17
3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT LAUT Eu cheuma cheuma cottonii cottonii ATAU Sar gass gassum polycy pol ycys stum PADA BERAS TIRUAN TERHADAP KARAKTERISTIK SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA Pendahuluan Latar belakang
Rumput laut sebagai bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan membuat rumput laut banyak dibudidayakan dan diperdagangkan di pasar lokal dan internasional. Di sisi lain, potensi rumput laut coklat di Indonesia sebagai seba gai sumber bahan bioaktif membuka peluang yang cukup besar untuk diteliti dan dikembangkan. Ekspedisi laut Sibolga mencatat adanya 555 jenis alga yang tumbuh di wilayah Perairan Indonesia. Penelitian lanjutan mencatat ada 23 jenis diketahui telah digunakan secara tradisional sebagai bahan makanan, baik berupa sayuran maupun dibuat penganan. Ekspedisi Danish menemukan sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat (Firdaus 2011). Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut karaginofit, karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Alga polisakarida yang mengandung karagenan merupakan sumber nutrisi yang baik untuk diet serat (dietary (dietary fiber ) terutama bagi penderita diabetes mellitus (Yuan 2008). Bahan pangan berserat tinggi memiliki sifat hipoglikemik (Brennan et al. 2004). Faridah (2005) melaporkan melaporkan bahwa bahwa penambahan penambahan rumput rumput laut sebagai sumber serat pangan mempengaruhi daya cerna pati dan kandungan serat pangan dari beras tiruan yang dihasilkan. Persentase penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan yang yang semakin tinggi menyebabkan menurunnya menurunnya daya cerna pati. Daya cerna yang rendah dapat menghambat penyerapan glukosa sehingga dapat mengurangi kadar glukosa darah. Efek hipoglikemik dari serat pangan larut air sangat berguna untuk mencegah dan mengelola kondisi metabolik pada pasien diabetes melitus. Rumput laut yang yang kaya akan serat dapat ditambahkan ke dalam beras tiruan dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras, jagung dan singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian mengenai beras tiruan dengan penambahan rumput laut ini telah dilakukan. Dewi dan Halim (2011) (2011) melakukan penelitian pembuatan pembuatan beras analog berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai pangan pokok alternatif penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras analog dari bahan baku tepung mocaf ( mocaf (modified cassava flour ) dan alginat telah dilakukan oleh Subagyo dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf dengan dengan penambahan rumput laut E. cottonii cottonii telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBP2HP 2013). Rumput laut jenis Sargassum sp. mengandung polifenol yang dikenal dengan phlorotannin phlorotannin yang termasuk dalam golongan tanin (Yuan 2008). Phlorotannin adalah Phlorotannin adalah salah satu jenis tanin yang secara spesifik terkandung dalam rumput laut coklat dan diketahui beraktivitas antioksidan, penghambat glikasi,
18
inhibitor α-glukosidase dan amilase. Komponen polifenol yang terdapat dalam rumput laut coklat dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus (Mohamed et al. 2012). Tanin dapat menekan peningkatan gula darah bagi penderita diabetes melitus tipe 2 (Firdaus 2011). Beberapa penelitian yang memanfaatkan rumput laut coklat dalam kaitannya dengan kesehatan sudah dilakukan. Hall et al. (2012) telah menambahkan rumput laut coklat dalam roti untuk menurunkan energy intake, nilai glikemik dan kolesterol. Penambahan rumput laut sebesar 4% Ascophyllum nodosum dapat menurunkan energy intake sebesar 16,4%. Kadam dan Prabashankar (2010) meneliti beberapa sumber pangan dari laut yang diaplikasikan dalam produk roti dan pasta, kaya akan polisakarida yang memiliki keunggulan dalam mengatasi beberapa penyakit termasuk diabetes. Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk pembuatan beras tiruan. Ekstrusi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan dan pembentukan (Estiasih dan Ahmadi 2009). Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi yang tepat dalam pembuatan beras tiruan berbahan dasar beras, jagung dan singkong dengan penambahan rumput laut E. cottonii sebagai sumber serat pangan atau S. polycystum sebagai sumber phlorotannin dan serat pangan serta mengkarakterisasinya berdasarkan nilai sensori dan fisikokimia.
Metode Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Organoleptik, dan Kimia Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan, dan Seafast Center IPB. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah tepung beras, tepung jagung, tepung singkong, rumput laut Eucheuma cottonii, dan rumput laut Sargassum polycystum. Beras dipilih dari jenis beras pera Indica IR42, jagung diperoleh dari PAU-IPB jenis Pionir, sedangkan singkong yang dipilih adalah singkong ( Manihot utilissima) segar. Rumput laut E. cottonii diperoleh dari Kepulauan Seribu sedangkan rumput laut jenis S. polycystum dari Pulau Tahuna, Sulawesi utara. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain HCl 0,2N, bromocresol green, H3BO3, metilen merah, K 2SO4, CuSO4.5H2O, H2SO4, H2O2 30%, NaOH, kloroform, etanol, asam asetat, iod, buffer Na-fosfat, dinitrosalisilat, maltosa murni, petroleum eter benzena, maltosa standar, buffer fosfat, dinitrosalisilat, enzim amilase pankreatin, NaOH, etanol, natrium tungstan, asam fosfomolibdat, asam fosfat, dan Na2CO3 .
19
Alat yang digunakan yaitu disc mill buatan lokal, ekstruder ulir tunggal hasil perekayasaan Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan dengan spesifikasi yang tertera pada Lampiran 27, ayakan 60 mesh merk De dalal, oven merk Shellab, blender merk Miyako, timbangan analitik merk AND tipe GR-202, tungku pengabuan ( furnace) merk Vulcan A-550, alat destruksi kjeldahl merk Gerhardt, alat destilasi uap merk Velp Scientica UDK 142, ekstraktor soxhlet merk Electrothermal, rotavapor merk Heidolph Instrument Laborata 4000, desikator, spektrofotometer merk Hach DR2800, serta peralatan gelas merk Iwaki Pyrex. Preparasi Bahan
Tahap preparasi rumput laut E. cottonii seperti disajikan pada Gambar 6.
Rumput laut Pembersihan dari kotoran Pembersihan dan Pencucian Perendaman 1 malam Dilakukan 2 kali Pencucian Penghancuran
Bubur rumput laut
Gambar 6 Alur proses preparasi rumput laut E. cottonii (Wonggo 2010). Tahap preparasi rumput laut S. polycystum disajikan pada Gambar 7.
menurut Chaidir (2006)
Pengkomposisian dan Proses Ekstrusi
Komposisi terpilih ditambahkan rumput laut E. cottonii pada berbagai konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% atau S. polycystum pada berbagai konsentrasi yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%. Persentase penambahan E. cottonii berdasarkan rekomendasi dari American Diabetes Association yaitu maksimum 50 g/ hari untuk diet tinggi serat (ADA 2008) dan asupan serat pangan harian sebesar 20 - 38 g/orang/hari (Kemenkes 2013). Persentase penambahan
20
S. polycystum mengacu pada penelitian Hall et al. (2012). Komposisi yang sudah ditambah rumput laut diproses lebih lanjut menjadi beras tiruan dengan teknologi ekstrusi (Gambar 8).
Rumput laut Pembersihan dan Pencucian Pencucian dengan air Perendaman 9 jam Dilakukan 2 kali Pencucian Penghancuran Bubur rumput laut
Gambar 7 Alur proses preparasi rumput laut S. polycystum (Chaidir 2006).
Metode Analisis
Analisis yang dilakukan meliputi sensori, rendemen, densitas kamba, proksimat, daya cerna pati secara in vitro, serat pangan dan phlorotannin. Sensori (Setyaningsih et al. 2010) Analisis sensori (pengujian dengan panca indera) dilakukan dengan metode kuantitatif yaitu uji kesukaan (hedonik) (Setyaningsih et al ., 2010). Panelis terdiri dari dari pegawai BBP2HP Jakarta sebanyak 25 orang. Waktu pengujian sekitar pukul 09.00-11.00 dan 14.00-16.00. Panelis mengisi kuesioner terhadap sampel produk beras tiruan baik yang mentah maupun matang dalam bilik-bilik pencicip. Penilaian sensori meliputi warna, rasa, tekstur dan bau. Disiapkan air mineral untuk menetralkan indera perasa panelis setelah mencicip sampel beras tiruan. Skor kesukaan menggunakan skala 1 sampai dengan 9, yaitu skor 1 (amat sangat tidak suka) sampai dengan skor 9 (amat sangat suka). Rendemen (Wardani et al. 2012) Rendemen dihitung berdasarkan persentase produk akhir dengan bahan awal.
21
Bahan tepung dan rumput laut E. cottonii atau S. polycystum
Pencampuran kering dengan bahan lain Penambahan air
Pencampuran hingga homogen
Ekstrusi 90 °C Pengeringan oven 60 °C, 3 jam
Beras tiruan Gambar 8 Alur proses pembuatan beras tiruan dengan penambahan rumput laut E.cottonii atau S. polycystum (Estiasih dan Ahmadi 2009).
Densitas kamba (Hussain et al. 2008) Densitas kamba dihitung berdasarkan perbandingan antara berat bahan dalam suatu wadah gelas berukuran tertentu dibagi volume wadah gelas (g/mL). Analisis proksimat (AOAC 2005) (a)
Analisis kadar air Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan alat oven pada suhu 105 °C selama 20 jam. Kadar air ditentukan dengan menghitung perbandingan bobot sampel yang hilang setelah dioven dan bobot sampel awal kemudian dikali seratus persen. (b) Analisis kadar abu Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan tanur pada suhu 550 °C selama 24 jam. Kadar abu ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat sampel akhir dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen. (c) Analisis kadar protein Kadar protein diuji dengan metode Kjeldahl , prinsipnya menangkap nitrogen yang terdapat dalam sampel. Tahap uji protein yaitu destruksi, destilasi
22
dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,75 g pada kertas timbang, dibungkus dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Sebanyak 5,25 g kalium sulfat dan 0,62 g CuSO 4.5H2O dimasukkan ke dalam labu destruksi. Di dalam ruang asam, ditambahkan 15 mL H 2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 mL H 2O2 secara perlahanlahan dan didiamkan selama 10 menit. Destruksi dilakukan pada suhu 410 °C selama ± 2 jam atau sampai larutan jernih dan didiamkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan akuades sebanyak 50-75 mL. Hasil destruksi selanjutnya didestilasi. Alat destilasi dicuci dengan cara melakukan destilasi akuades sebelum dilakukan destilasi dan apabila destilat yang tertampung mengubah warna garam borat (merah violet menjadi hijau) maka dilakukan pencucian/destilasi ulang sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna (merah violet). Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan H 3BO3 4 % yang mengandung indikator sebagai penampung destilat. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkain alat destilasi uap. Natrium hidroksida-thiosulfat ditambahkan sebanyak 50-75 mL. Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai 150 mL. Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari biru menjadi merah muda. (d) Analisis kadar lemak Analisis yang dilakukan yaitu mengekstrak lemak dengan metode soxhlet pada suhu 80 °C selama 8 jam dengan pelarut khloroform. Kemudian dilakukan evaporasi sampai kering dan labu alas bulat yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven bersuhu 150 °C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa khloroform dan uap air. Kadar lemak ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat lemak dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen. (e) Analisis kadar karbohidrat Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by-difference yaitu pengurangan dari total keseluruhan dengan presentasi kadar lemak, protein, air dan abu. Daya cerna pati in vitro (Muchtadi 1989) Pengukuran daya cerna pati secara in vitro meliputi pembuatan kurva standar dan analisa sampel. Didalam pembuatan kurva standar, sebanyak 1 mL maltosa standar yang mengandung 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 mg/L maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup kemudian ditambahkan masing-masing 3 mL larutan dinitrosalisilat (DNS). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Dalam analisa sampel, Sebanyak 0,5 g sampel pati dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 50 mL akuades. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam penangas air hingga mencapai suhu 90 °C terus diaduk lalu didinginkan. Sebanyak 1 mL larutan sampel tersebut dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup lalu ditambahkan 1,5 mL akuades dan 2,5 mL larutan buffer phospat pH 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, yang salah satunya digunakan sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 15 menit. Larutan sampel dan blanko diangkat dan ditambahkan 2,5 mL larutan enzim amilase pankreatin (1 mg/mL dalam larutan buffer phospat pH 7 untuk sampel dan 2,5 ml larutan buffer phospat untuk blanko). Kedua tabung tersebut diinkubasi kembali selama 30 menit.
23
Kemudian larutan sampel dan blanko ditambahkan masing-masing 3 mL DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Serat pangan metode enzimatik (Asp et al. 1983) Sampel ditimbang seberat 1 g kemudian ditambah 50 mL buffer phospat pH 6 dan 100 μL termamyl. Larutan dipanaskan sambil ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Sampel didinginkan kemudian ditambahkan 20 mL akuades dan HCl 4 M hingga pH 1,5. Sampel ditambahkan 100 mg pepsin lalu erlenmeyer ditutup dan ditambahkan 20 mL akuades dan diatur pHnya hingga 6,8 dengan cara ditambahkan NaOH. Sampel ditambahkan enzim pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 °C selama 60 menit sambil diaduk, kemudian sampel ditambahkan HCl kembali hingga pH 4,5. Sampel disaring kemudian endapan dicuci dengan 10 mL akuades sebanyak dua kali. - Pengukuran serat pangan tidak larut Residu dari hasil persiapan sampel dicuci dengan 10 mL etanol 95 % sebanyak 2 kali dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Residu dikeringkan pada suhu 105 °C hingga diperoleh berat yang tetap kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (D1). Suspensi yang telah kering diabukan dengan suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (L1). - Pengukuran serat pangan larut Volume dari filtrat yang didapat dari persiapan sampel ditambahkan akuades hingga 100 mL. Filtrat ditambahkan etanol 95 % dengan suhu 60 °C sebanyak 400 mL, kemudian diendapkan selama 1 jam. Filtrat disaring, kemudian dicuci dengan 10 mL etanol 95 % dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Sampel dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (D2). Sampel yang telah kering diabukan dengan suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang (L2). Penetapan blanko Analisis ini menggunakan blanko yang diperoleh dengan cara yang sama tetapi tanpa adanya sampel (akuades). Nilai blanko harus diperiksa ulang terutama jika menggunakan enzim dari kemasan yang baru. Total serat pangan diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan larut dan tidak larut.
24
Keterangan : 1
= menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan
2
tidak larut = menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan larut
W B D L
= = = =
berat sampel (g) berat blanko bebas serat (g)
berat setelah analisis dan dikeringkan (g) berat setelah diabukan (g)
Kadar phlorotannin (tanin) (AOAC 2005) Dalam analisis kadar phlorotannin meliputi pembuatan kurva standar dan persiapan contoh. Dalam pembuatan kurva standar, ditambahkan 2 mL pereaksi folin denis ke dalam labu takar 100 mL yang telah diisi air suling 50-70 mL. Kemudian di pipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan standar asam tanat, lalu ditambahkan 5 mL larutan Na 2CO3 jenuh dan ditepatkan hingga 100 mL dengan air suling. Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Dalam persiapan contoh, ditimbang contoh ± 2 g yang telah dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam labu didih 500 mL lalu ditambahkan 350 mL air suling. Larutan kemudian direfluks selama 3 jam lalu didinginkan. Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL kemudian ditepatkan dengan air suling dan dihomogenkan. Dipipet 2 mL filtrat ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan 2 mL pereaksi folin denis serta 5 mL Na 2CO3 jenuh. Larutan ditepatkan dengan air suling, dihomogenkan dan dibiarkan selama 40 menit kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.
Keterangan : X = banyaknya tanin contoh (mg), X diperoleh dari persamaan regresi Y=a+bX B = bobot contoh (g)
Analisis data
Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah rancangan acak lengkap. Perlakuan pada penelitian ini adalah persentase rumput laut E. cottonii atau S. polycystum. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = μ + Ʈi + €ij
Keterangan : Yij
= respon yang diamati dari satuan percobaan ke-j yang
memperoleh perlakuan ke-i
25
μ Ʈi
= nilai tengah umum = pengaruh perlakuan ke-i (i untuk E. cottonii adalah 0%,
€ij
10%, 20%, 30% dan untuk S. polycystum adalah 0%, 5%, 10% dan 15%) = galat percobaan
Sebelum dilakukan analisis ragam dilakukan terlebih dahulu uji kenormalan data. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Apabila data yang diperoleh dengan analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya pengaruh, maka dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Pengujian nilai kesukaan panelis menggunakan analisis non parametrik yaitu Kruskall Walis. Prosedur pengujian Kruskall Walis menggunakan rumus :
Keterangan : n = jumlah data total ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i T = banyaknya pengamatan seri dalam tiap ulangan H = simpangan baku H1 = H terkoreksi t = banyaknya pengamatan seri FK = faktor koreksi Data hasil uji Kruskall Wallis apabila menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik sensori beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S. polycystum
Beras tiruan yang berasal dari tiga jenis sumber karbohidrat, komposisi beras:jagung:singkong=1:3:1 dan suhu ekstruder 90 °C adalah komposisi terpilih. Komposisi terpilih kemudian ditambahkan rumput laut E. cottonii sebesar 10%, 20%, dan 30% atau S. polycystum sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% kemudian diproses lebih lanjut dengan alat ekstruder menjadi beras tiruan. Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S. polycystum disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Hasil uji kesukaan beras
26
merupakan rata-rata nilai uji sensori dari parameter kenampakan/warna, tekstur, rasa dan bau baik mentah maupun matang. Produk beras tiruan rumput laut disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10. Tabel 4 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan E. cottonii. Perlakuan Kontrol Beras Tiruan+RLC 10% Beras Tiruan+RLC 20% Beras Tiruan+RLC 30%
Tingkat Kesukaan 6,15±0,32 6,06±0,19 8,02±0,21c 5,46±0,66a
Kategori Agak suka Agak suka Sangat suka Netral
Keterangan : RLC=Rumput laut E. cottonii. Angka-angka dalam huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata ( p<0,05).
a1
a2
b1
b2
c1
c2
d1
d2
Gambar 9 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan E. cottonii. (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang, (b1) beras tiruan E. cottonii 10% mentah, (b2) beras tiruan E. cottonii 10% matang, (c1) beras tiruan E. cottonii 20% mentah, (c2) beras tiruan E. cottonii 20% matang, (d1) beras tiruan E. cottonii 30% mentah, (d2) beras tiruan E. cottonii 30% matang. Tabel 5 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan S. polycystum. Perlakuan Kontrol Beras Tiruan+RLS 5% Beras Tiruan+RLS 10% Beras Tiruan+RLS 15%
Tingkat Kesukaan 6,15±0,32 c 4,50±0,40a 4,67±0,26a 5,33±0,39 b
Kategori Agak suka Agak tidak suka Biasa Biasa
Keterangan : RLS=Rumput laut S.polycystum. Angka-angka dalam huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).
Hasil uji kruskall wallis terhadap parameter kesukaan beras tiruan rumput laut menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuannya. Hasil uji lanjut tukey menunjukkan menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 6). Komposisi beras
27
tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% memiliki tingkat kesukaan tertinggi yaitu 8,02±0,21 dibandingkan dengan komposisi lain. a1
a2
b1
b2
c1
c2
d1
d2
Gambar 10 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan S. polycystum (a1) beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang, (b1) beras tiruan S. polycystum 5% mentah, (b2) beras tiruan S. olycystum 5% matang, (c1) beras tiruan S. polycystum 10% mentah, (c2) beras tiruan S. polycystum 10% matang, (d1) beras tiruan S. polycystum 15% mentah, (d2) beras tiruan S. olycystum 15% matang. Proporsi beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 30% membentuk tekstur nasi yang terlalu kenyal dan lengket sehingga lebih tidak disukai panelis. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa beras tiruan menurun dengan meningkatnya konsentrasi bubur rumput laut. Hal ini dapat terjadi karena bubur rumput laut memiliki rasa yang netral/ hambar sehingga semakin tinggi penambahan bubur rumput laut menyebabkan rasa hambar yang dihasilkan lebih dominan. Beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% memiliki kenampakan yang lebih menarik, warna yang lebih cerah, bau dan rasa yang netral, serta tekstur yang lebih mirip dengan beras pada umumnya. Hasil uji kruskall wallis terhadap parameter kesukaan beras tiruan dengan penambahan rumput laut S. polycystum menunjukkan perbedaan dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 7). Beras tiruan dengan penambahan rumput laut S. polycystum 15% memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan rumput laut 5% dan 10%. Proporsi rumput laut 15% memiliki kenampakan warna coklat tua menyerupai beras merah, dibandingkan dengan komposisi lain yang berwarna coklat pucat. Rumput laut coklat mengandung pigmen fotosintetik antara lain karoten, fukosantin, klorofil a, dan klorofil c. Pigmen yang memberi warna coklat adalah fukosantin (Fitton et al. 2008). Tanin berciri bau agak memusingkan dan terasa sepat (Firdaus 2011). Pada penelitian ini, tingkat kesukaan panelis terhadap beras tiruan dengan penambahan rumput laut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol yang warnanya kuning cerah sehingga terlihat menarik. Rasa yang agak sedikit pahit dan bau yang kurang enak pada beras tiruan dengan
28
penambahan rumput laut penilaian yang rendah.
dibandingkan beras kontrol diduga mempengaruhi
Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S. pol ycystum
Beras tiruan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui karakteristik fisikokimianya. Karakteristik fisikokimia beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan E. cottonii. Parameter
Kontrol
Rendemen (%) Densitas kamba (g/ml) Daya cerna pati (%) Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat Pangan (%)
83,33±1,15a 1,59±0,10
Beras Tiruan + RL 10% 88,67±2,31 1,61±0,03
19,24±0,05 8,84±0,01c 0,52±0,05a 8,54±0,18a 1,75±0,20 80,36±0,44a 6,77±0,04a
17,89±0,11c 8,73±0,00 1,19±0,25 8,01±0,01a 1,67±0,14 80,41±0,10a 7,11±0,10
Beras Tiruan + RL 20% 91,20±1,31 1,51±0,01a
Beras Tiruan + RL 30% 92,00±0,40 1,54±0,02a
15,99±0,05 8,68±0,06 1,39±0,01 8,39±0,35a 1,38±0,11 80,16±0,29a 8,18±0,04c
15,35±0,01a 8,46±0,01a 1,45±0,06 8,37±0,34a 0,80±0,07a 80,92±0,19c 8,22±0,06c
Keterangan : RL=Rumput laut. Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).
Tabel 7 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan S. polycystum. Parameter
Kontrol
Rendemen (%) 83,33±1,15a Densitas 1,59±0,10 kamba (g/ml) Daya cerna pati 19,24±0,01 (%) Air (%) 8,84±0,01c Abu (%) 0,52±0,05a Protein (%) 8,54±0,18a Lemak (%) 1,75±0,20 Karbohidrat 80,36±0,44a (%) Serat pangan 6,78±0,04a (%) Phlorotannin (mg/100g)
Beras Tiruan + RL 5% 90,60±0,72a 1,52±0,01a
Beras Tiruan + RL 10% 87,67±8,39a 1,55±0,03a
Beras Tiruan + RL 15% 86,87±4,29a 1,49±0,02a
17,52±0,04a
17,26±0,18a
17,24±0,01a
7,56±0,07 0,57±0,37a 8,21±0,17a 1,41±0,01a 82,25±0,27
5,73±0,09a 0,84±0,15a 8,38±0,02a 2,39±0,01c 82,66±0,07
7,67±0,01 0,98±0,09a 8,73±0,02 2,16±0,11c 80,45±0,06a
6,78±0,18a
7,22±0,02
8,11±0,03c
23,88±0,03 a
34,58±0,02
44,79±0,07c
Keterangan : RL=Rumput laut. Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).
29
Rendemen beras tiruan berkisar antara 83,33 – 92,00%. Hasil analisis ragam beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii menunjukkan perbedaan, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut tukey dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 9). Penambahan rumput laut dapat membantu memperlancar kerja mesin ekstruder sehingga tidak banyak adonan yang tertinggal dalam ulir dan die nya. Keberadaan bahan terdispersi juga akan mempengaruhi proses ekstrusi seperti protein dan selulosa/serat (Estiasih dan Ahmadi 2009). Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna dan diserap oleh tubuh. Hasil analisis ragam terhadap daya cerna pati menunjukkan adanya perbedaan. Hasil uji lanjut tukey, menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 9). Semakin besar proporsi rumput laut yang ditambahkan, menunjukkan nilai daya cerna pati yang semakin rendah. Meningkatnya kandungan serat pangan berkaitan dengan menurunnya daya cerna pati. Artinya, semakin tinggi proporsi penambahan rumput laut, beras tiruan akan lebih lama dicerna. Nilai daya cerna beras tiruan rumput laut pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al. (2011) yang meneliti sifat fisikokimia oyek dan tiwul dari umbi garut, suweg dan singkong yang mencapai kisaran 18,87 – 28,75%. Beberapa hal yang diduga sebagai penyebab rendahnya daya cerna pati pada beras tiruan rumput laut adalah kadar serat pangan rumput laut ( E. cottonii dan S. polycystum) yang tinggi terutama serat pangan larut air yang berpengaruh terhadap rendahnya penyerapan glukosa darah (Lubis 2009; Hardoko 2007; Yuan 2008), kadar tanin yang terdapat pada S. polycystum yang menghambat enzim αamilase untuk memecah karbohidrat menjadi glukosa (Firdaus 2011). Beras dan jagung merupakan bakal tanaman untuk tumbuh dan mengandung komponen minor seperti protein dan lemak (Shih 2004; Godber dan Juliano 2004) yang berpengaruh terhadap rendahnya daya cerna pati dibandingkan dengan umbi garut, suweg dan singkong. Pada penelitian ini, komposisi beras tiruan rumput laut didominasi oleh sumber pati beras dan jagung. Rumput laut mengandung polisakarida dalam jumlah besar seperti karagenan yang terkandung dalam rumput laut E. cottonii. Sebagian besar polisakarida ini tidak dicerna dalam saluran pencernaan manusia dan kemudian digunakan sebagai serat pangan. Daya cerna yang rendah akan memperlambat laju peningkatan glukosa darah sehingga nilai indeks glikemiknya juga rendah. Disamping itu, serat larut air dalam rumput laut memiliki efek-efek hipoglikemik yang berkaitan dengan waktu transit dalam organ pencernaan (Groff et al. 1999). Serat mampu menghambat pelepasan gula dari tepung dengan cara menyerap, mengikat dan membungkus partikel-partikel tepung dan segera mengeluarkannya keluar tubuh. Hal ini menyebabkan ketersediaan gula menurun sehingga akan mengurangi permintaan insulin dari pankreas dan kondisi gula darah stabil (Lubis 2009). Semakin tinggi penambahan rumput laut, maka kandungan serat pangan semakin besar. Rumput laut memiliki kandungan serat pangan 78,94% (Astawan et al. 2004) dan asupan serat pangan yang dianjurkan untuk orang normal 20-38 g/orang/hari (Kemenkes 2013). Nilai serat pangan tertinggi yaitu beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 30%. Hasil analisis ragam terhadap serat pangan menunjukkan
30
adanya perbedaan (Lampiran 9). Hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 9). Kisaran nilai serat pangan beras tiruan dengan penambahan rumput laut adalah 7,0 – 8,0%, artinya jika rata-rata orang mengkonsumsi karbohidrat dari beras tiruan rumput laut sebesar 300 – 400 g//hari maka asupan serat pangan sebesar (21 - 28%) – (28 - 32%) per hari. Kisaran serat pangan tersebut sudah memenuhi standar asupan serat pangan harian. Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan beras tiruan. Beras tiruan hasil penelitian ini mempunyai kadar air yang berkisar antara 8,46 – 8,84%. Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14% (BSN 2008). Hal ini berarti beras tiruan hasil penelitian sesuai dengan persyaratan SNI. Hasil analisis ragam terhadap kadar abu menunjukkan perbedaan dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 8). Penambahan rumput laut memberikan pengaruh terhadap nilai kadar abu. Hal ini diduga bahwa rumput laut mengandung trace element terutama iodium. Hasil analisis ragam terhadap kadar protein tidak menunjukkan adanya perbedaan pada tiap perlakuan (Lampiran 8). Nilai kadar protein berada pada kisaran 8,01 – 8,54%. Menurut Juliano (1972), beras dengan kadar protein lebih besar dari 8% cenderung pera. Hal ini berhubungan dengan sifat polaritas protein terhadap air. Protein beras bersifat menghambat penyerapan air dan pengembangan granula pati ketika beras ditanak, sehingga membatasi kemampuan membentuk gelatinisasi secara optimal. Kadar lemak berada pada kisaran nilai 0,80 – 1,75%. Rendahnya nilai kadar lemak disebabkan oleh kadar lemak rumput laut yang rendah yaitu sekitar 0,1 – 0,2% (Depkes 2005) sehingga tidak mempengaruhi kadar lemak beras tiruan. Hasil analisis ragam terhadap rendemen tidak menunjukkan adanya perbedaan pada tiap perlakuan (Lampiran 11). Rendemen beras tiruan dengan penambahan rumput laut S. polycystum berkisar antara 83,33 – 90,60%. Struktur produksi ekstrusi terbentuk dari biopolimer yang meleleh dan pengembangan gelembung uap air sehingga menjadi perubahan bentuk bahan menjadi berongga. Keberadaan bahan terdispersi akan mempengaruhi proses ekstrusi. Misalnya yaitu protein dan selulosa/serat (Estiasih dan Ahmadi 2009). Berdasarkan analisis ragam terhadap densitas kamba, penambahan rumput laut S. polycystum menunjukkan adanya perbedaan, kemudian dilakukan uji lanjut tukey dan memberikan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 11). Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna dan diserap oleh tubuh. Hasil analisis ragam terhadap daya cerna pati menunjukkan perbedaan dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan kontrol (Lampiran 11). Komposisi beras tiruan dengan penambahan rumput laut S. polycystum 15% menunjukkan nilai daya cerna pati yang paling rendah. Nilai daya cerna pati yang rendah akan berpengaruh terhadap kontrol glukosa darah. Phlorotannin pada S. polycystum akan membentuk senyawa kompleks dengan protein dan pati yang bersifat tidak larut sehingga cenderung menurunkan daya cerna protein dan daya cerna pati (Firdaus 2011). Dampak dari kompleks antara pati dengan phlorotannin menyebabkan sisi atau bagian pati yang secara normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi tidak dikenali. Semakin banyak ikatan pati dengan phlorotannin maka semakin banyak sisi-sisi yang tidak dapat dikenali oleh enzim pencernaan, sehingga kemampuan hidrolisis pati menurun. Akibatnya, daya cerna pati menjadi rendah (Thomas et al. 1997).
31
Prinsip aktivitas phlorotannin sebagai antihiperglikemik adalah pengikatan phlorotannin pada sisi aktif α-glukosidase dan α-amilase. Enzim α-glukosidase dan α-amilase adalah enzim yang berperan dalam pemecahan dan pemutusan polisakarida (pati) menjadi glukosa. Enzim α-amilase beraktivitas di rongga mulut sedangkan α-glukosidase di usus halus. Penghambatan aktivitas kedua enzim ini dapat menghambat kecepatan pemutusan pati sehingga glukosa darah tidak segera naik setelah mengkonsumsi makanan. Pencegahan peningkatan glukosa darah secara cepat ini merupakan salah satu cara pengobatan penderita hiperglikemik (Firdaus 2011). Hasil analisis ragam terhadap phlorotannin menunjukkan adanya perbedaan kemudian dilakukan uji lanjut tukey dan hasilnya menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 11). Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan beras tiruan. Beras tiruan hasil penelitian ini mempunyai kadar air yang berkisar antara 5,73 – 8,84%. Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14% (BSN 2008). Hal ini berarti beras tiruan hasil penelitian sesuai dengan persyaratan SNI. Hasil analisis ragam terhadap kadar abu menunjukkan bahwa penambahan rumput laut tidak memberikan perbedaan (Lampiran 10). Kadar abu rumput laut coklat berkisar 19 - 40% (Yuan 2008), jika dibandingkan dengan nilai kadar abu beras tiruan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penambahan rumput laut tidak banyak memberikan pengaruh terhadap kadar abu. Hasil analisis ragam terhadap kadar protein menunjukkan perbedaan kemudian dilakukan analisis uji lanjut tukey dan memberikan hasil berbeda nyata (Lampiran 10). Kadar lemak rumput laut coklat Sargassum sp. berada pada kisaran 2 - 3% (Yuan 2008). Pada penelitian ini, hasil analisis ragam menunjukkan nilai kadar lemak menunjukkan perbedaan dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 10).
Kesimpulan
Komposisi beras tiruan terpilih adalah perbandingan beras, jagung dan singkong 1:3:1 pada suhu ekstruder 90 °C dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% atau S. polycystum 15%. Nilai sensori, rendemen, densitas kamba, daya cerna pati, air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat pangan untuk beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% berturut-turut 8,02 (sangat suka), 91,20%, 1,51 g/mL, 15,99%, 8,68%, 1,39%, 8,39%, 1,38%, 80,16%, dan 8,18%. Sedangkan nilai sensori, rendemen, densitas kamba, daya cerna pati, air, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat pangan, dan phlorotannin dengan penambahan rumput laut S. polycystum 15%. berturut-turut 5,33 (biasa), 86,87%, 1,49 g/mL, 17,24%, 7,67%, 0,98%, 8,73%, 2,16%, 80,45%, 8,11%, dan 44,79 mg/100g.