atau
adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, l engan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.
crs1
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh. Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndroma, ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebagai berikut : 1.
Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
2.
Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)
3.
Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga dengan istilah “Kesemutan”.
4.
a. Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia dan parasthesia.
1.
Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur saraf yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
1.
Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
2.
Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.
Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artik ular, kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan a danya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.
anatomi cervical
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur. Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior. Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya.
Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia. Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leherdan belakang kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lenga n atas, lengan bawab\h atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher.
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna un tuk menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini. Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya : 1.
Nyeri kaku pada leher
2.
Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3.
Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4.
berkurangnya reflex biceps
5.
Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya : 1. Tes Provokasi Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang
datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
tes provokasi
2. Tes Distraksi Kepala Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
Tes Distraksi Kepala
3. Tindakan Valsava Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke leng an.
Tindakan Valsava
Foto 1
A.
Anatomi Fungsional 1. 1.
Sistem tulang
2. Arcus Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan kiri, terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di sebelah posterior dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya membentuk tonjolan seperti duri yang disebut prosessus spinosus . Tonjolan meruncing pada batas dataran radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus . 1. Foramen vertebralis Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis , dengan sendirinya tiap foramen
vertebrae yang lain membentuk kanalis di dalamcolumna vertebralis yang ditempati oleh medulla spinalis, yaitu foramen vertebralis. 1. Vertebrae cervicalis Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya bersifat bifida (bercabang dua).Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium yang
membagi
processus
tranversum
menjadi
dua
tonjolan
yaitu tuberkulum
anterius
dan posteriu s. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum anterius yang disebut tuberkulum karotikus yang terletak di arteria karotikus. Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens . Selain itu perbedaan yang lainya adalah foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah. 1. 2.
Sistem otot
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot penggerak utamanya adalah m.sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior posterior,dimana otot-otot ini diinervasi oleh C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m.
splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis cervicis (diinervasi C3T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m.
sclaneus
anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-3), rotasi , penggerak utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis cervicis, m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2T5). Sedangkan otot –otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan m.
coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk ekstensi, m. deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis mayor, m. teres
minor dan m. coraco brachialis untuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres minor untuk internal dan eksternal rotasi. 1. 3.
Sistem persarafan
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impulsimpuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya. Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n.
cuaeus, dan n. radialis (Chusid, 1993). 1. a.
Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara oblique di sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis (Chusid, 1993). 1. b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6) Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal (Chusid, 1993). 1. c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1) Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari tiga segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n. radialis
ini
menyertai
arteri profundus dan
sekitar
humerus
serta
di
dalam sulcus
musculospinalis. (Chusid, 1993). 1. d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua caput tersebut berasal dari fasikulus lateral danfasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan atas bagian bawah (Chusid, 1993). 1. e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis . Serabut syaraf ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis (Chusid, 1993).
B. Patologi dan Problematik Fisioterapi 1. Definisi
Cervical Root Syndrome adalah keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi akar-akar saraf cervicalis, yang ditandai dengan nyeri di leher yang menyebar ke lengan atau tergantung pada akar saraf yang tertekan (Dorland, 1985).
2. Etiologi Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari CRS. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan herniasi dari discus intervertebralis (Gartland, 1974).
3. Patologi Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis, yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang
terbentuk
oleh
jaringan
fibrosus.
Kandungan
air
dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit. Selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar. Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit . Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm (Adam dan Victor, 1977). Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai 10 mm (Adorte dan Galsberg, 1980). Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan
ini
menyebabkan
akar-akar
saraf
tersebut
terikat
pada
dinding
foramen
intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut.
1. 4.
Tanda gejala
Adapun gejala yang khas dari CRS yaitu rasa nyeri yang menjalar mengikuti alur segmentasi serabut syaraf yang lesi sehingga disebut dengan nyeri radikuler , gangguan fungsi motoris yang ditandai dengan kelemahan otot berdasarkan distribusi myotom, terjadi spasme otot, gangguan
sensibilitas pada segmen dermatom, gangguan postural yang terjadi akibat menghindari posisi nyeri, dan pada kondisi kronis timbul kontraktur otot dan kelemahan otot pada regio cervical (Adam dan victor, 1980). 1. 5.
Diagnosis banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :
1. Carpal Tunnel Syndrome, Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanannervus medianus oleh ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan (Cailliet, 1991). 1. Thoracic outlet syndrome 1. a.
Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan
costa pertama . Gejalanya adalah numbness, tingling , di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama (Cailliet, 1991). 1. b.
Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas dan otot
pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor ( Cailliet, 1991). 1. Claviculocostal syndrome Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang clavicula di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi. (Cailliet, 1991). 1. 6.
Komplikasi
Komplikasi dari CRS adalah atrofi otot-otot leher dan adanya kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas (Sidharta, 1984).
1. 7.
Problematika fisioterapi
2. Impairment, yaitu berupa nyeri,
penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta
penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher.. 3. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya. 4. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.
C. Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan terapi latihan.
1. 1.
SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan (Banress, 1996).
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat ( Cailliet, 1991). 1. 2.
Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan perambatannya memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai daerah padat ataucompression dan daerah renggang atau refraction (Sujatno dkk, 2002). Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin , efek fibrasi dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah . a. Efek Ultra sonic
1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage . Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan metabolisme (Cameron, 1999).
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan olehmicro massage ini (Cameron, 1999). 2)
Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme (Cameron, 1999).
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a)
Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat (Cameron, 1999).
b) Rileksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot (Cameron, 1999).
c) Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat memperlunak jaringan pengikat.(Cameron, 1999).
d) Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini
diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman (Cameron, 1999).
e). Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan ( Cameron, 1999).
g). Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh (Sujatno dkk, 2002).
1. 3.
Terapi latihan
a. Dengan metode PNF Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup secara independent yaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja (Priyatna, 1985). Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat beraktifitas normal (Priyatna, 1985).
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal . Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:
1. Tahanan maksimal (optimal) Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien ( Voss, 1985).
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar kecilnya tahanan yang diberikan ( Voss, 1985).
1. 2.
Manual contact Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang
diminta oleh terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan tahanan ataupun assisted ( Voss, 1985).
1. Stimulasi verbal (komando) Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
1. 4.
Body position dan body mechanic Terapis
berdiri
pada
grove
dan
menghadap
ke
pasien
sehingga
memungkinkan selalu memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan terapis.
1.
Traksi dan aproksimasi.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximas i adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi. 1. Pola gerak Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksiadduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksiendorotasi.
Teknik
yang
digunakan
pada
kasus
ini
adalah “
repeated
contration ”. Repeated contration adalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian –bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening) (Wahyono, 2002). b. Dengan traksi cervical.
Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas. Dengan
traksi
cervical
diharap
terjadi
penambahan
ruangan
pada
intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher (Musthafa, 1988).
Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan sebesar 1-1,5mm (Musthafa, 1988).
DAFTAR PUSTAKA Ahmad tohamuslim (2005) Rehabilitasi Medik Cegah Kecacatan Pasien ; www.Pikiran Rakyat.com
Bambang Hastono, 2000, Organisasi Kesehatan; Bina Dipnakes ; Jakarta. Bambang Hastono, Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan ; Bina Dipnakes; Jakarta. Cailliet, Rene, 1990; Neck and Arm Pain ; F.A Davis Company, Callifornia.
Chusid, J.G, 1993; Neuroanatomi Corelatif dan Neuro Fungsional ; Bagian satu, Gajah Mada University Press, Yogjakarta.
De Wolf AN and Mens, 1994 ; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh ; Bohn Stafleu Von Loghom, Houte Seventeen.
Mustafa, Ihsan ; Penggunaan traksi pada penanggulangan nyeri; Kumpulan makalah TITAFI ke VI, Jakarta, 1988
Michlovits, Susan, 1996; Thermal Agent in Rehabilitation ; Third Edition, Davis Company, Philadelpia.
Priyatna, Heri,1985; Exercise Therapy ; Akademi Fisioterapi Surakarta.
Priyatna, Heri dan Suharyono, 1982 ; Joint Mobility ; Akademi Fisioterapi surakarta.
Sidharta, Priguna1984 ; Neurologi klinis dan Pemeriksaan ; Cetakan pertama, p.t Dian Rakyat, Jakarta.
Taruna, Yuda ; Pendekatan Diagnosa Dan tatalaksana Pada Radikulopati Cervical ; www.mediastore.com.
Voss, et all ; Propeoceptive Neuromusceletal Falititaion ; 3 rd, Harpes Row, Philadelpia, 1985