PENYEMPURNAAN TAHAN API
I. Maksud dan Tujuan 1.1 Maksud Memahami peranan resin tahan api pada kain nilon, poliester, dan poliester rayon yang disempurnakan oleh resin Dekaflame dan Nicca Fi-None P-205 1.2 Tujuan Memperoleh kain contoh uji tahan api dan mampu mengevaluasi ketahanan contoh uji sebelum dan setelah proses pencucian
Teori Dasar Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang terus terbakar bila terkena api, sedangkan kain tahan api atau non – flammeable (flame proof atau fire proof) merupakan kain yang tidak terbakar bila terkena api. Flame retardant ialah istilah yang digunakan untuk menerangkan sifat tidak mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung secara lambat dan api akan mati dengan sendirinya bila sumber nyala api ditiadakan. Pada proses pembakaran kain, terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api dipadamkan, maka akan meniggalkan residu seperti karbon. Sifat kain pada pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan yang menguap dan perlu diketahui bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan meneruskan pembakaran. Pembakaran akan berlangsung cepat jika struktur kain mendukung penyimpanan udara atau oksigen, sehingga meneruskan pembakaran setelah terjadi proses penyalaan pada kain, misalnya pada kain yang permukaannya berbulu (nepped pile) atau kain yang strukturnya terbuka.
Proses Terbakarnya Bahan Tekstil Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemanasan, dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya sumber dari luar akan menyebabkan terjadi proses terjadinya proses pembakaran. Panas akan menaikkan tempereatur bahan tekstil sampai terjadi degradasi dan dekomposisi pada struktur polimer, dimana dari polimer selulosa biasanya akan terbentuk sisa karbon. Selanjutnya padatan akan terurai menghasilkan gas, baik gas yang mudah terbakar maupun tidak. Jumlah relatif gas mudah terbakakar ataupun tidak yang dihasilkan bergantung pada sifat serat, kondisi lingkungan dan zat kimia yang digunakan.
Proses pembakaran biasanya dibagi menjadi proses menyala (flamming), membara (glowing), dan memijar (smoldering). a. Nyala (flame) Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu proses terbakarnya gas yang terurai di permukaan. Proses dekomposisi termal yang terjadi pada selulosa selalu didahului oleh proses nyala. Proses nyala ini menghasilkan gas, cairan, arang dan padatan. Penyalaan merupakan proses pembakaran yang terjadi secara eksotermis yang terdiri dari uap yang mudah terbakar dan terurai di permukaan bahan tekstil. b. Bara (glow) Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi dan berada di atas permukaan. Keadaan ini berlangsung dalam kondisi jumlah oksigen yang melimpah. Bahan tekstil dengan penyempurnaan tahan bara sering diperoleh bersama-sama dengan sifat tahan nyala api. Zat penghambat nyala yang berfungsi sebagai penghambat bara misalnya fosfat. Beberapa jenis lainnya seperti sulfamat mempunyai daya penahan bara yang kecil. Panas pembakaran pada selulosa sekitar 400-5000C, sedangkan temperatur nyala bara api sekitar 6000C. c. Pijar (smolder) Proses pemijaran secara umum terjadi di bawah permukaan dan biasanya dalam kondisi persediaan oksigen yang sangat sedikit. Proses pemijaran ini terjadi secara lambat dan biasanya disertai dengan keluarnya asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau bara. Kemampuan meneruskan pemijaran sangat dipengaruhi oleh adana panas dari reaksi eksotermis yang ditahan di dekat area yang sedang berpijar. Temperatur
minimum
yang
dibutuhkan
untuk
mempertahankan
pemijaran
dipengaruhi oleh karakterestik bahan ketika mengalami proses oksidasi dan jumlah oksigen yang ada. Pada kondisi kandungan oksigen yang lebih besar, dengan temperatur yang lebih rendah, proses pembaraan dapat bertahan lebih lama. Metode yang baik dan dapat digunakan untuk mencegah proses pemijaran adalah dengan menghilangkan panas dengan segera dari daerah yang mengalami proses oksidasi.
Proses Dehidrasi Katalis Pada proses dehidrasi katalis, zat tahan api akaan bereaksi dengan serat yang akan menyebabkan terjadinya dekomposisi serat sehingga menyebabkan jumlah tar dan gas yang mudah menyala menjadi berkurang, sedangkan jumlah arang akan bertambah. Pada teori dehidrasi ini, bila zat tahan api bereaksi dengan serat, maka akan menghasilkan bentuk ester. Zat dehidrasi yang digunakan dapat berupa asam atau basa. Pada proses dehidrasi
asam, zat yang digunakan dapat berbentuk asam lewis aataau berupa garam-garam netral yang dapat membentuk asam lewis pada suhu tinggi. Pada tipe tahan api ini, ada hubungan antara sifat tahan api pada kain dengan perbandingan antara jumlah arang dan jumlah tar atau perbandingan antara jumlah CO 2 dan CO yang terbentuk pada proses degradasi termal. Perbandingan CO dan CO2 yang lebih besar akan menyebabkan sifat tahan api yang dihasilkan semakin baik. Proses nyala bara api (after glow) merupakan proses pembakaran tanpa adanya nyala api yang terdapat pada sisa arang yang ditinggalkan setelah proses pembakaran tanpa adanya nyala api yang terdapat pada sisa arang yang ditinggalkan setelah proses pirolisis selulosa di udara dan tidak bergantung pada nyala pembakaran. Proses nyala bara api berbeda dengan proses penyalaan yang nampak dan mengalami reaksi dan proses pencegahan yang berbeda dengan nyala api yang nampak. Pada proses perambatan nyala api, reaksi pembakaran terjadi pada kondisi eksoterm. Perbandingan panas yang dihasilkan pada proses pembentukan karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) dapat dilihat pada gambar di bawah ini: C + O2
CO + ½ O2 94,3 kkal
67,9 kkal CO2 Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa panas yang dibutuhkan pada proses oksidasi karbon menjadi karbon dioksida hampir empat kali proses oksidasi karbon menjadi karbon monoksida (CO). Jika reaksi dihentikan pada CO, maka api tidak akan mungkin merambat sendiri karena kekurangan panas. Hal ini digunakan untuk membuat tahan api yang akan menghambat pembentukan CO, sehingga jumlah CO yang dihasilkan menjadi lebih kecil dan nyala api serta nyala bara api akan sulit merambat. Elemen utama yang paling sering digunakan untuk tahan api yang permanen untuk selulosa adalah fosfor, nitrogen, bromine, klor dan antimoni. Dari unsur-unsur tersebut fosfor dan bromine merupakan zat yang paling efisien ketika digunakan sendiri. Efisiensi fosfor makin tinggi dengan adanya senyawa-senyawa tertentu yang mengandung nitrogen, bromine dan klor.
Proses Penyempurnaan Tahan Api dengan Senyawa Organofosfat: N-metilol Dialkil-fosfonopropionamida
Senyawa N-metilol dialkil-fosfonopropionamida dihasilkan dari reaksi antara dialkil fosfit dengan akrilamida yang dimetilolasi dengan satu mol formaldehida:
Pada suasana asam senyawa ini dapat bereaksi dan berikatan langsung dengan selulosa seperti berikut : H+ (RO)2POCH2CH2CONHCH2OH + Sel-OH
(RO)2POCH2CH2CONHCH2O-Sel + H2O
Proses penyempurnaan ini biasanya diterapkan berdasarkan proses termoseting. Untuk meningkatkan kandungan nitrogen di dalam serat, dan untuk meningkatkaan kefektifan tahan api yang dihasilkan, maka kedalam larutan biasanya CH3Ona (RO)2POH + CH2CHCONH2
(RO)2POCH2CH2CONH2 dioksan
dialkil-fosfonoproplonamida HCHO
R = CH3 atau C2H5 (RO)2POCH2CH2CONHCH2OH N-metilol dialkil-fosfonopropionamida Untuk meningkatkan kandungan nitrogen di dalam serat dan untuk meningkatkan keefektifan tahan api yang dihasilkan, maka ke dalam larutan biasanya ditambahkan resin dari jenis aminoplas seperti polimetilol melamin atau trimetilol melamin. Penggunaan resinresin tersebut juga dapat meningkatkan ketahanan cuci hasil penyempurnaan tahan api hingga pada tingkat permanen. Untuk memperoleh dengan hasil dengan sifat fisik dan estetik yang baik maka juga direkomendasikan untuk menambahkan sejumlah resin pengikat silang, pembasah, pelembut dan katalis. Salah satu contoh zat tahan api yang banyak digunakan dindustri dari golongan ini adalah Pyrovatex CP new (CIBA) dengan sifat-sifat sebagai berikut: 1. Ph
: 3,5 – 6,0
2. BJ (20 C)
: 1,290 – 1,310 g/cm3
3. Bentuk fisik
: cairan berwarna agak kekuning-kuningan
4. penyimpanan
: stabil pada penyimpanaan dingin selama 18 bulan
Zat-Zat Tolak Api yang digunakan
1.
Resin Dekaflame
Dekaflame mempunyai definisi zat tahan api. Sifat fisik dan kimia Dekaflame :
Kenampakan
: Cairan Tidak Berwarna
Kepolaran
: Anionik
pH (100%)
: Sekitar 6 ± 0,5
Solubilitas
: Larut dalam air
Penyimpanan
: Stabil dalam temperatur kamar
Keuntungan : Dekaflame adalah zat yang sangat efektif untuk semua serat dan memberikan keuntungan lain seperti :
Mudah dilarutkan dalam air dalam berbagai konsentrasi
Ketahanan yang baik terhadap pencucian kering tetapi tidak tahan terhadap penyabunan.
Dapat lebih mudah beradaptasi dengan serat akrilonitril dan poliamida.
Mempunyai efek kekuningan yang minimum.
Kompatibilitas yang baik dengan resin termoplastis dan thermosetting.
Aplikasi :
Dekaflame dapat digunakan pada metode padding atau siram dan pelapisan.
Dosis Dekaflame yang digunakan antara 20-40 % bergantung pada jenis serat dan berat serat yang akan disempurnakan, dan komposisi serta struktur jenis serat yang akan disempurnakan tahan api.
Nama untuk mendapatkan kualifikasi tahan api tersebut berdasarkan pada pengujian tahan api secara vertikal.
Pengemasan :
Dekaflame tersedia dalam 120 kg dan 200 kg per ton plastic.
2. Nicca Fi-None P-205
Nicca Fi-None P-205 zat tahan api untuk serat polyester yang bisa juga diaplikasikan pada bahan otomotif atau bahan-bahan interior. Sifat Nicca Fi-None P-205:
Sifat zat tahan api yang sangat baik sehingga dapat diaplikasikan pada polyester, dan produk otomotif .
Kestabilan kimia Nicca Fi-None P-205 dapat sesuai untuk dijadikan zat tahan api secara simultan, bahkan semua kebutuhan dalam mencapai tujuan diberbagai bidang penyempurnaan dapat digunakan Nicca Fi-None P-205.
Bila digabung dengan Nicca Fi-Non BE, maka bahannya tidak mempunyai efek terhadap panas dan sinar UV, tidak mempunyai efek terhadap ketahanan gosok dan ketahanan sinar.
Sifat Kimia :
Kenampakan
Komposisi kimia : nitrogen dan senyawa fosfor
pH (100%)
Kelarutan
: tidak berwarna, cairan sedikit suram
: 5,5 : Mudah larut dalam air
Penggunaan Metoda : Penggunaan optimum bergantung pada konstruksi dan berat jenis serat yang akan disempurnakan. Cara proses yang digunakan sesuai dengan penggunaan zat kimia lain secara simultan dengan Nicca Fi-None P-205. Penggunaan yang direkomendasikan sebagai standar yaitu 6- 18 % dari larutan. Contoh yang direkomendasikan :
Secara umum :
Bahan
:
Poliester untuk otomotif
Nicca Fi-None P-205
:
12 %
Metode
:
Padding–Drying–Curing (160 0C, 1 menit)
Penyempurnaan tolak air dan tahan api Bahan
:
Poliester untuk otomotif
Nicca Fi-None P-205
:
12 %
NK Guard NDN 5 EN
:
2%
Metode
Padding–Drying–Curing (160 0C, 1 menit
:
II. Resep Percobaan Nilla Finone P.205
:
Air
: 400 ml
DAP
: 30-50 g/L
WPU
: 70%
Resep Pencucian
24 g/L
Na2CO3
: 1 g/L
Teepol
: 2 ml/L
Suhu
: 70 derajat celcius, 10 detik
III. Bahan dan Alat Bahan :
Poliamida
Poliester Rayon
Poliester Kapas
Poliester
Alat :
Piala gelas dan pengaduk
Mesin penam beras
Stenter
Neraca analitik
Alir Proses Pad Resin
Preedry
, 1’
Curing
, 1’
Pencucian
Uji tahan api
Evaluasi
Tidak dilakukan pencucian
Uji tahan api
Evaluasi
IV. Cara Kerja V.1
Penyempurnaan Tahan Api 1. Siapkan alat dan hitung kebutuhan zat 2. Buat larutan tahan api, lalu bahan dibenam kemudian di pad dengan WPU 70% 3. Drying pada 1000C selama 2 menit 4. Lakukan pemanasawetan 1600C, 1 menit. 5. penyabunan dan pembilasan, setelah itu bahan dievaluasi uji tahan api.
V.2 Pengujian Kain Hasil Penyempurnaan Tahan Api 1. Letakkan pembakar di dalam alat uji. Buka katup aliran gas dan nyalakan api. 2. Atur katup kontrol gas sehingga tinggi nyala api 38 mm di dalam keadaan pintu alat uji tertutup. Ambil contoh uji dari eksikator dan pasang segera pada pemegang contoh. 3. Letakkan pemegang contoh pada alat uji sehingga ujung bawah contoh uji akan berada tepat di tengah nyala api dan contoh uji akan berada dalam nyala api. 4. Tutup pintu alat ujidan lakukan pengujian dengan membakar contoh uji selama 12 sekon. Ambil pembakar, kemudian ukur waktu nyala contoh uji, yaitu lama contoh uji meneruskan nyala sejak nyala pembakar diambil. 5. Setelah nyala api pada kain padam, biarkan contoh uji membara sampai padam sendiri. Ukur waktu bara contoh uji, yaitu lama contoh uji tetap membara sejak nyala api pada kain padam. 6. Apabila pembaraan terjadi tanpa didahului nyala api, waktu bara diukur sejak pembakar diambil.
V. Data dan Perhitungan Hasil Pengujian Tahan Api Nama
Waktu sampai
Waktu Nyala
Panjang Arang
padam Achmad Fauzi
16,25
4,25
3
Anggoro Susetyo
16,25
4,25
3,5
Fauzan Hamzah
16,11
4,11
Ilham Resha
72
60
Ket : Ach
30
Bahan Contoh
Sebelum pencucian Api
Bara
uji
Keterangan
Hasil Pengujian
Panjang arang
<12
-
18 cm
Api tidak meneruskan pembakaran
Poliester
45
-
32 cm
Api meneruskan pembakaran sehingga seluruh kain terbakar
T/C
103.9
-
32 cm
Api sangat lama pada saat menyala
P/R
69.2
-
32 cm
Bahan
Sesudah Pencucian
Contoh
Api
Bara
uji
Tidak ada bara
Keterangan
Hasil Pengujian
Panjang arang
Nylon
12.5
-
32 cm
Seluruh kain terbakar
Poliester
2.5
-
32 cm
Tidak ada bara
T/C
23.3
27.4
32 cm
Tidak ada bara
P/R
35
17
32 cm
Ada bara