematik (rheumatic fever ) yang desebabkan berbagai agen bakteri infeksius yang autoimun.
III.2 Penyebab
Rheumati c Heart D i sease
Penyebab penyakit ini secara etiologi meliputi pejamu, agen patogen dan lingkungan yang mengaruhi. Faktor lingkungan dan pejamu ini termasuk dalam faktor resiko. Ketiga faktor ini sangat berkaitan dengan patogenesa penyakit. Telah disebutkan bahwa penyakit jantung rematik ini bermula dari adanya demam rematik akut yang disebabkan oleh agen infeksius. Faktor patogen infeksius tersebut adalah bakteri streptokokus β hemolitikus grup A atau streptokokus pyogen.
6
Gambar 1: bakteri S. pyogenes pada perbesaran 900 kali
Faktor host atau pejamu pada penyakit jantung rematik antara lain: a.
Usia Usia muda lebih rentan terhadap penyakit ini karena kekebalan tubuh masih belum baik dalam masa perkembangan.
b.
Ketahanan tubuh Keadaan tubuh yang yang sedang mengalami penurunan daya tubuh akan rentan terhadap penyakit ini. Beberapa orang yang beresiko antara lain anak-anak, wanita hamil, orang tua, orang yang sedang sakit
c.
Genetis Beberapa orang mungkin membawa gen yang dapat diturunkan dan dapat menjadi penyakit multifaktorial.
d.
Status ekonomi Keadaan ekonomi yang kurang baik akan memengaruhi pemberian pengobatan dan terapi pada pasien.
e. Keadaan gizi Sedangkan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi patogenesis penyakit ini antara lain: a. Sanitasi yang kurang baik Kebersihan lingkungan yang buruk akan meningkatkan penyebaran bakteri. b. Letak geografis wilayah c. Kepadatan penduduk Semakin banyak penduduk yang terdapat pada suatu lingkungan pejamu, akan meningkatkan peluang penularan bakteri.
7
III.3 Proses Patofisiologis
Rheumati c H eart D i sease
Streptococcus grup A adalah suatu bakteri gram-positive, extracellular bacterial pathogen. Demam rematik ditandai dengan radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama mengenai jantung, sendi, dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Perikarditis biasanya sembuh setelah beberapa saat tanpa sequele klinis yang bermakna dan jarang terjadi tamponade. (Price & William, Patofisiologi edisi 6).
Gambar 2: skema patogenesa pada PJR Terjadinya Rheumatic Heart Disease disebabkan karena terdapat gangguan imunologi (autoimun) berupa cross-reactive auto-antibodies dari antigen M protein (beta-streptococcal serotype (eg: M types 3, 5, 18, 19, 24). Reaksi ini dapat menyerang jantung, sendi dan Sistem Saraf Pusat, kulit dan jaringan subkutan. Karakteristik jaringan berupa eksudat dan lesi inflamasi dari jaringan ikat pada jantung, sendi, pembuluh darah dan subkutan. (Modul Persamaan Persepsi Blok Kardiovaskuler,2012).
8
9
Gambar 3: skema patogenesa pada PJR
Adanya Endokarditis dan valvulitis yang signifikan diamati dalam kasus ini. CD4 + sel T kemungkinan besar efek terutama lesi katup kronis di RHD. Mereka dapat mengenali streptococcus M5 protein peptida dan memproduksi berbagai sitokinin iflamasi seperti TNF-alpha, IFN-gamma, IL-10, IL-4 yang bisa bertanggungjawab untuk lesi katup fibrosis progresif. Myosin telah didefinisikan sebagai auto antigen oleh auto antibodi pasien RF. Cross reactivity antara myosin jantung dan grup A beta hemolitik streptococcus M protein telah banyak dibuktikan. Myosin jantung telah terbukti
untuk
menghasilkan
miokarditis
pada
tikus.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18306530)
10
Gambar 4: skema patogenesa pada katup jantung Valvulitis / endokarditis setelah diamati pada excisi LAA, katup jantung dan hati pada otopsi dari kasus RHD. Penyakit ini terutama mempengaruhi endokardium katup berpuncak pada deformitas katup jantung. Respon imun terhadap myosin jantung menyebabkan penyakit katup jantung dan infiltrasi dari jantung oleh streptococcus M protein limfosit T reaktif. Katup mitral menunjukkan berbagai tingkat kalsifikasi. Pengamatan yang menarik adalah sifat kalsifikasi pada katup sakit / terdistorsi di RHD. ( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18306530 )
Gambar 5: diagram yang mengilustrasi patogenesa mekanisme inisiasi dan perkembangan pada RHD
11
Studi terbaru menunjukkan bahwa kalsifikas tidak hanya bersifat aktif, proses "distrofik" tapi melibatkan proses inflamas iterkait dengan ekspresi penanda osteoblas dan neoangiogenesis. Peningkatan kadarosteopontin plasma berkorelasi dengan keparahan kalsifikasi katup mitral. Bukti lebih lanjut dari peradangan didukung oleh tingginya tingkat protein produk oksidasi dan high sensitive C-reaktif protein dalam plasma terdeteksi pada pasien dengan RHD. Kehadiran sel-sel inflamasi dan peningkatan ekspresi beberapa
sitokin
dalam
kasus
"end
stage"
RHD
mencerminkan
kemungkinan subklinis, injury yang terjadi disebabkan karena stimulus antigen yang tidak dikenal oleh beta hemolytic streptococcal antigen yang telah tersensitisasi beberapa tissue antigen yang menyebabkan deformitas dari katub. ( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18306530 )
III.4 Gejala dan Tanda Rheumati c
Heart D i sease
Gejala yang mungkin dirasakan pasien saat fase demam rematik antara lain: a.
Sakit tenggorokan selama kurang lebih 3-5 minggu.
b.
Demam
c.
Sakit perut
d.
Poliartritis sendi yang luas dan berpindah-pindah mulai dari tungkai bawah. Durasi kurang dari 4 minggu pada tiap tempat persendian. Pasien akan merasa nyeri yang berat dan pembengkakan sendi secara ringan.
e.
Chorea dapat terjadi pada sebagian kasus setelah 1-6 bulan terjadinya faringitis. Pasien akan kesulitan menulis dan berbicara, mengalami kelemahan generalisata, pergerakan chorea, dan emosi yang labil
Penemuan klinis yang dapat menjadi data subyektif antara lain: a. Pancarditis yang terjadi pada sebagian kasus dengan gambaran kegagalan jantung akut, regurgitasi katup mitral dan aorta dan perikarditis b. Fasikulasi lidah yang dapat sembuh dalam 2-3 bulan
12
c. Erythema marginatum yaitu ruam samar-samar dengan garis luar serpinosa d. Subcutaneous nodules pada beberapa asus dapat muncul beberapa minggu setelah onset pankarditis. nodul ini muncul di permukaan tubuh atau di sendi dan tendon e. suara “murmur” yang lemah dan arthralgia yang biasa pada anak -anak. Suara bising ini paling banyak ditemukan pada katup mitral.
III.5 Proses Diagnosa dan Alat atau Cara yang Digunakan untuk Penegakan Diagnosa pada Rheumati c
H eart D i sease
Penegakan diagnosa meliputi proses: a.
Anamnesa : Identitas, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan, riwayat kebiasaan.
b.
Pemeriksaan Fisik 1) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, frekuensi denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh) 2)
Inspeksi: sesak napas, pernapasan cuping hidung, sianosis, pembengkakan pada sendi, eritema marginatum, denyut jantung terlihat di permukaan kulit atau tidak
3)
Palpasi: penekanan sendi, nodul subkutan, memeriksa apakah terjadi hepatomegali
4)
Perkusi: menentukan apakah terjadi kardiomegali atau tidak
5)
Auskultasi: biasanya ditemukan murmur holosistolik, suara jantung ketiga
c.
Pemeriksaan penunjang 1)
Pemeriksaan laboratorium: peningkatan titer antistreptoksin O (ASTO) dan antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase), leukositosis, LED meningkat, protein C-reaktif meningkat
2)
Apusan tenggorokan: ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
3)
Radiologi: pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung
13
4)
Pemeriksaan echokardiogram: menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
5)
Pemeriksaan
elektrokardiogram:
menunjukan
interval
P-R
memanjang Pada tahun 1944, T. Duchett Jones menetapkan kriteria diagnosis atas dasar beberapa sifat dan gejala saja yang kemudian dikenal dengan kriteria Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor. Setelah itu, kriteria ini direfisi pada tahun 1965, 1984, dan terakhir tahun 1992 oleh American Heart Association (AHA) sebagai berikut: Mayor
Minor
Poliarthritis
Demam
Karditis
Arthralgia (nyeri sendi)
Chorea Eritema marginatum
Pernah menderita PJR Peningkatan kadar reaktan fase akut
Nodul subkutanius
Bila terdapat adanya infeksi Streptococcus sebelumnya, maka diagnosis didasarkan atas adanya: a.
Dua gejala mayor atau
b.
Satu
gejala
mayor
dengan
dua
gejala
minor.
( Buku
Ajar
Kardiologi,2001).
III.6 Manajemen Penangan pada Pasien dengan
Rheumati c H ear t Di sease
Managemen pada pasien dengan PJR ini meliputi tindakan preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Tindakan preventif atau pencegaan pada pasien dengan rheumatoid heart disease dibagi dalam beberapa macam, yaitu: 1.
Pencegahan primordial Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit jantung. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
14
a.
menjaga kebersihan lingkungan, pakaian, badan dan makanan
b.
mengkonsumsi makanan yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu
c.
aktivitas yang cukup
d.
istirahat cukup
e.
mengurangi stres dan depresi
Gambar 6: skema preventif pada PJR
. 2. Pencegahan primer Pencegahan primer ini ditujukan kepada penderita demam rematik yang sering diikuti adanya penyakit jantung rematik. Oleh karena itu usaha pencegahan primer terhadap penyakit jantung rematik akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada pemeriksaan THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan). Tindakan profilaksis yang dapat diberikan adalah antibiotik: a. per oral: phenoxymethylpenicillin 250 mg sebanyak 2-3 kali sehari untuk pasien yang BB nya ≤27 kg, dan 500 mg 2 -3 kali sehari pada pasien dengan BB >27 kg b. per oral: amoxicillin 50 mg/kg BB setiap hari selama 10 hari c. pel IM: benzathine benzylpenicillin 600000 IU per injeksi untuk pasien dengan berat badan ≤27 kg atau 1200000 IU untuk satu kali injeksi pada pasien dengan BB >27 kg. 3. Pencegahan sekunder
15
Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada pasien yang sebelumnya mengalami demam rematik. Pencegahan tersebut dilakukan dengan cara, diantaranya : a.
Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A 1) pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10 hari 2)
Eritromisin dengan dosis maksimum 250 mg yang diberikan selama 10 hari (pada penderita yang alergi penisilin) yang tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan negatif, karena kuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil.
b.
Obat anti radang 1) Salasilat. Cocok digunakan untuk demam rematik tanpa karditis 2) Steroid. Cocok digunakan untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat menurun.
c.
Diet Pada sebagian besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup, juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, atau dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.
d.
Tirah baring Pasien harus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.
4. Pencegahan tersier Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta Tindakan kuratif yang dapat dilakukan pada pasien antara lain:
16
a.
b.
Terapi pada pasien dengan kegagalan jantung meliputi: 1)
β bloker
2)
inhibitor enzim konverter angiotensin
3)
kombinasi keduanya
4)
diuretik
Terapi untuk pasien dengan fibrilasi atrial meliputi: 1)
mengontrol ritme dan frekuensi jantung
2)
antikoagulan
berupa
warfarin
untuk
mencegah
komplikasi
terjadinya embolus dengan Terapi pembedahan untuk memperbaiki struktur anatomi katup yang mengalami lesi.
III.7 Komplikasi Rheumati c
H ear t Di sease
Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul jika penanganan tidak adekuat diantaranya: 1.
Hipertensi pulmonal Pada awalnya akibat meningkatnya tekanan di atrium sinistra karena penyempitan katup mitral memberikan manifestasi yang kompleks, diantaranya adalah peningkatan tekanan di vena pulmonalis. Kejadian ini yang cukup lama akan memberikan dampak hipertensi pada pulmonal. Selain itu terjadi perubahan besar pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan anatomi yaitu hipertropi tunika media dan penebalan tunika intima (reactive hypertension). Sebenarnya peningkatan resistensi arteriol-arteriol
paru
ini
merupakan
mekanisme
adaptif
untuk
melindungi paru dari kongesti. ( Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V ) 2.
Decompensatio cordis sinistra Penyakit ini merupakan manifestasi lanjut yang lebih parah setelah hipertensi pulmonal. Peningkatan tekanan atrium sinistra mengakibatkan tekanan vena pulmonalis sehingga terjadi kongesti paru yang berakhir pada keadaan dipsneu dan pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar ronki basah dan kasar. ( Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V )
17
3.
Decompensatio cordis dextra Akibat
peningkatan
tekanan
pada
atrium
sinistra
yang
bermanifestasi pada hipertensi pulmonal akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastole, regurgitasi katup trikuspid dan katup pulmonal. Keadaan ini akan berdampak pada peningkatan tekanan pada ventrikel dextra dan atrium dextra yang mengakibatkan menurunnya jumlah darah yang seharusnya masuk ke atrium dextra. Hal ini bermanifes pada edem tungkai inferior, hepatomegali, gastropati yang mengakibatkan melena, dan peningkatan vena jugularis. ( Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V ) 4.
Congestive heart failure Keadaan ini adalah yang terparah akibat gabungan manifestasi klinik dari gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dimana keadaan sistemik adalah gejala utamanya. ( Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V )
III.8 Prognosa
Rheumati c H ear t Di sease
Prognosis pasien terutama ditentukan kelainan pada jantung pada fase akut, serta adanya gejala sisa kelainan katup jantung. Prognosis lebih buruk pada pasien berumur di bawah 6 tahun atau bila pemberian profilaksis sekunder tidakadekuat sehingga terdapat kemungkinan terjadiny areaktivasi penyakit.
18
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Rheumatoid heart disease ( RHD) merupakan penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis demam reumatik akut yang terjadi berulang kali. Rheumatoid heart disease akibat infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A. Alur penegakan diagnosa meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium, apusan tenggorokan, radiologi, ekokardiogram, elektrokardiogram. Mekanisme utama dari RHD yaitu mekanisme imunitas dalam tubuh yang melibatkan CD4, auto antibody serta berbagai mediator inflamasi. Komplikasi dari rheumatoid heart disease antara lain hipertensi pulmonal, decompensatio cordis sinistra, decompensatio cordis dextra, congestive heart failure.
IV.2 Saran
Mungkin masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah mengenai RHD ini sehingga harus lebih diperbaiki dan bila mungkin disempurnakan lagi. Bagi pembaca khususnya mahasiswa untuk lebih memperhatikan
kesehatan
terutama
kesehatan
jantung
dalam
hal
mengurangi factor-faktor predisposisi sesuai dengan yang ada dalam makalah ini. Selain itu dengan adanya penulisan makalah ini seharusnya dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami penyakit RHD sesuai dengan materi yang sedang ditempuh pada blok Cardiovascular.
19
DAFTAR PUSTAKA
Lily, dkk. 2001. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: EGC. Setiohadi, Bambang dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V Jilid III, Jakarta: Interna Publishing Kaplan, LA. 2004. Jurnal: Pathogenesis of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: evasive after half a century of clinical, epidemiological, and laboratory investigation. Downloaded from heart.bmj.com on April 29, 2013 Guilherme, L. 2007. Jurnal Review: Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease: Genetics and Pathogenesis. Brazil: Journal Blackwell Publishing Ltd Marijon, Eloi dkk. 2012. Jurnal: Rheumatic heart disease. Download from www.thelancet.com on April 29, 2013 Guilherme, Luiza. 2006. Jurnal: Molecular mimicry in the autoimmune pathogenesis of rheumatic heart disease. USA: Department of Microbiology and Immunology, University of Oklahoma http://www.mayoclinic.com/health/rheumatic-fever diakses pada tanggal 28 April 2012 http://www.disabled-world.com/health/cardiovascular/rheumatic-heartdisease.php#ixzz2Rpl89EkW diakses pada tanggal 28 April 2012 http://www.world-heart-federation.org diakses pada tanggal 28 April 2012 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18306530 diakses pada tanggal 28 April 2012
20