Kasus Audit Kas/Teller
Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit Tapung Raya
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahui adanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp1,6 miliar yang berasal BRI Unit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukan Masril, namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya. Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar karena mentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan. Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank (TP Perbankan). Tersangka dijerat
pasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres. Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang saksi telah diperiksa dan meminta keterangan ahli. (Sumber : www.pekanbaru.tribunnews.com)
Pembahasan Faktor-faktor terjadinya fraud : Industry perbankan merupakan salah satu bidang bisnis yang rentan terhadap tindak kecurangan dengan klasifikasi white colar crime (selanjutnya disebut fraud). Studi yang dilakukan oleh certified fraud examiners (hall, 2001:138) mengungkapkan bahwakerugian yang disebabkan fraud pada industry perbankan menduduki peringkat ke tiga dari 12 industri terbesar di USA. Fenomena yang serupa terjadi juga di Indonesia, skandal di bidang perbankan baik bankc milik pemerintah maupun swasta, atau bank umum maupun bank perkreditan rakyat telah mengakibatkan kerugian Negara ataupun dana milik pihak ketiga dalam jumlah yang besar, disamping sempat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada industry perbankan. Dalam lingkup BPR, sekalipun usahanya relative lebih sempit daripada bank umum dengan nilai asset dan transaksi yang dikelolanya relative lebih kecil, tetapi risiko terjadinya fraud tetap saja tidak dapat diabaikan. Hal tersebut secara normative tercermin dari aturan
penilaian kesehatan bank yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (1997:3) berkenaan dengan factor manajemen risiko yang memiliki bobot sampai 20% dari keseluruhan faktor yang dinilai. Fraud pada dasarnya merupakan konsep hokum yang memiliki cakupan yang luas. Istilah fraud diartikan sebagai penipuan atau kecurangan dibidang keuangan. Hall (2001:135) mendefinisikan fraud sebagai kebohongan yang disengaja, ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva perusahaan atau manipulasi tersebut. Pickett (2004:83) menjelaskan bahwa fraud define as any illegal acts characterized by decait, concealment, or violation of trust to obtain money, property or services; to avoid payment or loss of services; or to secure personal or business advantage. Hall (2001:135) menjelaskan bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan fraud bila terdapat kondisi penyajian yang salah, fakta yang material, ada tujuan (artinya disengaja) ketrgantungan yang dapat dijustifikasi, dan perbuatan yang tidak adil atau adanya kerugian. Factor pemicu yang mempengaruhi risiko terjadinya fraud diungkapkan oleh Setiawan (2004:17) dalam tiga kategori yaitu: 1. Tekanan situasional (unshareable pressure) 2. Kesempatan (perceived opportunity) 3. Rasionalisasi (rationalization)
Tekanan Situasional ( Unshareable Pressure ) Tekanan situasional merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh faktor keuangan dan faktor non keuangan yang dihadapi oleh pegawai/manajemen yang sulit dipecahkan dengan cara yang legal atau etis. Pada umumnya hal ini disebakan karena ada kebutuhan atau
kepentingan yang mendesak. Untuk mendpatkan/mencapai sesuatu yang biasanya berbentuk uang/posisi. 1. Tekanan keuangan, misalnya : a. Judi, konsumsi obat terlarang, pola hidup boros/mewah b. Utang yang besar atau kecilnya pendapatan yang diperoleh c. Beban keuangan akibat suatu kerugian d. Biaya pengobatan yang besar yang harus ditanggung karena sakit atau kecelakaan. e.
Biaya hidup yang tinggi karena extra mental affairs
f. Tekanan keluarga untuk berhasil secara ekonomi. 2. Tekanan non keuangan a. Tantangan untuk menaklukan sistem b. Interferensi kepentingan poltik/kelompok c. Persaingan yang keras dan cenderung tidak sehat diantara pegawai manajemen d. Ketidakpuasan kerja Kesempatan ( Opportunity ) Dalam
konteks
fraud,
kesempatan
diartikan
sebagai
peluang
yang
dimiliki
pegawai/manajemen untuk melakukan tindak kecurangan yang biasanya timbul karena tidak adanya / lemahnya pengendalian intern. Moeller ( 2004:222) menjelaskan bahwa risiko terjadinya fraud akan meningkat bila kesempatan terbuka karena terdapat kondisi sebagai berikut : 1. Karakteristik/keadaan tertentu berkenaan dengan aktiva perusahaan : a. Jumlah cash on hand yang besar melebihi batas antisipasi kebutuhan
b. Item perusahaan yang berukuran kecil, nilainya tinggi atau permintaan pasarnya besar c. Aktiva yang konvertebel ( misal surat berharga, permata, chip computer) d. Aktiva tetap yang berukuran kecil, nilai pasarnya tinggi, kurang diperhatikan oleh perusahaan/pemilik 2. Pengendalian Internal yang lemah/tidak memadai terutama atas aktiva perusahaan, yaitu : a. Pembagian tugas atau pengecekan independen yang tidak memadai b. Supervisi /monitoring yang tidak memadai c. Tidak memadainya screening terhadap pegawai yang menangani aktiva. d. Pencatatan /pembukuan atas aktiva yang tidak memadai e. Otorisasi yang tidak memadai f. Pengamanan fisik aktiva tidak memadai g. Lemahnya dokumentasi transaksi dari sisi waktu dan ketepatannya h. Tidak memadainya pemahaman manajemen terhadap teknologi informasi i. Pengendalian akses pada sistem yang terkomputerisasi yang tidak memadai Risiko kendali yang lebih spesifik yang dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya fraud, menurut Hiro ( 1997 ) : 1. Satu orang yang mengendalikan seluruh bagian dari transaksi penting 2. Pengawasan yang kurang baik 3. Tidak adanya penugasan yang jelas untuk tanggung jawab dan akuntabilitas 4. Tidak ada cuti wajib, jika pegawai sedang cuti tidak ada yang menggantikan mereka. 5. Konflik kepentingan tampak nyata dalam kepentingan tugas.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah pemikiran yang menjustifikasi tindakan nya adalah perilaku yang wajar. Yang dapat diterima secara moral pada masyarakat yang normal. Pelaku fraud selalu melegitimasi perbuatannya dengan berupaya untuk mencari-cari alasan. Hal ini dilakukan untuk menenangkan perasaan yang bersangkutan sehingga jika dilakukan tidak menimbulkan ketakutan dalam dirinya. Faktor yang lebih mendasar dari rasionalisasi ini adalah karakteristik atau integritas personal, dimana rasionalisasi tidak aka nada jika seseorang mempunyai karakteristik atau integritas yang tinggi.
Kebijakan Masalah Kas A. Ketentuan pemerintah/Bank Indonesia 1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) nomor 3/238/UPPB/PbB tanggal 29 Mei 1967 dan SEBI nomor 7/1/UPPB tanggal 15 April 1974. Kedua ketentuan ini menekankan pada masalah pemberantasan uang kertas palsu, oleh karena itu para direksi bank diminta mengadakan langkah sebagai berikut: a. Meningkatkan ketelitian para kasir/teller dalam memeriksa penyetoran uang kertas oleh nasabah. b. Uang kertas yang sudah diteliti dan akan disetorkan ke bank pemerintah diberi pita pengikat yang masih dibubuhi paraf dan cap bank yang bersangkutan. 2. Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur perihal batas waktu penutupan kas serta tata cara penyetoran dan penarikan uang di Bank Indonesia.
B. Ketentuan/Kebijakan Intern 1. Mengenai limit saldo kas untuk setiap teller, limit saldo kas kecil, limit saldo percabang/capem/kantor kas. Jumlah limit ini seharusnya ditetapkan dengan surat ketetapan bank dan untuk limit setiap penugasan dinyatakan juga dalam uraian jabatan. 2. Penutupan asuransi atas saldo kas di teller, khasanah dan cash in transit. Bukti polis sebagai pegangan harus ada di kantor bank yang bersangkutan. 3. Limit transaksi masing-masing teller, head teller, dan cash officer. Hal ini juga harus ditegaskan dalam surat keputusan bank dan dalam uraian jabatan masing-masing petugas. 4. Kebijakan mengenai selisih kas. Kebijakan ini ditetapkan secara khusus dan harus tertulis sehingga ada acuan yang menjadi pegangan semua pihak. Biasanya juga mengacu pada jumlah tertentu yang dapat ditolerir dan kebijakan bila terjadi hal-hal yang diluar jangkauan tersebut. 5. Kebijakan mengenai uang rusak/lusuh (bad money). Kebijakan ini meliputi penerimaan, penyimpanan, dan setorannya ke Bank Indonesia.
Analisis Risiko 1) Risiko Finansial, antara lain : a) Risiko hilangnya kas seperti misalnya dicuri, atau dirampok. Hilangnya uang kas adalah risiko yang paling umum. Uang tunai sebagai alat likuid terpenting mempunyai risiko tertinggi. Uang kas bisa dicuri sebagian-sebagian
(mengutil) dan yang paling ekstrem adalah diambil secara paksa dengan tindak kekerasan. b) Risiko kelebihan dan/atau kekurangan setoran ke bank lain. Setoran dari satu bank ke bank lainnya ataupun ke Bank Indonesia biasanya cukup besar. Bahkan bila setoran itu dilakukan ke Bank Indonesia biasanya juga meliputi setoran uang yang lusuh. Tentunya sulit untuk menghitung jumlahnya bersama-sama petugas bank penyetor karena akan memakan waktu lama, selain jumlah bank yang menyetornya juga cukup banyak. Bila terjadi selisih kurang sesudah penyetoran itu menjadi beban bank penyetor. Untuk memperkecil kemungkinan itu, seharusnya pihak bank penyetor sudah melakukan dual control sebelum melakukan penyetoran. c) Risiko kelebihan dan/atau kekurangan penerimaan dari bank lain. Demikian juga dalam penerimaan setoran dari bank lain, mungkin terjadi kekurangan. Untuk itu, sekali lagi, pengawasan ganda sangat dibutuhkan. 2) Risiko Yuridis Bank dapat dituntut secara hukum karena antara lain: a. Risiko karena teller salah membukukan penarikan/penyetoran. Hal ini mungkin terjadi karena salah melihat nomor rekening atau salah melihat nomor cek nasabah. b. Risiko kesalahan dalam verifikasi warkat atau kelalaian petugas sehingga terbayarkan warkat-warkat yang seharusnya tidak/belum boleh dibayar. Misalnya cek yang di cross, ternyata dibayar oleh teller secara tunai.
c. Risiko adanya uang palsu yang tidak teridentifikasi oleh teller dan kemudian ternyata dibayarkan kembali kepada nasabah. Dalam hal ini, bank bisa dianggap bank ikut mengedarkan uang palsu. 3) Risiko Citra Risiko karena sikap dan cara pelayanan yang kurang baik terhadap nasabah. Masalah pelayanan dari petugas bank saat ini sangat menjadi perhatian masyarakat. Oleh karena itu, bukan hanya kemampuan teknis perbankan saja yang patut dimiliki teller, tapi juga menyangkut masalah service excellence.
a.
Tujuan dan Prosedur Audit
Untuk mengetahui apakah posisi kas pada neraca per tanggal audit dan pada periode audit telah disajikan/diungkapkan dengan benar dan wajar. i.
Secara mendadak, hitung fisik uang yang ada pada masing-masing teller dan persediaan uang yang ada di dalam khasanah (vault) dan ATM. Dalam melaksanakan perhitungan ini ada beberapa hal yang perlu diperhitungakan oleh auditor:
Untuk meningkatkan faktor mendadak, lakukan perhitungan sebelum atau sesudah penutupan kas (terkecuali memang diperlukan).
Amankan semua bukti pembukuan/catatan teller.
Kertas kerja untuk perhitungan uang harus berisi rincian jumlah uang yang ada (rincian disesuaikan dengan rincian pada Daftar Mutasi Kas).
Teller harus menyaksikan keseluruhan proses perhitungan dan kemudian menandatangani formulir perhitungan sekaligus sebagai tanda terima uang.
Buatkan Berita Acara Audit Kas yang harus ditandatangani oleh auditor, Ketua Tim Audit, Head Teller.
ii.
Minta Cash Register atas uang kas yang dilaporkan dan lakukan rekonsiliasi dengan Buku Besar Kas. Auditor harus melakukan trasir antara hasil perhitungan dengan seluruh jumlah uang yang dilaporkan.
iii.
Apabila terdapat selisih lakukan penelitian mengenai penyebab selisih tersebut. Pelaksanaan koreksi harus sepengetahuan auditor.
b.
Untuk melihat bahwa seluruh ketentuan dan prosedur yang berlaku telah ditaati dan dilaksanakan sebagaimanan mestinya. i.
Bersamaan dengan waktu perhitungan uang, auditor harus melakukan penelitian terhadap teller untuk mengetahui apakah unit kas sudah mematuhi ketentuan yang ada:
Saldo uang tunai pada teller tidak melebihi saldo minimum yang telah ditentukan.
Tidak terdapat pelanggaran prosedur otorisasi transaksi di atas limit transaksi unuk masing-masing teller.
Kotak teller harus dalam keadaan terkunci pada saat teller tidak berada di tempat.
Teller tidak menyimpan transaksi yang belum diproses.
Teller tidak dibenarkan menerima kuasa dari naabah untuk melakukan transaksi atas nama nasabah tersebut, ataupun menyimpan barang berharga lainnya.
Teller harus mengamankan kunci, alat-alat validasi seperti: teller’s stamp, time stamp, serta perlengkapan kerja lalinnya.
Masing-masing teller harus memiliki bait money (uang yang nomor serinya dicatat oleh teller yang maksudnya bila terjadi perampokan dengan paksa, uang tersebut bisa teridentifikasi).
Yakinkan bahwa alam berfungsi dengan baik. Auditor harus melakukan pengkajian terhadap alarm tersebut.
Lakukan review terhadap syarat-syarat pengamanan uang di vault dan periksa semua dokumentasi untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap syarat-syarat tersebut.
ii.
Periksa secara acak transaksi-transaksi yang melalui teller, seperti: penarikan tunai, setoran tunai, jual-beli valuta asing dan lain-lain:
Dapatkan slip-slip serta bukti-bukti transaksi melalui teller ataupun unit kas.
Periksa apakah di dalam pelaksanaan transaksi tersebut, teller atau unit kas tidak menyimpang dari ketentuan dan prosedur opersi kerja yang berlaku.
iii.
Buat rekapitulasi selisih kas dari catatan selisih teller untuk masing-masing teller dan berita acara selisih kas, lakukan review terhadap catatan ini dan tentukan prosedur apa yang akan digunakan untuk melakukan investigasi dan koreksi terhadap selisih tersebut.
iv.
Hitung rata-rata mutasi kas (penerimaan, pengeluaran dan saldo) secara harian, review apakah limit kas yang ditentukan masih relevan.
v.
Teliti apakah uang tunai di teller dan vault telah ditutup dengan asuransi uang tunai yang cukup.
c. Untuk menilai apakah sistem pengendalian manajemen pada kegiatan teller cukup memadai Dalam melakukan audit, auditor melakukan review atas organisasi dan pelaksanaan kerja pada unit kerja teller sebagai berikut:
Teliti struktur organisasi, dan uraian jabatan lalu, bandingkan dengan pelaksanaan kerjanya.
Yakinkan bahwa arus dokumen dari transaksi yang ditangani oleh teller ini telah sesuai dengan tahap-tahap kerja yang telah ditetapkan dan menjamin adanya unsur pengendalian dalam tiap transaksi.
Teliti volume transaksi tunai yang dilayani oleh teller dana bandingkan dengan jumlah teller yang ada.
Teliti apakah jumlah-jumlah yang ditetapkan untuk otorisasi transaksi tunai kepada teller, head teller, pemimpin cabang sudah cukup memadai dan terkendali.
Yakinkan bahwa mekanisme pengelolaan stop payment order, instruksi nasabah lainnya apakah dapat diterima teller secara akurat sehingga aspek pengendaliannya terjamin.
Yakinkan bahwa spesimen tandatangan nasabah telah dikelola dengan baik sehingga teller dapat mengidentifikasi dengan cepat, tepat, akurat.
Yakinkan bahwa pelayanan kepada nasabah berdasarkan antrian yang tertib dan teratur.
Yakinkan bahwa pelayanan teller dilakukan dengan ramah, sopan, dan tertib.
Yakinkan bahwa peralatan kerja teller berfungsi dengna baik.
Telitii apakah Pimpinan Cabang atau pejabat lainnya suka melakukan pemeriksaan kas.
Teliti kondisi khasanah, apakah di dalamnya disamping uang tunai disimpan juga benda/barang lainnya.
Yakinkan kombinasi angka rahasia diganti secara berkala dan terjamin keamanannya.
Yakinkan bahwa pintu-pintu vault secara berkala dijaga pelayanannya.
Yakinkan bahwa brankas ruang teller cukup dan terpelihara baik.
Yakinkan bahwa penguasaan kunci dan kombinasi kode angka rahasianya dilakukan dengan dual control.
Yakinkan apakah penguasaan kunci vault
dan kombinasi kode rahasianya
dilakukan dengan cara dual custodian.
Yakinkan bahwa kode rahasia dan kunci duplikasi disimpan pada tempat berbeda dengan cara dual custodian juga.
Yakinkan apakah ada upaya untuk meningkakan kemampuan pelaksanaan kerja masing-masing petugas.
Lakukan review atas tata letak ruangan perbankan dan kondisi dimana teller bekerja, apakah sudah memenuhi syarat-syarat keamanan.
Lakukan review atas pengamanan di banking hall.
Pemecahan Masalah
Dari kasus Bank BRI tersebut dapat dicari pemecahannya, yaitu : 1. Pembinaan yang dilakukan terhadap karyawan lebih ditekankan kepada 3 hal,
yaitu : Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan. Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kontribusi karyawan pada perusahaan. Knowledge Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuai dengan perkembangan teknologi yang berkembang. Attitude Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yang berbeda jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawan diharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri. 2. Prosedur Otoritas Yang Wajar a) Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller. b) Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda. c) Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapun dari nasabah untuk melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut. d) Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen penting milik nasabah. 3. Dokumen dan catatan yang cukup
a) Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan bukti setoran/ penarikan. Setiap bukti setoran/ penarikan harus diberi cap identifikasi teller yang memproses. b) Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan bukti pendukung seperti Daftar Mutasi Kas, Cash Register (daftar persediaan uang tunai berdasarkan kopurs/masing-masing pecahan) 4. Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan a) Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkan oleh teller. b) Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller yang bersangkutan cuti atau seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan. c) Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan pemimpin cabang, diinvestigasi dan dikoreksi. d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkan berita acara selisih kas. e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas atau pejabat yang berwenang, tidak diperbolehkan masuk. f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counter area. 5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen a) Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasal dari unit kas. b) Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c) Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan. 6. Bank harus mematuhi ketentuan pemerintah / Bank Indonesia
Kesimpulan 1. Tim audit kejanggalan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang di BRI Unit Tapung Raya 2. Adanya pembukuan setoran kas Rp1,6 miliar yang berasal BRI Unit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukan Masril (Kepala Cabang), namun tidak disertai dengan pengiriman fisik uangnya. 3. Masril terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan.
Daftar Pustaka
Muljono,Teguh Pudjo.1999.Bank Auditing. Jakarta:Djambatan. P.Tawaf,Tjukria.1999.Audit Intern Bank.Jakarta: Salemba empat. www.pekanbaru.tribunnews.com