TUTORIAL JANTUNG ARITMIA
Oleh : Ryan Prasdinar Pratama Putra (H1A 010 027) Ni Komang Fraidayanti
(H1A 010 025)
Melinda Eka Susilarini
(H1A 010 035)
Pembimbing : dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM / SMF JANTUNG RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2014
ARITMIA
Irama sinus normal didefinisikan sebagai suatu irama jantung yang pembentukan impulsnya berasal dari nodus sinus dengan kecepatan antara 60 sampai 100 denyut per menit. Bayi dan anak-anak secara umum memiliki denyut jantung yang lebih cepat dari pada orang dewasa, baik pada saat istirahat maupun pada saat beraktifitas. Nodus sinus tidak hanya bertindak sebagai suatu pembangkit otomatis bagi jantung, tapi ia juga memberi respon terhadap rangsangan dari sistem saraf otonom dan bergantung pada efek kedua sistem saraf otonom yang saling berlawanan, simpatis dan parasimpatis. Stimulasi vagal (parasimpatis) mengakibatkan menurunnya impuls yang dikeluarkan oleh nodus sinus, sedangkan stimulasi simpatis mengakibatkan meningkatnya impuls yang dikeluarkan oleh nodus sinus. Oleh karena itu, kecepatan denyut jantung bergantung pada keseimbangan stimulasi dari kedua sistem saraf otonom tersebut (Bonow, 2012). Denyut jantung <50 kali per menit dikatakan sebagai suatu bradikardia dan kecepatan denyutan >100 kali permenit disebut sebagai takikardia. Denyut jantung dihasilkan melalui sebuah mekanisme aktivitas elektrik yang berasal dari nodus sinus di atrium kanan dan akan disebarkan ke seluruh otot atrium yang pada akhirnya akan disebarkan ke otot ventrikel melalui nodus atrioventrikular dan sistem His-Purkinje (Bonow, 2012). AKTIVITAS LISTRIK JANTUNG (Sherwood, 2009)
Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut, secara ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, disebut otoritmitas. Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung:
Sel kontraktil, yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan kerja mekanis memompa. Sel-sel ini dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksinya.
Sel otoritmik, yaitu sel-sel jantung sisanya yang sangat penting, tidak berkontraksi tetapi khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil. Sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. Sel-sel ini malah
memperlihatkan
aktivitas
pemacu,
yaitu
potensial
membrannya
secara
perlahan
terdepolarisasi, atau bergeser, antara potensial-potensial aksi sampai ambang tercapai, saat membran mengalami potensial aksi. Pergeseran lambat potensial membran sel otoritmik ke ambang disebut potensial pemacu. Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi
kompleks beberapa mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion menimbulkan potensial pemacu adalah (1) penurunan arus K+ keluar disertai oleh arus Na+ masuk yang konstan dan (2) peningkatan peningkatan arus Ca2+ masuk. Sel-sel jantung non kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas terletak di tempat-tempat berikut: 1. Nodus sinuatrialis (nodus SA), suatu daerah kecil khusus di dinding atrium atri um kanan dekat pintu masuk vena kava superior. 2. Nodus atrioventrikularis (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung khusus yang terletak di dasar atrium kanan, tepat di atas pertemuan atrium dan ventrikel. 3. Berkas His (berkas atrioventrikular), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal dari nodus AV dan masuk ke septum antar ventrikel. 4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon. Sel-sel jantung dengan kecepatan inisisasi potensial aksi tertinggi terletak di nodus SA. Sekali suatu potensial aksi terbentuk di salah satu sel otot jantung maka potensial tersebut akan disebarkan ke seluruh miokardium melalui taut celah dan system hantaran khusus. Karena itu, nodus SA, yang dalam keadaan normal memiliki laju otoritmisitas tertinggi, yaitu 70 sampai 80 potensial aksi per menit, mengendalikan bagian jantung lainnya pada tingkat kecepatan ini dan karenanya dikenal dikenal sebagai pemacu jantung. Setelah dimulai di nodus SA, potensial aksi menyebar ke seluruh jantung. Agar fungsi f ungsi jantung efisien maka penyebaran eksitasi harus memenuhi tiga kriteria. 1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai. 2. Eksitasi serat otot jantung harus terkoordinasi untuk menjamin bahwa setiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu kesatuan agar pemompaan efisien. 3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus terkoordinasikan secara fungsional sehingga kedua anggota pasangan tersebut berkontraksi secara simultan. Eksitasi atrium yaitu hantaran impuls ke seluruh atrium. Ada juga yang disebut dengan eksitasi ventrikel. Potensial aksi di sel-sel jantung meskipun dipicu oleh sel-sel nodus pemacu, bervariasi mencolok dalam mekanisme ionic dan bentuknya dibanding potensial nodus SA. Potensial aksi di sel kontraktil jantung sangat berbeda dari potensial aksi di sel otoritmik jantung karena memperlihatkan fase datar yang khas. Seperti jaringan peka rangsang lainnya, otot jantung memiliki periode
refrakter.
Selama periode refrakter, tidak dapat terbentuk potensial aksi kedua sampai membran peka rangsang pulih dari potensial aksi sebelumnya. Otot jantung memiliki periode refrakter yang
lama yang berlangsung sekitar 250 mdet karena memanjangnya fase datar potensial aksi. Otot jantung tidak dapat dirangsang kembali sampai kotraksi hampir selesai sehingga tidak terjadi penjumlahan kontraksi dan tetanus otot jantung.
Gambar Konduksi Impuls Jantung (Despopoulos & Silbernagl, 2003) Aritmia dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kelainan irama jantung. Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan atau kerusakan pada salah satu komponen dari sistem pembentuk irama jantung normal (Bonow, 2012).
TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR
Takikardi supraventrikular merupakan salah satu dari gangguan irama jantung satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Angka kejadian TSV yaitu 1:250-300 anak-anak. (Paul J, Mark E. 2006).
Penyebab
Ada beberapa teori yang menerangkan mekanisme takiaritmia, yang biasanya dipicu oleh denyut prematur. Pembentukan rangsangan dapat bertambah dengan adanya peningkatan otomatisasi dan aktivitas pemicu.
-
Peningkatan otomatisasi Sel miokard dalam keadaan normal tidak mempunyai aktifitas sebagai pacemaker. Peningkatan otomatisasi serabut pacemaker laten karena terjadi depolarisasi parsial pada resting membran. Terjadi perubahan kecepatan depolarisasi pada fase diastolik sehingga otomatisasi meningkat. Bila mencapai ambang rangsang maka akan terjadi potensial aksi baru yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada peningkatan katekolamin endogen dan eksogen, gangguan elektrolit (hipokalemia), hipoksia atau iskemia, efek mekanis obat-obatan (digitalis).
-
Aktifitas pemicu Dapat disebabkan oleh early after depolarization yang terjadi pada fase 2 dan fase 3 potensial aksi atau pada after delayed depolarization. Mekanisme ini terjadi tidak secara spontan melainkan karena adanya kelainan elektris pada jantung. Setelah hiperpolarisasi, ion Na dan Ca masuk kedalam sel sehingga peningkatan sedikit saja dapat mencetuskan potensia aksi. Hai ini dapat terjadi pada peningkatan kadar katekolamin, hiperkalsemia, intoksikasi digitalis, atau pada hipokalemia yang dapat menyebabkan akumulasi Ca pada intrasel.
-
Mekanisme reentri Teori ini banyak dipakai untuk menerangkan terjadinya takiaritmia paroksismal yang menetap, persyaratan terjadinya mekanisme ini yaitu adanya blok unidirectional pada salah satu jalan konduksi baik sementara maupun menetap, adanya jalur konduksi tambahan yang membentuk sirkuit tertutup, konduksi perangsangan yang lambat sehingga pada saat mencapat titik blok sudah dalam fase refrakter relatif kembali, serta adanya denyut ekstra sebagai pemacu terjadinya mekanisme reentri (Papdi. 2007)
Klasifikasi
Takikardi supraventrikular (TSV) mencakup semua takiaritmia yang berasal dari atas bundel His. Denyut ventrikel mungkin sama atau kurang dari denyut atrium, tergantung konduksi nodus atrioventrikular. Istilah takikardi supraventrikular paroksismal mengacu pada sindrom
klinis yang ditandai dengan cepat, dengan onset dan penghentian yang mendadak. (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) 1. Atrial Flutter
Atrial flutter adalah terminologi umum yang dipakai untuk menjelaskan suatu kondisi aritmia atrial yang disebabkan oleh sirkuit reentri yang besar dan terletak dalam jaringan atrium. Atrial flutter melibatkan banyak bagian otot atrium dan tidak berhubungan langsung dengan AV node seperti pada SVT. Atrial flutter biasanya berhubungan dengan kelainan jantung organik dan insidennya terbanyak kedua setelah atrial fibrilasi (Bono, 2012). Mekanisme
Atrial flutter memiliki variasi bentuk; yang paling sering adalah "isthmus-dependent counterclokwise atrial flutter", diikuti oleh "isthmus-dependent clockwise atrial flutter", dan atypical atrial flutter. Seperti yang disebutkan di atas, pada atrium terbentuk jalur aksesoris dengan impuls listrik yang terus-menerus berputar dengan cepat yang melibatkan daerah atrium yang besar. Variasi yang terbanyak adalah counterclockwise artinya impuls elektrik berputar dalam sirkuit sirkus dengan arah yang berlawanan arah jarum jam. Apapun bentuknya jalur ini menghasilkan denyut atrium yang bervariasi antara 250-340 denyut per menit (Fuster, Walls, Harringtons. 2011). Denyut ventrikular pada atrial flutter biasanya lebih lambat dibandingkan dengan denyut atrial yang disebabkan oleh hambatan impuls pada nodus AV. Nodus AV melindungi ventrikel dari denyut atrium yang cepat dengan hanya mengizinkan sebagian kecil dari impuls yang masuk untuk melewati nodus AV. Oleh karena itu biasanya kita jumpai dua (2:1) atau tiga (3:1) denyut atrium dengan satu denyut ventrikel (Fuster, Walls, Harringtons. 2011). Selama atrial flutter, aktifitas listrik berasal dari nodus sinus dalam sirkuit yang besar sehngga menyebabkan atrial berkontraksi sangat cepat. Peningkatkan kontraksi atrium juga ikut meningkatkan kontraksi dari ventrikel. Atrial flutter berasal dari atrium kanan dan turun melalui katup trikuspid dan diantara atrium kanan dan ventrikel kanan (Melissa B, Bruce A. 2006). Faktor resiko
Atrial fluter sering terjadi pada orang dengan penyakit jantung kronik, penyakit jantung rematik, gangguan katub jantung, penyakit jantung bawaan, kelainan jantung seperti emfisema dan tekanan darah tinggi. Operasi jantung dapat menimbulkan jaringan parut yang
menimbulkan resiko terjadinya atrial fluter. Atrial fluter juga dapat terjadi pada orang tanpa kelainan jantung. Semakin tua umur maka semakin beresiko untuk terkena atrial fluter. Atrial fluter spontan dapat terjadi pada orang dengan atrial fibrilasi yang diterapi dengan obat antiaritmia (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Manifestasi Klinis dan Penegakan diagnosa
Tanda dan gejala dari atrial fluter dapat berupa dada berdebar, peningkatan denyut jantung, nyeri dada, sesak nafas, sakit kepala, kelelahan, dan penurunan tekanan darah. Beberapa atrial fluter bahkan dapat timbul tanpa gejala. Selama atrial fluter, atrium dapat berdenyut hingga lebih dari 300 kali / menit dan dapat meningkatkan denyut jantung total hingga lebih dari 150 kali permenit. Peningkatan dari denyut jantung dapat menimbulkan regangan pada miokardium sehingga perlu mendapat perhatian serius.
Resiko terjadinya
stroke dapat meningkat pada orang dengan atrial fluter. Diagnosis dari atrial fluter berdasarkan gambaran
EKG. Gejala yang ditimbulkan atrial fluter bersifat paroksismal
sehingga membutuhkan Holter Monitor yang memonitor keadaan aktifitas jantung selama 24 jam dan 30 hari sehingga dapat mendiagnosa atrial fluter dan menentukan seberapa sering timbulnya. (Melissa B, Bruce A. 2006) Gambaran EKG
Gambaran yang khas dari conterclockwise atrial flutter ditandai dengan gelombang gigi gergaji negatif pada sadapan II, III dan AVF. Pada clockwise atrial fluter ditandai dengan gelombang flutter positif di EKG sadapan II, III, dan aVF. Kedua jenis atrial flutter atrium disebabkan oleh siklus reentri. Atrial fluter memiliki ritme reguler ditandai dengan jarak R-R yang sama, denyut atrium bervariasi antara 250-340 denyut per menit. Denyut ventrikel bervariasi, pada tipe konduksi 2:1 ventrikel rate biasanya sekitar 150 denyut per menit. Bentuk gigi gergaji (sawtooth) atau gelombang F pada lead II, III, dan aVF. Kadang-kadang gelombang F ini tidak terlihat karena bertemu dengan kompleks QRS.
Gambar Conterclockwise Atrial Flutter (Fuster, Walls, Harringtons. 2011)
Gambar Clockwise Atrial Flutter (Fuster, Walls, Harringtons. 2011)
Terapi
Manajemen awal dari atrial flutter mirip dengan pengobatan AF. Konversi segera ke irama sinus atau kontrol cepat terhadap laju respons ventrikel mungkin diperlukan , tergantung pada status hemodinamik pasien. Pilihan terapi yang dapat dipilih seperti kardioversi dengan arus listris DC, kardioversi kimia menggunakan obat antiaritmia. Terapi obat dengan beta blocker, calcium channel blockers, dan digitalis dapat digunakan untuk memperlambat tingkat respon ventrikel. Obat antiaritmia golongan IC dapat digunakan untuk memblokade kanal natrium sehingga memperlambat waktu konduksi intraatrial. Alat pacu jantung permanen atau sementara juga dapat digunakan untuk mengembalikan irama sinus. Atrial flutter yang terlambat diobati dapat mengakibatkan konduksi gelombang yang cepat sehingga ventrikel ikut berdenyut sangat cepat. Hal ini dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel. 2. Atrial Fibrilasi a. Definisi
Fibrilasi atrium (Atrial fibrilation, AF) merupakan takikardia supraventrikular dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. AF didefinisikan sebagai aritmia jantung dengan karakteristik berikut (ESC,2010): (1) Gambaran EKG
menunjukkan interval RR
tidak teratur, yaitu interval RR yang tidak
mengikuti pola yang berulang (refetitif). (2) Tidak ada gelombang P yang jelas pada gambaran EKG . (3) Panjang siklus atrium (jika terlihat) , yaitu interval antara dua aktivasi atrium, biasanya variabel dan <200 ms (>300 bpm) AF makin meningkat terutama dengan meningkatnya usia harapan hidup. AF dialami oleh 12% dari populasi, dan angka ini kemungkinan akan meningkat dalam 50 tahun berikutnya. Prevalensi AF meningkat dengan usia, dari, 0,5% pada 40-50 tahun, 5-15% pada 80 tahun. Pria lebih sering terkena daripada wanita (ESC,2010) b. Klasifikasi
Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat dibedakan berdasarkan presentasi dan durasi aritmia (ESC,2010). 1. First diagnosed AF : setiap pasien yang baru pertama kali terdiagnosis dengan AF tanpa melihat durasi atau beratnya gejala yang ditimbulkan oleh AF tersebut.
2. Paroxysmal AF : AF yang biasanya hilang dengan sendirinya dalam 48 jam sampai 7 hari. Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama sinus maka kemungkinan kecil untuk dapat berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antikoagulan. 3. Persistent AF : episode AF yang bertahan sampai lebih dari 7 hari dan membutuhkan kardioversi untuk terminasi dengan obat atau dengan elektrik. 4. Long standing persistent AF : episode AF yang berlangsung lebih dari 1 tahun dan strategi yang diterapkan masih kontrol irama jantung (rhythm control). 5. Permanent AF : jika AF menetap dan secara klinis dapat diterima oleh pasien dan dokter sehingga strategi managemen adalah tata laksana kontrol laju jantung (rate control)
c. Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Riwayat penyakit harus diketahui secara menyeluruh pada pasien yang diduga mengalami atrial fibrilasi. Berikut ini beberapa hal yang harus diketahui pada saat anamnesis maupun pemeriksaan fisik pada pasien yang di duga mengalami AF (ESC,2010) (AHA, 2011): 1. Apakah irama jantung selama episode serangan dirasakan teratur atau tidak teratur ? 2. Kapan pertama kali muncul serangan? 3. Apakah ada faktor pencetus seperti olahraga , emosi , atau penggunaan alkohol ?
4. Apakah gejala selama episode sedang atau berat. Beratnya dapat dinyatakan dengan menggunakan skor EHRA 5. Apakah serangan sering atau jarang, dan durasinya panjang atau pendek 6. Apakah ada riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit serebrovaskular ,stroke, diabetes , atau penyakit paru kronis ? 7. Apakah ada kebiasaan penyalahgunaan alkohol ? 8. Apakah ada riwayat keluarga AF ? Derajat keparahan dari AF menurut EHRA
Pemeriksaan penunjang
EKG, untuk mengidentifikasi (AHA,2011): Irama Hipertrofi ventrikel kiri Durasi gelombang P dan morfologi atau gelombang fibrilasi Preeksitasi Bundle branch blok Miokard infark Aritmia atrium yang lainnya Untuk mengukur dan memantau dari kompleks QRS, interval R-R dan interval
QT dalam hubungannya dengan penggunaan antiaritmia Gambaran EKG pasien dengan AF:
Echocardiography untuk mengidentifikasi: Penyakit katup jantung Ukuran atrium kiri dan kanan Ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri Tekanan ventrikel kanan (hipertensi pulmonal) Hipertrofi ventrikel kiri Trombus pada atrium kiri (sensitivitasnya rendah) Penyakit pada perikardium
Pemeriksaan darah untuk petanda tiroid, fungsi ginjal dan fungsi hati. Untuk serangan AF pertama kali, jika laju ventrikel sulit untuk dikontrol
Rontgen thoraks, untuk mengidentifikasi : parenkim dan vaskula paru jika ada gejala yang memungkinkan untuk terjadinya penyakit pada paru.
d. Diferensial diagnosis
Atrial flutter dan ventrikel ekstrasistol e. Tatalaksana
Tata laksana umum pada pasien AF mempunyai 5 tujuan: 1. Pencegahan kejadian tromboemboli 2. Mengatasi simtom terkait AF 3. Tata laksana optimal terhadap penyakit kardiovaskular yang menyertai 4. Mengontrol laju jantung. 5. Memperbaiki gangguan irama Terapi pada pasien AF yang persisten masih kontroversial apakah berusaha untuk mempertahankan irama sinus atau membiarkan pasien dalam irama AF dan mengontrol laju jantung. Sampai saat ini pada tahap awal para klinisi tetap berusaha tetap mempertahankan irama sinus dengan kardioversi dan obat antiaritmia. Mempertahankan irama sinus mempunyai beberapa keunggulan: meningkatkan hemodinamik dan respons ventrikel kiri; restorasi fungsi sistolik atrium; mengurangi laju jantung sehingga mencegah terjadinya takikardiomiopati; mencegah terjadinya remodeling miokard; mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fisik; meningkatkan kualitas hidup; mengurangi episode silent AF ; mengurangi kejadian tromboemboli; meningkatkan angka kesintasan (ESC,2010) .
Algoritma tatalaksana atrial fibrilasi yang baru (AHA,2011)
Algoritma tatalaksana atrial fibrilasi rekuren (AHA,2011)
Algoritma mengontrol irama sinus (AHA, 2011)
Dosis efektif obat untuk kardioversi farmakologi AF (AHA, 20110
f. Kejadian klinis yang diakibatkan oleh AF (komplikasi)
Parameter klinis
Perubahan pada pasien fibrilasi atrium
Kematian
Angka kematian dua kali lipat
Stroke
Angka
kejadian
stroke
meningkta.
Fibrilasi
atrium
dihubungkan dengan stroke yang memburuk Hospitalisasi
Angka hospitalisasai lebih tingg dan dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup
Kualitas hidup dan
Variasi yang besasr dari asimptomatik sampai sangat
kapasitas fisik
terganggu akibat simptom fibrilasi atrium
Fungsi ventrikel
Variasi yang besar dari tidak ada gangguan sampai
kiri
takikardimiopati dengan gagal jantung akut Sumber: ESC,2010
3. Takikardi Reentri Nodus Atrioventrikular
Pada jenis AVNRT, reentri terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering terjadi, mencakup 2/3 kasus TSV. Meskipun AVNRT dapat terjadi pada semua umur namun sangat jarang terjadi pada anak dengan usia dibawah 5 tahun (Fuster, Walls, Harringtons. 2011). Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Dalam keadaan normal stimulus sampai pada nodus AV melalui 2 jalur yaitu sisi cepat dengan refrakter lambat dan sisi lambat dengan masa refrakter yang cepat. Karena adanya perlambatan pada salah satu jalur menyebabkan jalur sisi cepat yang memberikan impuls pada bundel His melalui jaringan atrium yang terletak di dasar segitiga Koch (Bono, 2012). Jika jalur cepat memiliki cukup waktu untuk memulihkan rangsangan, dorongan mungkin memasuki kembali jalur cepat secara retrograt dan membangun reentri. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. (Lilly, Leonard S.2007).
Gambar Jalur reentri (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Penegakan diagnosis dan Gambaran EKG
Pasien dengan AVNRT memiliki gejala serupa dengan SVT lainnya. Episode dari AVNRT bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa jam. Pasien sering memijat sinus karotidnya untuk mengurangi aritmia yang dirasakannnya. Tidak ada hubungan yang signifikan antara AVNRT dengan penyakit jantung struktural (Fuster, Walls, Harringtons. 2011). Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang P tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang P terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS. (Fuster, Walls, Harringtons, 2011)
Gambar Gambaran EKG AVNRT (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Penatalaksanaan
Karena AVNRT merupakan aritmia yang ringan maka penatalaksanaan hanya untuk mengurangi gejala yang dirasakan pasien. a. Manuver vagal
Karena tonus otonomik mempengaruhi dari konduksi listrik pada nodus AV, manuver vagal dapat mengurang konduksi dan mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Manuver vagal yang dapat dilakukan seperti manuver Valsalva and Mueller, gagging , pemijatan sinus karotis dan merendam wajah pada air es. b. Adenosin Adenosine dapat memblok nodus AV secara akut sehingga menjadi pilihan terapi AVNRT. Banya penelitian yang menunjukan bahwa pemberian adenosin 100% efektif pada AVNRT. Dosis inisiasi yaitu 6 mg dan diikuti 12 mg jika dosis pertama tidak efektif. Karena durasi kerja yang singkat, pemberian adenosis maintenance dilanjutkan dengan bolus cepat. c. Obat lain Obat yang bisa digunakan untuk AVNRT seperti verapamil, yang merupakan obat golongan CCB. Obat ini memperlambat konduksi pada jalur lambat maupun jalur cepat. Dosis yang digunakan 5mg bolus dan diikuti bolus 5mg tambahan setelah 10 menit. Obat yang meningkatkan tonus vagus dapat diberikan pada AVNRT seperti digoxin sodium channel blockers kelas Ia dan Ic dapat diberikan. d. Ablasi Kateter Pemakaian ablasi memiliki keberhasilan 97% dari total kasus. AV block merupakan komplikasi serius pada sekitar 0.5- 1% pasien (Fuster, Walls, Harringtons. 2011)
4. Takikardi Reentri Atrioventrikular
Takikardi Reentri Atrioventrikular serupa dengan akikardi reentri nodus AV hanya saja reentri yang terjadi melalui jalur aksesoris (jalur tambahan). Jalur aksesoris merupakan miosit yang abnormal yang menghubungkan antara atrium dan ventrikular selain dari sistem konduksi yang normal. Keadaan ini dapat terjadi pada 1: 1500 orang. Jalur tambahan ini dapat menghubungkan antara atrium ke ventrikel, ventrikel ke atrium ataupun keduanya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sindrom preeksitasi ventrikel dan TSV yang bersumber dari jalur aksesoris.
Tabel Jenis jalur aksesoris di jantung (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Takikardi Reentri atrioventrikular
yang mencetuskan sindrom preeksitasi
ventrikular memberikan penampakan salah satunya yaitu sindrom Wolf-ParkinsonWhite (WPW). Sistem konduksi pada sindrom WPW merupakan jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Hanya sekitas 10% kasus sindrom WPW yang memiliki jalus aksesoris dengan konduksi antidromik. Dari gambaran EKG saja sangat sulit membedakan antara antidromik takikardi dengan takikardi ventrikel. (Lilly, Leonard S.2007)
Gambar jalur aksesoris (Bonow, 2012) Diagnosis
Preeksitasi terjadi pada 1,5 dari 1000 pasien. Gejala yang ditimbulkan pun beragam dari dada yang berdebar hingga pingsan. Seperti pada AVNRT, gejala yang ditimbulkan AVRT seperti sesak nafas, nyeri dada, lemah, penurunan toleransi terhadap aktfitas, pusing hingga pingsan. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sindrom WPW harus lebih intensif jika dibandingkan dengan takikardi reentri nodus AV karena prognosis yang buruk pada sindrom WPW. Pemasangan kateter ablasi, serta obat antiaritmia dapat menjadi pilihan. Obat antiaritmia yang daat digunakan seperti verapamil, betabloker maupun adenosin. Verapamil dan diltiazem tidak dapat diberikan secara intravena karena dapat meningkatkan konduksi yang mengakibatkan resiko terjadinya kematian jantung mendadak (Fuster, Walls, Harringtons. 2011).
Tabel Pengobatan pada AVRT (Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Prognosis
Aritmia pada sindrom WPW dengan jalur konduksi ortodromik dapat menyebabkan atrial fluter ataupun atrial fibrilasi karena adanya jalur aksesoris yang dapat memberikan impuls yang cepat untuk kontraksi miokardium. Beberapa kasus jalur aksesoris memiliki waktu refrakter yang sempit sehingga stimulasi ke ventrikel akan lebih cepat dari nodus AV. Dengan demikian kontrasi ventrikel dapat mencapai hingga 300kali permenit (Lilly, Leonard S.2007).
TAKIKARDI VENTRIKEL
Takikardi ventrikel (TV) adalah aritmia ventrikel yang terjadi sewaktu kecepatan denyut ventrikel mencapai 100 sampai 200 kali permenit karena adanya gangguan pada impuls elektrik normal. Impuls yang cepat masuk ke ventrikel yang menyebabkan ventrikel berkontraksi dengan cepat sehingga tidak memugkinkan ventrikel terisi darah dengan cukup yang pada akhirnya ventrikel tidak dapat memompakan darah dengan baik keseluruh tubuh, jika tidak dirawat maka akan berkelanjutan dan berubah menjadi ventrikel fibrilasi. Gambaran EKG dapat mencul seperti irama yang teratur, gelombang P tidak ada dan gelombang QRS yang lebar. TV dapat terjadi sebagai irama yang pendek dan tidak terusmenerus atau lebih panjang dan terus- menerus. Faktor Resiko
Pada dasarnya penyebab takikardi ventrikel yang paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK), termasuk infark miokard yang disebabkan PJK. TV akut biasanya terjadi 48 jam setelah Infark myocard acute (IMA). Takikardi ventrikel dapat pula disebabkan oleh structural heart disease, seperti : prolaps katup mitral, Tetralogi offalot (TOF), dilatasi dan hipertrofi kardiomiopati atau bisa juga oleh efek obat-obatan (intoksi digitalis). Mekanisme TV
Mekanisme TV dalam banyak kasus adalah karena reentri. Penelitian pada TV dengan iskemia miokardium dapat dimulai, dihentikan, dan reset dengan stimulasi listrik terprogram sehingga mendukung teori reentri sebagai mekanisme untuk bentuk TV. Rangkaian reentri paling sering ada dalam zona perbatasan bekas luka. Substansi pasca iskemia miokardium akan tetap disekresi lebih dari 2 minggu setelah iskemia. Dengan adanya iskemia tersebut akan mengganggu fungsi pompa dari jantung dan mengaktivasi sistem neurohormonal yang menyebabkan perubahan dari dinding jantung dan dapat berkontribusi untuk proaritmia .Pasien dengan TV memiliki risiko tinggi kambuh dari TV bahkan ketika gagal jantung dan iskemia koroner dikendalikan. Data awal menunjukkan bahwa risiko TV tertinggi selama tahun pertama (3 -5 %) setelah MI tetapi onset baru TV dapat terjadi bertahun-tahun kemudian. Selain akibat adanya reentri, takikardi ventrikel dapat disebabkan oleh kelainan genetik, obat-obatan, penyakit jantung bawaan, dan kardiomiopati (Fuster, Walls, Harringtons. 2011). Manifestasi Klinis dan Penegakan Diagnosis
Gejala yang ditimbulkan dari takikardi ventrikel sangat beragam. Akibat tidak mampunya jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh maka akan muncul gejala seperti pusing, mual, muntah, lemah, pingsan dan dapat hingga kejang. Gambaran EKG yang dapat muncul pada takikardi ventrikel yaitu: a. TV monomorfik : memiliki morfologi gelombang QRS yang sama bentuknya, irama teratur dan cepat (100-150 x/mnt). Penyebab terjadinya TV jenis ini tidak diketahui (idiopatik).
Gambar Takikardi Ventrikel monomorfik (Libby, Peter. 2007). b. TV polimorfik: memiliki bentuk gelombang QRS yang berbeda atau bervariasi, iramanya tidak teratur dan iramanya cepat. Dapat disebabkan oleh TV pada iskemia, ataupun TV non iskemia seperti kardiomiopati dilatasi.
Gambar Takikardi Ventrikel Polimorfik (Libby, Peter. 2007). Tatalaksana
Pengobatan untuk ventrikel takikardi dapat dilakukan yaitu: 1. TV Monomorfik Pengobatan pada monomorfik TV yaitu : Amiodaron 150 mg bolus melalui intra vena diberikan selama 10 menit. Bila tidak berhasil dilanjutkan dengan pemberian amiodaron dosis pemeliharaan 360 mg/6 jam pertama kemudian 540 mg/18 jam berikutnya. Dosis maksimal kumulatif adalah 2,2 gr/24 jam termasuk yang diberikan pada saat tindakan resusitasi. Lidokain merupakan obat pilihan lain selain amiodaron atau jika amiodaron tidak tersedia. Dosis lidokain adalah 0,5-0,75 mg/kg BB diberikan bolus intra vena, dapat diulang 5-10 menit sampai dosis maksimal 3 mg/kg BB, dosis pemeliharaan adalah 14 mg/menit. Kardioversi adalah tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi takikardi ventrikel. Energi awal yaitu 100 joule.
2. TV Polimorfik Jika terdapat perpanjangan QT interval tindakan yang harus dilakukan adalah mengoreksi kelainan elektrolit. Obat pilihan adalah magnesium sulfat. Kardioversi merupakan tindakan berikutnya jika obat-obatan gagal mengatasi takikardi ventrikel (Fuster, Walls, Harringtons. 2011).
Gambar Alur tatalaksana kegawatdaruratan VF dan TV (ACLS, 2010) VENTRIKEL FIBRILASI
Ventrikel fibrilasi merupakan aritmia ventrikel yang sangat ekstrim, paling sering mendahului kematian mendadak pada orang dewasa. VF terjadi bila ventrikel mengalami depolarisasi secara kacau dan cepat , sehingga ventrikel tidak berkontraksi sebagai satu unit tetapi bergetar secara inefektif. Mekanisme yang terjadi pada VF adalah jantung tidak dapat menghasilkan curah jantung , tekanan darah tidak terukur dan cardiac arrest. Vebtrikel fibrilasi memiliki irama tidak teratur dengan frekwensi yang tidak dapat dihitung, gelombang P tidak ada dan kompleks QRS lebar serta tidak teratur. Tidak ada jarak kompleks yang terlihat, hanya ada oksilasi tidak teratur dari garis dasar.
Etiologi dan Patofisiologi
Pemahaman mengenai mekanisme VF telah ditingkatkan melalui penelitian dengan hewan coba dan menerangkan bahwa reentri fungsional sebagai mekanisme VF . Penyakit arteri koroner dan iskemi miokardium adalah etiologi yang paling umum dari VF dan serangan jantung. Penyebab lain seperti kardiomiopati dilatasi, hipertrofik kardiomiopati, miokarditis, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, obat-obatan proaritmia, kelainan asam-basa dan elektrolit, sindrom QT panjang dan fibrilasi atrium pada pasien dengan sindrom Wolff - Parkinson – White. Identifikasi etiologi VF dapat membantu dalam stratifikasi dan pencegahan serangan lebih lanjut dari VF . Revaskularisasi pasien dengan iskemia miokard yang disebabkan oleh penyakit koroner, ablasi saluran aksesoris pada pasien dengan VF sebagai akibat dari sindrom Wolff - Parkinson -White , atau penghapusan penghentian pemakaian obat proaritmia dapat dilakukan. Gambaran Klinis dan Terapi
Insiden kematian mendadak di Amerika Serikat sekitar 1 sampai 2 per 1000 orang ( 0,1 % -0,2% ). Pada tahap awal serangan, VF adalah aritmia yang paling umum ditemui. Pasien dengan VF membutuhkan defibrilasi segera. Berikut merupakan gambaran EKG dari VF.
(Fuster, Walls, Harringtons. 2011) Setiap menit keterlambatan dilakukannya defibrilasi untuk VF, kesempatan untuk bertahan hidup menurun 7% menjadi 10 %. Penentu keberhasilan defibrilasi juga mempengaruhi hasil akhir seperti waktu untuk defibrilasi, energi yang disampaikan, gelombang defibrilasi, impedansi transtorakal, penempatan elektroda shock, luas permukaan elektroda shock, dan status metabolik pasien ( asam-basa dan elektrolit ). Energi yang berlebihan dan saat defibrilasi berpotensi menyebabkan nekrosis miokard ireversibel dan kerusakan fungsional pada miokardium ventrikel dan sistem konduksi. Untuk gelombang kejut monofasik, energi kejut pertama yang direkomendasikan adalah 200 J, diikuti oleh 300J
dan kemudian 360 J. Menyadari bahwa defibrilasi dini sangat penting bagi kelangsungan hidup pada pasien yang menderita VF, kemajuan tehnologi telah meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang menderita VF. Salah satunya, dengan defibrillator eksternal otomatis pada tempat-tempat publik yang telah terbukti aman, akurat , dan efektif . Pengelolaan pasien yang menderita VF ditujukan untuk menentukan penyebabnya dan mengobati penyebab untuk mengurangi potensi kekambuhan. Karena kebanyakan serangan jantung terjadi pada pasien dengan penyakit arteri koroner, semua pasien harus dievaluasi adanya penyakit koroner. Pemeriksaan enzim jantung seri harus dievaluasi, dan ekokardiogram harus dilakukan untuk menilai fungsi ventrikel kiri Pengobatan lain untuk padien dengan TV maupun VF yaitu: terapi obat antiaritmia, dan prosedur ablasi. Kebanyakan pasien dengan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa menerima defibrillator implan dengan terapi obat antiaritmia serta ablasi dengan katetersebagai pilihan pengobatan tambahan.
EKSTRASISTOL
Ekstrasistol merupakan suatu denyutan yang disebabkan oleh impuls yang abnormal di dalam jantung (baik itu di atrium, vebtrikel maupun sistem konduksi). Ekstrasistol sering terlihat pada jantung yang sehat juga. Ekstrasisitol muncul sebagai satu denyutan, diantara satu denyut normal (bigeminus, atau dua denyutan sinus (trigeminus) atau dapat terjadi pada dua serial (couplet) atau tiga serial (triplet). Pada kebanyakan pasien ekstrasistol biasanya asimptomatik. Walaupun jarang, ekstrasistol dapat menyebabkan gejala yang menganggu seperti palpitasi, serangan panik, dyspneu atau hiperventilasi (Slegenthaler, 2007).
Supraventrikular Ekstrasistol
Supraventrikular ekstrasistol berasal dari atrium, pada miokardium atrium, atau pada AV node. Ekstrasistol supraventrikel bermanifestasi pada gelombang P yang prematur. Kompleks QRS dapat normal atau melebar. Kebanyakan konduksi dari supraventrikular ekstrasistol dihambat, sehingga terjadi jeda pada sinus berikutnya. Progonis dari suprsventrikual ekstrasistol tidak terlalu signifikan, namun pada keadaan yang jarang dapat menyebabkan aritmian yang berkelanjutan (Slegenthaler, 2007).
Ventrikel Ekstrasistol
Ventrikular ekstrasistol dibedakan dengan supraventrikular ekstrasistol dengan berbagai hal berikut ini (Slegenthaler, 2007): Tidak ada gelombang P (tidak terdapat interval PQ yang konstan) Terdapat perbedaan morfologi QRS dan axis Gelombang T berlawanan dengan vektor QRS Jeda bisa dikompensasi
Single ekstrasistol ventrikel tidak memiliki prognosis yang signifikan, namun jika terjadi ekstrasistol ventrikel lebih dari satu dapat menyebabkan takikardi ventrikel terutama pada pasien yang memiliki penyakit koroner.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). 2011. Pocket guideline Management of Patients With Atrial Fibrillation. Available from: http://my.americanheart.org/idc/groups/ahamah public/@wcm/@sop/@spub/documents/downloadable/ucm_427314.pdf [akses; 6 Mei 2014] Bonow RO, et al. 2012. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicinie 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. Brian Weitzman. 2010. International ACLS Guidelines 2010. Department of Emergency Medicine: Ottawa Hospital Despopoulos A & Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiology 5 th Edition. Stuttgart: Georg Thieme Verlag. European Society of Cardiology (ESC). 2010. Guidelines for the management of atrial Fibrillation.
European
Heart
Journal
(2010)
31,
2369 – 2429
doi:10.1093/eurheartj/ehq278. Available from: http://www.escardio.org/guidelinessurveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdf
[akses:
6
Mei
2014] Fuster, Walls, Harringtons. 2011. Hurst's The Heart, 13th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Lilly, Leonard S. ed. (2007). Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins Melissa B, Bruce A. 2006. Atrial Flutter . American Heart Association: Greenville, Dallas. Papdi. 2007. Buju Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V . Interna Publising. Paul J, Mark E. 2006. Supraventricular Tachycardia. American Heart Association: Greenville, Dallas. Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Slegenthaler, W. 2007. Differential diagnosis in internal medicine: from symptomp to diagnosis.
Available
from:
http://books.google.co.id/books?id=MaDJ6nlaQKYC&pg=PA719&lpg=PA719&dq=