BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
LAPORAN KASUS JANUARI 2016
INTRAUTERINE FETAL DEATH
Disusun oleh: Wahyuni Syukriah Tatuhey Heron RF. Titarsole Pembimbing: dr. Rahmat Saptono, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS TK. II PROF. DR. J. A. LATUMETTEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON BAB I ILUSTRASI KASUS
1
A. IDENTITAS PASIEN Nomor Rekam Medik
: 03-18-61
Nama
: Ny. SN
Jenis kelamin
: Perempuan
Tanggal lahir
: 12 Januari 1981
Umur
: 34 tahun
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Alamat
: Galunggung
Tanggal masuk
: 31 Desember 2015
Tanggal pulang
: 02 Januari 2016
Ruang rawat
: Kirana/IIB
B. ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 31 Desember 2015) Keluhan utama
: Gerakan janin tidak dirasakan
Keluhan tambahan
: Leher tegang, pusing
Riwayat penyakit
: G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Keluhan ini juga disertai dengan leher terasa tegang dan pusing. Mules-mules (-), keluar lendir darah (-), airair (-). Di lingkungan rumah pasien terdapat banyak kucing. HPHT 15 Juli 2015. UK 24-25 minggu.
2
RPD: Hipertensi (+) sejak tahun 2009 diketahui saat kontrol kehamilan anak pertama, penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-), asma (-), alergi (-). Riwayat Obstetrik
: Anak I (2009) dan II (2010) lahir meninggal pada usia 6 bulan kehamilan, anak III (2011) lahir meninggal pada usia 5-6 bulan kehamilan, anak IV (2012) dan V (2015) lahir meninggal pada usia 6 bulan kehamilan. Anak I dan II tidak diketahui beratnya karena lahir dirumah, sedangkan anak III, IV dan V lahir dengan berat badan 500 gram.
C. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 31 Desember 2015) Tanda vital Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 180/100 MmHg
Nadi
: 88 x/menit
Pernapasan
: 18 x/menit
Suhu
: 36,5ºC
Berat badan
: 48 kg
Pemeriksaan fisik Kepala
: Normochepal 3
Mata
: Ca -/-, Si -/-
THT
: Otorea -/-, Rhinorea -/-, tenggorokan dalam batas normal
Leher
: Pembesaran kelenjar tiroid (-)
KGB
: Pembesaran KGB (-)
Dada
: Normochest, pergerakan dada simetris
Paru
: Bunyi napas dasar vesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/-
Jantung
: Bunyi jantung I/II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Hati
: Tidak teraba
Ginjal
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Alat genital : Dalam batas normal Ekstremitas: Edema (-) Refleks
: Dalam batas normal
Kulit
: Dalam batas normal
Gigi- mulut : Dalam batas normal Saraf otak : Dalam batas normal Pemeriksaan ginekologi a. Abdomen Supel, NT (-), TFU teraba setinggi umbilikus, massa (-), his (-), DJJ (-).
b. Vaginal toucher
4
V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio mencucu, dilatasi serviks (-), STLD (-). D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG (31 Desember 2015) IUFD 24-25 minggu
Gambar 1. Hasil USG pasien, tampak janin tunggal, IU, DJJ (-).
2. Pemeriksaan laboratorium ( 10 November 2015) Darah rutin Hb Leukosit Platelet
Nilai rujukan 11,0 – 17,0 gr/dL 4,0 – 12,0 x 103/L 150 – 400 x 103/L
Hasil pasien 8,3 gr/dL 10,4 x 103/L 128 x 103/L
E. DIAGNOSIS KERJA Intra Uterine Fetal Death (IUFD) 24-25 minggu F. TATALAKSANA 1.
Rencana induksi dengan misoprostol
2.
Infus RL 16 tpm
3.
Nifidipine 3 x 10 mg PO
4.
Konsul dr.Hergani, Sp.PD
5.
Observasi 9
5
6.
Evaluasi 6 jam lagi
G. FOLLOW UP Tanggal
Perjalanan penyakit
31-12-2015 (21.00)
S: Keluar air-air dari jalan lahir O: - KU: Baik, CM - Mata: CA-/- Abdomen: His (-), DJJ (-) - Genitalia: V/U tenang, dinding vagina dbn, portio lunak, dilatasi serviks 4 cm, KK (-), preskep, kepala turun HI, AK (+), STLD (+) - Kesimpulan: Partus maju
TD: 170/100 mmHg Nadi: 90 x/m RR: 20 x/m S: 36,7 0C
(21.20)
(21.22)
(23.22)
Perintah dokter dan pengobatan - Pimpin persalinan
A: G6P5A0 Janin lahir spontan, jenis kelamin laki-laki, berat badan 500 gram, panjang badan 30 cm Plasenta lahir spontan lengkap, perineum utuh A: Post partus spontan dengan R/ observasi VK 2 IUFD jam Obat oral: - Cefadroxil 2x500 mg - As. mefenamat 3x500 mg - Vit ever 2x1 S: Perut masih mules-mules - Pindah ruang O: nifas - Obat oral - KU: Baik, CM - Mata: CA-/dr.Sp.OG lanjut - Abdomen: Supel, luka - Alganax 2x1 operasi baik, TFU teraba 2 - Jika TD ≥ 170 mmHg, drip jari dibawah umbilikus, catapres 1 amp/8 kontraksi baik, BU (+) 6
-
01-01-2016 TD: 180/100 mmHg N: 90 x/m S: 36,5 0C P: 18 x/m
02-01-2016 TD: 180/100 mmHg N: 94 x/m S: 36,5 0C P: 18 x/m
normal. Genitalia: Lokia (+)
A: Post partus spontan dengan IUFD S: Keluhan (-) O: - KU: Baik, CM - Mata: CA-/- Abdomen: Supel, luka operasi baik, TFU teraba 2 jari dibawah umbilikus, kontraksi baik, BU (+) normal. - Genitalia: Lokia (+) A: Post partus spontan dengan IUFD H I + hipertensi kronis S: Keluhan (-) O: - KU: Baik, CM - Mata: CA-/- Abdomen: Supel, luka operasi baik, TFU teraba 2 jari dibawah umbilikus, kontraksi baik, BU (+) normal. - Genitalia: Lokia (+)
jam
Terapi lanjutkan Drip catapres 1 amp/8jam
Terapi lanjutkan Drip catapres 1 amp/8jam
A: Post partus spontan dengan IUFD H II + hipertensi kronis H. RESUME MEDIS G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Keluhan ini juga disertai dengan leher terasa tegang dan pusing. Mules-mules (-), keluar lendir darah (-), air-air (-). Di lingkungan rumah pasien terdapat banyak kucing. HPHT 15 Juli 2015. UK 24-25 minggu. Pasien riwayat hipertensi sejak tahun 2009 diketahui saat kontrol kehamilan
7
anak pertama. Untuk riwayat obstetrik, anak I (2009) dan II (2010) lahir meninggal pada usia 6 bulan kehamilan, anak III (2011) lahir meninggal pada usia 5-6 bulan kehamilan, anak IV (2012) dan V (2015) lahir meninggal pada usia 6 bulan kehamilan. Anak I dan II tidak diketahui beratnya karena lahir dirumah, sedangkan anak III, IV dan V lahir dengan berat badan 500 gram. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/100 mmHg, N 88 x/m, P 18 x/m, S 36,5oC. Pemeriksaan abdomen: Supel, NT (-), TFU teraba setinggi umbilikus, massa (-), his (-), DJJ (-). Vaginal toucher: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio mencucu, dilatasi serviks (-), STLD (-). Pada pemeriksaan penunjang dengan USG hasilnya adalah IUFD 24-25 minggu, janin tunggal, IU, DJJ (-). Pada pasien dilakukan tindakan induksi dengan misoprostol direncanakan partus pervaginam dan pada tanggal 31 Desember 2015 pukul 21.20 bayi lahir meninggal.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI1,2 Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. World Heatlh Organization dan American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan IUFD sebagai janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa IUFD adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu.
B. EPIDEMIOLOGI
9
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 4050% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok), berat maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko terjadinya IUFD.3 Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD.1 Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per 1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada tahun 1990.4 Dari data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran5.
10
Tabel 1. Insiden terjadinya kematian janin berdasarkan usia kehamilan 5
Gestation (weeks) 5-7 8-11 12-15 16-19 20-27 Total 5-27
Mean incidence fetal death (%) 17.5 50.6 47.0 32.8 10.7 33.0
C. ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal.1
11
Tabel 2. Penyebab IUFD6
Faktor – faktor yang menybabkan IUFD:3,7 1.
Faktor maternal a.
Kehamilan post-term (≥ 42 minggu)
b.
Diabetes Mellitus tidak terkontrol
c.
Systemic lupus erythematosus
d.
Infeksi
e.
Hipertensi
f.
Pre-eklampsia
g.
Eklampsia
h.
Hemoglobinopati
i.
Penyakit rhesus
j.
Ruptura uteri
k.
Antiphospholipid sindrom
l.
Hipotensi akut ibu
m. Kematian ibu n.
Umur ibu tua
12
2.
3.
Faktor fetal a.
Kehamilan ganda
b.
Intrauterine growth restriction (Perkembangan Janin Terhambat)
c.
Kelainan kongenital
d.
Anomali kromosom
e.
Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, listeria)
Faktor plasenta a. Cord accident (kelainan tali pusat) b. Solutio Plasenta (lepasnya plasenta) c. Insufisiensi plasenta d. Ketuban pecah dini e. Vasa previa f. Perdarahan Feto-maternal
Telah dilakukan beberapa studi pada untuk mengetahui etiologi spesifik dari kasus IUFD, beberapa diantaranya yaitu: 1.
Intrauterine Growth Restriction (IUGR)1 Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta.2 IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41%
13
kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin meningkat. 2.
Penyakit Medis Maternal1 Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glukosa yang tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada wanita dengan defisiensi antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom
14
fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE. Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada IUFD. Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin. Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana. 3.
Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin1 Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x. Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan malformasi letal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika.
4.
Komplikasi Plasenta dan Tali pusat a.
Plasenta6 Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.
b.
Tali pusat6 15
Terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 – 60 cm dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama. Tali pusat abnormal dibagi menjadi tali pusat panjang > 100 cm dan tali pusat pendek < 30 cm. Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung.1 Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.8
Gambar 2. Kompresi tali pusat8
Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri umbilikalis.8
16
Gambar 3. Lilitan tali pusat8
Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD akibat FMH sebesar 4%.2 Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta dapat memicu terjadinya transfusi fetomaternal. Solusio plasenta atau disebut juga ablasio placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus, dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD.9
Gambar 4. Solutio Plasenta9
5.
1,8
Infeki
17
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental (hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. Beberapa agen yang dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin seperti infeksi virus kongenital oleh parvovirus
B19 dan
cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang. Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum. Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu IUFD. Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi transplasental. Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan. Infeksi dapat memicu pecahnya ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan preterm bahkan dapat berakhir dengan kematian janin.
18
6.
Penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan.1 Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik. Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang rendah dan obesitas. Asap rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut.
D. KLASIFIKASI Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 2,4 1.
2.
3.
4.
Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal death) Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death) Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death) Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
19
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan perubahan sebagai berikut: 2,4 1. Rigor mortis (tegang mati) Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali. 2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) Kulit kemerahan ‘setengah matang’ 3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mulamula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas. 4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) Kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. 5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
E. MANIFESTASI KLINIS10 Gejala adanya IUFD dapat diketahui antara lain dengan: 1. 2. 3. 4. 5.
Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun USG) Rahim tidak membesar, malahan mengecil Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas. Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh ibu sendiri. Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10 hari.
F. DIAGNOSIS2,11,12 1. Anamnesis a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya. b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti biasanya )
20
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan d. Penurunan berat badan 2. Pemeriksaan fisik. a. Inspeksi Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus. b.
Palpasi Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakangerakan janin.
c.
Auskultasi Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12 minggu pada pemeriksaan ultrasonic doppler merupakan bukti kematian janin yang kuat.
3. Pemeriksaan radiologi (USG) a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) Tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.
21
Gambar 5. Spalding’s sign.
b.
Punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
c.
Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
d.
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
e.
Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
G. PENATALAKSANAAN 4,13,14,15 Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. Jika pemeriksaan Radiologik (USG) tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema scalp. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang. 22
Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi. Sekitar 90% perempuan akan melahirkan spontan pada minggu ketiga setelah janin meninggal dalam kandungan. Jika kelahiran spontan tidak terjadi dalam 3-4 minggu resiko Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) meningkat. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. Penanganan aktif dapat dilakukan dengan induksi persalinan. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Indikasi induksi persalinan antara lain: 1. Indikasi janin a.
Kehamilan lewat waktu
b.
Ketuban pecah dini
c.
Janin mati
2. Indikasi Ibu a.
Kehamilan dengan hipertensi
b.
Kehamilan dengan diabetes mellitus
Kontraindikasi induksi persalinan antara lain:
23
1. Malposisi janin 2. Insufisisensi plasenta 3. Disporposi sefalopelvik 4. Cacat rahim, misalnya pernah megalami seksio sesarea, enukleasi miom. 5. Grande multipara 6. Gemelli 7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion 8. Plasenta previa Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi, diantaranya: 1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan. 2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD) 3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan 4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks. Tabel 3. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk induksi persalinan
24
Jika bishop skor kurang dari 6 direkomendasikan menggunakan agen pematangan servik sebelum induksi persalinan. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi. SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1 Non-Interferensi 2 minggu
Kasus refrakter atau kasus
Partus Spontan
dimana terminasi kehamilan
dalam 2 minggu
diindikasikan
Psikologis
Infeksi
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu
(80%)
Rawat di RS, Induksi persalinan
25
Servik matang
Infus Oksitosin
Servik belum matang
Prostaglandin gel Diulang setelah 6-8 jam
Gagal
Oksitosin diulang dengan
gagal
Ditambah dengan infus Oksitosin
Ditambah Prostaglandin/vaginam
Metode-Metode Terminasi : 1. Terminasi dengan induksi, yaitu : a. Infus Oksitosin Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, 26
langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan. b. Prostaglandin Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: 1) Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam 2) Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin. 2. Operasi Sectio Caesaria (SC) Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang. 3. Embriotomi Embriotomi adalah suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam, tanpa
27
melukai ibu. Embriotomi diindikasikan kepada janin mati dimana ibu dalam keadaaan bahaya ataupun janin mati yang tak mungkin lahir pervaginam.
H. PENCEGAHAN2,4 Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan USG. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis. Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu perlu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obat-obatan. Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.
I. KOMPLIKASI 1. Disseminated intrvascular coagulation (DIC)16 Kematian janin akan mengakibatkan desidua plasenta menjadi rusak. Plasenta yang rusak akan menghasilkan
tromboplastin. Tromboplastin
masuk ke dalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan intravaskular yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit sehingga terjadi pembekuan darah yang meluas (DIC).
28
Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya hipofibrinogenemia (kada fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%.
Akbat
kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi perdarahan post partum. Perdarahan postpartum biasanya berlangsung 2 – 3 minggu setelah janin mati. 2. Ensefalomalasia multikistik17 Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi terkena ensefalomalasia multikistik. Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin seingga terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru.3
29
BAB III DISKUSI
G6P5A0, MRS dengan keluhan gerakan janin tidak lagi dirasakan sejak 1 minggu sebelum MRS. Keluhan ini juga disertai dengan leher terasa tegang dan pusing. Tidak ada mules-mules, keluar lendir darah atau air-air. HPHT 15 Juli 2015. UK 24-25 minggu. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2009 yang diketahui saat kontrol kehamilan anak pertama. Anak I –V pun lahir meninggal pada rata-rata usia kehamilan 6 bulan dengan berat badan lahir ratarata 500 gram. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan janin tunggal, IU dan DJJ (-). Pada pasien kemudian didiagnosis dengan IUFD 24-25 minggu dengan hipertensi kronis. IUFD menurut ICD 10 adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. Sedangkan WHO dan ACOG mendefinisikan IUFD sebagai janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Jika dilihat pada definisi diatas, maka hal ini sesuai dengan yang terjadi pada kasus pasien dimana usia kehamilan ibu > 20 minggu (24-25 minggu) dan berat badan bayi 500 gram. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ezechi OC dkk menunjukkan bahwa dari sejumlah penyakit maternal yang dapat penyebabkan terjadinya IUFD penyakit hipertensi pada kehamilan menduduki persentase tertinggi sebagai penyebab IUFD (21,6%). Penyakit hipertensi pada kehamilan sendiri terbagi
30
menjadi 4 yaitu hipertensi gestasional, preeklampsia-eklampsia, preeclampsia superimposed on chronic hypertension, dan hipertensi kronik. Pada kasus pasien, yang dipikirkan menjadi penyebab utama IUFD adalah hipertensi kronik karena pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi kronik didefinisikan sebagai hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu hipertensi yang menetap sampai usia 12 minggu persalinan.18 Pada semua kasus hipertensi, terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan vasokonstriksi pembuluh darah. Hal inilah yang mendasari mengapa pada hipertensi dalam kehamilan dalam hal ini adalah hipertensi kronik dapat menyebabkan
terjadinya
IUFD.
Peningkatan
resistensi
vaskuler
dan
vasokonstriksi menyebabkan gangguan aliran darah di daerah intervili yang menyebabkan penurunan perfusi ke plasenta. Hal ini menimbulkan iskemik dan hipoksia plasenta yang berakibat terganggunya pertumbuhan bayi intra uterin hingga kematian bayi.19,20 Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali semua gejala dan riwayat penyakit ibu. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan sudah tidak lagi merasakan gerakan janin yang dikandungnya. Hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan hal yang serupa dimana pada palpasi tidak teraba gerakan janin. Hasil auskultasi menggunakan doppler dan USG memperkuat diagnosis karena tidak ditemukan denyut jantung janin. Cara mendiagnosis hingga diagnosis menjadi suatu IUFD pada kasus ini sudah sesuai dengan yang dijelaskan pada
31
teori. Jika berdasarkan klasifikasinya, maka kasus ini masuk kedalam IUFD golongan II atau intermediete fetal death dimana kematian janin terjadi pada usia kehamilan 20-28 minggu (pada kasus 24-5 minggu). Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif. Pada kasus ini pilihan yang dipilh adalah induksi dengan misoprostol setengah tablet (100 mcg). Pilihan induksi pun sesuai dengan teori karena pada kasus pasien memenuhi indikasi janin yaitu janin mati dan indikasi ibu yaitu kehamilan dengan hipertensi.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital,
Stockholm,
Sweden
2002.
Avaiable
from
URL:
https://openarchive.ki.se/xmlui/bitstream/handle/10616/39084/thesis.pdf? sequence=1 2. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2009. 732-35. 3. Ardy. G3P2A0, 38 years old, gravid 28 weeks, single fetal death, intrauterine, breech presentation, breech, yet inpartu with intrauterine fetal death (iufd). [upload : Oct 2013] ; [download : Sep 15, 2015] 8 sheet: pg 11-19. Avaiable from : URL : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122485&val=5502 4. Cunningham FG et all. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 ’Penyakit dan cedera pada janin dan neonatus’. EGC: Jakarta. 5. Lindsay,JL. Evaluation of Fetal Death. [Upload : 2010] : [Download : Sep 14, 2015]. Avaiable from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/259165overview 6. Ezechi OC et all. Induction of Labour by Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. [Upload Dec 2004] : [Upload Sep 14 2015]. J Obstet Gynecol Ind. 54(6):561-3 Avaiable from : URL :
33
http://medind.nic.in/jaq/t04/i6/jaqt04i6p561g.pdf 7. Mattingly PJ, MD. Evaluation of Fetal Death.[Update May 02, 2014] : [Download Sep 14, 2015]. Avaiable from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview#a5 8. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 – 2009 9. McDonald SD et all. Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. [ Upload Jan 15, 2007] ; [Download Sept 15, 2015]. Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. Avaiable from : From : http://www.jogc.com/abstracts/full/200707_Obstetrics_5.pdf 10. Hendaryono,H. Patologi kebidanan. 2007 11. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin America. [Upload May, 2009] ; [download Sep 14, 2015] Acta Obstet Gynecol Scand; 79: 371–8. Avaiable from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10830764 12. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient Mice. [Upload Jan 8, 2003] : [Download Sep 15, 2015] Biology or Reproduction ;68:1968-74. Avaibale from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12606450 13. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology and Obstetrics. [Upload Oct 4, 2007] : [Download Sep 14, 2015]: S156–S159. Avaiable from: URL: http://www.ijgo.org/article/S0020-7292(07)00506-1/pdf
34
14. Tang J et all. WHO recommendations for misoprostol use for obstetric an gynecologic indications. International journal gynecology & obstetrics. [Upload Feb 21, 2013] : [Download Sep 14, 2015] : pg 186 – 189. Avaiable from: URL: http://www.ijgo.org/article/S0020-7292(13)00039-8/abstract 15. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ’Kematian Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta 16. Flenady V et all. Major risk factors for stillbirth in high-income countries: asystematic review and metaanalysis. [upload Apr 16, 2011] : [Download Sep 14, 2015]. Avaiable from : URL : https://www.adelaide.edu.au/arch/stillbirth/Stillbirth_review.pdf 17. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua ’Kematian Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta. 18. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010. 19. Prasetyo R, Anggraeni W. Prostasiklin dan preeklampsia. FK UNDIP. 2013. 20. ACOG Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in pregnancy. Obstetrics & Gynecology. Vol. 122, No. 5, 2013.
35