Tugas Mata Ajar Tata Kelola Perusahaan
STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM
Disusun oleh: Daisya Luthfiany
1306484210
Karunia Utami
1306484684
Tjew Chintiya Felisia
1306485421
Yudha Tama Bayurindra
1306485541
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Universitas Indonesia September 2014
i
2014 STATEMENT OF AUTHORSHIP “Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali Kami menyatakan dengan jelas bahwa Kami menyatakan menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang Kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
1. Nama : Daisya Luthfiany
2. Nama : Karunia Utami
NPM : 1306484210
NPM : 1306484684
TTD
TTD
:
3. Nama : Tjew Chintiya Felisia
:
4. Nama : Yudha Tama Bayurindra
NPM :1306485421
NPM : 1306485541
TTD
TTD
:
:
Mata Ajaran : Tata Kelola Perusahaan Judul Makalah/Tugas : Struktur Kepemilikan dan Perlindungan Kepada Para Pemegang Saham Tanggal : 18 September 2014 Dosen : Desi Adhariani S.E., Ak., M.Si
ii
I.
Pendahuluan Tata kelola perusahaan saat ini menjadi salah satu isu penting di berbagai negara. Pentingnya tata kelola perusahaan disebabkan karena meningkatnya resiko dan tantangan yang dihadapi oleh suatu perusahaan semakin kuat yang disebabkan oleh persaingan global yang semakin ketat. Resiko dan tantangan perusahan berpengaruh langsung pada pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Dapat disimpulkan, bahwa tata kelola perusahaan memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan dan meningkatkan perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, dibutuhkan tata kelola perusahaan yang baik agar dapat bersaing secara global dan memajukan perekonomian suatu negara. Sebelumnya Indonesia kurang menaruh perhatian dengan tata kelola perusahaan yang baik, hingga pada akhirnya krisis keuangan tahun 1997-1998 melanda banyak negara di Asia, termasuk Indonesia salah satunya. Krisis keuangan tersebut merupakan pukulan terberat bagi bangsa dan negara Indonesia hingga saat ini. Demi tidak terulangnya kejadian serupa, munculah berbagai inisiatif dan reformasi untuk memperkuat ekonomi nasional dan kerjasama regional. Kerjasama yang terjalin diantaranya meliputi kerjasama di bidang tata kelola perusahaan hingga kerjasama dalam rangka membangun komunitas ASEAN tahun 2015. Dikarenakan Indonesia akan menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015, perusahaan-perusahaan di Indonesia
diharapkan
mampu
meningkatkan
daya
saingnya
melalui
peningkatan praktik tata kelola perusahaan yang dianggap sebagai salah satu cara untuk memacu kinerja finansial dan operasional, serta meningkatkan kepercayaan investor, disamping menyediakan akses bagi modal yang masuk. Pada tahun 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan peta arah tata kelola perusahaan Indonesia atau GCG dalam kurun dua tahun mendatang. Keberadaan peta arah tata kelola perusahaan ini diharapkan dapat memperbaiki praktik dan regulasi tata kelola yang baik bagi perusahaan di Indonesia secara komprehensif, terutama untuk emiten dan perusahaan publik, agar bisa sejajar dengan tata kelola perusahaan di kawasan ASEAN, sehingga emiten-emiten di Indonesia siap menghadapi MEA di tahun 2015.
1
II.
Perbedaan dan Perhitungan Pada Cashflow Rights dan Control rights Terdapat dua konsep dalam menjelaskan kepemilikan dan pengendalian di dalam suatu perusahaan yaitu cashflow rights dan control-rights. cashflow rights merupakan hak suatu pihak untuk mendapatkan dividen atas saham yang diinvestasikannya dalam perusahaan. Dalam kerangka ini cashflow rights dapat disebut pula sebagai ownership rights. Ownership rights mengacu kepada besarnya kepemilikan suatu pihak dalam perusahaan, dimana kepemilikan tersebut diukur dengan jumlah modal yang diinvestasikannya dalam perusahaan tersebut. Control rights merupakan hak untuk mengontrol perusahaan berdasarkan pada kekuatan suara dalam penentuan kebijakan strategis perusahaan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki perbedaan yang kontras, cashflow rights lebih memihak pada besarnya kepemilikan suatu pihak dimana pihak yang menginvestasikan uang/modal yang paling besar ialah yang memiliki hak lebih besar. Sedangkan, control rights memihak pada kontrol hak suara yang lebih besar dalam suatu rapat umum pemegang saham. Dalam perhitungannya, cashflow rights dihitung berdasarkan pada dua kondisi. Jika kepemilikan atas cashflow rights langsung, maka hak dapat dihitung berdasarkan persentase kepemilikan pihak tersebut. Sedangkan apabila kepemilikannya tidak langsung, perhitungan diukur berdasarkan perkalian persentase kepemilikan sepanjang jalur rantai kepemilikan. Dalam control rights yang kepemilikannya langsung, suatu persentase kepemilikan yang ada harus diklarifikasi apakah ada penyimpangan dari one-share-one-vote principle (persentase kepemilikan suatu pihak yang tercermin dari jumlah nominal investasinya adalah sama dengan persentase suara yang dimiliki pihak tersebut dalam rapat pengambilan keputusan). Apabila tidak terdapat penyimpangan, maka persentase dari control rights akan sama dengan cashflow rights. Namun, apabila terdapat penyimpangan dari one-share-one-vote principle maka harus ditentukan berdasarkan control rights yang riil dimiliki oleh pemegang saham tersebut. Sedangkan, dalam control rights yang kepemilikannya tidak langsung, nilai
2
control rights yang dipakai adalah nilai hak suara yang paling rendah dalam rantai kepemilikan tersebut.
III.
Karakteristik Struktur Kepemilikan Perusahaan Terbuka di Asia Menurut Claessens Et Al (2000) Claessens et al melakukan penelitian mengenai pemisahan kepemilikan dan pengawasan terhadap 2980 perusahaan yang secara publik sahamnya diperdagangkan di sembilan negara di Asia Timur, yaitu Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Menurutnya, di semua negara Asia Timur, pengawasan dilakukan lewat struktur piramida dan saling memiliki saham diantara perusahaan. Selain itu, ditemukan bahwa perusahaan di Asia biasanya diawasi oleh satu pemegang saham. Pemisahan kendali antara manajemen dan pemilik merupakan hal yang jarang, dan banyak dari manajemen puncak dalam perusahaan berkaitan dengan keluarga pemegang saham pengendali. Sehingga, pemisahannya berupa kepemilikan dan manajemen, bukan kontrol dan manajemen. Di samping itu, ditemukan juga dominasi dari kebanyakan kelompok bisnis bergantung pada hak istimewa yang diminta dari pemerintah. Pada negara Asia, perusahaan yang lebih tua lebih mungkin dikendalikan oleh keluarga, yang menghalau klaim bahwa dispersi kepemilikan hanya masalah waktu. Dari yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kepemilikan perusahaan di Asia Timur menurut Claessens et al adalah sebagai berikut : 1. Pengawasan pemilik perusahaan keluarga dilakukan lewat struktur piramida dan saling memiliki saham (kepemilikan silang) diantara perusahaan. Hal ini yang menyebabkan voting right lebih tinggi dibandingkan dengan cash flow right. 2. Perusahaan di Asia biasanya diawasi oleh satu pemegang saham. 3. Jarang terjadi pemisahan antara manajemen dan pemilik. 4. Pemilik memiliki hak istimewa yang bisa didapat dari pemerintah. 5. Memungkinkan terjadinya Crony Capitalism karena Secara relatif jumlah kecil keluarga secara efektif mengontrol hampir seluruh ekonomi 3
6. Perusahaan keluarga nya biasanya terdiri dari banyak perusahaan baik listed maupun non listed.
IV.
Relevansi Prinsip 2 Corporate Governance OECD dengan Karakteristik Struktur Kepemilikan di Asia Prinsip kedua CG dari OECD pada dasarnya mengatur hak-hak kepemilikan saham dan fungsi kepemilikan saham. Terkait dengan kepemilikan mereka di perusahaan, pemegang saham mayoritas dan minoritas haruslah diperlakukan secara seimbang. Masing-masing pemegang saham berhak untuk mengakses informasi perusahaan, dan berhak untuk mempertahankan kepemilikan mereka (menghindari dilution, dan hak-hak lain yang dilakukan lewat prinsip tata kelola maupun undang-undang). Untuk menghindari ekspropriasi (tindakan yang merugikan) oleh pemegang saham mayoritas, maka pemegang saham minoritas harus dilindungi hak nya. Bentuk perlindungan ini misalnya adanya komisaris independen yang merepresentasikan pemegang saham minoritas, serta anggota dewan diharapkan melakukan pengungkapan sesuai terkait tindakan perusahaan. Pemegang saham di perusahaan Asia, kebanyakan hanya diawasi oleh satu pemegang saham saja sehingga tidak terdapat pemegang saham minoritas dan mayoritas. Karena tidak adanya pengklasifikasian antara pemegang saham minoritas dan mayoritas, jarang terjadi pemisahan antara manajemen dengan pemilik. Umumnya perusahaan-perusahaan di negaranegara Asia, dimiliki oleh keluarga termasuk Indonesia salah satunya. Merupakan suatu hal yang normal dalam struktur kepemilikan perusahaan keluarga di negara Asia untuk menjumpai grup perusahaan yang berada dalam bisnis yang bervariasi dengan eksekutif perusahaan yang dikendalikan oleh anggota keluarga tersebut mengingat eksekutif dipilih oleh keluarga itu sendiri melalui RUPS. Terkait dengan struktur kepemilikan perusahaan BUMN di Indonesia, terdapat hal yang menarik terkait dengan kepemilikan saham PT Aneka Tambang Tbk dan BUMN lainya, dimana terdapat saham Dwiwarna. Saham ini adalah saham preferen milik negara yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain dan memiliki hak khusus, yakni veto terhadap pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris perusahaan, penerbitan saham baru, 4
perubahan anggaran dasar perusahaan, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan jalanya perusahaan. Selain hak khusus, saham ini juga memberikan hak sebagaimana saham biasa pada pemerintah. Dengan adanya saham preferen tersebut, munculah pertanyaan apakah saham preferen tersebut dapat menimbulkan hak ekspropriasi kepada pemegang saham minoritas atau publik mengingat adanya hak veto yang dimiliki pemerintah. Selain itu, bidang usaha yang dipegang oleh BUMN relatif adalah bidang usaha yang menurut undangundang dikategorikan sebagai bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
V.
Penerapan Prinsip 2 Corporate Governance OECD pada UU PT dan Aturan Bapepam-LK IX.1.1 Prinsip corporate governance yang kedua OECD mengenai hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi kepemilikan saham sebagian besar telah diterapkan pada Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan Bapepam. Subprinsip A menyebutkan bahwa pemegang saham berhak untuk memperoleh cara pendaftaran yang aman atas kepemilikan. Hak ini diatur dalam UU PT pasal 8, 43, 44, dan 45. Selanjutnya, hak untuk menyerahkan dan mengalihkan saham diatur dalam pasal 48 sampai dengan 52 UU PT. Dalam UU PT hak pemegang saham untuk memperoleh informasi yang relevan atau material tentang perusahaan secara teratur dan tepat waktu diatur dalam pasal 63 ayat 2. Hak untuk memilih dan mengganti anggota pengurus adalah salah satu hak pemegang saham. Pada UU PT hak pemegang saham untuk mengganti anggota direksi dan komisaris diatur dalam pasal 80, 93, dan 95. Berikutnya pemegang saham memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan. Hal tersebut diatur dalam UU PT pasal 62 ayat 2. Pada subprinsip B pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam, dan diberikan informasi yang cukup atas keputusan-keputusan tentang perubahan-perubahan penting perusahaan seperti perubahan anggaran dasar, atau akte pendirian atau dokumen-dokumen tentang pengelolaan perusahaan lainnya, otorisasi saham tambahan dan transaksi luar biasa, termasuk pengalihan seluruh atau hampir seluruh aset, yang berdampak pada penjualan perusahaan. Berkaitan dengan perubahan 5
anggaran diatur dalam pasal 14 ayat 1 yaitu ditetapkan oleh RUPS. Hak atas penambahan saham diatur dalam pasal 34 dan 36 UU PT. Sementara itu, partisipasi pemegang saham dalam hal transaksi luar biasa, termasuk pengalihan aset, yang berdampak pada penjualan perusahaan diatur dalam pasal 88. Subprinsip C menyatakan bahwa Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan memberikan hak suara dalam RUPS dan harus diberikan informasi tentang aturan-aturannya, termasuk tata cara pemungutan suara, yang mengatur penyelenggaraan RUPS. Hak pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang memadai dan akurat tentang tanggal, tempat dan agenda RUPS, termasuk informasi lengkap dan akurat tentang masalah-masalah yang kan diputuskan dalam rapat. Bagi perusahaan publik ini diatur dalam peraturan Bapepam Nomor IX.I.1. Fasilitasi pastisipasi pemegang saham dalam pemilihan anggota direksi dan dewan komisaris diatur dalam pasal 80 UU PT. Sementara itu, hak pemegang saham untuk menggunakan hak suara tertera dalam UU PT pasal 71 ayat 1. Pada subprinsip D, hal yang berkaitan dengan keterbukaan informasi kepada pemegang saham tertentu diatur dalam peraturan Bapepam yang lain. Subprinsip E menyatakan bahwa kebijakan anti take over tidak boleh digunakan untuk melindungi manajemen dan pengurus dari kewajiban melakukan pertanggungjawaban. Hal ini telah diatur dalam UU PT pasal 98. Hal-hal yang tercantum pada subprinsip G belum diatur secara khusus. Sedangkan dalam UU PT tidak melarang adanya konsultasi anta pemegang saham seperti yang tercantum pada subprinsip E, yaitu
pemegang saham,
termasuk
pemegang saham
institusi,
harus
diperbolehkan untuk saling berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak dasar pemegang saham, sepanjang tidak digunakan untuk tujuan tidak baik.
VI.
Penerapan Antara Panggilan RUPS Bank Ayudhya Dengan Panggilan RUPS dari Perusahaan Tbk di Indonesia Bank Ayudhya merupakan bank komersil yang berasal dari Thailand. Bank ini merupakan perusahaan terbuka sehingga ketika ingin melakukan rapat umum 6
pemegang saham dilakukanlah panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang mengundang para pemegang saham untuk mengikuti rapat akbar yang biasanya akan membicarakan mengenai perusahaan sesuai agenda yang disajikan dalam panggilan tersebut. Adapun isi dari panggilan RUPS milik Bank Ayudhya adalah sebagai berikut :
Tempat, tanggal, dan waktu pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham
Agenda rapat yang berisi mengenai hal-hal yang akan dibicarakan pada saat pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Tujuan diberitahukan terlebih dahulu agar para pemegang saham mengetahui rencana rapat tersebut.
Di setiap agenda dijelaskan fakta dan alasan dilakukan pembicaraan mengenai agenda tersebut.
Adanya lampiran yang merupakan dokumen pendukung dari setiap agenda.
Bank BRI merupakan bank yang juga merupakan perusahaan terbuka yang juga melakukan panggilan RUPS ketika ingin mengadakan rapat tersebut. Isi dari panggilan RUPS tersebut adalah sebagai berikut :
Tempat, tanggal, dan waktu pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham
Agenda rapat yang berisi mengenai hal-hal yang akan dibicarakan pada saat pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Tujuan diberitahukan terlebih dahulu agar para pemegang saham mengetahui rencana rapat tersebut.
Jika dibandingkan, panggilan RUPS Bank Ayudhya dengan Bank BRI terdapat dua kesamaan, yaitu tempat, tanggal dan waktu pelaksanaan dan agenda rapat. Bank Ayudhya memberikan panggilan RUPS yang sangat lengkap sehingga dapat dikatakan Bank Ayudhya melakukan yang terbaik (best practice) dalam panggilan tersebut. Dalam panggilan RUPS Bank BRI walaupun tidak memberikan informasi lengkap, tetapi Bank BRI memberitahukan bahwa materi RUPS dapat diambil di kantor pusat. Terdapat alasan Bank BRI dan perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak dapat melakukan seperti panggilan
7
RUPS Bank Ayudhya, yaitu karena perushaan di Indonesia harus mencantumkan panggilan tersebut di media cetak, seperti majalah, Koran, dan sebagainya. Walaupun Bank BRI tidak melakukan praktik terbaik, tetapi ia telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Bapepam LK dalam peraturan IX.1.1 yang pertama, yaitu RUPS hendaknya direncanakan dengan matang dalam menentukan tempat, waktu penyelenggaraan, prosedur serta agenda rapat, sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan. Untuk ke depannya, Bank BRI boleh memilih antara untuk menggunakan model panggilan Bank Ayudhya, boleh saja tidak karena sebenarnya Bank BRI telah memberi materi atas agenda rapat tersebut hanya saja harus diambil di kantor pusat. Di sini letak masalahnya, Bank BRI dapat memberikan materi tersebut untuk di download di web BRI agar memudahkan pemegang saham untuk memperolehnya.
VII.
Kasus PT Bumi Resources Tbk PT Bumi Resorces Tbk adalah perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Bumi tidak hanya bergerak di bidang pertambangan, perusahaan ini juga bergerak di bidang Minyak, Gas bumi dan mineral dan juga eksplorasi sektor pertambangan lainya, seperti seng, timah, dan emas. Sebelum bergerak di bidang minyak dalam bidang tersebut, perusahaan ini berkiprah di bidang perhotelan dan pariwisata dengan nama PT Bumi Modern Tbk. PT Bumi resources memiliki area operasional yang tersebar dari Sumatera Utara (Dairi Prima Minerals & Pendopo Energi Batubara), Kalimantan (KPC, Arutmin, & Fajar Bumi Sakti), dan republik Yaman (Gallo Oil). BUMI beroperasi beroperasi melalui empat perusahaan tambang batubara: PT. Arutmin Indonesia, PT Pendopo Energy Batubara dan PT Fajar Bumi Sakti. Arutmin dan KPC merupakan dua perusahaan tambang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2009-2010 PT Bumi Resouces mengalami indikasi kecurangan pada laporan keuanganya dan merupakan salah satu dari 3 perusahaan Group Bakrie yang telah lalai membayar pajak sebesar Rp 376, dari total sebesar Rp.2,1 Triliun. Analisis tersebut meliputi :
8
1. Management and Directors Mayoritas manajemen dan direksi BUMI Resources tidak memiliki catatan yang bermasalah tapi perlu dilihat, ada beberapa catatan yang terkait dengan masalah ini yang memiliki rekam jejak atau track record
yang
cukup
bermasalah.
Selanjutnya
dengan
terpaparnya/tersangkutnya manajemen BUMI Resources dalam kasus penggelapan pajak, dapat diduga bahwa salah satu motivasi manajemen menjalankan Perseroan tersebut diantaranya adalah untuk meminimalisasi beban pembayaran pajak (tax avoidance) dengan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan
(loophole)
ketentuan
perpajakan yang mengakibatkan adanya kerugian negara. PT Bumi Resources Tbk (BUMI), salah satu produsen batu bara berusaha untuk menghindari gagal bayar surat utangnya senilai US$ 375 juta. Surat utang atau obligasi itu jatuh tempo pada 5 Agustus 2014. BUMI Resources juga ulur waktu terkait pembayaran utang-nya ke Credit Suisse sebesar USD 425 juta. 2. Relationship with Others Mengenai hubungan BUMI resources dengan pihak organisasi dan individu, Perseroan diduga melakukan penyimpangan pajak yang disokong oleh Gayus Tambunan dan kelompoknya. BUMI Resources memiliki hubungan yang baik dengan auditor eksternal, karena Managing Partner
Mazars
Indonesia, selaku
auditor Bumi
Resources, menyatakan keyakinannya bahwa Bumi Resources telah mengungkapkan data yang benar. Namun, BUMI Resources memiliki hubungan yang kurang baik dengan para investor karena terancam tidak bisa membagikan dividen di tahun 2012. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bumi Resources Tbk, anak usaha Bakrie and Brothers Tbk, yang digelar mundur dari jadwal yang ditetapkan. Manajemen BUMI tidak memberikan kepastian kapan RUPS akan dimulai. BUMI sudah terlalu sering membuat agenda RUPS yang tidak pernah ada kepastian. Kesimpulan yang dapat ditarik dari masalah kasus yang terjadi pada PT Bumi resources seperti yang telah
9
dijabarkan diatas adalah, BUMI tidak menerapkan prinsip corporate governance terkait transparency, Responsibility, Fairness, Serta prinsip OECD poin 2 tentang pemegang saham.
10
DAFTAR PUSTAKA
Claessens, Stijin, Simeon Djankov, and Larry H. P. Lang. 2000. “The separation of ownership and control in East Asian Corporations”. Journal of Fiancial Economics. 58 81-112. Melani, Agustina. (2014, 4 Agustus) “Bumi Resources Berupaya Hindari Gagal Bayar Obligasi”. http://bisnis.liputan6.com/read/2086110/bumi-resourcesberupaya-hindari-gagal-bayar-obligasi (diakses 14 September 2014) Baiquni, Ahmad. (2013, 20 Desember). “RUPS Bumi Molor, Pemegang Saham Protes”. http://www.merdeka.com/uang/rups-bumi-molor-pemegangsaham-protes.html (diakses 14 September 2014) Hernawan, Boby. (2013, 16 Mei). “Corporate Governance: Dua Makna Konsep „Separation of Ownership and Control‟”. http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/05/16/corporategovernance-dua-makna-konsep-separation-of-ownership-and-control-560809.html (diakses 14 September 2014) Sari, Novita Intan. (2013, 28 November). “Bumi Resources Ulur Waktu Pembayaran Utang ke Credit Suisse”. http://www.merdeka.com/uang/bumiresources-ulur-waktu-pembayaran-utang-ke-credit-suisse.html(diakses 14 September 2014)
Badan Pelaksana Pasar Modal. 1996. Peraturan Nomor IX.I.1 : Rencana dan Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Jakarta : Bapepam.
11