ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ARITMIA GANGGUAN PEMBENTUKAN
DISUSUN OLEH Rudianto
131411123058
Sondi Andika Septian
131411123060 131411123060
Oktavina Batubara
131411123062 131411123062
Husna Ardiana
131411123064 131411123064
Ahmadi Ramadhan
131411123066 131411123066
Aziz’s Nurulhuda Nurulhuda
131411123068
Alafiatul Oza Hamanu
131411123070 131411123070
PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal
elektrofisiologi
atau
sel-sel
otomatis. miokardium.
Aritmia
timbul
Perubahan
akibat
perubahan
elektrofisiologi
ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. (Nuraeni, 2013) Pada umumnya artimia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : (1) gangguan pembentukan impul seperti gangguan pembentukan impuls di sinus; takikardia sinus, bradikardi sinus, artimia sinus, henti sinus; gangguan pembentukan impuls di artria (aritmia atrial); ekstrasistol atrial, takiakardia atrial, gelepar atria, fibrilasi atrial, pemacu kelana atrial; pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung); ekstrasistole penghubung AV, takikardia penghubung AV, irama lolos penghubung AV; Pembentukan impuls di ventricular (artimia ventricular); ekstrasistole ventricular, takikardia ventricular, gelepar ventricular, fibrilasi ventricular, henti ventricular, irama lolos ventricular. (2) Gangguan penghantaran impuls seperti blok sino atrial, blok atrio-ventrikular, blok intraventrikular (Nuraeni, 2013). 2013). Gangguan irama jantung dapat terkena pada siapa saja di dunia tanpa memperhatikan distribusi menurut suku atau ras. Kematian mendadak yang berasal dari gangguan irama jantung diperkirakan mencapai angka 50 % dari seluruh kematian
karena penyakit jantung. Gangguan irama
jantung yang terjadi dapat berupa atrial fibrilasi, atrial flutter, blok jantung, ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi serta gangguan irama lainnya. Data epidemiologi yang diperoleh dari New England Medical Journal (2001)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal
elektrofisiologi
atau
sel-sel
otomatis. miokardium.
Aritmia
timbul
Perubahan
akibat
perubahan
elektrofisiologi
ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. (Nuraeni, 2013) Pada umumnya artimia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu : (1) gangguan pembentukan impul seperti gangguan pembentukan impuls di sinus; takikardia sinus, bradikardi sinus, artimia sinus, henti sinus; gangguan pembentukan impuls di artria (aritmia atrial); ekstrasistol atrial, takiakardia atrial, gelepar atria, fibrilasi atrial, pemacu kelana atrial; pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung); ekstrasistole penghubung AV, takikardia penghubung AV, irama lolos penghubung AV; Pembentukan impuls di ventricular (artimia ventricular); ekstrasistole ventricular, takikardia ventricular, gelepar ventricular, fibrilasi ventricular, henti ventricular, irama lolos ventricular. (2) Gangguan penghantaran impuls seperti blok sino atrial, blok atrio-ventrikular, blok intraventrikular (Nuraeni, 2013). 2013). Gangguan irama jantung dapat terkena pada siapa saja di dunia tanpa memperhatikan distribusi menurut suku atau ras. Kematian mendadak yang berasal dari gangguan irama jantung diperkirakan mencapai angka 50 % dari seluruh kematian
karena penyakit jantung. Gangguan irama
jantung yang terjadi dapat berupa atrial fibrilasi, atrial flutter, blok jantung, ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi serta gangguan irama lainnya. Data epidemiologi yang diperoleh dari New England Medical Journal (2001)
menyebutkan bahwa kelainan struktur arteri koroner merupakan penyebab 80 % gangguan irama jantung yang dapat berakhir dengan kematian mendadak. Angka kejadian gangguan irama jantung akan meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan, populasi geriatri (lansia) akan mencapai 11,39 % di Indonesia atau 28 juta orang di Indonesia pada tahun 2020. Makin bertambah usia, persentase kejadian akan meningkat yaitu 70 % pada usia usi a 65 – 85 85 tahun dan 84 % di atas 85 tahun. Gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan adalah atrial fibrilasi. Sekitar 2,2 juta penduduk Amerika dan hampir sekitar 5 % pada populasi umur 69 tahun dan 8 % pada populasi umur 80 tahun menderita kelainan ini. Atrial fibrilasi meningkatkan resiko kematian sebanyak 1,5 – 1,9 kali, yang diakibatkan oleh stroke s troke tromboemboli. Atrial flutter sendiri lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan atrial fibrilasi. Sejumlah pasien yang datang ke rumah sakit dengan diagnosa takikardi supraventrikuler menunjukkan atrial fibrilasi sebanyak 77 % dan 10 % atrial flutter. flutter. Data yang diperoleh dari seorang ahli jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa gangguan irama jantung jenis atrial fibrilasi dapat meningkatkan resiko terserang stroke lima kali lipat dibandingkan populasi dengan irama jantung normal sehingga hal ini dapat menurunkan
kualitas
hidup penderitanya.
Sejauh ini, atrial fibrilasi memberikan kontribusi terhadap 50.000 kasus stroke setiap tahunnya di Amerika Serikat. Data di ruang perawatan koroner intensif RSCM (2006), menunjukkan, terdapat 6,7 % pasien mengalami atrial fibrilasi. Jenis gangguan gangguan irama
jantung lainnya yang yang sering menyebabkan
kematian mendadak adalah ventrikel fibrilasi fibril asi yang sering s ering terjadi bersama ventrikel takikardi. Hal ini menyebabkan men yebabkan sekitar 300.000 kematian per tahunnya di Amerika Serikat. Kelainan ini juga ditemukan sebanyak 0,06 – 0,08 % per tahunnya pada populasi dewasa. Ventrikel fibrilasi dan ventrikel takikardi merupakan kelainan pertama yang paling sering terjadi akibat
sindrom
koroner akut dan merupakan penyebab 50 % kematian
mendadak, yang biasanya terjadi 1 jam setelah onset infark miokard.
Studi epidemiologik jangka panjang menunjukkan bahwa pria mempunyai resiko
gangguan
irama
ventrikel
2
– 4
kali
lipat
dibandingkan dengan wanita. Sementara itu, it u, data yang lebih baru dari Abildstrom dan kawan-kawan (2002) yang melakukan studi prospektif selama 4 tahun menemukan bahwa gangguan irama ventrikel pada pria hanya 1,3 kali lebih sering daripada wanita. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan aritmia gangguan pembentukan? 1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan umum Mahasiswa mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pembentukan impuls jantung.
1.3.2
Tujuan khusus 1. Mengetahui definisi dari aritmia 2. Mengetahui faktor predisposisi aritmia 3. Mengetahui klasifikasi aritmia 4. Mengetahui manifestasi klinik aritmia 5. Mengetahui patofisiologi dan WOC aritmia 6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari aritmia 7. Mengetahui penatalaksanaan daei aritmia 8. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada aritmia.
1.4 Metoda 1.4.1
Metoda Penulisan Laporan Penulis menggunakan metoda deskriptif dengan pembahasan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.4.2
Cara Pengumpulan Data Data yang yang dikumpulkan dalam penyusunan makalah
pada klien
denganaritmia gangguan pembentukan diperoleh dari berbagai studi literatur terbaru yang ada. 1.5 Manfaat
Menambah ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan aritmia gangguan pembentukan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori 2.1.1
Anatomi Jantung merupakan organ muskular yang terletak di ruang antara
paru (mediastinum) di tengah rongga dada. Kira-kira duapertiga jantung terletak di sebelah kiri garis sternum. Jantung dilapisi membran yang disebut perikardium. Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan. Atrium mempunyai dinding tipis dan berfungsi menerima darah. Atrium kanan menerima darah dengan kadar oksigen rendah dari vena cava superior dan inferior dan meneruskannya ke ventrikel kanan melalui katup, trikuspid, selanjutnya ke arteri pulmonal. Darah kaya oksigen akan dialirkan ke atrium kiri melelui vena pulmonal dan selanjutnya ke ventrikel kiri melalui katup mitral, serta dipompa ke seluruh tubuh melalui aorta. Sinus koronarius merupakan vena terbesar yangn mendrainase jantung. 2.1.2
Elektrofisiologi Dasar
2.1.2.1 Konsep automaticity Konsep automaticity mempunyai karakteristik berikut : 1. Sel jantung memiliki fingsi mekanik dan elektrik serta terdiri dari filamen-filamen kontraktil yang jika terstimulasi akan saling berinteraksi sehingga sel miokard akan berkontraksi. 2. Kontraksi sel otot jantung yang berhubungan dengan perubahan muatan listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut repolarisasi. Rangkaian proses ini disebut potensial aksi. 3. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan, yang berfungsi sebagai back up sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal
sinus atau kegagalan propagasi depolarisasi dengan manifestasi klinis berupa aritmia. 2.1.2.2 Komponen sistem konduksi Sistem konduksi terdiri dari selmotot jantung yang memiliki sifat unik, terdiri dari : 1. Nodal sinoatrial (SA) Nodal SA merupakan sekumpulan sel yang terletak dibagian sudut kanan atas atrium dengan ukuran panjang 10-120 mm dan lebar 2-3 mm serta merupakan pacemaker jantung. Nodal SA mengatur
ritme
jantung
(60-1000x/menit)
dengan
mempertahankan kecepatan depolarisasi serta mengawali siklus jantung ditandai dengan sistol atrium. Impuls dari nodal SA menyebar pertama sekali ke atrium kanan lalu ke atrium kiri (melaluim berkas Bachman) yang selanjutnya di teruskan ke nodal atrioventrikular melalui traktus internodal. 2. Nodal atrioventrikular (AV) Nodal AV terletak dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus koronarius dan dibelakang katup trikuspid yang berfungsi
memperlambat
kecepatan
konduksi
sehingga
memberi kesempatan atrium mengisi ventrikel sebelum sistol ventrikel serta melindungi venthrikel dari stimulasi berlebihan atrium seperti pada fibrilasi atrial. Nodal AV menghasilkan impuls 40-60x/menit dan kecepatan konduksi 0,05 meter/detik. Impuls dari nodal AV akan diteruskan ke berkas His. 3. Sistem His-Purkinje Berkas His terbagi atas berkas kanan dan kiri. Berkas His kiri terbagi menjadi berkas anterior kiri, posterior dan septal. Berkas kanan menyebarkan impuls listrik ke ventrikel kanan, sedangkan berkas kiri menyebarkan impuls ke septum interventrikel dan ventrikel kiri dengan kecepatan konduksi 2 meter/detik. Berkas-berkas tersebut bercabang menjadi cabangcabang kecil atau serabut purkinje yan tersebar mulai dari
septum interventrikel sampai ke muskulus papilaris
dan
menghasilkan impuls 20-40x/menit dengan kecepatan konduksi 4 meter/detik. Impuls listrik menyebar mulai dari endokardium, yang selanjutnya ke otot jantung akan bergerak (twisting) dan memompa darah keluar dari ruang ventrikel ke pembuluh arah arteri. 2.1.2.3 Fase potensial aksi jantung 1. Fase 0 : Depolarisasi cepat (fast sodium channel) terjadi pemasukan cepat Na+. Ion K + bergerak ke luar sel dan Ca ++ bergerak lambat masuk
ke
dalam
sel
melalui
saluran
Ca++. Sel akan
terdepolarisasi dan dimulailah kontaksi jantung ditandai dengan kompleks QRS pada elektrokardiogram (EKG). Selanjutnya tejadi repolarisasi segera yang terdiri dari 3 fase (fase 1, 2 dan 3). 2. Fase 1 : Repolarisasi dini saluran Na+ akan menutup sebagian sehingga memperlambat aliran Na+ ke dalam sel. Pada saat bersamaan, Cl- masuk ke dalam sel dan K +
keluar melalui saluran K +.
Alhasil terjadi penurunan jumlah ion positif dalam sel yang menibulkan gelombang defleksi negatif kecil pada kurva potensial aksi. 3. Fase 2 : Fase pletau : Terjadi pemasukan lambat Ca++ ke dalam sel melaui saluran Ca++. Ion K + terus keluar dari sel melalui saluran K +. Fase ini ditandai dengan segmen ST pada EKG. 4. Fase 3 : Repolarisasi cepat akhir : Terjadi downslope potensial aksi, dimana K + bergerak cepat keluar sel. Saluran Ca++ dan Na+ tertutup sehingga Ca ++ dan Na+ tidak bisa masuk ke dalam sel. Pengeluaran cepat K + menyebabkan suasana elektrik di dalam sel menjadi negatif. Hal ini menjelaskan terjadinya gelombang
T (repolarisasi ventrikel) pada EKG. Jika saluran K + dihambat, terjadi pemanjangan potensial aksi. 5. Fase 4 : Resting membrane potential : kembali pada keadaan istirahat, Na+ dijumpai banyakm di dalam sel serta K + banyak diluar sel. Pompa Na+ K + akan diaktivasi untuk mengeluarkan Na + dan memasukkan K + ke dalam sel. Jantung mengalami polarisasi (siap untuk stimulus berikutnya). 2.1.2.4 Komponen kompleks P-QRST Gelombang potensial elektrik negatif akan menyebar sepanjang miokard yangn berkontraksi. Potensial ini dideteksi dengan meletakkan beberapa elektroda di berbagaim lokasi di kulit, signal akan
diperkuat
dan
digambarkan
sebagai
rekaman
elektrokardiogram. Komponen gelombang EKG merupakan gambaran dari : 1. Gelombang P berhubungan dengan sistol atrium (depolarisasi atrium),
merupakan
gelombang
pertama
siklus
jantung.
Setenganh gelombang P pertama terjadi karena stimulasi atrium kanan serta bentuk downslope berikutnya terjadi karena stimulasi atrium kiri. Karakteristik gelombang P yang normal : lembut dan tajam, durasi normal 0,08-0,10 detik, tinggi tidak lebih dari 2,5 mm. 2. Kompleks QRS merupakan sistol ventrikel (depolarisasi ventrikel), lebar normal 0,06-0,10 detik dan terdiri dari : gelombang Q : defleksi pertama, merupakan depolarisasi sepktum interventrikel yang teraktivasi dari kiri ke kanan, durasi normal (kecuali sadapan III dan aVR) kurang dari 0,04 detik (1 kotak kecil) dan tinginya kurang dari sepertiga tinggi gelombang R pada sadapan bersangkutan. Gelombang R : defleksi pertama. Defleksi kedua disebut R’. Gelombang S : defleksi negatif pertama setelah R. Defleksi kedua disebut S’. Beberapa variasi kompleks QRS dapat dilihat pada gambar 4.
3. Gelombang T merupakan repolarisasi ventrikel, biasanya tingi kurang dari 5 mm pada sadapan ekstremitas atau 10 mm pada sadapan prekordial. Gelombang T bisa positif, negatif, ataun bifasik. 4. Penyebab terjadinya gelombang U masih kontroversi, salah satu teori menyebut gelombang U terjadi karena repolarisasi serabut purkinje. Bentuk normal, bulat, kecil dan amplitudo kurang dari 1,5 mm. 5. Interval PR merupakan cerminan depolarisasi atrium plus perlambatan fisiologis dinodal AV dan berkas His, nilai normal 0,12-0,20 detik. 6. Segemen PR dibentuk dari akhir gelompang P sampai dengan awal kompleks QRS dan merupakan penentu garis isoelektris. 7. Segmen ST merupakan tanda awal repolarisasi ventrikel kiri dan kanan. Titik pertemuan antara akhir kompleks QRS dan awal segmen ST disebut J ponit . Jika J point berada di bawah garis isoelektris disebut elevasi J point. 8. Interval QT merupakan aktivasi total ventrikel (mulai dari depolarisasi hingga repolarisasi ventrikel). Diukur mulai awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T.
Durasi normal
tergantung dari umur, jenis kelamin dan denyut jantung. Ratarata kurang dari 0,38 detik. 2.2 Definisi Aritmia merupakan irama jantung abnormal yang mempengaruhi pembentukan atau konduksi impuls. Aritmia dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu irama sinus yang abnormal, inisiasi impuls yang abnormal (ektopik) dan gangguan jalur konduksi (Copstead & Banasik, 2013). Aritmia adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokard (perubahan bentuk aksi potensial) yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, frekuensi, dan konduksi (Udjianti, 2010).
Kelainan irama jantung dibagi menjadi dua kelompok yaitu irama jantung yang terlalu lambat (bradiaritmia) dan irama jantung yang terlalu cepat (takiaritmia), (Dharma, 2009). 2.3 Faktor predisposisi Menurut Udjianti (2010), faktor presdiposisi yang dapat menyebabkan aritmia, yaitu : 1. Aterosklerosis koroner (iskemia/injuri jaringan miokard) 2. Hipoksemia 3. Pengaruh sistem saraf otonom (simpatidan dan parasimpatis) 4. Gangguan metabolisme (asidosis laktat karena perfusi jaringan) 5. Kelainan hemodinamik 6. Obat-obatan (keracunan digitalis atau keracunan quinidine) 7. Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperkalsemia) 2.4 Patofisiologi 2.4.1
Irama atrial Gelombang P merupakan depolarisasi atrium dan berbentuk positif (upright) serta pada EKG timbul sebelum tiap kompleks QRS jika stimulus dimulai dari nodal SA. Jika irama dimulai di tempat lain di atrium menunjukkan konfigurasi yang berbeda. a. Disritmia atrial Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan konduksi impuls listrik di atrium. Mekanisme yang mendasari adalah : 1. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls sebelum impuls normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard, keracunan obat dan ketidakseimbangan elektrolit. 2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi, saat sel sedang ‘tenang’ dan dengan stimulus satu impuls saja sel-sel miokard ‘tersentak’ beberapa kali). Penyebab tersering adalah hipoksia, peningkatan katekolamin,
hipo-magnesimia, iskemia, infark miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi. 3. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang sudah terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok
unidirectional
konduksi
dalam
dalam
konduksi
sirkuit).
Penyebab
serta
perlambatan
tersering
adalah
hiperkalemia dan iskemia miokard. b. Kompleks atrial premature Penyebab tersering adalah mekanisme re-entry. Karakteristik : 1. Laju
: 60-100 x/menit, bisa saja lambat, jika lebih dari 100 x/menit disebut takikardia atrial
2. Irama
: Ireguler
3. Gelombang P
: Ukuran, bentuk, arah bisa berubah dari beat to beat
4. Interval PR
: Bervariasi
5. Durasi QRS
: 0,10
detik
atau
kurang
kecuali
ada
perlambatan konduksi intraventrikel
Gambar 1. Gambaran kompleks atrial prematur (tanda panah) c. Takikardia Supraventrikuler (SVT=supraventricular tachycardia) Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodal AV (50%), jalur aksesoris lain (40%) serta diatrium atau nodal SA (10%). Karakteristik : 1. Laju
:
100-250 x/menit
2. Irama
:
Reguler
3. Gelombang P
:
Kadang gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T dan disebut gelombang P’
4. Durasi QRS
:
0,10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan
dari
konduksi
intraventrikel
Gambar 2. Gambaran takikardia supraventrikular. Segera sesudah pemberian Adenosin triphodphate (ATP) 6 mg bolus I.V. cepat, tampak EKG menjadi sinus ritme. d. Kepak atrial (atrial flutter) Kepak atrial klasik diakibatkan adanya sirkuit re-entry yang khas dan kebanyakan melibatkan atrium kanan. Karateristik : 1. Laju
:
Laju atrial 250-450 x/menit
2. Irama
:
Irama
atrial
ventrikel
teratur
bisa
tergantung
teratur
konduksi
tetapi
irama
atau
tidak
atau
blok
atrioventrikular 3. Gelombang P
:
Tidak
bisa
berbentuk
diidentifikasikan
gigi
gergaji
(saw
appearence) 4. Interval PR
:
Tidak bisa diukur
Gambar 3. Atrial flutter, tampak gambaran gigi gergaji. e. Fibrilasi atrial (AF=atrial fibrilation)
dan tooth
Depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium, menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang terdekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab utama. Karakteristik : 1. Laju
:
Laju
atrial
400-600
x/menit,
laju
ventrikel bervariasi 2. Irama
:
Irama ventrikel tidak teratur
3. Gelombang P
:
Tidak
dapat
diidentifikasi,
garis
baseline bergelombang 4. Durasi QRS
:
0,10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan konduksi intraventrikel
Gambar 4. Gambaran fibrilasi atrial dengan rapid ventricular response. f. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) Suatu sindroma preeksitasi, konduksi antegrade berjalan selain dari jalur konduksi normal juga melalui jalur tambahan lain. Jalur tambahan tersebuit mempunyai konduksi lebih cepat sehingga membuat beberapa bagian dari ventrikel terdepolarisasi secara dini, yang menghasilkan pemendekkan interval PR dan timbul gelombang delta pada EKG. Karakteristik : 1. Laju
:
Laju atrial 60- 100 x/menit
2. Irama
:
Reguler
3. Interval PR
:
< 0,22 detik
4. Durasi QRS
:
> 0,12 detik dan dijumpai gelombang delta pada kompleks QRS
Gambar .5. Gambaran gelombang delta (tanda panah) pada sindroma WPW disertai pemendekkan interval PR 2.4.2
Irama ventrikel Pada keadaan tertentu (iskemia atau infark miokard) daerah di ventrikel jadi mudah terangsang dan timbul gangguan irama dengan mekanisme
re-entry,
automaticity
maupun
triggered
activity.
Depolarisasi ventrikel abnormal akan diikuti repolarisasi ventrikel yang abnormal juga sehingga dijumpai perubahan pada gelombang T dan segmen ST. a. Kompleks
ventrikel
prematur
(PVC=premature
ventricular
complex) Keadaan ini muncyl dari suati lokasi di ventrikel yang teriritasi. Mekanisme dasar berupa peningkatan automaticyti atau re-entry di ventrikel. Secara definisi, PVC adalah denyutan prematur yang muncul lebih didi dari denyutan yang diharapkan. Biasanya gelombang T menunjukkan arah yang berlawanan dengan kompleks QRS. Berbagai tipe PVC antara lain : 1. PVC tipe uniformis atau multiformis Jika denyutan dini berasal dari lokasi anatomi yang sama dan bentuk PVC sama disebut uniformis, sedangkan jika bentuknya berbeda pada satu sadapan disebut multiformis walaupun belum tentu berasal dari lokasi yang berbeda.
Gambar 6. A. PVC tipe uniformis B. PVC tipe multiformis (yang dilingkari). Perhatikan arah gelombang T yang berlawanan dengan kompleks QRS. 2. PVC tipe “R onT” Gelombang R dari PVC jatuh pada gelombang T denyutan sebelumnya.
Gambar 7. Sinus ritme dengan PVC tipe “R on T” (yang dilingkari). 3. PVC tipe berpasangan (couplets)
Gambar 8. A. PVC tipe Couples (yang dilingkari) B. Run VT (tanda panah) 4. PVC tipe bigeminal
Gambar 9. PVC tipe bigeminal (yang dilingkari).
5. PVC tipe trigeminal
Gambar 10. PVC tipe bigeminal (yang diingkari). 6. PVC tipe quadrigeminal
Gambar 11. Sinus ritme dengan PVC tipe quadrigeminal (yang dilingkari). b. Accelerated idioventricular rhythm Irama ini sering dijumpai sebagai petanda keberhasilan terapi reperfusi pada pasien IMA dengan elevasi segmen ST dan onset ≤ 12 jam. Karakteristik : 1. Laju
: 41-100 x/menit
2. Irama
: Reguler
3. Gelombang P
: Tidak ada
4. Durasi QRS
: >
0,12
detik,
arah
gelombang
T
berlawanan dengan kompleks QRS
Gambar 12. Accelerated idioventricular rhythm dengan laju 75 x/menit.
c. Takikardia ventrikel (VT=ventricular tachycardia) Keadaan ini ditandai dengan lebih dari tiga PVC berurutan dengan laju lebih dari 100x/menit. Jika muncul kurang dari 30 detik disebut nonsustained VT, jika lebih dari 30 d etik disebut sustained VT. Berbagai tipe bentuk VT antara lain : 1. VT tipe monomorfik Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang sama, berasal dari fokus tunggal ataun jalur re-ent ry.
Gambar 13. Takikardia ventrikel tipe monomorfik 2. VT tipe polimorfik Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan amplitudo yang tidak sama, terdapat beberapa fokus jalur yang berbeda. Takikardia ventrikel tipe polimorfik yang timbul pada interval QT yang memanjang disebut Torsade de Pointes.
Gambar 14. Takikardia ventrikel tipe polimorfik d. Fibrilasi ventrikel Terjadi akibat re-entry wavelet multipel di ventrikel. Pada VF tidak ada depolarisasi ventrikel yang terorganisasi, sehingga tidak ada kontraksi miokard yang efektif dan tidak ada pulsasi nadi, terdiri dari VF kasar (coarse) dan VF halus (fine).
Gambar 15. Fibrilasi ventrikel tipe coarse
Gambar 16. Fibrilasi ventrikel tipe fine e. Kepak ventrikel (ventricular flutter) Selama proses kepak ventrikel, otot ventrikel berdepolarisasi dalam pola sirkular. Penyebab utama adalah mekanisme re-entry dengan frekuensi 300x/menit.
Gambar 17. Gambaran EKG kepak ventrikel. perhatikan pada pola siumsoid yang timbul f.
Asistol Pada asistol sama sekali tidak ada aktivitas listrik ventrikel.
Gambar 18. Gambaran Asistol.
Gambar 18. Gambaran
Asistol dengan gelombang P (“P” wave
asystole). 2.4.3
Irama junctional 1. Junctional escape beats
Irama ini terjadi karena pengambilalihan fungsi pacu jantung (escape pacemaker) oleh AV junction akibat kegagalan nodal SA membentuk impuls. Karakteristik : 1. Laju
: Tergantung irama dasar
2. Irama
: Reguler,
timbul
terlambat,
biasanya
muncul setelah episode sinus arrest 3. Gelombang P
: Bisa tidak ada
4. Komplek QRS : Sempit, depresi segmen ST.
Gambar 19. Junctional escape beats (yang dilingkari) 1. Irama junctional dan takikardia junctional Irama ini terjadi pada sel pacu jantung di berkas His. Jika laju > 100 x/menit disebut takikardia junctional dan jika < 60 x/menit disebut irama junctional. Karakteristik : 1. Laju
: Bervariasi
2. Irama
: Reguler
3. Gelombang P
: Biasanya tidak ada
4. Kompleks QRS : Sempit
(<
0,10
detik),
kecuali
gangguan konduksi.
Gambar 20. A. Takikardia Junctional dengan laju QRS 120 x/menit. B. Irama junctional dengan laju QRS 58 x.menit.
ada
2.4.4
Aritmia pada kondisi lain Beberapa aritmia pada kondisi lain misalnya: 1. Sindroma sinus sakit (sick sinus) Sindroma ini merupakan kumpulan beberapa kondisi yang menyebabkan gangguan fisiologis laju atrial. Penyebab tersering adalah fibrosis idiopatik bersamaan dengan degenerasi sistem konduksi dibawahnya. Karakteristik : a. Mencakup sinus bradikardia, episode bradikardia dan atrial takikardia (sindroma bradikardia-takikardia), sinus arrest dan blok nodal SA. b. Sering dijumpai pada orang tua.
Gambar 21. Rekaman sadapan II menunjukkan irama sinus disertai episode sinus arrest (tanda panah) diikuti irama fibrilasi atrial. Pasien didiagnosis dengan sindroma sinus sakit. 2. Sindrom Brugada Sindrom brugada merupakan kelainan bawaan (inherited)pada sistem elekrtofisiologi jantung yang menyebabkan peningkatan resiko sinkope dan mati mendadak. Penyebabnya adalah mutasi gen terutama gen SCN5A yang mengatur saluran Na+. Karakteristik : a. Elevasisi segmen ST disadapan V1 dan V2 (bisa juga di sadapan V3) yang menyebabkan kompleks QRS di sadapan tersebut menyerupai blok berkas cabang kanan. b. Elevasi segmen ST berbentuk coved dan menurun sampai membentuk gelombang T yang inversi.
c. Meninggal mendadak disebabkan oleh takikardia ventrikel tipe polimorfik dan fibrilasi ventrikel.
Gambar 22. Gambaran EKG sindroma Brugada. Perhatikan elevasi segmen ST berbentuk coved dan gelombang T yang inversi di sadapan V1 dan V2 (yang dilingkari). 2. Sindrom long QT Sindrom long QT merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan pemanjangan interval QT pada EKG. Kelainan ini dapat menyebabkan sinkope, henti jantung atau meninggal mendadak akibat takikardia ventrikel polimorfik/Torsade de Pointes atau fibrilasi ventrikel, dan biasa dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda. Penyebabnya adalah mutasi gen yang mengatur saluran ion kalium, natrium atau kalsium. Berdasarkan saluran ion yang terlibat, sindroma ini terdiri dari enap tipe sindroma Romano-
Ward, satu tipe sindroma Anderson, satu tipe Sindroma Timothy dan dua tipe sindroma Jervell and Lange-Nielsen. Karakteristik : Dijumpai pemanjangan interval QT pada EKG. Gunakan formula Bazett untuk menghitung interval QT corrected (QT c) serta paling baik dinilai pada sadapan pre-kordial dan diambil interval QT yang paling panjang. Interval QT c > 0,44 detik dan diangap abnormal, walaupun pada wanita normal bisa mencapai 0,46 detik.
Gambaran 23. EKG seorang pasien usia 35 tahun dengan riwayat sinkope berulang dan didiagmosis sindroma long QT. Sadaoan V5 menunjukkan pemanjangan interval QT (0,48 detik) yang dihitung menggunakan formula Bazett.
3. Sindrom short QT Sindroma ini merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan pemendekkan interval QT pada EKG, yang diturunkan secara autosomal dominan. Keluhan jantung berdebar, sinkope dan meninggal mendadak (akibat fibrilasi ventrikel). Mekanisme penyebab adalah mutasi gen KCNH2, KCNJ2 dan KCNQ1 yang mengatur saluran ion kalium pada mekanisme potensial aksi jantung. Karakteristik : Dijumpai pemendekkan interval QT pada EKG ( ≤ 0,30 detik ) dan tidak dipengaruhi denyut nadi.
Gambar 25. EKG seorang pasien usia 25 tahun dengan riwayat sinkope berulang dan didiagnosis sindroma short QT. Sadapan V5 menunjukkan pemendekkan interval QT (0,29 detik) yang dihitung menggukan formula Bazett.
2.5 Manifestasi klinis Aritmia bisa simtomatik atau asimtomatik, manifestasi klinis aritmia dapat bagi ke dalam dua kelompok yaitu takikardia dan bradikardia. Berikut ini manifestasi klinis dari aritmia antara lain (Davey, 2010): 1. Takiaritmia a. Palpitasi cepat rekuren, berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, bahkan bisa beberapa hari. b. Perubahan denyut nadi bisa cepat, lemah atau tidak teraba, sesak nafas, gagal jantung, bahkan henti jantung. 2. Bradiaritmia a. Bradikardia sinus diwaktu tidur atau pada atlet yang sehat. b. Sinkop, kelelahan, atau gagal jantung walaupun jarang terjadi. c. Episode sinkop klasik, yaitu serangan Stokes-Adam. Ciri-cirinya adalah onset mendadak tanpa peringatan, kolaps langsung dengan hilangnya kesadaran, pucat dan diam ‘seperti orang mati’, lamanya mulai dari beberapa detik sampai 1 atau 2 menit, dan cepat pulih menjadi normal, sebagian besar pasien hanya mengalami disorientasi sementara selama beberapa menit tanpa tanda atau gejala neurologis fokal.
2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. 2. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3. Foto dada : dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup 4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. 5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. 6. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia. 7. Pemeriksaan obat : dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. 8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. 9. Laju sedimentasi : peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. 10. GDA/nadi oksimetri : hipoksemia dapat /mengeksaserbasi disritmia. 2.7 Penatalaksanaan 1. Terapi Farmakologis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : a. Anti aritmia kelas 1 (Sodium channel blocker) 1. Kelas 1 A Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah
berulangnya
atrial
fibrilasi
atau
flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi
yang menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang. 2. Kelas 1 B Lignocain
untuk aritmia ventrikel
akibat
iskemia
miokard,
ventrikel takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT. 3. Kelas 1 C Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi b. Anti aritmia kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang d. Anti aritmia kelas 4 (Calcium channel blocker) Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia 2. Terapi mekanis a. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif. b. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. c. Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel. d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. 2.2. Konsep Asuhan Keperawatan 2.1.1
Pengkajian Data A. Pengkajian Data Umum : 1. Airway a. Bagaimana bersihan jalan nafas pasien, apakah ada sekret? b. Apakah ada batuk, frekuensi batuk, produktif/ non produktif sputum (warna, jumlah, dan viskositas).
2. Breathing a. Adakah distress pernafasan? b. Pergerakan dada (simetris/ asimetris, penurunan ekspansi, dan retraksi) c. Pengunaan otot bantu nafas : otot abdomen, otot interkostalis, otot leher, dan cuping hidung. d. Bunyi auskultasi paru (bersih, menurun, atau bahkan absen; adakah wheezing, crackles, dan ronchi). 3. Circulation a. Bagaimanakan status mental pasien? b. Circulation, movement, sensation and temperature (CMST), biasanya didapatkan : warna pucat pada kulit ekstremitas, wajah kemerahan (flush), periksa membran mukosa apakah ada sianosis, kemudian akral ekstremitas, apakah hangat, kering, dingin atau bahkan berkeringat (hiperhidrosis). c. Capillar Refill Test (CRT < 3 detik), apakah ada clubbing finger, bengkak/ kemerahan/ nyeri pada betis. d. Adakah pitting oedem? e. Pemeriksaan tekanan darah, catat adanya perubahan tekanan darah. f. Pemeriksaan nadi, catat adanya nadi ireguler, kekuatan pulsasi dan ada atau tidak terabanya nadi. g. Auskultasi jantung, catat adanya ireguler ritme jantung, bunyi jantung tambahan. h. Apakah haluaran urin menurun?
B. Pengkajian Data Khusus : 1. Keluhan utama : Kebanyakan kasus aritmia tidak menimbulkan gejala pada penderitanya, dan diketahui setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan perekaman EKG (Elektrokardiografi). Gejala pertama dan
yang paling sering diketahui adalah palpitasi, suatu keadaan seseorang menyadari dan merasakan detak jantungnya sendiri. Penderita mungkin mengungkapkan pernah merasakan jantungnya
berdetak lebih cepat atau lambat dalam periode
tertentu, detak jantung dirasakan kadang beraturan dan tidak beraturan. Sensasi ini membuat penderita tidak menghiraukan orang di sekitarnya dan menjadi pengalaman yang menakutkan bagi penderita. Keadaan yang lebih serius adalah adanya gejala penurunan curah
jantung,
keadaan
ini
terjadi
karena
aritmia
telah
mempengaruhi fungsi jantung. Pada keadaan ini penderita aritmia akan mengalami light-headedness dan sinkop. Pada kasus infark miokard akut mempunyai resiko yang sangat besar untuk terjadinya aritmia sudden death. 2. Anamnesis a. Jelaskan palpitasi dengan rinci? Apa yang dimaksud dengan istilah palpitasi? b. Apa yang memicunya (misalnya setelah melakukan aktivitas, nyeri dada, ketakutan)? c. Bagaimana awalnya (onset mendadak lebih sering terjadi pada takiaritmia, sedangkan onset beberapa menit bisa terjadi saat menyadari adanya takikardia sinus)? d. Lama berlangsungnya? e. Apa
yang
menghilangkannya
(misalnya
valsalva,
obat,
spontan)? f. Apa gejala penyerta yang ada : pingsan, berkeringat, sesak nafas, nyeri dada, rasa yang ada memukul di dada atau leher, penurunan kesadaran? g. Adakah poliuria pasca kejadian (menunjukkan takikardia dapat menyebabkan faktor natriuretik atrium? h. Bagaimana kecepatan palpitasi? Apakah reguler atau ireguler?
i.
Adakah penyakit jantung lainnya (misalnya nyeri dada, sesak saat aktivitas, ortopnea, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea).
j.
Adakah gejala tirotoksikosis (misalnya tremor, berkeringat, struma, tanda pada mata)?
k. Penjelasan dari saksi mata dan EKG selama serangan sangat membantu. 3. Riwayat Penyakit a. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Informasi tentang riwayat penyakit dahulu mengenai hipertensi, peningkatan kolesterol, trigliserida, tonsilitis, anemia dan struma nodosa (hipertiroidism). 2. Informasi tentang riwayat penyakit jantung yang pernah dialami pasien, seperti riwayat penyakit jantung koroner (90-95%
mengalami
disritmia),
infark
miokard
(kardiomiopati), gagal jantung kronis (CHF), miokarditis, penyakit jantung kongenital, demam rematik. Kapan dan bagaimana proses pengobatan penyakit tersebut. 3. Informasi
mengenai
riwayat
insersi
pace
maker,
kateterisasi jantung, pembedahan jantung yang mungkin pernah dialami klien, dan ekokardiogram. 4. Riwayat gangguan pulmonal (penyakit paru kronis dan emboli paru akut merupakan faktor presipitasi utama dalam kejadian aritmia jantung), dan riwayat merokok. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Merujuk pada riwayat penyakit kardivaskular yang pernah dialami keluarga pasien, seperti hipertensi, obesitas, diabetes, penyakit arteri koronaria, dan sudden death. 5. Gaya Hidup dan Kondisi Psikososial a. Pola nutrisi : Nutrisi
tidak
seimbang,
diet
tinggi
lemak
dan
karbohidrat. Terjadi peningkatan berat badan atau penurunan berat badan.
b. Merokok : Nikotin merupakan zat penghambat aliran ion K + otot jantung, sehingga memperlambat fase repolarisasi otot jantung (Huizhen Wang et.al., 2010). c. Alkohol : Alkohol
dapat
menyebabkan
kardiomiopati
dan
memperburuk status hipertensi seseorang (Marcus, 2012) d. Exercise : Lack of exercise,
jarang dan hampir tidak pernah
berolah raga. e. Obat-obatan : Riwayat penggunaan obat-obatan anti hipertensi, anti aritmia, beta blocker, calcium channel blocker, digoxin, diuretic, aspirin, antikoagulan, dan obat-obatan herbal. Obatobatan
antiaritmia
seperti
quinidin
merupakan
faktor
aritmogenik yang dapat menyebabkan aritmia. 6. Pengkajian fisik a. Neurosensori
:
1. Tingkat kesadaran pasien : a. Sadar penuh, siaga dan berorientasi benar terhadap orang, waktu, tempat dan kooperatif. b. Letargi, Stupor : berespon terhadap rangsang suara. c. Semi koma : berespon terhadap nyeri. d. Koma : tidak berespon. 2. Glascow Coma Scale (GCS) : a. Respon membuka mata : spontan, rangsang suara, rangsang nyeri, atau absen. b. Respon
verbal
:
orientasi
sempurna,
bingung,
ketidaksesuaian kata/ kalimat, kata/ kalimat tidak komprehensif (tidak dapat dimengerti), menggumam saja.
c. Respon pergerakan : sesuai perintah, lokalisir nyeri, menolak rangsang nyeri, fleksi terhadap rangsang nyeri, ekstensi terhadap rangsang nyeri, absen. 3. Pupil : PERRLA Dokumentasi : pusing berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil. b. Sirkulasi
:
1. Pembuluh darah jantung dan leher : a. Inspeksi : tekanan vena jugularis, ukur tekanan vena jugularis (normal <3-4cm). b. Auskultasi : nadi karotis, catat adanya bradikardi, takikardi, bruit. c. Palpasi : nadi karotis, catat kontur, ritme denyut nadi, kekuatan pulsasi (kekuatan normal adalah +2, dalam rentang 0 - +4), palpasi nadi karotis kiri dan kanan. 2. Sistem peredaran darah perifer a. Inspeksi : warna kulit ekstremitas, akral, kelembapan kulit, dan membran mukosa. Kulit ektremitas dingin dan berkeringat sebagai akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah perifer, kulit ekstremitas hangat dan lembab oleh karena adanya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Kemerahan
pada
kulit
wajah
berkaitan
dengan
pengobatan, demam, cemas dan ketakutan. Kulit pucat sebagai akibat dari anemia atau peningkatan tahanan perifer sebagai akibat dari adanya atherosklerosis. Sianosis perifer menyebabkan warna kebiruan pada bibir dan ekstremitas. Periksa mukosa bibir jika kebiruan belum tampak pada kulit ekstremitas, kaji mukosa bawah lidah, mukosa bukalis, dan pangkal kuku untuk melihat adanya sianosis perifer. b. Auskultasi :
Didapatkan perubahan tekanan darah, dapat terjadi hipertensi atau hipotensi selama episode disritmia dan nadi ireguler. Kategori
Sistolik
Diastolik
Normal
<120 mmHg
And <80 mmHg
Pre‐Hypertension
120‐139
Or 80‐89 mmHg
mmHg Stage
I 140‐159
Hypertension Stage
Or 90‐99 mmHg
mmHg II > 160 mmHg
Or > 100 mmHg
Hypertension Classification and Management of Blood Pressure in Adults. National Institute of Health (2003). c. Palpasi : Palpasi arteri perifer, meliputi arteri brakhialis, radialis, femoralis, popliteal, dorsalis pedis, dan tibialis posterior. Denyut cepat atau lambat, nadi ireguler (skipped beats, pulsus alternans, denyut bigemini, dan ekstrasistolik). 3. Prekordium (apeks jantung) a. Inspeksi : denyut apikal pada area dada anterior (ICS 45 sternal line sinistra). b. Auskultasi : kaji ritme (reguler/ ireguler), catat adanya bradikardi, takikardi, bruit, dan bunyi jantung tambahan S₃, S₄. c. Palpasi : kaji apakah denyut apikal berada tidak pada ICS 4-5, dan lebih mengarah ke midklavikular line sinistra. d. Perkusi : didapatkan pembesaran jatung (kardiomegali). c. Aktivitas : Keluhan kelelahan fisik secara umum, keletihan berlebihan dan intoleransi aktivitas. Saat aktivitas didapatkan disritmia,
perubahan tekanan darah dan denyut jantung. Keluhan kelelahan fisik yang berhubungan dengan masalah jantung akan dirasakan pasien pada sore hari, sementara kelelahan fisik karena kecemasan atau depresi terjadi sepanjang hari dan paling sering pada pagi hari, setelah bangun tidur. d. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis dan mudah tersinggung (irritable). e. Cairan dan nutrisi : intoleransi makanan, mual, muntah. Perubahan turgor, perubahan berat badan. f. Nyeri/ ketidaknyamanan : Kaji nyeri dada dengan menggunakan mnemonic PQRST (Provocative/ palliative, quality, Region/ radiation, Severity, and
Timing).
Nyeri
pada
perikarditis
membaik
jika
memposisikan diri dengan duduk dan tubuh condong ke depan (knee-chest position), sedangkan nyeri karena iskemi otot jantung akan menjadi lebih ringan atau berkurang dengan memberikan
nitrogliserin
sublingual
dan
menghentikan
aktivitas yang sedang dilakukan jika sensasi nyeri dirasakan pada saat melakukan aktivitas berat. Pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner cenderung mengalami nyeri dada dengan kualitas yang sama seperti episode nyeri yang dirasakan sebelumnya.
g. Pernafasan : Sesak
nafas,
batuk
(dengan
atau
tanpa
sputum).
Paroksismal Nokturnal Dispnea (PND) terjadi pada malam hari pada penderita gagal jantung kongestif. Posisi terlentang (supinasi) meningkatkan volume intratorakal, kondisi otot jantung yang lemah pada gagal jantung kongestif tidak mampu memompa darah dalam jumlah besar karena peningkatan
volume intratorakal. Pasien dengan gagal jantung kongestif akan terbangun dari tidurnya karena mengeluh sesak dan butuh udara segar. Selain PND, pasien kemungkinan mengalami orthopnea. h. Keamanan : Eritema, edema, penurunan tonus otot/ kekuatan. Edema yang berkaitan dengan penyakit jantung akan memburuk pada sore hari dan berkurang pada pagi hari setelah penderita beristirahat dengan kaki diposisikan lebih tinggi. 2.1.2
Analisa Data o. Data Penyebab asalah 1. Data Subyektif/ Data Faktor Aritmogenik enurunan curah Obyektif : (Hipoksia miokard, antung - Aritmia, takikardia, iskemia, stimulasi saraf bradikardia simpatik, obat-obatan, - Palpitasi, oedem gangguan elektrolit, - Kelelahan bradikardia dan hipertrofi - Peningkatan/ penurunan otot jantung) JVP (Jugularis Venous Pressure) Perubahan fase - Distensi vena jugularis depolarisasi-repolarisasi - Kulit dingin dan lembab miokard - Penurunan denyut nadi perifer Gangguan irama jantung - Oliguria, CRT (Capillary Refill Test) lambat > 3 detik - Nafas pendek/ sesak nafas, PND atau orthopnea - Perubahan warna kulit - Batuk, bunyi jantung S 3/ S4 - Kecemasan
.
Data Subyektif : - Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan. - Adanya dyspnea atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Gangguan irama jantung ntoleransi aktivitas Penurunan curah jantung Suplai oksigen ke miokard menurun
Mekanisme kompensasi Data Obyektif : - Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas - Perubahan ECG : aritmia, iskemia.
Short Of Breath (SOB) Kelelahan/ kelemahan
.
Data Obyektif / Data Palpitasi ecemasan Subyektif : - Insomnia Interpretasi sebagai - Kontak mata kurang keadaan yang mengancam - Kurang istirahat nyawa (kematian) - Berfokus pada diri sendiri Releasing adrenaline - Iritabilitas - Takut Efek samping adrenalin - Nyeri dada - Penurunan TD dan Perasaan cemas (nervous) denyut nadi - Diare, mual, kelelahan - Gangguan tidur - Gemetar - Anoreksia, mulut kering - Peningkatan TD, denyut nadi, frekuensi bernafas - Kesulitan bernafas - Bingung - Bloking dalam pembicaraan - Sulit berkonsentrasi
.
Data Subyektif : Bangun lebih awal/ lebih lambat Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur Data Obyektif : Penurunan kemampuan fungsi Penurunan proporsi tidur REM -
Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur. Peningkatan proporsi
Posisi lay down (berbaring) Volume intra torakal meningkat Peningkatan beban pre load dan after load Kontraktilitas miokard menurun Sensasi drowning (perasaan tenggelam) Terbangun dari tidur
ola tidur
-
5.
pada tahap 1 tidur Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
Keterbatasan kognitif, engetahuan interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumbersumber informasi Kurang pengetahuan tentang penyakit
2.1.3
Intervensi Keperawatan o. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung DO/ DS: Aritmia, takikardia, bradikardia Palpitasi, oedem Kelelahan Peningkatan/penurunan JVP Distensi vena jugularis Kulit dingin dan lembab Penurunan denyut nadi perifer Oliguria, kapilari refill lambat Nafas pendek/ sesak nafas Perubahan warna kulit Batuk, bunyi jantung S 3/S4 Kecemasan
Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
NIC :
-
-
-
Cardiac Pump effectiveness Circulation Status Vital Sign Status Tissue perfusion: perifer
-
Setelah dilakukan asuhan selama………penurunan cardiac output klien teratasi dengan kriteria hasil: - Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, Respirasi) - Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan - Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites - Tidak ada penurunan kesadaran - AGD dalam batas
-
-
-
Evaluasi adanya nyeri dada Catat adanya disritmia jantung Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung Monitor balance cairan Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia Atur periode latihan dan istirahat untuk
-
normal Tidak ada distensi vena leher Warna kulit normal
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
menghindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan
-
-
-
-
-
-
-
-
kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahan kan kontraktilitas jantung Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer Minimalkan
stress lingkungan .
Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
NOC :
NIC :
-
-
Self Care : ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergi
Setelah dilakukan DS: tindakan keperawatan Melaporkan secara verbal selama …. Pasien adanya kelelahan atau bertoleransi terhadap kelemahan. aktivitas dengan kriteria Adanya dyspnea atau hasil : ketidaknyamanan saat - Berpartisipasi dalam beraktivitas. aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan DO : tekanan darah, nadi Respon abnormal dari tekanan dan RR darah atau nadi terhadap - Mampu melakukan aktifitas aktivitas sehari hari Perubahan ECG : aritmia, (ADLs) secara iskemia mandiri - Keseimbangan aktivitas dan istirahat
-
-
-
-
-
-
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi
-
-
-
-
-
-
-
yang tepat. Bantu klien untuk mengidentifik asi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifik asi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifik asi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifik asi kekurangan
.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurang pengetahuan dan hospitalisasi dan ancaman kematian DO/ DS: Insomnia Kontak mata kurang Kurang istirahat Berfokus pada diri sendiri Iritabilitas Takut Nyeri perut Penurunan TD dan denyut nadi Diare, mual, kelelahan Gangguan tidur Gemetar Anoreksia, mulut kering Peningkatan TD, denyut nadi, frekuensi bernafas Kesulitan bernafas Bingung Bloking dalam pembicaraan Sulit berkonsentrasi
dalam beraktivitas - Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas - Bantu pasien untuk mengembang kan motivasi diri dan penguatan - Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual NIC : Anxiety NOC : - Kontrol kecemasan Reduction - Koping (penurunan kecemasan) Setelah dilakukan Gunakan asuhan selama pendekatan ……………klien yang kecemasan teratasi dgn menenangkan - Nyatakan kriteria hasil: Klien mampu dengan jelas mengidentifikasi dan harapan mengungkapkan terhadap gejala cemas pelaku pasien Mengidentifikasi, Jelaskan mengungkapkan dan semua menunjukkan teknik prosedur dan untuk mengontol apa yang cemas dirasakan Vital sign dalam selama batas normal prosedur Postur tubuh, Temani ekspresi wajah, pasien untuk bahasa tubuh dan memberikan tingkat aktivitas keamanan dan menunjukkan mengurangi berkurangnya takut kecemasan Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
-
-
-
-
-
-
-
.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan, posisi tidur Data Subyektif : Bangun lebih awal/ lebih lambat Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur
NOC: - Anxiety Control - Comfort Level - Pain Level - Rest : Extent and Pattern - Sleep : Extent ang Pattern Setelah dilakukan Data Obyektif : tindakan Penurunan kemempuan fungsi keperawatan selama …. Penurunan proporsi tidur gangguan pola tidur REM pasien Penurunan proporsi pada teratasi dengan kriteria
tindakan prognosis Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Instruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik Relaksasi Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapk an perasaan, ketakutan, persepsi Kelola pemberian obat anti cemas
NIC :
Sleep Enhancement - Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur - Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat - Fasilitasi untuk
5.
tahap 3 dan 4 tidur. Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
hasil : - Jumlah jam tidur dalam batas normal - Pola tidur, kualitas dalam batas normal - Perasaan fresh sesudah tidur/ istirahat - Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
mempertahan kan aktivitas sebelum tidur (membaca) - Ciptakan lingkungan yang nyaman - Kolaborasi pemberian obat tidur
Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC:
NIC :
-
-
Kowlwdge : Disease process - Kowledge : Health behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien menunjukkan pengetahuan tentang DS: Menyatakan secara verbal proses penyakit dengan adanya masalah kriteria hasil: - Pasien dan keluarga DO: ketidakakuratan menyatakan mengikuti instruksi, perilaku pemahaman tentang tidak sesuai penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan - Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya
-
-
-
-
-
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat Sediakan informasi
-
-
-
-
pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplora si atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
BAB III PENUTUP
1.1 Kesimpulan Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit
abnormal
elektrofisiologi
atau
sel-sel
otomatis.
Aritmia timbul
miokardium.
Perubahan
akibat
perubahan
elektrofisiologi
ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. Penatalaksanaan pada aritmia meliputi terapi farmakologis dan terapi mekanik. Selain itu, asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan aritmia ini sehingga dapat membantu klien untuk dapat memaksimalkan fungsi jantungnya dan dapat memandirikan klien untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. 1.2 Saran Setelah penulisan makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang aritmia bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa keperawatan untuk dapat melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan aritmia sesuai dengan konsep yang ada sehingga berguna dalam peningkatan status sehat klien.
DAFTAR PUSTAKA
American Association of Critical Care Nurses. The Cardiovascular System. In J. Alspach (Ed.). 1998. Core curriculum for critical care nursing 5th ed., Rev., pp. 137 ‐338. Philadelphia: Saunders. Copstead, Lee-Ellen C. & Banasik, Jaquelyn L. 2013. Pathophysiology Ed.5, St.Louis : Elsevier Saunders Dharma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG : Pedoman Praktis. Jakarta : EGC Daniels, R., Nosek, L., Nicolle, L. 2007. Contemporary Medica-Surgical Nursing . USA : Thomson Davey, Patrick. 2010. Medicine At a Glance. Jakarta : Erlangga Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika Nuraeni,
2013.
Artikel:
Aritmia/Disritmia.
Diakses
dari
http://www.abcmedika.com tanggal 18 November 2014 Jam 10.00 WIB Ohlone College. Nursing Student Hand Book Part III : Clinical Forms. 2004. California. Rahman, Arif. Budi. 2008. Skripsi : Prevalensi Penderita AritmiaDi Rumah Sakit Bina Waluya Athun 2008-2009 Salmon, Nadine. Focused Cardiovascular assessment. (2004). AMN Health Care education Service. Silvestri, Linda A. 2011.Comprehensive Review NCLE-RN Examination. Ed.5. St.Louis : Elsevier Saunders Thaler, Malcom S. The Only EKG Book You’llEver Need 5th Edition . (2007). Lippincott Williams and Wilkins : Pennsylvania Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika Wang, Huizhen et.al. Nicotine Is a Potent Blocker of the Cardiac A-Type K+ Channels. (2000). AHA : Dallas