Sambungan Tularigan Baja Tarik Sambungan Tulangan Baja Tekan Pemberhentian dan Pembengkokan Batang Tulangan Struktur Bentang Sederhana Persyaratan Panjang Penyaluran Tulangan M9men Positif Balok Bentang Sederhana Soal-soal
97
Soal-soai
I. Kuat Geser > Periiaku Balok tanpa Periulangan Geser
3.
. .
84
).
.Sambungan Batang Tulangan
1U;' 1!)3
J4 195
203 205
7.
STR UKTUR BENTANG MENER US DAN PLAT DUA AR AH
106
7.1.
Pendahuluan
207
106
7.2.
Struktur Baioi< dan Plat Menerus
208
109
7.3.
Pemberhentian Tulangan Struktur Bentang Menerus
2 10 7.4.
1 12
20 7
Konsep P-mdekatan Struktur Plat Dua Arah i. Geser pada Balok Tinggi ). Gesar Friksi ).
Gaser pada Kansai Pendek
r
KuatTorsi (Puntir}
3.
Pedoman Penulangan Torsi SoaJ-soaJ
230
..;
126
7.5..
Moman Statis Total Tertaktor
232
1 30
7.6.
Metode PerencanaaA Langsung
2M
1 32
7.7.
Metode Rangka Ekivalen
2t31
Soal-soal
137 140
·. ·
·
8.
KEMAMPUAN KELA YANAN
152
8.1. 8.2.
Pendahuluan Lendutan
152
8.3.
Moman lnersia Penampang
8:4.
Lendutan Seketika
..149
- .
'
METODE PERENCA NAAN ELASTIK Pendahuluan Konsep dan Anggapan-anggapan
I.
-
Tegangan ijin
3.
Retak
1 53 154 .
2n 8.6. 8.7.
Lendutan Struktur Bentang Menerus Pangendalian Retak
269
271
275
vu 12.
PENULANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA Pendahuluan
12.1. Pemencaran Energi dan Tingkat Daktilitas 12.2. Persyaratan Perencanaan dan Analisis
Lend
utan Jangka Panjang
268 268
T
I
8.5.
264
. . ··;,.-
12.3. Struktur Rangka dengan Beban Lentur dan
I
• 281 ,.,.. 281
I
•
12.4. Beban Aksial Kecil
12.5.
Struktur Rangka dengan Beban Lentur dan Beban Aksial Besar Ketentuan Kuat Gaser
420 428 429
431
12.6.
Soal-soat·
285
9.
STRUKTUR KOLOM 287
9.1. 9.2. 9.3. 9.4.
Pendahullan Kekuatan Kolom Eksentrisitas Kecil Persyaratan Detail Penulangan Kolom Analisis Kolom Pendek Eksentrisitas Kecil
9.5.
Perencanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Kecil
9.6.
Hubungan Beban Aksial dan Moman Penampang Kolom Bertulangan Seimbang Kakuatan Kolom Eksentrisitas Besar Analisis Kolom Pandek Eksentrisitas Besar
. ! .
9.8. 9.9.
9.10.
287 290 292
295
306
Metode Pendekatan Empiris
297 301 302
'305
316
12.7.' Struktur Dinding, Diafragma, dan Rangka Batang
9.11.
F a k t o r R e d u k s
i Keku atan
0 untu k Kolo m
320 9. 2. Pere
ncanaan Kolom Pendek Eksentrisitas Besar 322 9.; 3. Struktur Kolom Langsing
.329
Seal-soal
339
10.
STRUKTUR FONDASI 342
10.1.
PandahuluC'll
342
434 C. 2. Fond asi Telap ak Dindi ng
34.4
4 0.3.
Fondasi Telapak Kolom Setempat
·351 0. 4. 10.5.
0.6. 10.7.
355
Fondasi Bujur Sangkar
361
Fondasi Empat Persegi Panjang Fondasi Gabungan
368
372
Fondasi Terikat Gabungan
375
Scal-soal
11.
DASAR-DASAR SETON PRATEGANGAN
11.1.
Pendahuluan
11.2.
Konsep Dasar dan Pendekatan Perencanaan
11.3. 11.4.
1.5. 11.6.
377
J
..
377
378
Pola Tegangan Balok Seton Prategangan Kehilangan Gaya Prategangan Analisis Balok Baton Prategangan Perencanaan Bentuk Penampang dan Tata Letak Tendon
383 392 394
1
• •• '•
·''#' '
12.8.
Titik Pertemuan Rangka
13.
DETAIL PENULANGAN
13.1. Pendahuluan 13.2. G_ambar Kerja Pemasangan Penulangan 13.3. S1stem Notasi dan Tanda Batang Tulangan 13.4. Daftar-daftar 13.5. Daftar Bengkokan Batang Tulangan
13.6. Pemasangan Batang Tulangan Baja
435 437 441
441 442 445
447 450 453
Apendiks Apendiks A: Tabel-Tabel Apendiks B: Notasi- Notasj Apandiks C: Dattar Buku Al.'Uan lnd e k s Tentang Pengarang
455 507 515 5 19
52 7
403 11.7.
11.8.
Metode Pengimbangan Beban Kuat Lentur Komponen Prategangan
. 411
415
11.9. Kuat Gaser Komponen Prategangan Soal-soal
viii
421
j)(
423
_.:
\..
O E? A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M .I
SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PU JAL.AN PATilMUP.A NO. 20 KEBAYO SARLI - JAKARTA TEL?. 71508:3, T.395083, 711529,
t
711580
.. .
I
KATA PENGANTAR
J
.,,. "
• Sasaran utama buku ini menyajikan dasar-dasar pangertian sistem struktur beton seder
KATA PENGANTAR
hana pada umumnya, dan perilaku serta kekuatan komponen struktur beton bertulang pa
da
khususnya
Bersamaan
dengan
berkembangnya
p.enelitian
dan
penrbitan/penerje mahan buku-buku literatur struktur baton yang meningkat pada akhirakhir ini, dimaksud kan juga untuk mengetengahkan informasi kepada pambaca terutama berkaitan dengan
Jalam rangka usaha memasyarakatkan ilmu dan teknologi sesuai dengan perkembangan di
penggunaan metode dan peraturan terbaru yang diberlakukan di Indonesia. Akan tetapl
atu pihak dan mendorong terjaminnya mutu produk di lain pihak, maka Pemerintah melaiul
buku ini sama sakali dimaksudkan bukan untuk memuat berbagai risafah teoritis mengennl
Jepartemen terkait menyiapkan parangkat standar yang diproyeksikan menjadi Standar
analisis dan perencanaan struktur baton. bertulang, tetapi mengutamakan pendekatan
.
Nasional Indonesia (SNI) dan berlaku secara nasional. SK SNI T-15-1991-03 dengan judul "Tata Cara Penghitungan Struktur Seton untuk 'sa
ngunan Gedung•, merupakan salah satu wujud standar yang dikeluarkan cieh Departemen Pekeaan Umum yang perfu disebarfuaskan SETON BERTULANG" ini periu didukung. agar sasaran pembuatan standar tarsebut da-
pra Js dan bersifat nor.-kalkulus. Buku ini ditengkapi dengan berbagai contoh permasa lahan mendasar, berikl.'.1 fangkah-langkah penyeiesaiannya dipilih dari berbagai buku acu." an untuk c1isajikan dalam bentuk yang sudah dikenal sebagai langkah standar. Format de mikian dipilih disertai dengan harapan agar upaya penguasaan dasar-dasar pengetahuan
at segera tercapai.
d[.tn pemahaman peraturan baru mengenai struktur baton bertulang dapat berlangsung
Untuk seiap usaha memasyarakatkan standar seperti halnya penerbitan bi.;ku "STRUKTUR
•-
Saya ucapkan selamat atas usaha Penulis, sdr. Ir. ISTIMAWAN DIPOHL.:3000, semoga
dengan lebih baik lagi. Di Indonesia, peraturan atau pedoman yang mengatur perancanaan dan pelaksa
xi ermanfaat. Jakarta.
. ; l
Oesember 1993
·Kepala SA DA N UTBANG PU
J :
,,
1. '
··. Ir. Soenarjono Danoedjo
naanben gunan beton bartulang yang diterbitka n oleh Departem en Pekerja Umum RI telah meng
alami
dimaks
m
gi pesatnya la.ju perkembangan ilmu p:·gatahuan dan teknologi khususnya yang
berapa kali, sajak Paraturan
udkan
e
berkaitan dengan baton ataupun struktur bAton bertulang.
Baton Indonesia 1955 (PBI
un
hik
n
Dalcm era pembangunan,. kadang-kadang dirasakan bahwa di suatu daerah
1955), PBl 1971, sarta yang
memen
g
atau lokasl tertentu terutama di kota-kota basar dengan bangunan-bangunan pencakar
terakhir adalah Standar SK
uhi
i
langit nya, kebutuhan akan terssdianya peraturan yang memadai dan mencakup
SNI T-15-1991-03 yang juga
kebutu
m
perkembang
di or al s.ebagai Pedoman
han
b
bahwa karena lu asnya negen ini, di daerah lainterutama di pelosok-pelosok terkadang
Seton
Pembaharuan
dalam
a
masih dijumpal puh•
tentunya
upaya
n
tersabut
pembaharuan
1989.
bt?
fm
teknofogi mutakhir sangat mendesak. Tatapi hendal
1dU
bahwa konsep peraturan yang lama belum sepenuhnya dikuasai. Dengan sendirinya un tuk menghadapi keadaan tidak seimbang yang demikian, menjadi bagian tugas bagi da Bab 8, dan baton pratagangan. Pada Bab 6 diketengahkan mengenai tata-cnr tt ptt
para teknokrat dan rekayasawan yang bergerak di bidan struktur baton untuk mengatasinya
nyambungan dan perhitungan sarta persyartan panjang penyaluran batang baja tuhmu
terutama melaJui upaya pendidikan dan pelatihan intens!f yang
an, sedangkan Bab 7 mengetangahkan diskusi mengenai struktur bentang menerus dun
bersinambung.
plat penulangan dua arah. Pada Bab 9 dan Bab 10 diketengahkan tata-cara analisis dan Dengan
memperhatikan
keadaan
tersebut
di_
atas
dan
daJam
•perkenalkan . Tata Cara Penghitungan Struktur Baton SK SNI T-15-1991-03
rangka
upaya
mem
perancanaan untuk aplikasi, berturut-turut untuk komponen struktur kolom dan fondasl. Kamudian pada Bab 11 diketengahkan dasar-dasar pemahaman struktur baton metodo prategangan, dan pada Bab 12 adalah tata cara penulangan yang harus diperhatikan
lebih luas,
pada bangunan-bangunan tahan gempa. Seperti di etahui, karena di Indonesia balum
buku ini disusun dengan sepenuhnya menggunakannya sebagai bahan acuan utama de ngan menggunakan_ sistem satuan SL Sedangkan sebagai referensi (acuan) pelengka,p
•
"
terse dia pedoman atau standar pelaksanaan pekerjaan detail penulangan, masih sering dijum pai dalam petaksanaannya di lapangan terkesan tidak sistamatis, kurang rapih,
nya banyak diambildari berbagai buku yar.g membahas struktur beton berdasarkan
yang tldnk jarang mengakibatkan hasilpekarjaan menjadi kurang efisien, bahkan tidak
pada ACI Building Code. Seperti diketahui, penyusunan SK SNI T-15 1991-03 juga
dapat morm•-
menggu nakan ACI 318M-83 sabagai acuan utama di samping beberapa peraturan
• nuhi persyaratan. Untuk itu, sebagai diskusi penutup dan merupakan bab yang terokhlr,
lainnya, sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. Dangan demikian diharapkan buku
Bab13, diketengahkan diskusi mengenai tata-cara menyusun detail pemasangan tulanu
ini dapat menambah kakayaan khazanah dunia pengatahuan dan berguna sabagai
an yang perlu diparhatikan.
sumber informasi teknolgi serta aruan perancanaan bagi para pelajar sekolah kejuruan
Pada kesempatan yang baik ini, parkenankan penulis menyampaikan rasa
teknik, mahasiswa, teknisi, ar sitak, dan rekayasawan yang bergerak di bidang struktur
tenmn kasih yang sebesar-basamya kepada banyak pihak yang telah membantu dalam
beton.
penyiap an naskah buku ini. Khususnya kepada asistan, Ir. Djoko Sumiyanto yang telah
Kerangka dasar dan pengelompokan diskusi dalam buku ini didasarkan pada
mamban tu dalam proses editing, kepada Ir. Jacobus Wiryawan beserta stat: Freddy
pe ngalaman penul!s selama melaksanakan tugas sebagai pengajar di Fakultas Teknik
Kasenda dnn
Uni versitas Gadjah Mada. Dangan mengacu pada buku-buku yang meneiaah tentang
Ashida di Computa Computer Centre, Yogyakarta, yang telah memberikan banyak bantu·
meka-
'
an dalam memproses data dan kata. Kepada isteri dan anak, R3.diyanti dan Shiddieq, pu·
. nika dan kekuatan bahan, pada Bab 1 dibahas mengenai sifat-sifat penting bahan adukan
nulberhwang atas kebaikannya untuk kesabaran, dorongan, dan dukungannya, dan
baton dan baja tulangan, di samping pembahasan perilaku balok terlentur pada umum
kepada merakalah buku ini dipersembahkan.
••
nya.. Pada Bab 2 dikatenyahkan pembahasan metode analisis dan perencanaan untuk balok persegi bertulangan tarik saja, di samping juga untuk plat penulangc.;n satu arah. Se dangkan Bab 3 membahas balok persegi bertulangan rangkap, balok-T, dan balok bukan persegi empat. Bab 4 mengetengahkan diskusi mengenai analisis dan -perencanaan pe nulangan geser dan puntir untuk berbagai kompcinen struktur beton bertulaf!g. termasuk di antaranya untuk balok tinggi, konsol pendek, dan mekanisme gaya geser friksi. Pada Bab 5 diketengahkan pembahasan mengenai metode perencanaan elastik untuk struktur
baton. Meskipun pendekatan cara elastik untuk struktur baton bertulang sudah tidk di
tuk
terutama dalam kaitannya dangan perilaku elastik komponerY struktur, misal nya dalam
anjurkan, akan tetapi kehadirannya sebagai ilmu pengetahuan masih saja bermanfaat un
didalarni
memperhitungkan kemampuan kelayanan struktur yang dibahas lebih lanjut pa-
•
I
...
\
ISTIMAWAN DIPOHUSODO
SIFAT BAHAN SETON DAN MEKANIKA LENTUR
1.1.
B ET O N
1
'
.
Aa
• I ..
Baton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu peq h, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan pe rekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan baton bertangsung. Agregat halus dan kasar, disebut sebagai banan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (
dur,aJ;ility) baton merupakan fungsi ari banyak f aktor, di antaranya ialah nilai ' bding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksana an finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya.
· Nilai kuat tekan baton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan baton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% -15.% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen strukturaJ bangunan, umumnya baton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, ter:utama pada bagian yang menahan gaya tarik. Oe ngan damikian tersusun pembagian tugas, di mana batang tulangan baja bertugas mem perkuat dan rnenahan gaya tarik, sedangkan baton hanya diparhitungkan untuk menahan gaya tskan. Komponen struktur baton dengan kerja sama seperti itu disabut sebagai be. ton bertulangan baja atau lazim disebut baton bertulang saja Oalam perkembangannya, didasarkan pada tujuan peningkatan kemampuan kekuatan komponen, sering juga dijum pai baton dan tulangan baja bersama-sama ditempatkan pada bagian struktur di mana ke. puanya menahan gaya tekan.
3 1 SIFAT BAHAN BETON DAN MEKANIKA LENTURAN BAB 1
Dengan sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua macam bahan yang a sitat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural
nendukung beban, diperlukan cara hitungan berbeda dangan apabila hanya digu satu macam bahan saja separti halnya pada struktur baja, kayu, alumunium, dan se
..
.
SIFAT BAHAN BETON DAN MEKANIKA LENTllllAN
J
PSI 1955 rnerupakan terjernahan dari GBVI ( Gewapend Beton Voorschriften In Indonesia) 1935, ialah suatu peraturan produk pemerintah penjajahan Belanda di Indone sia. PSI 1955 mernberikan katentuan tata cara perencanaan rnenggunakan rnetode elas
Y'a .
tik atau cara n, dengan menggunakan nilai banding modulus alastisitas baja dan baton, n,
Carjasama antara bahan baton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan di :m pada kaadaan-kaadaan; (1) lakatan sampuma antara batang tulangan baja da eton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggalinciran di antara
yang bernilai tatap untuk segala keadaan bahan dan pambebanan. Satasan mutu bahan
ya; (2) baton yang mengalilingi barang tulangan baja barsifat kedap sehingga melindungi dan mencegah tarjadinya karat baja; (3) angka muai kedua bahan ham a, di mana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai baton 0 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul Jerbedaan nilai dapat diabaikan.
ebagai konsakuensi dari lakatan yang sempuma antara kedua bahan, di daarah
1tu komponen struktur akan tarjadi retak-retak baton di dakat baja tulangan. Retak mg damikian dapat diabaikan sejauh tidak mampengaruhi penampilan struktural en yang barsangkutan.
JER ATUR A N DA N STANDA R PERENCA NAAN STRUKTUR SETON BERTULANG
n dan standar parsyaratan struktur bangunan pada hakekatnya ditujukan urituk 3raan uma manusia, untuk mancegah korban manusia. Olah karana itu, paratur ur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan senan. Dengan dernikian perlu disadaii bahwa suatu paraturan bangunan bukanlah >eriakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan 3rupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksildkan untuk meng- ·
oengetahuan, pertimbangan taknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu. · raturan bangunan tidak mambebaskan tanggung jawab pihak perancana untuk lkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih panting, adalah aman.
ndonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan rnn bangunan baton bertulang telah baberapa kali mangalami perubahan dan 1Jan, sejak Peraturan Seton lndonesf'a 1955 (PBI 1955) kemudian PSI 1971 terakhir adalah Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Baton nornor: SK SNi
di dalarn peratu:-an baik untuk beton maupun tulangan baja masih rendah di samping per aturan tata cara palaksanaan yang sederhana sasuai dengan taraf teknologi yang dikuasai pada waktu itu. PBI 1971 Nl-2 diterbitkan dengan memberikan beberapa pembaharuan terhadap PBI 1955, di antaranya yang terpenting adalah: (1) Di dalam perhitungan meng gunakan metode elastik atau disebut juga sebagai cara n aiau metoda tegangan kerja, manggunakan nilai
n yang variabel tergantung pada mutu baton dan waktu (kecepatan)
pembebanan, sarta keharusan untuk memasang tulangan rangkap bagi balok-balok yang ikut menentukan kekuatan struktur; (2) Diperkenalkannya perhitungan metode kekuatan (ultimit) yang meskipun belum merupakan keharusan untuk memakai, diketengahkan sa bagai alternatif; (3) Diperkenalkannya dasar-dasar perhitungan bangunan tahan gempa. . Sedangkan Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Seton nomor: SK SNI T-151991-03 memberikan ketentuan-ketentuan baru, antara lain yang terpenting untuk diper hatikan adalah; (1) Parhitungan perencanaan lebih diutamakan serta diarahkan untuk mengg.unakan metode kakuatan (ultimit). sedangkan metode elastik ( cara n) masih ter cantum sebagai alternatif dan diberikan di bagian belakang; (2) Konsep hitungan kaarryan an dan beban yang lebih realistik dihubungkan dangan tingkat daktilitas struktur; (3) Tata cara hitungan gessr dan puntir pada kaadaan ultimit {batas); (4) Menggunakan satuan SI dan notasi disuaikan dengan yang dipakai di kalangan internasional; (5) Ketentuan-ka tentuan. detail penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen struktur; (6) Me gatengahkan beberapa katentuan yang belum tersedia pada peraturan sebelumnya, mi salnya mengenai struktur bangunan tahan gempa, beton prategangan, pracetak, kompo sit, cangkang, piat lipat, dan iain-iain. Sampai dengan saat sekarang, penguasaan pengetahuan dan teknologi yang ber ·kaitan dengan sifat dan perilaku struktur beton terus menerus mengalami perkembangan sehingga standar dan peraturan yang r;nengatur tata cara perencanaan dan pelaksanaan nya juga maoyesuaikan untuk selalu diperbaru. Standar Tata Cara Penghitungan Struk.1ur s·eton nomor: SK SNI T-15-1991-03 disusun dengan sepenuhnya berdasarkan partim bangan tersebut. Sehingga Panitia Panyusun mamandang parlu untuk menggunkan acuan paraturan-peraturan dan standar dari berbagai negara, terutama ACI 318-83, guna menyesuaikan dengan penguasaan teknologi mutakhir tetapi tetap tanpa meninggalkan
-03. Pernbaharuan tarsebut tiada lain ditujukan untuk rnemenuhi kebutuhan 1ya mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan taknologi lyang berhubungan dengan baton atau baton bertulang.
pertimbangan kondisi teknologi di dalam negeri. Semua Peraturan dan Pedoman Standar tersebut di atas diterbitkan oleh Departe rnen Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi. Dengan. seridirinya apabila suatu dokumen mencantumkannya sebagai peraturan
3 1 SIFAf BAHAN SETON DAN MEKANIKA LENTURAN BAB 1 SIFAT BAHAN SETON DAN MEKANIKA LENTURAN
6
yang harus diikuti, maka sesuai dengan prosedur yang berlaku peraturan tersebut
1.4
1rtulang langkap dengan sagala sanksi yang diberlakukan. Buku ini disusun taruta mgacu pada Standar Tata Ca.ra Panghitungan Struktur Baton nomor: SK SNI T-15:>3 (sela!ljutnya disabut SK SNI T-15-1991-03), dangan tidak menutup kemung
•
BAHAN AGREGAT
Agregat terbagi atas agregat halus dan kasar. Agregat halus umumnya terdiri dari pasir atau partikaf-partikel yang lewat saringan # 4 atau 5 mm, sedangkan agragat kasar tidak le
pada beberapa hal mengangkat permasalahan dar. menggunakan acuan dari pera
wat saringan tarsabut. Ukuran maksimum agregat kasar dalam struktur baton diatur di da
ain dengan tujuan untuk dapat memperoleh pembahasan selengkap mungkin.
lam peraturan untuk kepentingan berbagai komponen, namun pada dasarnya bertujuan agar agregat dapat masuk atau lewat di antara sela-sela tulangan atau acuan. Agregat yang digunakan harus memenuhi ketentuan Sii 0052-80 dan dalam hal-hal yang tidak tercakup dalam standar tersebut juga harus memenuhi ketentuan ASTM ( American
SEMEN DA N AIR
Society for Testing Materials ) C33-86 untuk agregat normal, serta pada ASTM C330-80 untuk agre gat ringan. Umumnya ponggunaan bahan agregat dalam adukan baton mencapai jumlah :t 70% - 75% dari seluruh volume massa padat baton. Untuk mencapai kuat beton baik per lu diperhatikan kepadatan dan kekerasan massanya, karena umumnya semakin padat dan
n yang digunakan untuk bahan baton adalah Semen Portland atau Semen Port· ozzoian, berupa semen hidrolik yang berfungsi sebagai bahan perekat bahan su-
1ton. Dengan _ienis semen tersebut diperlukan air guna berlangsungnya reaksi
kimi lda proses hidrasi. Pada proses hidrasi semen mengeras dan mengikat bahan su ton membentuk massa padat. Semen Portland yang pada awalnya ditemukan di kota Dorset, lnggris, adalah bahan yang umumnya digunakan untuk keperluan ter-
keras massa agregat akan makin tinggi kekuatan dan durability-nya (daya tahan terhadap penurunan mutu akibat pengaruh cuaca). Untuk membentuk massa padat diperlukan su suilan gradasi butiran agregat yang baik. Di samping bahan agregat harus mempunyai cu kup kekerasan, sitat kekal, tidak bersifat reaktiiterhadap alkali, dan tidak mengandung ba gian-b?gian kecil (< 70 micron) atau lumpur. Nilai kuat baton yang dicapai sangat ditentu kan oleh mutu bahan agregat ini.
Semen Portland terutama mengandung kalsium dan almunium silika. Dibuat dari utama limestone yang mengandung kalsium oksida (CaO), dan lempung yang
mdung silika dioksida ( SiO;) serta almunium oksida ( Alz(J;J. Setelah melalui suatu ; industri, semen dipasarkan dalam bentuk bubuk dikemas dalam kantung (berat :t . Semen Portland yang dipakai harus memenuhi syarat Sii 0013-81 dan Peraturan Bahan Bangunan Indonesia (PUBI) 1982, sadangkan Semen Portland Pozzolan
1.5
memenuhi syarat Sii 0132-75. Di dalam syarat pelaksanaan pekerjaan beton h.arus Jmkan dengan jelas· janis semen yang boleh dipakai, dan harus selalu dipertahan suai dengan yang dipakai pada waktu penentuan rencana campuran. Air yang digunakan untuk membuat beton harus bersih, tidak boleh mengandung
Seton sebagai bahan _yang berasal dari pengadukan bahan-bahan susun agregat kasar ·dan halus kamudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan pere kat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapt dicapai mutu baton
<. asam, aikali, garam-garam, zat organik atau bahan-bahan lain yang bersif at meru ton dan baja tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar bersih yang dapat diminum.
J
a
>erhatikan bahwa air yang berasal dari sumber alam tanpa pengolahan sering ma ung garam-garam anorganik, zat organik, dan zat-zat mengapung seperti lempung
mah liat, minyak, dan kotoran lainnya, yang berpengaruh buruk terhadap mutu dan 3ton. Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adtJkan beton dinamakan wa nent ratio (w.c.r.). Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, mumnya dipakai nilai water cement ratio (w.c.r.) 0,40 - 0,60 tergantung mutu baton 1endak dicapai. Samakin tinggi mutu beton yang ingin dicapai umumnya menggu
nilai w.c.r. rendah, sedangkan di lain pihak, untuk menambah daya workabl1ity (kele
ADUKA N BETON
baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan dengan r'nenggunakan mesin, kecu,ali jika hanya untuk mendapatkan baton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pangaduk; i
slump baton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit semenjak dimulainya penga
,,,
"
dukan, dan hasiladukannya menunjukkan susunart dan wama yang merata. Sesuai dengan tingkat mutu baton yang hendak dicapai, perbandingan campur
sifat mudah dikerjakan) dipertukan nilai w.c.r. yang lebih tinggi.
an bahan susun harus ditentukan agar beton yang dihasilkan memberikan: (1) Kelacakan dm1 konsistensi yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pama-
J
BAB 1
SIFAT BAHAN SETON DAN MEKANIKA LENTURAN BAB 1 SIFAT BAHAN SETON DAN MEKANIKA LENllJt\AN
3.tan) dengan mudah ke dalam acuan dan sekitar tulangan baja tanpa menimbulkan ke1ungkinan terjadinyc. segregasi atau pemisahan agregat dan bleeding air; (2) Ketahanan
1rhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain}; (3) Memenuhi uji-: 1at yang hendak icapai. Untuk kepentingan pengendalian mutu di samping pertimbangan ekonomis, be n dengan nilai kuat tekan fc' lebih dari 20 MPa perbandingan campuran bahan susun
nya boleh menggur.akan teknik penakaran volume, di mana volume tersebut adalah ha-
I
40
•
•
35
30 25
· il 20
I
3ton baik pada percobaan maupun produksinya harus didasarkan pada teknik penakar-
fc' maksiinum
I
1 berat.
Untuk baton dengan nilai fc' sampai dengan 20 MPa, pada pelaksanaan produk
i l
konversi takaran berat sewaktu membuat rencana campuran. Sedangkan untuk baton
l
L------....l-------""------_._- - -1.-
mgan nilai fc' tidak lebih dari 10 MPa, perbandingan campuran boleh menggunakan ta
iran volume 1 pc : 2 ps : 3 kr atau 1 pc : 3/2 ps : 5/2 kr (kedap air), dengan catatan nilai ump tidak melampaui 100 mm. Sedangkan ketentuan sesuai dengan PSI 1971, dikenal berapa cara untuk menentukan perbandingan antar-fraksi bahan susun dalam suatu
iukan. Untuk beton mutu BO, perbandingan jumlah agregat (pasir dan kerikil, atau batu cah) terhadap jurniah semen tidak boleh melampaui 8 : 1. Untuk baton mutu B 1 dan 125dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran volum6
pc :2 ps : 3 kr atau i
pc :3/2 ps :5/2 kr. Apabila hendak menentukan perbandingan
0,001
0.003 0.002 regangan (nvnmvn)
0.004
Gambar 1.1. Tegangan Tekan benda uji beton
geser, puntiran, ataupun merupakan gabungan dari gaya-gaya tersebut.Secara umurn dapat dipahami bahwa perilaku tersebut tergantung pada hubungan regangan-tegsngan yang terjadi di dalam baton dan juga jenis tegangan ya'1g dapat ditahan. Karena sifat bahan. baton yang hanya mempunyai nilai kuat tarik relatif rendah, maka pada umumnya hanya c:perhitungkan bekerja dengan baik di daerah tekan pada penampangnya, dan hu
antar ·
:tksi bahan baton mutu K175 dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan per )baan campuran rencana guna dapat menjamin tercapainya kuat tekan karakteristik yang nginkan dengan meriggunakan bahan-bahan susun yang ditentukan. Dalam pelaksa tan pekerjaan bater. di mana angka perbandingan antar-fraksi bahan susunnya dida ttkan dari percobaan campuran rencana harus diperhatikan bahwa jumlah semen mini um dan nilai faktor afr semen maksimum yang digunakan harus disesuaikan dengan kea tan sekeiiling.
.6
KUAT S ETON TERHADAP GAYA TEKAN
bungan regangan-tegangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut diguna kan sebagai dasar pertimbangan. Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc'dengan satuan N/m 7 atau MPa (Mega Pascal). Sabelum diberlakukannya sistem satuan SI di Indonesia, nilai te gangan menggunakan satuan kgf/cm2. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 1Q-65 MPa. Urituk struktur baton bertclang pada umumnya menggunakan baton de
ngan kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk baton prategangan digunakan baton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 3o-45 MPa. Untuk keadaan dan ke pe;luan struktur khusus, baton ready-mix sanggup mencapai nilai kuat tekan 62 MPa dan mbahasan lebih rinci mengenai teori serta teknologi baton berkaitan dengan meran
)
ng·serta penyusunan bahan-bahan tarmasuk cara pelaksanaan pengadukan, penuang '· finishing, serta perawatan keras, adalah di luar lingkup pembahasan buku ini karena
ku-buku acuan teknologi baton tdlah banyak yang mengulasnya. Hal yang demH-:ian kanlah berarti bahwa pengetahuan perencanaan dan penyusunan bahan beto'.1 dike mpingkan, tetapi tujuan panulisan buku ini labih diutamakan dan ditujuka!'l untuk rnem has masalah perencanaan dan analisis siruktur baton bartulang. Perhatian diutamakan n dipusatkan kepada persoalan bagaimanakah perilaku komponen struktur beton ber ang pada waktu mer.ahan berbagai beban di antaranya ialah gaya aksial, lenturan, gaya
lt .
,,
untuk memproduksi baton kuat tekan tinggi te:-s.ebut umumnya dilaksanakan dengan pe r.gawasan ketat dalam laboratorium. Nilai kuat tekan baton didapatan melalui tta-cara pengujian standar, menggu nakari mesin uji dengh cara membe.rlkan beban tekan bertingkat dengan kecepatan ·p_e ningkatan beban tertentu atas benda .uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Tata-cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM ( Ame rican Society for Testing Materials) C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uii ditentu kan oleh tegangan tekan tertinggi (f0 ') yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Denqan demikian, seperti tampak pada Gambar 1.1, harap dica tat bahwa tegangan fc' bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur mela inkan tegangan maksimum pada saat regangan beton ( Eb ) mencapai nilai ± 0,002. Di Indo nesia, dengan mengingat berbagai pertimbangan teknis dan ekonomis, masih memper-
BAB 1 SIFAT BAHAN BETON DAN MEKANIKA LENTURAN
9
B 1 SIF.Q" BAHAN SETON DAN MEKANltl.A LENTURAH
tnrgantung pada nilai kuat betonnya, dengan demikian nilai modulus elastisitas beton pun akan akan beragam pula Sesuai dengan teori elastisitas, secara umum kemiringan kur va pada tahap awaf menggambarkan nilai modulus elastisitas suatu bahan. Karena kur va pada baton berbentuk lengkung maka nilai regangan tidak berbanding lurus dengan
, dengan mengingat barbagai pertimbangan teknis dan ekonomis, masih memper: kan menggunakan benda uji barbentuk kubus, umumnya bersisi 150 mm, sebagai atif dari bentuk silinder. Dengan demikian, panting untuk disadari adanya perbedaan psngujian dari kedua bentuk benda uji sehubungan dengan gambaran kekuatan be
nllal tegangannya berarti bahan baton tidak sepenuhnya barsifat elastis, sedangkan nilai
ang ingin diketahui. Merupakan hal yang sulit untuk dapat merumuskan ecar tpat · ngan nilai kekuc.tan yang dihasilkan oleh kedua bantuk untuk berbaga1 kondrst
modulus elastisitas berubah-ubah sasuai dengan kekUatannya dan tidak apat ditetapkan
b
maupun metode pengujiannya: Faktor-faktor seperti kuat tarik baton dan luasn b1kontak pada mesin uji berpengaruh lebih besar pada kekuatan bentuk kubus
rnelalui kemiringan kurva. Bahan baton bersifat elasto plastis di mana akibat dari beban te t ap yang sangat kecil sekalipun, di samping mernperlihatkan kemamp·uan elastis bahan
d1ban
kan dengan bentuk silinder, sehingga diper1ukan nilai korelasi rata-rata antara kedu-
beton juga menunjukkan deformasi permanen.
Untuk baton berat normal, kuat tekan silinder ukuran 150 mm x 300 mm adalah 80% kubus ukuran 150 mm x 150 mm, dan 83% kuat kubus 200 mm x 200 mm.Seperti di hui PSI 1971 menggunakan nilai masing-masing 83% dan 87%. Kurva-kurva pad bar 1.2. memperlihatkan hasil percobaan kuat tekan benda uji baton berumur 28 han
Di dalam perkembangannya di berbagai negara, sejaJan dengan semakin berkem
..
bangnya penggunaan baton ringan dipandang perlu untuk menyertakan besaran kera patan ( density) pada penetapan modulus elastisitas bahan baton. Sehingga pada pene rapannya digunakan rumus-rumus empiris yang menyertakan besaran berat disamping kuat betonnya. Sesuai dengan SK SNI T-15-1991-03 pasaJ 3.1.5 digunakan rumus nilai modulus elastisitas baton sebagai berikut:
k berbagai macam adukan rencana. Oengan mengamati berma_cam kurva tegangan-regangan kuat baton berbeda, ak bahwa umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan m g'mencapai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fe' akan turun dengan bertambahnilai regangan sampai benda uji ha11cur pada nilai e' mencapai 0,003-0,005. Seton tinggi lebih getas dan akan ha11cur pada nilai regangan rnaksimum yang lebih rendah mdinakan dengan beton kuat rendah. Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 mene
Ee = 0,043 w