MAKALAH KARDIOVASKULER Tentang ARITMIA/DISRITMIA Di bimbing oleh : Dwi Sixteen, Skep, Ners
Kelompok I : 1. Aan Lailatul J.
(01.12.001)
10. Prayitno Galih P.K.
(01.12.036)
2. Andi Hidayat
(01.12.004)
11. Retno Andriani
(01.12.039)
3. Bagus P.
(01.12.008)
12. Rifatus Sholikhah
(01.12.041)
4. Bram Y. A.P
(01.12.009)
13. Satria Indra A.P.
(01.12.043)
5. Dresti Rimbi F.
(01.12.014)
14. Sera Astalina
(01.12.045)
6. Herlin
(01.12.023)
15. Tony Fitriyansyah
(01.12.048)
7. Minggar D.P
(01.12.028)
16. Yola Aprilia P.
(01.12.052)
8. Nieka Dini A.
(01.12.032)
17. Yuanita O.
(01.12.053)
9. Nora Wati
(01.12.033)
18. Yudha Adi S.
(01.12.054)
S 1 TK-1 A Keperawatan SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) “HUTAMA ABDI HUSADA” Jln. Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. I Telp./Fax. (0355) 322738 Kode Pos 66224 – Tulungagung 0
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik ataupun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI Kata pengantar .................................................................................................................... 1 Daftar Isi ............................................................................................................................. 2 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang ............................................................................................................... 3 1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 3 Bab II Landasan Teori 2.1 Pengertian aritmia/disritmia .......................................................................................... 4 2.2 Jenis-jenis aritmia/disritmia .......................................................................................... 5 2.3 Penyebab aritmia/disritmia ........................................................................................... 6 2.4 Tanda dan gejala aritmia/disritmia................................................................................ 7 2.5 Prosedur diagnostik ....................................................................................................... 17 2.6 Manajemen medik...............................................................................................17 2.7 Asuhan Keperawatan Disritmia……………………………………………………......20 Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 27 3.2 Saran ............................................................................................................................. 27 Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 28
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh orang sakit kita harus terlebih dahulu mengetahui struktur dan fungsi setia alat darisusunan tubuh manusia yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia merupakan dasar yang penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan mengetahui struktur dan fungsi tubuh manusia, perawat professional dapat makin jelas menafsirkan perubahan yangg terdapat pada alat tubuh tsb. Jantung adalah organ terpenting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk memompa darah keseluruh tubuh. Darah yang dipompa kseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah membawa zat-zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Pemompaan darah dipicu oleh simpul SA yang terdapat pada serambi kiri jantung. Untuk mengetahui aktivitas elektris otot jantung diperlukan pencatatan atau perekaman dari permukaan tubuh. Perekaman dapat dilakukan dengan menempelkan-menempelkan elektrodeelektrode pada lokasi tertentu yang disebut sandapan (lead) pada permukaan kulit pasien. Salah satu fungsi dan perekaman ini adalah mengetahui detak jantung yang dinyatakan denagn satuan detak permenit. Frekuensi ini memberikan infomasi mengenai bagaimana keadaaan jantung, cepat lambatnya impuls jantung, ada tidaknya gangguan pembentukan impuls dan gangguan fungsi jantung jantung. Frekuensi detak jantung normal yaitu antara 60-100X/menit, takikardia adalah detak jantung yang lebih cepat dari 100X/menit, bradikardia adalah detak jantung lebih lemah yaitu kurang dari 60X/menit. 1.2 Tujuan Perawat dapat memahami dan dapat mengetahui tentang aritmia/disritmia. Perawat mampu menangani lebih professional dalam menangani aritmia/disritmia.
3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian ARITMIA / DISRITMIA Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel. Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para
ahli.
Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia : o Periode refrakter Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak. Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative. o Blok Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls. · Pemacu ektopik atau focus ektopik Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular. o Konduksi tersembunyi Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.
4
o Konduksi aberan. Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi. Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda. Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda. o Re-entri. Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang. o Mekanisme lolos. Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.
2.2 Jenis-jenis aritmia/disritmia Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
1) Gangguan pembentukan impuls. a. Gangguan pembentukan impuls di sinus Takikardia sinus Bradikardia sinus Aritmia sinus Henti sinus b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial). Ekstrasistol atrial Takiakardia atrial Gelepar atrial Fibrilasi atrial Pemacu kelana atrial 5
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung). Ekstrasistole penghubung AV Takikardia penghubung AV Irama lolos penghubung AV d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular). Ekstrasistole ventricular. Takikardia ventricular. Gelepar ventricular. Fibrilasi ventricular. Henti ventricular. Irama lolos ventricular. 2) Gangguan penghantaran impuls. Blok sino atrial Blok atrio-ventrikular Blok intraventrikular.
2.3 PENYEBAB Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung : Irama abnormal dari pacu jantung. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan aritmia adalah : Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
6
Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis). Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme). Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).
2.4 TANDA/GEJALA DISRITMIA NODUS SINUS
Bradikardia sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin,
metildopa),
pada
keadaan
hipoendokrin
(miksedema,
penyakit
adison,
panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA. Berikut adalah karakteristik disritmia Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal Kompleks QRS: biasanya normal Hantaran: biasanya normal Irama: reguler Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus
7
dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
Takikardia sinus
Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik. Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut : Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit. Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal. Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal. Hantaran : Biasanya normal. Irama : Reguler. Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut. Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.
DISRITMIA ATRIUM
Kontraksi premature atrium
Penyebab : Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin. Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif Stress atau kecemasan Hipokalemia 8
Cedera Infark Keadaaan hipermetabolik. Karakteristik : Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit. Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA. Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada. Hantaran : Biasanya normal. Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap. Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
Takikardia Atrium Paroksimal
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung. Karakteristik : Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit. Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik). Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran. Hantaran : Biasanya normal. Irama : Reguler.
9
Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.
Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia
yang
mengancam
nyawa.
Karakteristik : Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit. Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya). Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F. Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal. Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter. Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain
10
yang
berguna
adalah
penyekat
kanal
kalsium
dan
penyekat
beta
adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital. Karakteristik : Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur. Kompleks QRS : Biasanya normal . Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler. Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV. Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk
mencegah
tromboemboli
yang
dapat
terbentuk
di
atrium.
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut. DISRITMIA VENTRIKEL
Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin. PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan
11
disritmia ventrikel yang lebih serius. Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila : Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung. Terjadi berpasangan atau triplet Terjadi pada fase hantaran yang peka. Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka. Karakteristik : Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit. Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel. Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel. Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium. Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature. Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.
Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur. Karakteristik : Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit. Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS. Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
12
Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium. Irama : Ireguler. Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini. Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).
Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut : o Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit. Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium. Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan. Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium. Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler. Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tandatanda penurunan curah jantung.
13
Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi. Karateristik : Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif. Gelombang P : Tidak terlihat. Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar. Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel. Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus. Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.
ABNORMALITAS HANTARAN
Penyekat AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung. Karakteristik : Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit. Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik. Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal. Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal. Irama : Biasanya regular.
14
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
Penyekat AV Derajat Dua
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung. Karakteristik : Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel. Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal. Kompleks QRS : Biasanya normal. Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya. Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.
Penyekat AV Derajat Tiga
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit. Karakteristik : Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker. Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.
15
Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS. Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC. Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang. Irama : Biasanya lambat tetapi regular. Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.
Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal. Karakteristik : Frekwensi : tidak ada. Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel. Kompleks QRS : Tidak ada. Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium. Irama : Tidak ada. Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.
16
2.5 PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung. 2. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. 4. Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. 5. Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. 6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia. 7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain. 8. Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia. 9. laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
2.6 MANAJEMEN MEDIK Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah. Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini; Disritmia
17
umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah
kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker.
Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.
1. OBAT-OBATAN Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).
2. KARDIOVERSI Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
3. DEFIBRILASI Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.
4. DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.
5. TERAPI PACEMAKER Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya.
18
Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.
6. PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio. Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau
perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.
19
2.7 ASUHAN KEPERAWATAN DISRITMIA 1. PENGKAJIAN KONSEP
1.
Riwayat Kesehatan Keluhan utama
2.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu Sebelumnya klien pernah mengalami sakit seperti ini. Riwayat pasien diambil untuk menentukan adanya sinkop (pingsan), baik yang dahulu maupun sekarang, kepala ringan, pusing, kelelahan, nyeri dada, dan berdebar-debar.
3.
Riwayat Keluarga Adanya penyakit tertentu dalam keluarga
4.
5.
Data bio psikososial dan spiritual
Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
Bernafas
Makan dan Minum
Eleminasi BAB/BAK
Aktivitas
Rekreasi
Istirahat tidur
Suhu tubuh
Rasa aman nyaman
Hubungan sosial
Pelaksanaan ibadah
Pengkajian fisik Pengkajian fisik yang diambil dari riwayat pasien dilakukan untuk menegakkan data dan untuk mengobservasi tanda-tanda pengurangan curah jantung.
6.
Manifestasi Klinis Anxietas Gelisah capek dan lelah serta gangguan aktivitas
20
Palpitasi nyeri dada vertigo, syncope tanda dan gejala sesak, crakles tanda hipoperfusi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi eliktrikal; penurunan kontraktilitas miokardial.
2.
Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi; tidak mengenal sumber informasi; kurang mengungat
3.
Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
4.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
5.
Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat suplay oksigen ke jaringan
3. RENCANA KEPERAWATAN
6.
Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d gangguan konduksi eliktrikal; penurunan kontraktilitas miokardial.
Intervensi dan rasional :
Intervensi : Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal, atau deficit nadi. 21
Rasional : perbedaan frekuensi, kesamaan dan keteraturan nadi menunjukkan efek gangguan curah jantung pada sirkulasi sistemik/perifer.
Intervensi : Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adaya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
Rasional : disritmia khusus lebih jelas terdeteksi dengan pendengaran dari pada dengan palpasi. Pendenganaran terhadap bunyi jantung ekstra atau penurunan nadi membantu mengidentifikasi disritmia pada pasien tak terpantau.
Intervensi : Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekuensi nadi, kesamaan, pernafasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan hakuaran urine selama episode disritmia.
Rasional : meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan perfusi jaringan.
Intervensi :Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
Rasional : penurunan rangsang dan penghilangan stress akibat katekolamin, yang menyebabkan/meningkatkan disritmia dan vasokonstriksi serta meningkatkan kerja miokardia.
Intervensi :Demonstrasikan/dorong pemnggunaan perilaku pengbaturan stress, contoh teknik relaksasi, bimbingan imajinasi, nafas lambat/dalam
Rasional : meningkatkan partisipasi pasien dalam mengekluarkan beberapa rasa control dalam situasi penuh stress.
Intervensi :Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
22
Rasional : terjadinya disritmia yang mengancam, hidup memerlukan upaya intervensi untuk mencegah kerusakan iskemia/ kematian.
Intervensi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard, yang menurunkan iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia.
Intervensi : Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioverter atau defibrillator (AICD) bila diindikasikan
Rasional : alat ini melalui pembedahan ditanam pada pasien dengan disritmia berulang yang mengancam hidup meskipun diberi obat terapi secara hati-hati.
7.
Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan b/d kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi; tidak mengenal sumber informasi; kurang mengungat
Intervensi dan rasional :
Intervensi :Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi eliktrikal
Rasional : memvbrikan dasar pengetahuan untuk memahami variasi individual dan memahami alasan intervensi terapeutik
Intervensi :Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat
Rasional : informasi terus-menerus/baru dapat menurunkan cemas sehubungan dnegan ketidaktahuan dan menyiapkan pasien/orang terdekat. Pendidikan pada orang terdekat mungkin penting bila pasien lansia, mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran, atau tak mampu atau tak minat belajar/mengikuti instruksi. Penjelasan berulang mungkin diperlukan, karena kecemasan dan/atau hambatan informasi baru dapat menghambat/membatasi belajar.
23
Intervensi : Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
Rasional : pacu sementara mungkin perlu untuk neningkatkan pembentukan impuls atau menghambat takidisritmia dan aktivitas ektopik supaya mempertahankan fungsi kardiovaskuler sampai pacu spontan diperbaiki atau pacuan permanent dikakukan.
Intervensi : Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
Rasional : bila disritmia ditangani dengan tepat, aktivitas normal harus dilakukan. Program latihan berguna dalam memperbaiki kesehatan kardiovaskuler.
8.
Nyeri b/d iskemia jaringan
Intervensi dan rasional :
Intervensi :Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan factor pemberat dan penurun.Perhatikan petunjuk nonverbal ketidak nyamanan
Rasional : Nyeri secara khas terletak subternal dan dapat menyebar keleher dan punggung. Namun ini berbeda dari iskemia infark miokard. Pada nyeri ini dapat memburuk pada inspirasi dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak/membungkuk
Intervensi : Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan mis: perubahan posisi, masasage punggung,kompres hangat dingin, dukungan emosional.
Rasional : untuk menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
Intervensi :Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
24
Rasional : mengarahkan perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu
9.
Intervensi : Berikan obat-obatan sesuai indikasi nyeri
Rasional : untuk menghilangkan nyeri dan respon inflamasi
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan
Intervensi : Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Dapat mempengaruhi aktivitas curah jantung
Intervensi : Pantau frekuensi jantung,TD, pernapasan setelah aktivitas
Rasional :Membantu menentukan derajat kompensasi jantung dan pulmonal, penurunan TD, takikardi,disritmia dan takipneu adalah indikatif dari kerusakan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi : Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan resolusi inflamasi selama faseakut dari perikarditis/endokarditis.
Intervensi : Bantu pasien dalam program latihan aktivitas
Rasional : Saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang diinginkan
10. Risiko terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inadekuat suplay oksigen ke jaringan.
Intervensi : Selidiki nyeri dada,dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik,sianosis pucat
Rasional : Emboli arteri. Mempengaruhi jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit katup dan disritmia kronis.
25
Intervensi : Observasi ekstremitas terhadap edema, eroitema
Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan stasis vena, meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena
Intervensi : Observasi hematuri
Rasional : Menandakan emboli ginjal
Intervensi : Perhatikan nyeri abdomen kiri atas
Rasional : menandakan emboli splenik
26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Jantung adalah organ terpenting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk memompa darah keseluruh tubuh. Darah yang dipompa kseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah membawa zat-zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa kesehatan jantung penting sekali , maka dari itu kita harus menjaga kesehatan jantung dan menjauhi penyebab-penyebab aritmia/disritmia.
3.2 Saran Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu sangat diharapkan kritik dan sarannya dari para pembaca yang bersifat membangun agar kedepan penulis dapat menyempurnakan makalah ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Pajajaran Press. Carpenito J.L. 1997. Nursing Diagnosis. Philadelpia: J.B Lippincott. Carpenito J.L. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC. Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. Hudack & Galo. 1996. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I Jakarta: EGC. Kaplan, Norman M. 1991. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: EGC.
28