Bab I Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Usaha penanggulangan terhadap penyakit ini sudah dimulai sejak zaman pertengahan. Keadaan semakin baik sejak ditemukan Streptomisin (1944) dan berbagai macam OAT (Obat Anti Tuberkulosis) lainnya. DOTS ( Directly Directly Observed Treatment Short Course) Course) atau pengobatan TB Paru jangka pendek dengan pengawasan ketat perlu diterapkan dalam pengobatan penyakit p enyakit TB agar penyembuhan pen yembuhan terjadi secara tuntas. Sejak awal abad ke XX angka kematian mulai berkurang dengan diterapkannya prinsip pengobatan yang memasukkan perbaikan gizi dan perbaikan cara hidup pasien. Hal ini berarti diperlukan suatu strategi pengobatan terhadap TB Paru dengan kombinasi obat yang tepat dan disertai suatu manajemen 1
kesehatan yang baik dan mantap.
Pelayanan Kedokteran Keluarga adalah pelayanan asuhan medis yang didukung oleh pengetahuan terkini secara menyeluruh (holistic), holistic), paripurna (Comprehensive (Comprehensive), ), terpadu (integrated ) dan berkesinambungan (Continous (Continous)) untuk menyelesaikan semua keluhan dari 1
pengguna jasa.
Makalah ini mengenai pelayanan dengan pendekatan Kedokteran Keluarga pada seorang nenek yang tinggal bersama keluarga anaknya yang mengalami TB Paru kategori 2 yang berasal dari keluarga inti dengan permasalahan kesehatan serta keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Melalui pembinaan ini diharapkan terjadi peningkatan peran serta keluarga dalam penatalaksanaan penyakit tersebut dan penyelesaian permasalahan dalam keluarga. Tujuan laporan kasus ini adalah terciptanya keluarga yang berpartisipasi dan mandiri dalam menyelesaikan risiko dan masalah kesehatan keluarga agar anggota keluarga dapat hidup 1
produktif secara sosial dan ekonomis serta sehat jasmani dan rohani.
1
Bab II Tinjauan Pustaka Pengertian TB Paru
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh 6
basil M ycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses 13
yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. Epidemiologi TB Paru Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru
Sebagian besar negara maju diperkirakan insiden tuberkulosis setiap tahunnya hanya 10-20 dari 100.000 100 .000 penduduk. Diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia 19
dan setiap tahun sekitar 3 juta orang mati karena penyakit ini.
Angka kematian di negara
maju sudah mengalami penurunan sementara di Negara berkembang angkanya masih cukup 12
tinggi. Di Afrika setiap tahunnya insiden
penderita TB
Paru 165 per 100.000 penduduk,
sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk lebih banyak dari 18
Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak 3,7 kali dari Afrika. Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta insiden TB Paru dan lebih dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR TB Paru di Indonesia setiap 16,18
tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dari 445.000 kasus). Menurut
jenis
kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi tinggi dibandingkan
15
dengan wanita.
Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di Indonesia jumlah TB
Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114 kasus) dari wanita 41,30% 17
(65.526 kasus). 2
Determinan Determinan Tuberkulosis
a. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring seiring dengan den gan peningkatan 15
usia. Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat 18
pada usia produktif telah tertular.
Penelitian Umar dengan penelitian prospektif
observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produtif (≤ (≤ 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh. b. Jenis Ke lamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol 8
dan rokok. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh 8
dari pada wanita pada penderita TB Paru. c. Gizi Kaitan penyakit p enyakit infeksi in feksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan hubun gan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memp erburuk keadaan ke adaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit pen yakit infeksi.Hal infeksi. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk 8
sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.
3
d. Merokok Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya. Pada perokok banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji fungsi paru paru maka pada perokok jauh perokok. Penelitian
lebih
buruk
dibandingkan
dengan
yang
bukan
Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS
Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita 8
TB Paru. e. Kemiskinan Kemiskinan Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan mengurangi kemampuannya kemampuannya untuk mengatasi mengatasi stres dan infeksi. infeksi. Hal ini dapat dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis berkembang. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan rendah 7,5 kali lebih 8
sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita TB Paru.
f. Penyakit lain Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Di beberapa negara di Afrika
4
14
sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif. Penyakit lain yang mempengaruhi TB Paru Paru juga adalah penyakit kronis lain lain (seperti
Diabetes
Melitus). Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki penyakit kronis 8
selain TB Paru 0,3 kali lebih sulit sembuh dari pada penyakit akut pada penyakit TB Paru. Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru
Basil tuberkulosis berukuran beruku ran sangat kecil keci l berbentuk batang ba tang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang yang hanya han ya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4 - 7,0). Untuk membelah dari 118
2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M. aktif M. 19
tuberculosis. Berdasarkan
sifat
metabolisme
basil,
terdapat
4
jenis
populasi
basil
tuberkulosis, yaitu: 1.
Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral.
2.
Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat
anti-tuberkulosis tertentu. 5
3.
Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.
4.
Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga 13,18
sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti- tuberkulosis. Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak 15,19
kuman TB yang mungkin akan dihirupnya. Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi 15
sebelumnya.
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu: a.
Perkon tinuitatum tinuitatu m adalah penyebaran pen yebaran kuman tubercul tuberculosi osiss di sekitar sekita r paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .
b.
Bronkogen adalah penyebaran baik di d i paru p aru bersangkutan b ersangkutan maupun ke paru sebelahnya 6
atau tertelan. c.
Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup 12
gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer primer akan ak an muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya u mumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh s embuh tanpa meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan pen yebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk 12,16
jaringan keju (jaringan kaseosa). Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1. Tuberkulosis Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk 18
pleura. Berdasarkan pe meriksaan mikroskopis TB paru p aru dapat dibagi, diba gi, yaitu:
TB Paru BTA Positif yaitu: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. TB Paru Pa ru BTA Negatif Negati f
7
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan 12
menunjukkan tuberkulosis positif. 2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar limfe, p leura, pericardi pe ricardium, um, persendian, tulang, kulit, ku lit, usus, saluran sal uran kemih, 20
ginjal, alat kelamin dll).
Berdasarkan tingkat keparahann ya, TB ekstra paru p aru ini dibagi
menjadi TB ekstra paru berat ( severe) severe ) dan TB ekstra paru ringan (not/less (not/less severe). severe ). Contohn ya adalah
tuberkulosis
milier dimana patogen
ke seluruh
paru-paru
dan
6
memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara. Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe penderita TB Paru, yaitu: a. Kasus baru
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau 12
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. adalah OAT
yang mempunyai
Dimana OAT OAT yang diberikan
efek dapat mencegah
pertumbuhan kuman-kuman 13
resisten seperti, isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z). b. Kasus kambuh (relaps )
Kasus
kambuh
pengobatan
TB
adalah Paru
penderita dan
telah
TB
Paru
dinyatakan
yang
sebelumnya
sembuh
atau
pernah mendapat
pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai 8
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE 12
selama 5 bulan. c. Kasus defaulted atau drop out
Kasus drop out adalah penderita yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya 12
selesai. d. Kasus gagal
Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) pengob atan) atau akhir 12
pengobatan.
Sejak BTA dalam sputum negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari
dalam jangka waktu 3-4 bulan pertama (yang belum pernah diberikan sebelumnya): RMPEMB- PZA- atau SM – PAS – PZA. Obat lain seperti etambutol atau prothionamid, sikloserin, thiaketazone atau kanamisin dan kapreomisin d apat dipertimbangkan untuk 13
diberikan. e. Kasus kronik
Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan ulang dengan pengobatan kategori II dengan pengawasan yang baik. Pengobatan kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi diberikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil hasil uji
resistensi ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Jika 12
tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
9
Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru 1. TB Paru primer
TB
Paru
primer
adalah
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
basil
tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Menurut Meyer yang dikutip oleh Alsagaff ada 2 jenis TB Paru primer, yaitu: yaitu : a. TB Paru primer sederhana simple ( simple primary tuber culosis) culosis)
b.
Terjadi pada 43,5% dari kasus tuberculosis
Secara radiologis , tidak tampak kelainan
Uji kulit tuberkulin memberi reaksi positif
Infeksi
TB
Paru
primer
dengan
kelainan
radiologis
primary (primary
infection
tuberculosis) tuberculosis )
Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum
Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif.
Kelainan ini dijumpai pada 18,5%.
Umumnya TB Paru primer sembuh sendiri, walaupun
ada kemungkinan kemungkinan di
kemudian hari mengalami kekambuhan dengan proses yang lebih cepat pada 13
organ lain, yang sumbernya berasal dari TB Paru primer tersebut. 2. TB Paru Post Primer
Banyak istilah yangmdipergunakan seperti: post primary tuberculosis, progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, phytysis. Infeksi dapat berasal dari:
10
a. Dari luar (eksogen): infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis. b. Dari dalam (endogen): infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan 13
menjadi aktif kembali. Komplikasi
a. Pleuritis dan Empiema dan Empiema Pleuritis adalah peradangan perad angan jaringan tipis yang meliputi mel iputi paru-paru dan melapisi 15,16
rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).
Empiema adalah berkumpulnya 15,16
atau timbunan pus timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru. Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:
Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer.
Cairan yang dibentuk d ibentuk akibat pen yakit paru pada o rang dengan usia lebih lanjut. Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema (empiema)walaupun )walaupun jarang terjadi.
Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. Keadaan
ini memungkinkan
udara masuk ke dalam ruang ruang antara paru dan
dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah 15
(empiema). empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumoto disebut piopneumotoraks. raks. b. Pneumotoraks b. Pneumotoraks Spontan Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan 15,16
paru tertekan dan kesulitan bernapas.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila
udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini
11
mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak 15
napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis. c. Laringitis c. Laringitis Tuberkulosis Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal pan gkal tenggorokan dengan gejala serak, perubahan
suara
dan
gatal
pada
kerongkongan. Keganasan
pada
laring jarang
menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin perlu diitegakkan dengan
biopsi pada
kasus-kasus kasus-kasus
yang sulit. Tuberkulosis
laring
memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang 15
tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu. d. Kor d. Kor Pulmonale Pulmon ale Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru). Gagal jantung kongestif kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi p aru
yang sangat luas. l uas. Keadaan Ke adaan
ini dapat
terjadi walaupun
penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan meningga lkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi 15
ini. e. Apergilomata e. Apergilomata Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A.fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus. Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena 15
tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.
12
Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru
Keluhan pada penderita tuberkulosis tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum. a. Batuk Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya b atuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses
destruksi
berlanjut,
sekret
dikeluarkan terus menerus sehingga sehin gga batuk menjadi menjad i lebih dalam d alam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau d an/atau bronkus, batuk akan terdengar
sangat
keras,
lebih
sering
atau
terdengar
berulang-ulang
(paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding 13
cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak. b. Batuk Darah Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak ( profus). profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada p ada dinding d inding kavitas. Batuk B atuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh se mbuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal d ari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti 13
ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).
13
c. Nyeri Dada Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di 13
ujung skapula atau tempat-tempat lain). d. Sesak Napas Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang 15
sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun. e. Demam Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun maupun sore hari. Panas badan badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang be rkembang menjadi progresif pro gresif sehingga sehing ga penderita merasakan 13
badannya han gat atau muka terasa te rasa panas. f. Menggigil Dapat terjadi bila panas badan naik dengan dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau a tau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih 13
erat. g. Keringat Malam Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan 13
sakit kepala timbul bila ada panas.
14
h. Gangguan Menstruasi Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi. Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena 16
daya tahan tubuh yang rendah.
Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bila 15
proses tuberkulosis paru sudah lanjut. i. Anoreksia Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif. Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan 13
biokimia tubuh. j. Lemah Badan Bad an Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada 13
pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik. neu rotik. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan b erdasarkan gejala klinis, klin is, pemeriksaan 12
fisis/ jasmani, pemeriksaan dapat
dipastikan
bahwa
bakteriologi.
proses
masih
Dengan ditemukannya aktif dan d an
perlu
basil tuberkulosis,
diberikan pengobatan yang
13
sesuai. 15
Pemeriksaan Jasmani
Pada tuberkulosis tube rkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan. kel ainan. Kelainan paru pada umumnya terletak d i daerah lobus superior supe rior terutama te rutama daerah d aerah apeks dan segmen posterior,
serta
daerah
apeks
lobus
inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, 12
diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara 12
pemeriksaan mikroskopis mi kroskopis dan biakan. bi akan. a. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan
ini adalah
pemeriksaan hapusan h apusan dahak
mikroskopis langsung l angsung yang
merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian 12
serta prioritas pengobatan. b. Pemeriksaan Pe meriksaan biakan ku man Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium Other Than 12
Tuberculosis (MOTT). 16
Pemeriksaan Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi 12
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform (multiform). ). Pemeriksaan Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis
secara
lebih
cepat.
Metode
yang
digunakan adalah metode
radiometrik. M. Tuberkulosis metabolism asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan 12
melakukan uji kepekaan. ymera se Chai n Reaction Reaction ) Pemeriksaan PCR ( Pol ymera
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan .
12
standar internasional
Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, bronko gen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita pende rita yang dicurigai menderita men derita tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR 18
sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.
17
Pemeriksaan Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti: a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral 12
berupa proses antigen antibodi yang terjadi.
Kelemahan utama dari teknik ELISA ini
adalah pengenceran p engenceran serum yang yan g tinggi tin ggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik. b. ICT ( Immun Immun Chromatografic Tuberculosis) Tuberculosis) Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang 12
berasal dari da ri membran sitoplasma M. sitoplasma M. Tuberculosis Tubercu losis.. c. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk sisir 12
plastik. d. Uji peroksidase Uji peroksidase anti peroksidase anti peroksidase 12
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. e. Uji serologi yang baru/ b aru/ IgG TB Uji ini adalah salah satu pemeriksaan p emeriksaan serologi dengan cara c ara mendeteksi mendete ksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk 12
diagnosa TB pada anak.
18
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura 12
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis. 12
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi. Pemeriksaan darah
Hasill pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju
Endap Darah Da rah (LED) jam
pertama dan d an kedua kedu a dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi 12
LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik. Uji tuberkulin
Uji
tuberkulin
yang
positif
menunjukkan
ada
infeksi
tuberkulosis.
Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan berfungsi bila didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin 12
dapat memberikan hasil negatif. Pencegahan 1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur 19
Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar. 13
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.
b. Kebersihan Lingkungan
Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup
Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini
Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya 13
infeksi, misalnya kepadatan hunian 2.10.2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
X-foto toraks yang dikerjakan secara missal
Uji tuberkulin secara Mountoux secara Mountoux
Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama den gan WHO.
b. Perawatan khusus penderita dan mengobati pende rita. Penderita tuberkulosis yang yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti Anti Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R) dan 12,13,18
pirazinamid (Z). Pencegahan Tertier
a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). 20
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi tinggi terhadap terhadap INH diberi obat etambutol karena jarang initial
resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada 12,14
populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan complance pengobatan.. c. Memberi pengobatan secara sec ara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu 912,13,14
12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan). pen gobatan). Pengobatan 12
Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu: 1. Kategori I: Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3. 2. Kategori
II:
Kasus:
Kambuh Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: Gagal pengobatan Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE Kasus: TB Paru putus berobat Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3 3. Kategori III: Kasus: TB paru BTA – BTA – lesi lesi minimal Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 4. Kategori IV: Kasus: Kronik Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan). Kasus: MDR TB Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup
21
Bab III Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas
: Loji
Tanggal Kunjungan Rumah
: 04 Maret 2014
Data riwayat keluarga
:
I.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. Enah
Umur
: 71 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: Tamat SD
Alamat
: Kp. Parakan Badak Rt 07/002, Desa Mekarbuana, Kecamatan
Tegal Waru, Karawang-Jawa Barat
II. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan kesehatan sekarang sekarang : Sedang b. Kebersihan perorangan
: Sedang
c. Penyakit yang sering diderita : Pusing, dan pegal-pegal d. Penyakit keturunan
: tidak diketahui
e. Penyakit kronis/ menular
: Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
III.
g. Pola makan
: 2 kali sehari (pagi dan malam)
h. Pola istirahat
: Cukup tidur
i.
: 5 orang
Jumlah anggota keluarga
Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk
: Pola makan yang buruk
22
b. Pengambilan keputusan
:
Keluarga
(pengambilan
keputusan
melalui
musyawarah didalam keluarga) c. Ketergantungan obat
: Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas e. Pola rekreasi
IV.
: Kurang
Keadaan Rumah/ Lingkungan
a. Jenis bangunan
: Permanen
b. Lantai rumah
: Ubin dan Semen
c. Luas rumah
: 80 m (10 x 8 m)
d. Penerangan
: Kurang
e. Kebersihan
: Cukup
f. Ventilasi
: Sangat Kurang
g. Dapur
: Ada
h. Jamban keluarga
: Ada
i.
Sumber air minum
: Sumur gali
j.
Sumber pencemaran air
: Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan l.
2
: Tidak ada
Sistem pembuangan air limbah: tidak ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada n. Sanitasi lingkungan
V.
: Sangat Kurang
Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah
: Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Cukup
VI.
Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan
: Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga
: Baik
c. Hubungan dengan orang lain
: Baik
d. Kegiatan organisasi sosial
: Baik 23
e. Keadaan ekonomi
VII.
: Kurang
Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh
: Sunda
b. Lain-lain
: Tidak ada
VIII. Anggota Keluarga
3 2
4
5
: Tinggal Serumah : Meninggal
: Pasien
: Laki-laki : Perempuan Gambar 1. Pohon keluarga
24
Keterangan: 1. Ny. Tumiyati
: Pasien, 71 tahun Riwayat hipertensi terkontrol
2. Tn. Pahdi
IX.
: Suami Pasien, 61 tahun
Keluhan Utama
Batuk terus-menerus
X.
Keluhan Tambahan
(-)
XI.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. E 71 tahun, tamatan SD adalah seorang nenek yang tinggal bersama suaminya. Ny. E datang pada tanggal 17 Februari Februari 2014 dengan keluhan batuk terusterusmenerus dengan dahak berwarna putih-kehijauan lebih dari 21 hari yang lalu. Sebelumnya, ± 2 bulan yang lalu pasien sering mengalami batuk-batuk berdahak yang terus-menerus, tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas fisik, juga disertai dengan demam tetapi tidak tinggi (meriang), pasien juga mengeluh berat badannya menurun dan nafsu makan juga menurun, pasien mengeluh setiap malam keluar keringat banyak walaupun tidak melakukan aktifitas apapun. Pasien juga mengeluh pernah batuk darah 2x. Sejak keluhan tersebut muncul, pasien sering membeli obat batuk diwarung tetapi keluhan tidak berkurang sama sekali. Kira-kira 4 minggu min ggu yang lalu l alu pasien berobat ke Puskesmas dan disarankan untuk memeriksakan Sputum BTA (Bakteri Tahan Asam), dengan hasil negatif (disarankan untuk periksan Sputum lagi) dan pemeriksaan foto thorax dengan hasil yang mengarah pada TB Paru. Pasien mengaku bahwa ± 4 tahun yang lalu pernah menjalani pengobatan TB Paru selama sembilan bulan dan sudah di nyatakan sembuh oleh dokter puskesmas. Pasien mengaku, ia juga memilik penyakit darah tinggi dan kencing manis. Pasien juga 25
mengaku jarang makan – makanan makanan yang bergizi dan kadang-kadang ia juga jarang makan. ventilasi yang sangat kurang dan tidak ada jendela. Pendapatan kepala keluarga yang tidak menentu sebagai petani. Kegiatan dirumah hanya sebatas tidur, makan dan mandi. Pasien belum mendapatlkan obat saat ini dkarenakan pasien malu untuk berobat ke Puskesmas karena alas an tidak ada biaya.
XII.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu, Riwayat DM (-), Asthma (-), Jantung (-), Ginjal (-), Alergi (-)
XIII. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 85 x/menit
Frekuensi napas
: 22 x/menit
Suhu
: 36,2 C
Berat badan
: 46 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Status Gizi
o
: IMT
2
2
BB
(kg) / TB (m )
46
2
/ (1,55)
2
= 19,14 kg/m 2
IMT Normal : 18.5 – 18.5 – 23.5 23.5 kg/m Status gizi Normal
Pemeriksaan umum: Kepala
: Normocephali
Mata
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Pupil isokor, Reflex cahaya (+/+)
Hidung
: Septum deviasi (-), Sekret (-)
Telinga
: Lapang, Tidak tampak kelainan dari luar
Leher
:Kelenjar getah bening regional dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar. 26
Paru
: Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
: Bunyi jantung I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
: Tampak datar, teraba supel, Bising usus (+) Normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas
: Bentuk normal, edema (-), atrofi (-), Reflex fisiologis (+), Reflex patologis (-)
XIV. Pemeriksaan Penunjang
XV.
Hasil sputum BTA : I negative
Foto Thorax
: Tampak gambaran infiltrate di apeks duplex
Diagnosis Penyakit
TB paru berulang Hipertensi Essensial Grade II
XVI. Diagnosis Keluarga
(-) XVII. Rencana Penatalaksanaan Untuk Pasien
1. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis
2. Memberikan pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka panjang dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan selama 8 bulan, 2 bulan tahap intensif (bulan Januari-Maret), 1 bulan tahap sisipan (bulan April) 5 bulan tahap lanjutan (bulan Mei – Mei – Oktober) Oktober) 3. Diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya dan diberikan Glibenclamid 2 2 x 5 mg untuk DM tipe 2. 4. Adanya kesinambungan persediaan OAT jangka panjang untuk pasien 5. Membina rapport yang yang baik untuk kelangsungan pengobatan. 6. Memberikan penerangan tentang Tb dan resistensi obat serta penularan. 7. Membina kemandirian pasien dalam pengobatannya. 27
Untuk Keluarga
1. Membina rapport dengan seluruh anggota keluarga 2. Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan 3. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur 4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien Tb jika mempunyai gajalagejala tersangka Tb untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan. 5. Memberikan petunjuk tentang proses mengurus Kartu Sehat dan bantuan layanan sosial.
Indikator Keberhasilan
Dari segi pasien
Berkurangnya gejala klinik yang ada
Bertambahnya berat badan sampai tercapai berat badan ideal
Tidak terpapar dengan asap rokok di rumah
Pemeriksaan sputum BTA (negatif) pada saat seminggu sebelum akhir minggu kedua
Pemeriksaan rontgen thoraks tidak terdapat bercak infiltrat pada apeks
Pengobatan Tb Paru pada pasien selesai tepat waktu (8 bulan)
Dari segi keluarga
Terbinanya hubungan interpersonal yang baik antar anggota keluarga
Tercapainya peran serta keluarga sebagai pengawas menelan obat (PMO) dalam menyelesaikan pengobatan Tb Paru pada pasien.
Terciptanya lingkungan yang sehat (ventilasi dan pencahayaan yang baik)
Kepala
Keluarga
dan
anak-anak
untuk
berperilaku
sehat
yang
baik
dan
mengupayakan untuk tidak merokok
Tersedianya kartu sehat atau dana layanan sosial lainnya.
Rincian tindakan yang diberikan 1.
Pemberian OAT standar panduan WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) dan merupakan program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia. Kategori 2 : 2HRZE / HRZE/ 5H3R3E3. 28
2.
Menjelaskan mengenai cara, frekuensi dan lamanya pengobatan untuk masing-masing tahap
3.
Menunjuk anak pasien sebagai PMO
4.
Memberikan motivasi kepada pasien agar tidak bosan meminum obat setiap hari.
5.
Menerangkan kepada pasien tentang efek samping OAT.
Upaya yang dilakukan pada keluarga Tanggal 04 Maret 2014 dilakukan kunjungan ke rumah pasien untuk mendeteksi faktorfaktor dan risiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologikal, sosial dan lingkungan keluarganya. Pembinaan Kesehatan Keluarga yang dilakukan adalah, Agar terbentuk partisipasi keluarga bagi pemeliharaan pasien serta untuk mengantisipasi risiko dari kehidupan pasien dalam lingkungan tempat tinggal dan keluarganya. Rincian upaya yang dilaksanakan terhadap keluarga : 1. Menerangkan tentang proses penyakit dan perkembangan penyakitnya dan risiko yang akan dialami pasien bila tidak dilakukan pengobatan dan perawatan. 2. Menerangkan kepada keluarga agar mendorong pasien agar mau berobat teratur 3. Menerangkan kepada anak dan menantu pasien agar mengawasi pasien dalam menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan 4. Menerangkan kepada kepala keluarga tentang bahaya pajanan asap rokok, terutama terhadap pesien, anak-anaknya dan bagi lingkungannya. 5. Merubah perilaku merokok kepala keluarga yang buruk 6. Memberikan informasi tentang adanya bantuan dana kesehatan bagi keluarga miskin, berupa Kartu Sehat. 7. Memberikan informasi dan edukasi tentang prosedur pengurusan Kartu Sehat.
29
Rencana tindak lanjut pembinaan Kesehatan Keluarga 1. Memantau kegiatan perawatan pasien oleh pelaku rawat (berobat teratur, pengawasan menelan obat dan periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan) 2. Pemantauan apakah kepala keluarga sudah mengurangi merokoknya dan tidak merokok didalam rumah. 3. Pemantauan tentang pengurusan Kartu Sehat. 4. Sumber Daya Manusia : Pembinaan kesehatan perlu dilanjutkan oleh provider berikutnya agar timbul timbul kesinambungan dalam pengobatan pasien, sehingga terjadinya terjadinya kesembuhan pasien dan tidak adanya penularan terhadap kedua anak pasien. 5.
Mental Psikologikal : diperlukan kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan yang berat dalam melaksakan pembinaan keluarga ini.
6. Komunikasi : Dalam melakukan edukasi tentang penata laksanaan penyakit, mengingat latar belakang pendidikan pasien yang rendah, maka harus dijelaskan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. 7. Manajemen klinis : Diperlukan kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditemukan.
1
Rencana Tindak Lanjut Masalah Klinis.
Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis sebanyak dua kali P-S (sewaktu dan pagi), dilakukan pada :
Seminggu sebelum akhir bulan ke 2
Sebulan sebelum akhir pengobatan, dilakukan 1 minggu sebelum akhir bulan ke 5
Akhir pengobatan, dilakukan 1 minggu sebelum akhir bulan ke 8.
Pemantauan pengisian catatan perawatan di rumah, yang dilakukan oleh pelaku rawat (anak atau menantu) akhir studi adalah penilaian kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Kesan penguasaan masalah keluarga walau sudah meningkat, namun masih diperlukan partisipasi dan bantuan provider kesehatan.
30
XVII. Prognosis
Penyakit: dubia ad bonam Keluarga: dubia ad bonam Masyarakat: dubia ad bonam
XIV. Resume
Ny.E, perempuan, 71 tahun, datang dengan keluhan batuk terus-menerus selama lebih dari 3 minggu. Sebelumnya juga sudah mengeluh batuk-batuk sejak ± 2 bulan. Ini diduga disebabkan karena kambuhnya penyakit TB Paru yang pernah diderita sebelumnya, bakteri mycobacterium tuberculosis tuberculosis yang ada pada Ny.E dalam keadaan dormant sehingga muncul pada saat ketahanan tubuhnya rendah. Dari tanda dan gejala yang ada Ny.E sudah dapat dicurigai menderita Tb. Setelah dilakukan pemeriksaan R ö thoraks didapatkan adanya gambaran proses spesifik, pasien dinyatakan menderita Tb Paru kategori 2 (kasus kambuh) karena keluhan klinis serta pemeriksaan paru lainnya dapat merupakan patokan untuk penyelesaian klinis. Riwayat penyakit keluarga
: Tidak diketahui
Riwayat penyakit dahulu
: Hipertensi ( 15 tahun lalu )
Pemeriksaan Fisik: Diagnosis
TD
: 130/80 mmHg : Tb paru berulang (Relaps) Hipertensi essential grade II terkontrol
Keadaan yang ditemukan ini dilanjutkan dengan pengobatan OAT kategori 2 selama 8 bulan, dalam 3 tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif selama 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), obat-obat ini diberikan setiap hari. Tahap kedua yaitu tahap sisipan selama I bulan yaitu dengan Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), lalu dilanjutkan dengan tahap lanjutan 5 bulan dengan Isoniasid Isoniasid (H), Rifampisin Rifampisin (R) dan dan Ethambutol (E).
1,4
Diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya.
31
Bab IV Pembahasan Pelayanan kesehatan holistik dan komprehensif berkesinambungan dengan memandang pasien adalah bagian dari keluarganya adalah bentuk pelayanan yang akan ditetapkan pada laporan ini, yang dengan fasilitas terbatas namun ditunjang pengetahuan secara praktis klinis terkini, maka kasus ini dapat diselesaikan. Pasien sebagai komponen keluarganya dengan tidak memandang Umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya. Sesuai dengan definisi tersebut, pelayanan kesehatan harus mencangkup lima tingkat pencegahan, dilaksanakan bersama dokter dengan pasiennya pasienn ya meliputi semua aspek kehidupan (jasmani, mental dan sosial). 2
Dan terus menerus meningkatkan fungsi keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang dimiliki.
Laporan kasus ini memerlukan pembahasan dalam multi disiplin ilmu yang pada oprasionalnya merupakan disiplin ilmu kedokteran keluarga mendalami bidang pulmonologi, farmakologi dan lainnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan strata pertama Primary (Primary Health Care) Care) Sesuai dengan bidang kedokteran yang pada implementasinya berupa pelayanan kedokteran pada komunitas keluarga, maka intervensi dilaksanakan dengan sasaran pasien dan keluarganya.
Bentuk
pelayanan
menyeluruh
(holistic),
paripurna
(komprehensif)
terpadu,
berkesinambungan, tidak saja dilaksanakan pada saat awal namun juga selanjutnya.
Sasaran adalah pasien dengan memandangnya sebagai bagian dari keluarga.
Sifat pelayanan adalah memandang kemampuan sosial pasien (manusiawi), dan memandang kemampuan diri (merujuk bila tak mampu), serta bersifat ilmiah yaitu ditunjang dengan pengetahuan kedokteran dan kemampuan praktis klinis mutakhir.
32
Perkembangan tuberculosis pada kasus ini :
Infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis yang telah dialami Ny.E ini Sebelumnya juga sudah mengeluh batuk-batuk sejak ± 2 bulan. Ini diduga disebabkan karena kambuhnya penyakit TB Paru yang pernah diderita sebelumnya, bakteri mycobacterium tuberculosis tuberculosis yang ada pada Ny.E dalam keadaan dormant sehingga sehingga muncul pada saat ketahanan tubuhnya rendah. Dari tanda dan gejala yang ada Ny.E sudah dapat dicurigai menderita Tb. Setelah dilakukan pemeriksaan Rö thoraks didapatkan adanya gambaran proses spesifik, pasien dinyatakan menderita Tb Paru kategori 2 (kasus kambuh) karena keluhan klinis serta pemeriksaan paru lainnya dapat merupakan patokan untuk penyelesaian klinis. Keadaan yang ditemukan ini dilanjutkan dengan pengobatan OAT kategori 2 selama 8 bulan, dalam 3 tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif selama 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), obat-obat ini diberikan setiap hari. Tahap kedua yaitu tahap sisipan selama I bulan yaitu dengan Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), lalu dilanjutkan dengan tahap lanjutan 5 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin Rifampisin (R) dan
1,4
Ethambutol (E).
dan
diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya.
Proses penyakit dan pelayanan komprehensif
Keluhan batuk berdahak terus menerus yang dialami pasien timbul ± 3 bulan sebelum pasien berobat ke Puskesmas, pasien diberikan edukasi tentang pentingnya pengobatan dan penularan Tb. Ditemukan bahwa tidak adanya informasi perihal penyakit TB dan proses penularan terhadap pasien dan keluarganya oleh provider sebelumnya. Tidak dilakukan skrining terhadap keluarga lainnya. Kurangnya perhatian dari anak-anaknya yang . tinggal terpisah.
33
Stresor Psikis
Beban psikis yang dialami adalah kekhawatirannya karena hidup bersama keluarga anaknya sehingga menjadi beban pikiran dan menambah beban hidup keluarga anaknya. Dana berobat
Program Kartu Sehat (KS) terbukti telah mampu membantu masyarakat miskin paska krisis moneter, untuk mendapat akses ke pelayanan kesehatan dasar. Dari jumlah keluarga yang telah memiliki kartu sehat tersebut, 54,4% telah memanfaatkannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kartu Sehat diberikan secara cuma-cuma tanpa perlu mengurus surat keterangan tidak mampu. Nyatanya prosedur yang dialami pada kasus ini cukup sulit yaitu harus mengurus surat keterangan dari RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga) dan kelurahan, serta 5
mengurus surat rujukan dari Puskesmas setempat. Perilaku
Salah satu faktor yang memperberat penyakit pasien adalah pajanan asap rokok dari suaminya dan adanya zat polutan (NH3,H2S,CO2) dari lingkungan tempat tinggal yang kumuh. Keadaan rumah pasien yang lembab, sempit dan sinar matahari masuk yang kurang juga menyebabkan berkembang biaknya mycobacterium tuberculosis. tuberculosis. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut dilakukan edukasi mengenai bahaya merokok bagi diri sendiri dan anggota keluarga yang lain serta edukasi tentang hygiene dan sanitasi lingkungan. Dilakukan juga motivasi kepada suaminya untuk berhenti merokok dimulai dengan mengurangi jumlah rokok yang dihisap atau merokok tidak didalam rumah.
Bab V
34
Kesimpulan dan Saran
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa : 1. Telah ditegakkan diagnosis atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu kasus Tb berulang/kambuh kategori 2. 2. Telah dilakukan pengobatan untuk Tb kategori 2 sesuai dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 3. Perilaku oleh kepala keluarga yang merokok, yaitu dengan mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap dan tidak merokok didalam rumah belum sepenuhnya dilakukan. 4. Timbulnya kesadaran dan tanggung jawab pasien dalam pengobatannya. 5. Upaya pemeriksaan dan proteksi terhadap keluarga lainnya yang memiliki risiko tinggi dari penularan Tb belum dilaksanakan. 6. Lebih dapat memanfaatkan program kartu sehat yang digalakan pemerintah dengan baik.
Saran
Saran untuk penyelengaraan klinis pada strata pertama : Saran
: Tersedia fasilitas yang memenuhi standar seperti pemeriksaan laboratorium dasar pada pelayanan strata pertama untuk penegakkan diagnosis yang lebih cepat.
Dana
: Adanya dana khusus bagi pasien-pasien yang tidak mampu untuk mendapatkan perawatan
yang
sangat
dibutuhkan.
Pemantapan
Program P2TB Penunjang
: Perlu adanya program skrining penyakit Tb bagi anak-anak risiko tinggi penularan Tb dari orang tua mereka.
35
Saran untuk lingkungan komunitas : 1. Kebijakan Profesi
:
Peranan PPTI (Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosa Indonesia) yang lebih aktif dalam upaya pemantauan kasus-kasus Tb baru 2. Organisasi Profesi
:
Perkumpulan Dokter Keluarga Indonesia, hendaknya mengembangkan sistem pemantauan pelayanan strata pertama mengenai kasuskasus Tb disesuaikan dengan situasi dan kondisi
3. Pemerintah Daerah
: Jaminan ketersediaan OAT di Puskesmas - puskesmas. Pengontrolan yang lebih ketat, dan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah (dalam pengurusan Kartu Sehat)
Saran untuk pasien dan Keluarga : 1. Pasien harus rajin meminum obatnya dibantu oleh Keluarga lainnya sebagai PMO. 2. Mengurangi tindakan merokok didalam rumah 3. Pembuatan ventilasi di rumah untuk sirkulasi udara
Bab VI Daftar Pustaka
36
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan 8, Depkes RI, 2002.1-2 2. Rifki NN. Pengenalan Pelayanan Kedokteran Keluarga. Monogram Tingkat IV, FKUI. 1993 3. Bahar A. Tuberculosis. In: Mansjoer A, et al, editors. Pedoman Diagnosis dan Therapi dibidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FKUI:2001 4. Farmakologi dan Therapy, Edisi ke 2, Jilid 3. Bina Rupa Aksara, Jakarta. 2000 5. Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 524 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Program Kartu Sehat Bagi Masyarakat Miskin Di Daerah DKI Jakarta 6. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
Nasional
Pedoman
Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, Depkes RI, 2000 7. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2005 8. Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia.
Pedoman
Diagnosis
&
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI, 2003 9. Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM, rd editors. Respiratory Disease A Case Study Approach to Patient Care , 3 edition. Philadelphia F. A. Davis Company, 2007 : 442-440 10. LoBue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and Control of Tuberculosis in the United States, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Fishman’s th Pulmonary Diseases and Disorders, 4 edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2447-2457 11. Hachem RR. Tuberculosis, In : Shifren A, Lin TL, Goodenberger DM, editors. Washington Manual st 1
Pulmonary
Medicine
Subspecialty
Consult,
edition. Washington : Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 91-97
12. Leitch AG. Tuberculosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention, In : Seaton A, Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory
37
th Diseases, 5 edition, volume 1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 485-500 13. World Health Organization : Global tuberculosis control - surveilance, planning, financing. WHO report 2006. 14. Leão SC, Françoise PF. History, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors. st Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1 edition. Antwerp Sao Paolo – Paolo – Buenos Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 25-48 15. Daley CL. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections, In : rd Albert RK, Spiro SG, Jett JR, editors. Clinical Respiratory Medicine, 3 Edition. Philadelphia : Mosby Elsevier, 2008 : 305-408 16. World Health Organisation. Global Tuberculosis Control – Epidemiology, Strategy, Financing. Geneva : WHO 2009 17. Iseman MD. Mycobacterial Diseases of the Lungs, In : Hanley ME, Welsh CH, editors. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine, International edition. Denver : The McGraw-Hill Companies, 2006 : 301-369 18. Enarson DA. Tuberculosis as a Global Public Health Problem, In : Kaufmann SHE, Hahn A, editors. Mycobacteria and TB, volume 2. Basel : Karger AG, 2003 : 1-14 19. Chapman S, Robinson G, Stradling J, et all. Mycobacterial Respiratory Infection, In : Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st
edition. United
Kingdom : Oxford University Press, 2005 : 228-259 20. Karakousis PC, Chaisson PE. Mycobacterial Infections and HIV Infection, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4
th
edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2487-2496
38
Foto :
39