Ma M anaje najem men Pro Pr oduksi Dan Dan Ope Operasi rasi
ANALISIS STRATEGI DAN PERENCANAAN AGREGAT PADA RUMAH TEMPE INDONESIA
Disusun oleh: KELOMPOK 2
Ahmad Muhlisin
(P056163891.56) (P056163891.56)
Amirullah Muh. Amin
(P056163901.56) (P056163901.56)
Anissa Hutami Dewi
(P056163941.56) (P056163941.56)
Darmi
(P056163981.56)
Marina Nova Sari
(P056164081.56) (P056164081.56)
Dosen : Prof Dr Ir Marimin, MSc
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
PROFIL KOPTI
3
Visi dan Misi
4
PEMBAHASAN
5
Proses Pembuatan Tempe di RTI
5
Keunggulan Rumah Tempe Indonesia
9
Masalah Produksi RTI
10
Solusi atas Masalah yang dihadapi RTI
11
Perencanaan Agregat Rumah Tempe Indonesia
12
KESIMPULAN
19
SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
i
DAFTAR TABEL Time Function Map Perencanaan Agregat RTI Dengan Pekerja Kontrak Perencanaan Agregat RTI Dengan Pekerja Lembur
7 17 18
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Production Process Flow Diagram
8
ii
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sektor industri manufaktur mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia sehingga selalu diunggulkan dibandingkan pembangunan sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan nilai tambah, mengurangi tekanan pada BOP dan sebagainya. Industri manufaktur memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia pada tahun 2015, yaitu sebesar 20,84% atau Rp 2.405,4 triliun dari PDB nasional sebesar Rp 11.540,79 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur memiliki prospek yang besar di Indonesia. Dilihat dari unit usahanya, unit usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang umumnya merupakan bagian dalam industri pengolahan memiliki jumlah yang sangat besar di Indonesia. Pada tahun 2015 tercatat bahwa jumlah UKM di Indonesia adalah sebanyak 57,9 juta yang merupakan jumlah UKM yang paling besar dibanding negara-negara lain. (Kemenkop dan UKM, 2015) Pertumbuhan UMKM di Kota dan Kabupaten Bogor terus mengalami perkembangan, baik dari sisi jumlah unit usaha maupun aspek produk yang berkualitas dan kompetitif. Hal ini dilakukan dengan penciptaan nilai tambah produk, mulai dari bahan mentah yang digunakan hingga menjadi produk siap pakai yang dapat dikonsumsi oleh konsumen. Contohnya adalah dengan menjaga kualitas bahan baku, pengemasan yang menarik, dan menciptakan berbagai variasi produk yang dihasilkan. Sampai saat ini tercatat jumlah UMKM yang ada di Kota dan Kabupaten Bogor adalah sebanyak 70 hingga 80 unit usaha yang bergerak di berbagai bidang termasuk pengolahan tempe. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lainlain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai sekitar 6,45 kg. Umumnya, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai panganan pendamping nasi. Dalam perkembangannya, tempe diolah dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang diproses dan dijual dalam kemasan. Kripik tempe, misalnya, adalah salah satu contoh panganan populer dari tempe yang banyak dijual di pasar. Telah banyak UKM yang memiliki usaha utama pengelolaan tempe, akan tetapi belum banyak yang memiliki nilai tambah dalam hal operasional bisnis produknya. Salah satu tempat pengolahan tempe di Kabupaten Bogor yang menunjukkan adanya upaya peningkatan nilai tambah dalam kegiatan operasional bisnis adalah Rumah Tempe Indonesia. Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan salah satu unit usaha kecil yang berada pada Koperasi Produsen Tahu
1
Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor. Pembentukan RTI adalah sebagai unit usaha percontohan dalam proses produksi tempe yang higienis dan ramah lingkungan dengan cara menerapkan Good Hygienic Practices (GHP) dan Good Manufacturing Practices (GMP). Pada saat ini, produksi tempe pada Rumah Tempe Indonesia rata-rata mencapai 200 kg per hari, bahkan sebanyak tiga ton produk tempe diekspor ke Korea Selatan. Pada tahun 2016, Rumah Tempe Indonesia optimis akan meningkatkan kapasitas produksi untuk kegiatan ekspor mengingat target produksi dalam negeri dan ekspor pada tahun 2015 telah tercapai. Oleh karena itu, Rumah Tempe Indonesia harus memperhatikan jumlah dan waktu produksi dengan baik ke depannya sehingga diharapkan dapat meminimalisir biaya dalam proses produksi. Disamping itu, Rumah Tempe Indonesia dapat mengidentifikasi hal ini melalui strategi proses yang efisien dalam memenuhi permintaan atas sumberdaya yang dimiliki. Tujuan
Berdasarkan penjelasan di atas, adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Strategi produksi yang dijalankan Rumah Tempe Indonesia. 2. Analisis kendala produksi di RTI. 3. Analisis perhitungan aggregate planning yang seharusnya dijalankan Rumah Tempe Indonesia pada periode Juli sampai dengan Desember 2016 dengan adanya permintaan ekspor Korea.
2
PROFIL KOPTI KOPTI adalah singkatan dari Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia. KOPTI Kabupaten Bogor berdiri pada tahun 1980 yang terletak di Jl. Raya Cilendek no 27, Bogor. KOPTI Kabupaten Bogor memiliki unit usaha produktif sebagai penyediaan kacang kedelai bagi pengrajin tempe, tahu, susu kedelai, dsb; simpan pinjam bagi anggota koperasi; menyediakan peralatan produksi bagi pengrajin tempe tahu seperti mesin pemecah kedelai; dan menyediakan jasa angkutan barang. Salah satu unit usaha KOPTI adalah Rumah Tempe Indonesia (RTI). RTI merupakan industri pengolahan makanan berbentuk UKM yang bergerak di bidang pengolahan kedelai khususnya tempe. Pembuatan tempe mentah adalah kegiatan utama dalam usaha ini. RTI merupakan industri tempe pertama yang memproduksi tempe higienis berkualitas premium di Indonesia. Proses produksi tempe yang higienis dan ramah lingkungan adalah konsep awal pembangunan RTI. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan peralatan yang menggunakan stainless steel , prosedur pengolahan yang mengikuti aturan dari Good Hygienic Practices (GHP) dan pengolahan limbah menggunakan teknologi biogas. RTI juga telah mendapatkan sertifikat HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Points) dari Lembaga Sertifikasi Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, memenuhi persyaratan mutu tempe sesuai SNI No. 3144 th 2009, sertifikat Halal dari MUI Kota Bogor, izin Departemen Kesehatan dan P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). Bahan baku kedelai didapatkan dari Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia Kabupaten Bogor (PRIMKOPTIKA Bogor). KOPTIKA Bogor memasok kebutuhan kedelai premium dari Amerika Serikat. Rumah Tempe Indonesia mengolah kedelai premium GMO dan Non-GMO menjadi Tempe Kita yang berbeda. Tidak hanya dari Amerika Serikat, namun bahan baku kedelai lokal terbaik juga digunakan, yaitu varietas grobogan organik. Pada dasarnya, Rumah Tempe Indonesia dibangun sebagai unit usaha percontohan bagi para pengrajin tempe lainnya. Hal ini dibuktikan dengan produk dan jasa yang ditawarkan oleh Rumah Tempe Indonesia, yaitu dengan diadakannya pelatihan mengenai praktik pengolahan kesehatan dalam produksi tempe, pelatihan pengolahan keuangan usaha, dan pelatihan kewirausahaan bagi para calon pengrajin tempe. Pada dasarnya, tahap produksi yang dilakukan oleh Rumah Tempe Indonesia sama dengan tahap produksi tempe yang umumnya dilakukan oleh pengrajin tempe biasa, yang berbeda hanyalah proses yang higienis dan penggunaan alat dan mesin yang stainless steel serta kebersihan pabrik dijaga dengan baik. Tidak hanya jasa pelatihan bagi para pengrajin tempe, namun juga produk Tempe yang ditawarkan kepada konsumen akhir atau pihak pengolahan makanan berbahan dasar tempe. Harga Tempe Kita berbahan dasar kedelai GMO lebih mahal 20 persen dibandingkan tempe biasa, Tempe Kita Non-GMO
3
lebih mahal 60 persen, dan Tempe Kita Organik lebih mahal 300 persen dibandingkan tempe biasa di pasaran. Harga ini ditawarkan oleh Rumah Tempe Indonesia disebabkan oleh segmentasi pasar Tempe Kita merupakan pasar premium untuk konsumen menengah atas atau masyarakat peduli kesehatan dan perusahaan besar yang menggunakan tempe untuk diolah menjadi produk lain seperti makanan bayi, makanan rumah sakit, kedai vegetarian, restoran premium di Kota Bogor dan lainnya. Rumah Tempe Indonesia memiliki luas 170 meter persegi yang terbagi menjadi beberapa ruangan, yaitu ruang produksi basah, ruang produksi kering, dan ruang fermentasi.
Visi dan Misi Visi RTI dalah mendorong perubahan dan memperbaiki kualitas dan citra tempe di Indonesia. Visi RTI ini didukung dengan 3 misi dari RTI yaitu menjadi salah satu pusat produksi tempe yang higienis dan ramah lingkungan dan mampu menyediakan produk tempe yang berkualitas pada konsumen, meningkatkan pengetahuan pengrajin tempe tradisional dalam menerapkan konsep produksi yang lebih higienis dan ramah lingkungan, serta menjadi agen perubahan untuk mengangkat dan mempromosikan tempe sebagai makanan sehat untuk berbagai kalangan baik di dalam dan luar negeri. Tujuan didirikannya Rumah Tempe Indonesia, yaitu menjadi pusat inovasi terhadap proses produksi tempe yang bersih, berkualitas dan memenuhi keamanan pangan, menjadi pusat inovasi terhadap produk olahan pangan berbasis tempe, dan menjadi pusat inovasi terhadap peralatan tempe berbasis teknologi tepat guna ( TTG ) yang higienis, mudah dan menguntungkan.
4
PEMBAHASAN Proses Pembuatan Tempe di RTI
Proses pembuatan tempe di Rumah Tempe Indonesia (RTI) dimulai pemesanan oleh konsumen hingga menjadi tempe setengah jadi membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Ketika konsumen memesan, Rumah Tempe Indonesia membutuhkan waktu kurang lebih 1 hari atau 25 jam untuk memulai proses produksi. Produksi pembuatan tempe di Rumah Tempe Indonesia bergantung oleh jumlah tempe yang dipesan konsumen. Rumah Tempe Indonesia harus melakukan persiapan produksi untuk menyiapkan jumlah kedelai yang digunakan. Kedelai yang digunakan oleh Rumah Tempe Indonesia didapatkan dari Amerika Serikat yang dipasok oleh Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia Kabupaten Bogor (PRIMKOPTIKA Bogor). Rumah Tempe Indonesia mengolah kedelai premium GMO, Non-GMO, dan organik. Mayoritas jumlah kedelai yang digunakan untuk produksi tempe harian dari Rumah Tempe Indonesia adalah sekitar 200 kg kedelai per hari. Asumsi dasar yang digunakan Rumah Tempe Indonesia adalah 1 kg kedelai dapat menghasilkan 1.6 kg tempe siap jual. Kapasitas maksimal mesin pengolahan tempe yang digunakan sebenarnya 1000 kg akan tetapi Rumah Tempe Indonesia belum memanfaatkan seluruh kapasitas produksinya mengingat RTI menyesuaikan diri dengan permintaan konsumen dalam proses produksinya. Ruang produksi di Rumah Tempe Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu ruang produksi basah dan ruang produksi kering. Mulai dari proses perendaman hingga perebusan kembali kacang kedelai dilakukan dalam ruang produksi basah. Proses produksi dimulai dari pengayakan agar kacang bersih dari ampas atau kotoran. Selanjutnya dilakukan perendaman kacang kedelai yang membutuhkan waktu seharian atau 24 jam. Proses perendaman ini dilakukan sehari sebelum proses produksi dilakukan, sehingga saat esok harinya karyawan dapat melanjutkan ke proses selanjutnya. Setelah perendaman, proses selanjutnya ialah pencucian kacang selama 15 menit, kemudian dilakukan perebusan kacang kedelai selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan perendaman ulang selama 30 menit menggunakan air bersih. Selanjutnya, proses pemisahan kulit kacang kedelai yang dilakuakan kurang lebih selama 60 menit. Proses ini diikuti dengan penyaringan lagi untuk membuang tunas kacang kedelai tersebut. Proses selanjutnya yaitu pencucian kembali yang bertujuan untuk menghilangkan zat asam. Dalam proses ini, kacang kedelai disiram dengan menggunakan air panas sebanyak 2x dan dilanjutkan penyiraman kembali menggunakan air dingin sebanyak 2x juga. Lalu, dilakukan pembuangan air untuk persiapan perebusan kembali. Kacang kedelai direbus lagi selama 60 menit. Selanjutnya kacang kedelai dipindahkan ke papan stainless steel untuk dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan di ruang produksi kering selama 45 menit. Pengeringan kacang kedelai dibantu dengan kipas angin untuk efisiensi waktu. 5
Kemudian dilakukan peragian dengan mencampurkan ragi dan kacang kedelai. Proses ini masih ditempat yang sama menggunakan papan stainless steel . Selanjutnya kacang kedelai dipindahkan ke box besar sebagai wadah sementara untuk kemudian ditimbang. Sebelum ditimbang, kacang kedelai tersebut di packaging menggunakan brand Tempe Kita” atau sesuai permintaan konsumen. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Berat bersih produk tempe Rumah sebesar 450 gram. Kemudian, produk disiller dan ditekan ( pressing ) agar tidak ada udara yang masuk, sehingga produk lebih tahan lama. Pegawai melakukan pengecekan produk sebagai bentuk quality control . Apabila ada produk yang cacat, akan dilakukan pengemasan ulang. Selanjutnya, produk yang sudah lolos sortir akan diletakkan pada rak dan tray untuk proses fermentasi hangat selama 20 jam. Apabila telah setengah jadi maka tempe akan dipindahkan ke ruang fermentasi suhu ruang selema 20 jam sebelum barang siap dikirm. “
6
Tabel 1 Time Function Map
Customer
Tempe Setengah Jadi
Pengorderan Produk
Order
Persiapan
Produksi & Peragian
Production
Penimbangan, Sealer & Pressing
Packaging
Fermentation
Fermentasi
Pick Up Order
Waiting
25 Jam
45 jam ± 3 Hari
7
Gambar 1 Production Process Flow Diagram
Perendaman (1)
Perebusan (1)
Pengupasan Kulit
Pencucian
Perebusan (2)
Pengkemasan
Pengkemasan
Pengepresan
Bahan baku
8
Perendaman (2)
Pentirisan
Fermentasi
8
Gambar 1 Production Process Flow Diagram
Perendaman (1)
Perebusan (1)
Pengupasan Kulit
Pencucian
Perebusan (2)
Pengkemasan
Pengkemasan
Pengepresan
Bahan baku
Perendaman (2)
Pentirisan
Fermentasi
8
8
Keunggulan Rumah Tempe Indonesia
Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan bentuk kepedulian masyarakat kepada perkembangan tempe di Indonesia. Tempe merupakan salah satu makanan lokal yang sangat diminati bukan hanya pada pasar domestik, tetapi juga pasar internasional. Akan tetapi perkembangan industri tempe di Indonesia dihalangi oleh beberapa hal. Pertama, industri tempe belum memiliki sistem distribusi yang baik. Kedua, proses pengolahan tempe di Indonesia masih menggunakan cara tradisional yang tidak higienis, seperti pencucian kedelai dengan cara diinjak. Hal tersebut membuat image product tempe di Indonesia menjadi jelek. Ketiga, pasokan bahan baku kedelai lokal masih sangat terbatas dan mahal dengan kualitas yang tidak terlalu baik. Hal tersebut membuat beberapa tokoh masyarakat berinisiatif membentuk RTI, satu-satunya produsen tempe yang mengedepankan kualitas dan kebersihan proses pengolahannya. RTI melakukan berbagai strategi yang yang membuat produknya berbeda dengan produk tempe yang umumnya beredar di lapangan. Salah satu keunggulan yang dimiliki tempe hasil produksi di RTI adalah tempe yang higienis, ramah lingkungan, dan berkualitas tinggi. Hal tersebut didukung oleh penggunaan peralatan produksi yang berbahan stainless steel dengan standar food grade, seperti dandang untuk merebus dan mencuci kacang kedelai, mesin pemecah kedelai, dandang untuk penirisan, meja untuk peragian, papan pengepakan, dan
Keunggulan Rumah Tempe Indonesia
Rumah Tempe Indonesia (RTI) merupakan bentuk kepedulian masyarakat kepada perkembangan tempe di Indonesia. Tempe merupakan salah satu makanan lokal yang sangat diminati bukan hanya pada pasar domestik, tetapi juga pasar internasional. Akan tetapi perkembangan industri tempe di Indonesia dihalangi oleh beberapa hal. Pertama, industri tempe belum memiliki sistem distribusi yang baik. Kedua, proses pengolahan tempe di Indonesia masih menggunakan cara tradisional yang tidak higienis, seperti pencucian kedelai dengan cara diinjak. Hal tersebut membuat image product tempe di Indonesia menjadi jelek. Ketiga, pasokan bahan baku kedelai lokal masih sangat terbatas dan mahal dengan kualitas yang tidak terlalu baik. Hal tersebut membuat beberapa tokoh masyarakat berinisiatif membentuk RTI, satu-satunya produsen tempe yang mengedepankan kualitas dan kebersihan proses pengolahannya. RTI melakukan berbagai strategi yang yang membuat produknya berbeda dengan produk tempe yang umumnya beredar di lapangan. Salah satu keunggulan yang dimiliki tempe hasil produksi di RTI adalah tempe yang higienis, ramah lingkungan, dan berkualitas tinggi. Hal tersebut didukung oleh penggunaan peralatan produksi yang berbahan stainless steel dengan standar food grade, seperti dandang untuk merebus dan mencuci kacang kedelai, mesin pemecah kedelai, dandang untuk penirisan, meja untuk peragian, papan pengepakan, dan papan yang digunakan dalam proses fermentasi tempe. Selain itu, bahan bakar perebusan yang digunakan yaitu gas elpiji. Penggunaan gas elpiji dipilih karena dampak polusi yang ditimbulkan sangat kecil jika dibandingkan dengan menggunakan kayu bakar dan serbuk gergaji, serta limbah produksi dari Rumah Tempe Indonesia baik padat maupun cair dapat diolah kembali dengan menggunakan teknologi reactor biogas. Selain ditunjang dengan peralatan, RTI juga menunjang para pekerja dengan memberikan pelatihan standar produksi yang higienis. RTI memfasilitasi pegawai dengan pakaian keamanan seperti memakai baju, sarung tangan, masker penutup mulut, dan topi sebagai atribut wajib dalam bekerja, sehingga kualitas tempe yang dihasilkan baik dan higienis. Selain dari proses pembuatannya, RTI juga memiliki keunggulan dalam strategi proses pembuatan. Strategi yang diterapkan oleh Rumah Tempe Indonesia ialah mass customization strategy. Mass customization memiliki arti bahwa RTI akan mensuplai produk tempe sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan konsumen. Rumah Tempe Indonesia memberikan nilai tambah suatu produk sesuai keinginan konsumen dengan cara yang efisien. Strategi ini membantu Rumah Tempe Indonesia untuk menyesuaikan produksi bagi konsumennya dalam volume yang tinggi dengan harga yang relatif lebih rendah. Pendekatan customization yang diterapkan Rumah Tempe Indonesia ialah pendekatan customer cosmetic dimana Rumah Tempe Indonesia menyajikan produk dengan standar tertentu namun menyajikannya dalam bentuk yang berbeda bagi tiap
9
konsumen. Produksi pembuatan tempe di Rumah Tempe Indonesia bergantung oleh jumlah tempe yang dipesan konsumen sehingga membuat RTI terhindar dari kelebihan produksi dan kerugian. Konsumen yang datang ke Rumah Tempe Indonesia, baik retail maupun distributor perorangan, umumnya sudah memiliki kemasan khusus untuk produknya. Dengan demikian, Rumah Tempe Indonesia melakukan proses pengemasan produk sesuai dengan permintaan konsumennya. RTI juga memiliki keunggulan dalam jalur distribusinya dibandingkan dengan pengusaha tempe pada umumnya. Saat ini RTI telah memiliki 2 pihak distributor tetap yaitu PT momento agricultura dan PT Yunyi yang umumnya memiliki pesanan sebanyak 2000-8000 bungkus tempe setiap bulan. Selain itu setiap 2 bulan sekali selalu ada pihak mart organik yang memesan tempe di RTI dengan standar tertentu. Selain lokal, saat ini RTI telah memasukin pasar Internasional, salah satunya adalah pasar Korea yang memiliki pesanan mencapai 15000 kg setiap bulannya. Keunggulan lain adalah pelatihan yang rutin dilakukan RTI. Awalnya, RTI dibuat dengan tujuan sebagai contoh bagi para pengusaha tempe nasional sehingga RTI rutin melakukan pelatihan bukan pada anggota KOPTI. Namun seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan hidup sehat membuat pengusaha tempe lain melirik metode yang digunakan RTI. Berawal dari hal tersebut, maka saat ini RTI telah mengembangkan pelatihannya bukan hanya untuk anggota KOPTI tetapi juga untuk pihak umum yang ingin belajar. Bahkan saat ini RTI telah melakukan pelatihan pada pihak luar negeri yang tertarik dengan tempe seperti Vietnam, Thailand, dan Korea.
Masalah Produksi RTI Bahan baku dan harga kedelai yang dikuasai oleh importir Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto terdapat BULOG yang bertugas untuk mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No. 45 tahun 1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres No. 19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No. 39 tahun 1968. Selanjutnya melalu Keppres No. 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI). Dalam Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Bahan baku kedelai yang dipasok untuk pengrajin tempe yang bekerja sama dengan KOPTI adalah 100% impor. Harga kedelai dimonopoli oleh importir yang
10
biasa disebut kartel sehingga KOPTI tidak bisa berbuat apa-apa terkait kedelai yang harganya tiap hari berubah melalui permainan harga yang dilakukan kartel. Importir menguasai pasar, padahal segala yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara, tetapi aktivitas mengimpor kedelai sebesar dari Amerika Serikat 2 juta ton/tahun dibiarkan terjadi. Cara importir memperoleh milyaran Rupiah dengan mudah salah satunya adalah melakukan penahanan pasokam kedelai yang dilakukan importir dengan maksud menunggu harga Dollar naik dan harga bahan baku kedelai sudah pasti meroket. Pasokan kedelai dari petani lokal sangat sedikit Petani lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku kedelai untuk pengrajin tahu tempe lokal, petani tidak berminat untuk menanam kedelai karena harga yang kalah saing dengan harga kedelai dari importir padahal kualitas kedelai lokal jika dikelola dengan baik jauh lebih baik dan jika dibuat tahu maka rasanya lebih gurih. Suplai bahan baku kedelai dari petani lokal tidak pernah mencuat karena hal lain, karena kacang kedelai yang belum matang sudah dijual dengan cara direbus ke penjual bajigur, karena harganya lebih tinggi dibandingkan menjual kedelai untuk bahan baku tempe.
Solusi atas Masalah yang dihadapi RTI Mengaktifkan peran BULOG kembali BULOG mempunyai kekuasaan tinggi menguasai pasar domestik karena pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi, “Segala yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai Negara”. BULOG mengimpor bahan baku dengan harga yang sesuai. Pada masa pemerintahan Soeharto, BULOG terus menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyeimbang sekaligus pengawas harga. Hingga tiba saatnya, ketika Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998, impor kedelai melalui BULOG diberhentikan, IMF mendesak terjadinya hal itu karena Indonesia tidak mampu membayar hutangnya. Lalu IMF mendesak agar rakyat jangan di enakkan dengan monopoli impor oleh BULOG dan IMF mendesak agar pemberian subsidi kepada para petani dicabut. Sungguh tak ada perlawanan dari pemerintah, dan pemerintah segera melakukan apa yg didesak oleh IMF tadi. Seolah-olah pemerintah terkesan tunduk atau tak ada daya upaya terhadap IMF. Semenjak hal itu terjadi, pengrajin mulai kesulitan dengan harga bahan baku kedelai untuk membuat tempe. Apabila BULOG kembali diaktifkan sebagai penstabil harga, maka Indonesia tidak perlu cemas apabila dalam perdagangan bebas, subsidi tidak ber-efek apa-apa lagi. Peranan BULOG sebagai pemantau dan pengawas harga dari luar negeri sangat dibutuhkan karena KOPTI dan pengrajin harus tahu harga wajar barang logistik yang di-impor, sehingga KOPTI dan pengrajin tidak bisa dipermainkan dengan harga yang dimanipulasi oleh impor saat ini, hal ini dapat
11
bermanfaat karena importir yang mematok harga tinggi dapat langsung diberhentikan kegiatan ekonominya di wilayah Indonesia. Peningkatan Produksi Pertanian Masih terlintas dipikiran bahwa dulu Indonesia pernah Swasembada Beras pada Rezim Soeharto, lalu kenapa tak ada rencana untuk swasembada kedelai? Karna itulah peran para petani harus ditingkatkan kembali, KOPTI menekan kepada Departemen Pertanian bahwa bila mereka mampu menyediakan bahan baku kedelai maka KOPTI bersedia menampungnya, tetapi saat ini belum ada stoknya. Apabila pemerintah mampu memberikan harga yang sesuai kepada komoditi kedelai lokal agar mampu bersaing dengan importir, maka peta ni kedelai akan terpacu dalam persaingan menanam kedelai. Maksimalkan rekayasa genetika Rekayasa genetika sangat penting di jaman yang modern ini. Suatu spesies/varietas kedelai unggul didapat dari rekayasa genetika. Banyak negara diluar sana yang menggunakan rekayasa genetika untuk menaikkan produksi pertanian di negara bersangkutan. Contohnya di Mesir, disana terdapat mangga spesies unggul yang dibawa oleh Presiden Soekarno, dan pemerintah Mesir telah membuat mangga tersebut tahan penyakit dan dapat berbuah sepanjang musim karna rekayasa genetika. Lalu sudahkan dicoba pada kedelai? Jika rekayasa genetika diterapkan pada kedelai, maka produksi kedelai dapat ditingkatkan yang bisa menambah produksi dari 1 ton/hektar menjadi 3-4 ton/hektar bahkan lebih dan kedelai tsb bisa tahan hama dan kekeringan. Pemerintah melalui lembagalembaga penelitian terkait harus berupaya supaya para peneliti-peneliti terbaik anak bangsa supaya dapat membudidayakan varietas unggul tersebut agar dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia. Perencanaan Agregat Rumah Tempe Indonesia
Menurut Bedworth perencanaan agregat adalah perencanaan yang dibuat untuk menentukan permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan (Bedworth, 1987). Perencanaan Agregat merupakan keputusan yang sangat penting dalam jangka waktu menengah dengan membenuk hubungan antara Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) dengan Production Programming and Control (PPC) (Davis et al 2004). Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk alternatif – alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya yaitu penyusunan jadwal induk produksi (JIP) (Baroto, 2002). Perencanaan agregat merupakan suatu perencanaan produksi untuk menentukan berapa unit volume produk yang harus diproduksi setiap peride bulanannya dengan menggunakan kapasitas
12
maksimum yang tersedia. Kata agregat dalam hal ini menyatakan perencanaan dibuat pada tingkat kasar untuk memenuhi total semua produk yang dihasilkan. Perencanaan agregat merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu penyusunan jadwal induk produksi (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir. Pada sistem manufaktur, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam membuat perencanaan agregat adalah semua sumber daya berupa mesin yang tersedia, jumlah tenaga kerja yang ada tingkat persediaan yang ditentukan, dan penjadwalannya. Tujuan dari perencanaan agregat adalah untuk membuat tingkat output secara keseluruhan untuk kebutuhan permintaan di masa depan yang berfluktuasi. Adapun fungsi perencanaan agregat adalah menyesuaikan kemampuan produksi dalam menghadapi permintaan pasar yang tidak pasti dengan mengoptimumkan penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang tersedia sehingga total biaya produksi dapat ditekan seminim mungkin. Permaslaahan perencanaan agregat dapat diselesaikan dengan mempertimbangkan berbagai keputusan pilihan yang tersedia. Menurut Ginting (2007), pilihan perencanaan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pilihan kapasitas (Capacity Option). Pilihan kapasitas merupakan pilihan yang tidak berusaha untuk mengubah permintaan tetapi untuk menyerap fluktuasi dalam permintaan dengan mengubah kapasitas yang tersedia. Pilihan kapasitas terdiri dari lima pilihan, yaitu:
Mengubah tingkat persediaan dengan cara meningkatkan persediaan selama periode permintaan rendah untuk memenuhi permintaan yang tinggi di masa mendatang dengan konsekuensi muncul biaya yang terkait dengan penyimpanan. Meragamkan jumlah tenaga kerja dengan cara merekrut (hire) atau memberhentikan (layoff ), yang disesuaikan dengan tingkat produksi yang diinginkan. Konsekuensinya adalah moral pekerja dan produktivitas yang terpengaruh, serta munculnya biaya pelatihan dan perekrutan. Meragamkan tingkat produksi melalui jam kerja. Dalam hal ini jumlah tenaga kerja dijaga tetap namun waktu kerja yang diragamkan dengan mengurangi jam kerja ketika permintaan rendah dan melakukan lembur ketika permintaan tinggi. Konsekuensinya adalah terdapat biaya lembuh yang lebih tinggi dari upah regular. Subkontrak, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kapasitas sementara dengan melakukan subkontrak selama periode permintaan tinggi. Konsekuensinya yaitu harga yang mahal dan kualitas dari pemasok subkontrak yang tidak sesuai. Penggunaan karyawan paruh waktu.
13
2. Pilihan permintaan (deman option). Pilihan permintaan merupakan pilihan yang berusaha untuk mengurangi perubahan pola permintaan selama periode perencanaan, yang terdiri dari tiga pilihan, yaitu:
Mempengaruhi permintaan melalui kegiatan promosi, iklan, dan diskon yang digunakan ketika permintaan sedang rendah. Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi, yang digunakan ketika pelanggan berkenan menunggu tanpa kehilangan kehendak atas pesanannya. Namun konsekuensinya bisa berakibat kehilangan penjualan. Perpaduan produk dan jasa yang counterseasonal (dengan musim yang berbeda).
Rumah tempe merupakan industri pengolah kacang kedelai menjadi tempe yang memiliki data biaya dan sumberdaya yang terbatas. Jumlah tenaga kerja yang ada adalah 6 orang, yang secara keseluruhan mampu menghasilkan 16.000 unit per bulan pada jam kerja biasa, dengan gaji sebesar Rp. 2.500.000 per bulan. Permintaan tempe sendiri sangat fluktuatif tergantung kepada permintaan pasar. Biaya lembur adalah sebesar Rp. 10.000 per jam kerja sedangkan biaya pekerja kontrak adalah Rp. 19.000 per jam kerja. Untuk memberhentikan seorang pekerja tetap, perusahaan harus memberikan pesangon sebesar satu kali gaji. Biaya kelebihan barang yang harus dibayar oleh perusahaan adalah Rp. 6000 per unit, kelebihan ini bukan untuk membayar inventory tetapi adalah kerugian akibat barang tidak terjual. Perusahaan tidak dapat menyimpan barang karena tempe tidak menggunakan bahan pengawet sehingga tempe tidak dapat disimpan lebih dari satu hari. Jadi, jika terjadi kelebihan barang maka perusahaan harus merugi sebesar Rp. 6000. Selama ini RTI telah mampu memenuhi permintaan domestik dengan 6 karyawan, akan tetapi RTI telah menerima permintaan ekspor dari Korea dengan jumlah permintaan cukup besar yaitu 15.000 unit tempe setiap bulannya. Perubahan kuota permintaan tempe di RTI yang jumlahnya besar mendorong RTI untuk mengubah perencanaan produksinya agar tetap mampu memenuhi kuota permintaan baik lokal maupun ekspor. Berdasarkan permasalahan dan kondisi data yang ada pada RTI, kami membuat 2 pilihan rencana agregat dengan persyaratan kondisi masing-masing yang mampu menyelesaikan permasalahan RTI, antara lain: Kondisi pertama 1. Perencanaan agregat dibuat untuk memenuhi produksi pada bulan JuliDesember 2016
14
2. RTI menerima permintaan pada bulan Juli-Desember berturut-turut sebanyak 16.500 Kg, 25.000 Kg, 17.000 Kg, 18.300 Kg, 23.000 Kg, dan 20.000 Kg. 3. RTI harus memenuhi permintaan tempe tiap bulan tepat waktu 4. RTI tidak boleh memproduksi tempe kurang maupun lebih dari total permintaan 5. RTI diperkenankan membayar karyawan kontrak 6. Karyawan tetap RTI tidak diperbolehkan lembur Kondisi kedua 1. Perencanaan agregat dibuat untuk memenuhi produksi pada bulan JuliDesember 2016 2. RTI menerima permintaan pada bulan Juli-Desember berturut-turut sebanyak 16.500 Kg, 25.000 Kg, 17.000 Kg, 18.300 Kg, 23.000 Kg, dan 20.000 Kg. 3. RTI harus memenuhi permintaan tempe tiap bulan tepat waktu 4. RTI tidak boleh memproduksi tempe kurang maupun lebih dari total permintaan 5. Karyawan tetap RTI diperbolehkan lembur tanpa membayar karyawan kontrak Setiap kondisi perencanaan strategi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada kondisi pertama, perusahaan akan memproduksi dan memenuhi permintaan yang ada dengan melakukan tambahan pekerja kontrak. Kelebihan strategi ini adalah pekerjaan akan selesai tepat waktu dan tidak mengurangi kinerja dari pekerja karena kelelahan lembur yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas produk. Selain itu, kedelai yang telah direndam sebelumnya pada awal proses akan lebih cepat diproses sehingga kualitas bahan baku tidak beresiko akan menurun. Sedangkan kekurangannya adalah harga tenaga kontrak relatif lebih mahal dibandingkan dengan pekerja lembur. Selain itu karena sistem pengolahan tempe di RTI terbilang masih jarang, RTI harus melakukan pelatihan terlebih dahulu kepada karyawan kontrak sehingga akan memakan waktu. Sedangkan pada kondisi kedua, perusahaan akan memenuhi permintaan yang datang dengan menggunakan pekerja lembur. Adapun kelebihan dari pekerja lembur adalah pekerja lembur memiliki biaya yang lebih rendah daripada pekerja biaya kontrak dan tidak perlu lagi diadakan pelatihan kepada pekerja lama. Kekurangan dari kondisi ini adalah apabila pekerja terlalu letih, pekerja bisa saja tidak mampu berproduksi sesuai permintaan, atau mungkin pekerja tetap memaksakan berproduksi tetapi mutu produk menurun. Selain itu kacang yang sudah direndam akan menunggu waktu lama untuk diproses, hal tersebut ditakutkan akan membuat kualitas kacang berkurang. Hal ini akan berbahaya terutama untuk produk pangan yang sifatnya mudah rusak ( perisable). Padahal, kualitas merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi tingkat kepuasan dan
15
keputusan pembelian konsumen serta menjadi titik perbedaan produk tempe RTI dibandingkan dengan produk tempe pada umumnya. Tabel 3 dan Tabel 4 menyajikan perencanaan agregat RTI dengan pekerja kontrak dan pekerja lembur. Berdasarkan hasil perencanaan Agregat, jika RTI berorientasi pada profit dan ingin melakukan produksi dengan biaya serendah mungkin maka lebih baik menggunakan strategi kedua dengan menggunakan pekerja lembur dengan total biaya produksi sebesar Rp. 117.224.000 yang lebih rendah dibandingkan dengan strategi pertama dengan total biaya produksi sebesar Rp. 137.924.000. Namun perlu diingat bahwa pekerja bisa lelah dalam melakukan produksi dan mengurangi kualitas produksi sehingga perlu dipertimbangkan dan perlu dilakukan kegiatan pencegahan agar penurunan produksi tidak terjadi. Selain itu perlu dipikirkan lagi manajemen pengelolaan kedelai sebagai bahan baku yang biasanya direndam sehari sebelum pengolahan menjadi menyesuaikan dengan jam lembur agar tidak mempengaruhi kualitas.
16
Tabel 2 Perencanaan Agregat RTI Dengan Pekerja Kontrak No Deskripsi 1 Permintaan (unit) 2 Jumlah Pekerja (orang)
Juli 16.500 6
Bulan (2016) September Oktober 17.000 18.300 6 6
Agustus 25.000 6
November 23.000 6
Desember 20.000 6
27 8 2.592 0,14 18.300 0 18.300 0 0
26 8 2.496 0,14 17.829 0 17.829 5.171 0
24 8 2.304 0,14 16.457 0 16.457 3.543 0
0 0
724 4
496 3
KERJA REGULER 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hari Kerja Jam Kerja/Hari Jam Kerja/Bulan Jam Kerja/Unit Jumlah Produk yang dihasilkan Stok dari bulan sebelumnya Total Produksi dan Persediaan Kekurangan Produksi Stok sisa bulan ini
24 8 2.304 0,14 16.500 0 16.500 0 0
26 8 2.496 0,14 17.829 0 17.829 7.171 0
24 8 2.304 0,14 16.457 0 16.457 543 0
PEKERJA KONTRAK 12 Kebutuhan jam kerja kontrak 13 Jumlah pekerja kontrak
0 0
1004 5
76 1
BIAYA 14 15 16 17 18 19 20
Upah Reguler/Jam Upah kontrak/Jam Biaya Kelebihan/Unit Upah Kerja Reguler Upah Kerja Kontrak Kelebihan Total Biaya/bulan TOTAL BIAYA
Rp 13.000 Rp 19.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp Rp Rp 14.976.000 Rp
Rp 13.000 Rp 19.000 Rp 6.000 Rp 16.224.000 Rp 19.076.000 Rp Rp 35.300.000
Rp 13.000 Rp 19.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp 1.444.000 Rp Rp 16.420.000
Rp 13.000 Rp 19.000 Rp 6.000 Rp 16.848.000 Rp Rp Rp 16.848.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000 19.000 6.000 16.224.000 13.756.000 29.980.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000 19.000 6.000 14.976.000 9.424.000 24.400.000 137.924.000
1 7
1
7 17
Tabel 3 Perencanaan Agregat RTI Dengan Pekerja Lembur No
Deskripsi 1 Permintaan (unit) 2 Jumlah Pekerja (orang)
Juli
Agustus 16500 6
Bulan (2016) September Oktober November Desember 25000 17000 18300 23000 20000 6 6 6 6 6
KERJA REGULER 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hari Kerja Jam Kerja/Hari Jam Kerja/Bulan Jam Kerja/Unit Jumlah Produk yang dihasilkan Stok dari bulan sebelumnya Total Produksi dan Persediaan Kekurangan Produksi Stok sisa bulan ini
24 8 2304 0,14 16500 0 16500 0 0
26 8 2496 0,14 17829 0 17829 7171 0
24 8 2304 0,14 16457 0 16457 543 0
27 8 2592 0,14 18300 0 18300 0 0
26 8 2496 0,14 17829 0 17829 5171 0
24 8 2304 0,14 16457 0 16457 3543 0
76
0
724
496
JAM LEMBUR 12 Total jam lembur
0
1004
BIAYA 14 Upah Reguler/Jam 15 Upah lembur/Jam 16 Biaya Kelebihan/Unit 17 Upah Kerja Reguler 18 Upah Lembur 19 Kelebihan 20 Total Biaya/bulan
TOTAL BIAYA
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp Rp Rp 14.976.000 Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000 10.000 6.000 16.224.000 10.040.000 26.264.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp 760.000 Rp Rp 15.736.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 16.848.000 Rp Rp Rp 16.848.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 16.224.000 Rp 7.240.000 Rp Rp 23.464.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp 4.960.000 Rp Rp 19.936.000 117.224.000
1 8 1
8 18
Tabel 3 Perencanaan Agregat RTI Dengan Pekerja Lembur No
Deskripsi 1 Permintaan (unit) 2 Jumlah Pekerja (orang)
Juli
Agustus 16500 6
Bulan (2016) September Oktober November Desember 25000 17000 18300 23000 20000 6 6 6 6 6
KERJA REGULER 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hari Kerja Jam Kerja/Hari Jam Kerja/Bulan Jam Kerja/Unit Jumlah Produk yang dihasilkan Stok dari bulan sebelumnya Total Produksi dan Persediaan Kekurangan Produksi Stok sisa bulan ini
24 8 2304 0,14 16500 0 16500 0 0
26 8 2496 0,14 17829 0 17829 7171 0
24 8 2304 0,14 16457 0 16457 543 0
27 8 2592 0,14 18300 0 18300 0 0
26 8 2496 0,14 17829 0 17829 5171 0
24 8 2304 0,14 16457 0 16457 3543 0
76
0
724
496
JAM LEMBUR 12 Total jam lembur
0
1004
BIAYA 14 Upah Reguler/Jam 15 Upah lembur/Jam 16 Biaya Kelebihan/Unit 17 Upah Kerja Reguler 18 Upah Lembur 19 Kelebihan 20 Total Biaya/bulan
TOTAL BIAYA
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp Rp Rp 14.976.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
13.000 10.000 6.000 16.224.000 10.040.000 26.264.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp 760.000 Rp Rp 15.736.000
Rp
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 16.848.000 Rp Rp Rp 16.848.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 16.224.000 Rp 7.240.000 Rp Rp 23.464.000
Rp 13.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 14.976.000 Rp 4.960.000 Rp Rp 19.936.000 117.224.000
1 8 1
8 18
KESIMPULAN RTI telah menerapkan teknologi dan proses yang cukup maju. Strategi proses yang diterapkan oleh Rumah Tempe Indonesia ialah mass customization strategy dimana RTI akan mensuplai produk sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan konsumen. Kendala produksi yang dihadapi RTI adalah suplai bahan baku komoditi kedelai yang masih mengandalkan impor Amerika. Berdasarkan perhitungan agregate planing yang dilakukan, untuk menyesuaikan produksi dengan peningkatan permintaan ekspor tempe Korean, maka penyesuaian jumlah produksi yang paling baik berdasarkan aspek biaya adalah dengan cara menambah jam kerja pegawai tetap atau memberlakukan jam lembur.
SARAN RTI perlu menyesuaikan manajemen pengelolaan kedelai sebagai bahan baku yang biasanya direndam sehari sebelum pengolahan sesuai dengan jam
KESIMPULAN RTI telah menerapkan teknologi dan proses yang cukup maju. Strategi proses yang diterapkan oleh Rumah Tempe Indonesia ialah mass customization strategy dimana RTI akan mensuplai produk sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan konsumen. Kendala produksi yang dihadapi RTI adalah suplai bahan baku komoditi kedelai yang masih mengandalkan impor Amerika. Berdasarkan perhitungan agregate planing yang dilakukan, untuk menyesuaikan produksi dengan peningkatan permintaan ekspor tempe Korean, maka penyesuaian jumlah produksi yang paling baik berdasarkan aspek biaya adalah dengan cara menambah jam kerja pegawai tetap atau memberlakukan jam lembur.
SARAN RTI perlu menyesuaikan manajemen pengelolaan kedelai sebagai bahan baku yang biasanya direndam sehari sebelum pengolahan sesuai dengan jam lembur agar tidak mempengaruhi kualitas kedelai. Selain itu perlu dilakukan strategi agar pegawai tidak terlalu lelah akibat lembur dan mempengaruhi produktifitas, contohnya dengan memberikan kursi pada pegawai yang sedang melakukan proses produksi.
19
DAFTAR PUSTAKA Baroto,Teguh., 2002, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Bedworth, David, D., 1987, Integrated Production Control System. Canada: John Wiley&Sons. Davis M.M., Aquilano N.J., Chase R.B., (2004). Fundamentals of Operation Management. Ginting, R., 2007, Sistem Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu. McGraw-Hill Ryerson Higher Education. Kementerian Koperasi dan UKM. 2015. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) tahun 2015. [Internet]. [diunduh 07 Juni 2016]. Tersedia pada: http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_ phocadownload&view=file&id=335:data-usaha-mikro-kecil-menengahumkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2015&Itemid=93 Naldi, Inestha. 2014. Strategi Pemasaran Rumah Tempe Indonesia di Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasution AH. 2006. Manajemen Industri. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Schroeder 2003. Operations Management: Making in The Operations Functions 3rd edition. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
20