Laporan Pendahuluan Apendisitis " 35
BAB I
KOSEP MEDIS
Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di tutupi pendinginan oleh omentum.
Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks.
Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Etilogi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).
Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut:
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan seringkali muntah
Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
Tindakan medis
Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.
Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).
Pencegahan
Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
Sirkulasi
Tanda : Takikardi
Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak ada bising usus
Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter)
Tanda : Perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal
Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal
Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
Diagnosa
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), diagnosa keperawatan pre operatif pada penderita apendisitis akut adalah sebagai berikut:
Kekurangan volume cairan tubuh
Hipertermi
Nyeri akut
Hambatan mobilitas fisik
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ansietas
Penyimpangan KDM
Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor apendiks dan cacing askaris
Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor apendiks dan cacing askaris
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhKekurangan volume cairan tubuhAbsorbsi makanan tidak adekuat, pengeluaran cairan aktifMual dan muntahNekrosis apendiksNyeri epigastriumTerjadi infark pada ususArteri tergangguGangrenApendiks gangrenosaMigrasi bakteri dari colon ke apendiksHipertermiPeningkatan leukosit dan suhu tubuh Mekanisme kompensasi tubuhAnsietas Rencana pembedahanPeradangan meluas ke peritoniumPeradangan dinding apendiksEdema & peningkatan tekanan intral umenObstruksi venaHambatan mobilitas fisikNyeri akutEdema dan ulserasiTerhambatnya aliran limfePeningkatan intra lumenKetidakseimbangan produksi & ekskresi mucusObstruksi lumen apendiks
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kekurangan volume cairan tubuh
Absorbsi makanan tidak adekuat, pengeluaran cairan aktif
Mual dan muntah
Nekrosis apendiks
Nyeri epigastrium
Terjadi infark pada usus
Arteri terganggu
Gangren
Apendiks gangrenosa
Migrasi bakteri dari colon ke apendiks
Hipertermi
Peningkatan leukosit dan suhu tubuh
Mekanisme kompensasi tubuh
Ansietas
Rencana pembedahan
Peradangan meluas ke peritonium
Peradangan dinding apendiks
Edema & peningkatan tekanan intral umen
Obstruksi vena
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri akut
Edema dan ulserasi
Terhambatnya aliran limfe
Peningkatan intra lumen
Ketidakseimbangan produksi & ekskresi mucus
Obstruksi lumen apendiks
Intervensi
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), intervensi yang biasa muncul pada penderita apendisitis akut pre operatif adalah sebagai berikut:
Kekurangan volume cairan tubuh
Batasan Karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Perubahan status mental
Penurunan turgor kulit dan lidah
Penurunan haluaran urine
Kulit dan membran mukosa kering
Hematokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Kelemahan
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi.
Faktor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
Asupan cairan yang tidak adekuat
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Kekurangan volume cairan akan teratasi ditandai dengan keseimbangan cairan, keseimbanagn elektrolit dan asam basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat.
Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai dibuktikan dengan :
Memiliki konsentrasi urine yang normal
Tidak mengalami haus abnormal
Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Menamilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembap, mampu berkeringat.
Intervensi NIC
Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit, misalnya diare
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine).
Pantau status hidrasi misalnya kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik.
Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan
Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena
Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang diinginkan sepanjang sif siang, soreh, dan malam
Anjurkan melakukan higiene oral secara sering
Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai program.
Hipertermi
Batasan Karakteristik
Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
Frekuensi napas meningkat
Kejang atau konvulsi
Kulit teraba hangat
Takikardi
Takipneu
Faktor yang Berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidka tepat
Obat atau anastesia
Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktivitas yang berlebihan
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
TTV dalam rentang normal
Pasien akan menunjukkan termoregulasi
Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh.
Intervensi NIC
Pantau TTV
Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
Regulasi suhu NIC:
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, keletihan akibat panas)
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam
Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Nyeri akut
Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga sampai kaku
Perubahan selera makan
Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak menentu dan menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu ):
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan pencegahan
Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):
Ekspresi nyeri pada wajah
Gelisah atau ketegangan otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
Gelisah
SKALA NYERI
Nilai
Skala Nyeri
0
Tidak nyeri
1
Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut
2
Seperti melilit atau terpukul
3
Seperti perih
4
Seperti keram
5
Seperti tertekan atau tergesek
6
Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
7 – 9
Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktivitas yang biasa dilakukan.
10
Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
Keterangan :
1 – 3 (Nyeri ringan)
4 – 6 (Nyeri sedang)
7 – 9 (Nyeri berat)
10 (Sangat nyeri)
Intervensi NIC
Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik, terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah, dan jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri yang lain.
Lakukan perubahan posisi, massase [punggung dan relaksasi
Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkutn aktivitas keperawatan
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV, radion, dan interaksi dengan pengunjung
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
Hambatan mobilitas fisik
Batasan Karakteristik
Objektif
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik tubuh
Dispnea saat beraktivitas
Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan utnuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping)
Pergerakan menyentak
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-hari)
Melambatnya pergerakan
Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.
Faktor yang Berhubungan
Perubahan metabolisme sel
Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
Gangguan kognitif
Kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia
Penurunan kekuatan, kendali, atau massa otot
Keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
Keterlambatan perkembangan
Ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas dan penuruna kekuatan dan ketahanan
Kaku sendi atau kontraktur
Defesiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
Kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Hilangnya integritas struktur tulang
Medikasi
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Nyeri
Program pembatasan pergerakan
Keengganan untuk memulai pergerakan
Gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
Malnutrisi (umum atau selektif)
Gangguan sensori persepsi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan dengan indikator:
Keseimbangan
Koordinasi
Performa posisi tubuh
Pergerakan sendi dan otot
Berjalan
Bergerak dengan mudah
Aktivitas Keperawatan
Tingkat 1
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (misalnya dari tempat tidur ke kursi)
Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
Berikan penguatan positif selama aktivitas
Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung untuk berjalan
Pengaturan posisi (NIC):
Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas
Pantau ketepatan pemasangan traksi
Tingkat 2
Kaji kebutuhan belajar pasien
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan di rumah dan alat kesehatan yang tahan lama
Ajarkan dan dukungpasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan trapeze atau pemberat untuk meningkatkan serta memperthanakan kekuatan ekstremitas atas
Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman
Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
Berikan penguatan positif selama aktivitas
Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika diperlukan
Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan ambulasi atau perpindahan.
Tingkat 3dan 4
Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau mengembalikan mobilitas sendi dan otot
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien
Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis
Berikan penguatan positif selama aktivitas
Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
Susun rencana yang spesifik, seperti:
Tipe alat bantu
Posisi pasien
Cara memindahkan dan mengubah posisi pasien
Jumlah personel yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien
Peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot, urinal, dan pispot fraktur)
Jadwal aktivitas
Pengaturan posisi (NIC):
Pantau pemasangan alat traksi yang benar
Letakkan matras atau tempat tidur terapeutik dengan benar
Atur posisi dengan kesejajaran tubuh yang benar
Letakkan pada posisi terapeutik
Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam berdasarkan jadwal spesifik
Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil dalam jangkauan pasien
Dukung latihan ROM aktif atau pasif, jika diperlukan.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan Karakteristik
Subjektif
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menolak makan
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan
Objektif
Diare atau steatore
Bising usus hiperaktif
Kurangnya minat terhadap makanan
Membran mukosa pucat
Tonus otot buruk
Menolak untuk makan
Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang Berhubungan
Kesulitan mengunyah atau menelan
Intoleransi makanan
Faktor ekonomi
Kebutuhan metabolik tinggi
Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Pengabaian oleh orang tua
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang menjalani pengobatan
Memperlihatkan status gizi yang adekuat
Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Melaporkan tingkat ekergi yang adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil menurut Wilkinson (2007)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan ebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: asupan makanan dan cairan adekuat, zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi dengan baik, serta mencapai berat badan ideal
Intervensi NIC
Kaji faktor pencetus mual dan muntah
Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah
Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
Manajemen nutrisi NIC:
Ketahui makanan kesukaan pasien
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat
Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan yang bervariasi
Membantu pasien untuk makan
Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
Ansietas
Batasana Karakteristik
Perilaku
Penurunan produktivitas
Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan lengan)
Gelisah
Memandang sekilas
Insomnia
Kontak mata buruk
Resah
Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
Gelisah
Kesedihan yang mendalam
Distres
Ketakutan
Perasaan tidak adekuat
Fokus pada diri sendiri
Peningkatan kekhawatiran
Iritabilitas
Gugup
Gembira berlebihan
Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
Marah
Menyesal
Perasaan takut
Ketidakpastian
Khawatir
Fisiologis
Wajah tegang
Insomnia
Peningkatan keringat
Peningkatan ketegangan
Terguncang
Gemetar atau tremor di tangan
Suara bergetar
Parasimpatis
Nyeri abdomen
Penurunan tekanan darah
Penurunan nadi
Diare
Pingsan
Keletihan
Mual
Gangguan tidur
Kesemutan pada ekstremitas
Sering berkemih
Berkemih tidak lampias
Urgensi berkemih
Simpatis
Anoreksia
Eksitasi kardiovaskuler
Diare
Mulut kering
Wajah kemerahan
Jantung berdebar-debar
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan nadi
Peningkatan refleks
Peningkatan pernapasan
Dilatasi pupil
Kesulitan bernapas
Vasokontriksi superfisial
Kedutan otot
Kelemahan
Kognitif
Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
Blocking pikiran
Konfusi
Penurunan lapang pandang
Kesulitan untuk berkonsentrasi
Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
Keterbatasan kemampuan untuk belajar
Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
Fokus pada diri sendiri
Mudah lupa
Gangguan perhatian
Tenggelam dalam dunia sendiri
Melamun
Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain
Faktor yang Berhubungan
Terpajan toksin
Hubungan keluarga/hereditas
Transmisi dan penularan interpersonal
Krisis situasi dan maturasi
Stres
Penyalahgunaan zat
Ancaman kematian
Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
Ancaman terhadap konsep diri
Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Ansietas berkurang
Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
Memiliki TTV dalam batas normal
Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan
Intervensi NIC
Kaji tingkat ansietas pasien
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian kecemasan (ansetas) terdiri dari 14 item, meliputi:
Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.
Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.
Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah.
Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap.
Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.
Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:
Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.
Skor 28 – 41 = kecemasan berat.
Skor 42 – 56 = panik.
Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas di masa lalu
Berikan informasi tentnag gejala ansietas
Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan aperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian
Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta izinkan pasien untuk menangis
Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di rumah sakit dan libatkan anak dalam permainan
Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.