LAPORAN PENDAHULUAN MEKONIUM ASPIRASI SYNDROME (MAS)
A.
Definisi Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan
oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dil ahirkan. B. Etiologi Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
1
inflamasi dan edema alveolar dan parenkimal perubahan daya elastis paru (peningkatan resisten, penurunan kompli ens)
efek mediator (sitokin, eikosanoid)
disfungsi surfaktan
kebocoran protein ke dalam jalan nafas
SAM toksisitas langsung oleh unsur mekonium
sumbatan jalan nafas
efek hipoksemia dalam intra uterin (perubahan bentuk vaskuler pulmonal, perubahan parenkimal paru)
perubahan reaktivitas pembuluh darah paru
vasokonstrik si pulmoner oleh karena komponen mekonium
Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
C. FAKTOR RESIKO Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular.
D. PATOFISIOLOGI SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung mengubah 2
cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.
Obstruksi jalan nafas
Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium).
Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas.
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13) dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch.
3
Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir ( persistent pulmonary hypertension of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.
Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
E. GAMBARAN KLINIS Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran 4
dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya ditandai oleh takikardia ta npa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat obstruksi dan terdapatnya pneumothorax ( gambaran infiltrat kasar dan iregular pada paru ) 2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
G. DIAGNOSIS SINDROME ASPIRASI MEKONIUM Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut: 1. Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut jantung yang lambat) 2. Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan) 3. Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah. 4. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan. 5. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki kasar). 6. Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO 2 dan peningkatan pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru). 5
H. DIAGNOSA BANDING SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) Gambaran radiografi sering menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia. b) Pneumonia neonatus Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated . c) Respiratory distress syndrome Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain : 1.
Sindrom-sindrom aspirasi lain
2.
Hernia kongenital diafragmatik
3.
Hipertensi pulmonal, idiopatik
4.
Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
5.
Sepsis
6.
Transposisi arteri-arteri besar
Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat pada tabel dibawah: Pembeda
TTN
RDS
SAM
Etiologi
Cairan paru
Defisiensi surfaktan
Iritasi dan obstruksi
persisten
Paru belum berkembang paru sempurna
Waktu persalinan
Kapan saja
Preterm
Aterm atau post-term
Faktor resiko
Section cessarea,
jenis kelamin laki-laki,
Cairan amnion
makrosomia, jenis
diabetes pada ibu,
mekonial, kelahiran
kelamin laki-laki,
kelahiran preterm
post-term 6
asma pada ibu, diabetes pada ibu Gambaran klinis
Takipneu, sering
Takipneu, hypoxia,
kali tanpa
sianosis
Takipneu, hipoxia
hipoksia maupun sianosis Temuan
infiltrat pada
infiltrat homogenus, air
Patchy atelectasis,
radiologis toraks
parenkim, ”siluet
bronchogram,
konsolidasi
basah” di
penurunan volume paru,
sekeliling jantung, penumpukan cairan intralobar Terapi
Suportif, oksigen
Resusitasi, oksigen,
Resusitasi, oksigen,
jika terjadi
ventilasi, surfaktan
ventilasi, surfaktan
Kortikosteroid
Kortikosteroid prenatal
Jangan menunda
prenatal sebelum
jika ada resiko
suctioning setelah
operasi sesar jika
kelahiran preterm (usia
kelahiran, amnioinfusi
usia kehamilan
kehamilan 24-34
tidak bermanfaat
37-39 minggu
minggu)
hipoksia Pencegahan
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome) Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM 3
I. PENATALAKSANAAN MEDIS Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi : 1. Umum Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
7
2. Farmakoterapi Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik. 3. Fisioterapi Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental. 4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan: a. Pemberian terapi surfaktan. b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam paru bayi. c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak
darah
dan
oksigen
yang
sampai
ke
paru
bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan
extra corporeal membrane oxygenation
(ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.
J. 1.
ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN PENGKAJIAN FISIK Riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin Status infant saat lahir 1.
Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2.
Apgar skor dibawah 5
3.
Terdapat mekonium pada cairan amnion
4.
Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
Pulmonarry 1.
Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
8
2.
Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru
3.
Cyanosis
4.
Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)
PENGKAJIAN BEHAVIORAL
Disminished activity STUDY DIAGNOSTIK
Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax. DATA LABORATORIUM
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respir atorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2 2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Gangguan pertukaran gas 3. Risiko infeksi
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No
Dx Keperawatan
1.
Bersihan
Jalan NOC :
nafas
tidak
efektif
NOC
Respiratory status :
Ventilation
NIC NIC : Airway suction
Respiratory status :
Airway patency
suctioning
Aspiration Control
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Kriteria Hasil :
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Informasikan
pada
klien
dan
keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum 9
Mendemonstrasikan
suction dilakukan.
batuk efektif dan suara
Berikan O2 dengan menggunakan
nafas yang bersih, tidak
nasal untuk memfasilitasi suksion
ada sianosis dan dyspneu
nasotrakeal
(mampu
mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
pursed lips)
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
Menunjukkan jalan nafas
dalam
setelah
kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
yang paten (klien tidak
Monitor status oksigen pasien
merasa tercekik, irama
Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas,
frekuensi
pernafasan dalam rentang
melakukan suksion
Hentikan
suksion
normal, tidak ada suara
oksigen
nafas abnormal)
menunjukkan
Mampu
dan
berikan
apabila
pasien bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
mengidentifikasikan dan mencegah
factor
yang
dapat menghambat jalan nafas
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi
suara
nafas,
catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
10
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
2.
Gangguan pertukaran gas
NOC :
NIC :
Respiratory Status : Gas
exchange Respiratory
Airway Management
Status
:
ventilation
ventilasi yang
adekuat
paru paru dan bebas dari tanda
Identifikasi
pasien
perlunya
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi
suara
nafas,
catat
adanya suara tambahan
distress
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
batuk efektif dan suara
Barikan pelembab udara
nafas yang bersih, tidak
Atur
pernafasan
untuk
Memelihara kebersihan
tanda
pasien
pemasangan alat jalan nafas buatan
Mendemonstrasikan
oksigenasi
Posisikan
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
peningkatan
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Vital Sign Status
dan
Monitor respirasi dan status O2
Mendemonstrasikan
ada
sianosis
dyspneu
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
dan
(mampu
intake
Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Respiratory Monitoring
irama dan usaha respirasi
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Monitor rata – rata, kedalaman,
Catat
pergerakan
dada,amati
11
kesimetrisan,
penggunaan
tambahan,
otot
retraksi
otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor
suara
nafas,
seperti
dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan
kebutuhan
suction
dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
auskultasi
suara
tindakan
untuk
paru
setelah
mengetahui
hasilnya
3.
Risiko infeksi
NOC :
NIC :
Immune Status
Infection Control (Kontrol infeksi)
Knowledge : Infection
control
lingkungan
setelah
dipakai pasien lain
Risk control
Kriteria Hasil : Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi Mendeskripsikan
proses
Bersihkan
penularan
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan untuk
pada
mencuci
pengunjung tangan
saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
12
penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan
cuci tangan serta
penatalaksanaannya, Menunjukkan
kemampuan mencegah
untuk timbulnya
Jumlah leukosit dalam
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan
baju,
sarung
tangan
sebagai alat pelindung
infeksi
Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan alat
batas normal
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
Gunakan sabun antimikrobia untuk
petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi
kandung
kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection
Protection
(proteksi
terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema 13
Inspeksi
kulit
dan
mukosa
terhadap
membran kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
14
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi meconium
2.
Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa
bersalah
dan kemungkinan perawatan jangka panjang 3.
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori.
4.
Kecemasan orangtua berhubungan dengan kemungkinan kematian pada infant, respon terhadap perawatan yang lama, dan pemberian bantuan ventilator
5.
Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan pernafasan
6.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai akibat mekonium pada paru
7.
Resiko tinggi injury berhubungan dengan komplikasi pneumothoraks, atelectasis
8.
Kegagalan pertukaran gas berhubungan dengan pneumonitis chemical dan kegagalan fungsi paru akibat aspirasi meconium
9.
Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan aspirasi meconium
10. Deficit pengetahuan orangtua berhubungan dengan perawatan jangka panjang setelah kepulangan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi meconium Tujuan : Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir
atau setelahnya Intervensi
1. Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir. R : Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi baru lahir bernafas 2. Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah kelahiran. R : Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut 3. Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar. R : Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan 15
4. Berikan istirahat dan ketenangan pada infant. R : Menangis atau agitasi dapat meningkatkan tekanan intra thorakal, menyebabkan pneumothorax
2
Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama krisis
situasi. Intervensi dan Rasional
1. Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme. R : Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga 2. Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya. R : Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua 3. Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan. R : Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya. 4. Anjurkan keluarga berkunjung, ikut memberikan perawatan bila mungkin. R : Kunjungan, komunikasi dan partisipasi pada perawatan infant membantu proses bounding 5. Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan prosedur yang penting saat di rumah. R : Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah. 6. Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi. R : Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.
16
DAFTAR PUSTAKA Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601. Mathur,
NC.
2007.
Meconium
Aspiration
Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION%20SYNDROM E.pdf. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/ http:// portal
neonatal.com.br/outras-especialidades
/arquivos/
Meconium
Aspiration
Syndrome.pdf Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging , http://emedicine.medscape.com/ article/410756-overview#a22 Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:60 – 63 Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and Current Management .
American Association of Pediatrics. http://neoreviews.aap
publications.org. Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth Edition. Lange Clinical Science : New York. Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition . McGraw-Hill Professional : New York. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 20122014. . United States of America, Blackwell Publishing. 2012.
17