MAKALAH
ASPIRASI PNEUMONIA
DIAJUKAN SEBAGAI PERSYARATAN PENILAIAN ANGKA KREDIT ( PAK )
Oleh :
Dr. NETTY NURNANINGTYAS NIP. 510 140 677
ASPIRASI PNEUMONIA
PENDAHULUAN Aspirasi adalah infeksi paru yang disebabkan oleh terhirupnya bahan asing, cairan atau benda padat seperti makanan, minuman, bahan muntahan, atau terhirupnya gas-uap beracun ke dalam saluran nafas. Bahan asing yang terhirup bisa berasal dari oropharing atau isi lambung, sehingga dapat terhisap masuk ke saluran nafas bawah. Hisapan bahan tersebut dapat menyebabkan dua keadaan yang agak berbeda, yaitu “aspiration pneumonia” atau “aspiration pneumonitis”. “Aspiration pneumonia” infeksi saluran nafas yang terjadi secara kronis, benda asing yang terhirup jumlahnya sedikit, berasal dari oropharing dengan kuman normal flora penyebab infeksi. “Aspiration pneumonitis” adalah kerusakan mukosa trakeo-bronkial yang terjadi secara akut, biasanya akibat muntahan cairan lambungyang masuk ke dalam saluran nafas. Penyakit ini sering terjadi pada penderita epilepsi, keracunan/overdose obat-obatan, trauma kepala, tumor otak dan CVA. Penurunan kesadaran akan semakin meningkatkan resiko aspirasi, juga dapat meningkatkan jumlah cairan lambung yang terhirup. Hal ini sering disebut sebagai pneumonitis kimia yang terjadi bila zat yang terhirup bersifat racun terhadap paru-paru dan masalah yang timbul lebih berupa iritasi dibandingkan infeksi. Zat yang terhirup biasanya asam lambung. Apabila cairan lambung yang masuk dalam jumlah banyak, terjadi sindroma Mendelson,dan dalam waktu singkat ( kurang dari 1 jam ) bisa timbul sindroma gawat pernafasan akut. Penderita dalam kondisi ini bisa segera sembuh atau memburuk menjadi suatu sindroma gawat pernafasan akut atau suatu infeksi bakteri. Sekitar 3050% penderita bisa meninggal.
PATOFISIOLOGI Partikel kecil dari mulut yang masuk ke saluran nafas, kemudian akan timbul suatu mekanisme pertahanan normal tubuh sebelum masuk ke paru berupa batuk. Namun jika partikel tersebut tidak bisa dikeluarkan, dapat menyebabkan peradangan atau infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia. Pada orang yang lemah, keracunan alkohol/obat atau dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan pada orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita pneumonia aspirasi.
Bahan yang terhirup dapat menyumbat saluran trakeo-bronkial, mulai dari glottis sampai bronkus distal, tergantung posisi penderita pada saat terjadi aspirasi. Tempat benda asing berhenti di paru dapat terjadi di beberapa lokasi. Bila saat miring ke kanan, benda asing tersebut akan menimbulkan proses di lobus paru kanan bawah. Bila dalam posisi supine, benda asing dapat terakumulasi pada lobus paru atas, dan yang paling sering pada segment posterior lobus atas. Yang paling sering terkena dampak bahan aspirasi adalah saluran bronkioli-alveoli yang rentan terhadap infeksi. Reaksi radang akut biasanya diikuti dengan aktifasi neutrofil dan mekanisme reaksi sistemik-mediated yang didominasi interleukin-8.
PREVALENSI Data mengenai pneumonia aspirasi di Indonesia belum terekam, sedangkan data di USA menyebutkan bahwa hampir 45% dari total populasi pernah mengalami tersedak, terutama tersedak air liur saat tidur nyenyak tengah malam. Dan hanya 4% yang menjadi masalah klinis aspirasi pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada 4,5 juta kasus pneumonia yang ada dalam masyarakat, maka sebesar 5-15% nya menimbulkan pneumonia aspirasi.. Prevalensi terkait dengan faktor usia, kondisi neuromuskuler dan status mental penderita. Sedangkan jenis kelamin dan ras tidak berpengaruh terhadap prevalensi aspirasi pneumonia.
MORTALITAS DAN MORBIDITAS Mortalitas dan morbiditas pneumonia aspirasi sangatlah bervariasi, mulai dari infeksi kronikberlanjut ke sepsis dan acute respiratory distress syndrome sebagai penyebab kematian yang cepat. Gejala-gejala tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi penderita saat sehat, kwantitas dan kwalitas bahan yang dihirup. Bahan aspirat yang masuk ke jalan nafas, mengakibatkan obstruksi, infeksi dan kerusakan parenkim paru oleh zat yang bersifat kimia. Serta terjadinya perubahan PH dalam lingkungan menjadi < 2,5 membuat kerusakan hebat, termasuk perdarahan trakeo-bronkial serta pulmonary odem. Aspirasi yang masif dari isi lambung bisa menjadikan kelainan yang diffuse dan bilateral. Infeksi yang sering terjadi adalah karena kuman flora normal mulut, terutama dari penderita yang hygiene oro-periodontal yang jelek. Pada penderita yang lama terpasang intubasi endo-trakeal sering terjadi infeksi
kuman gram negatif, sehingga timbul pneumonia, abses dan empiema. Apabila bahan aspirat besar dan padat, dapat menyebabkan obstruksi bronkus, atelektasis lobar atau segmental. Namun apabila bahan aspirat kecil, akan terjadi reaksi peradangan akut, dan dapat menimbulkan gambaran granuloma kronik dan jaringan parut.
MEKANISME PERTAHANAN TUBUH Sebagai bentuk perlawanan terjadinya pneumonia aspirasi, yang bisa terdiri dari : refleks penggembungan daerah oro-faring, penutupan glottis dan refleks batuk. Penggembungan daerah oral dari glottis diperlukan koordinasi otot-otot daerah bucco-labial-lidah, palatum, pharing,laring dan esophagus. Untuk gerakan refleks ini, persarafan sensoris dan motoris percabangan dari saraf pusat IX dan X. Di bawah glottis, refleks batuk muncul dengan rangsangan benda asing yang ada di saluran nafas.
GEJALA KLINIS Mengetahui tentang riwayat perjalanan penyakit sangatlah penting untuk mengetahui terjadinya pneumonia aspirasi, yaitu tentang sifat bahan aspirat, jumlah bahan yang terhirup, serta wakru terjadinya, sehingga akan mempengaruhi luas dan lokasi kelainan parenkim paru. Penderita penurunan kesadaran yang mudah terkena pneumonia aspirasi adalah pada penderita stroke, peminum alkohol, keracunan obat, pasca anastesi umum, epilepsi, trauma dan hipoglikemia. Sedang pada penderita kelainan neuromuskuler yaitu penyakit degeneratif, distrofi otot pernafasan, Guillain-Barre sindrom, kelainan anatomi dan
struktur disekitar orofaring, seperti tumor, striktura/fistula
esofagus, achalasia dan GERD (Gastro-esophageal reflux disease). Manifestasi klinis sangat bervariasi, seperti asma bronkiale dengan gejala obstruksi bronkus, seperti dyspneu, wheezing, ronki, pulmonary edem, tachycardia, hemorhagic trachea-bronkitis, hipotensi, oksigen rendah, sampai pada cardiac arrest. Apabila bahan aspiratnya besar, menutup saluran nafas besar, akan terdengar stridor, wheezing, serta tanda-tanda hipoksia dan atelektasis. Gejala lain yang nampak berupa demam, dahak kemerahan, kulit yang kebiruan oleh karena darah yang kurang oksigenasi (sianosis), nyeri dada, mialgia serta kelemahan umum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan badan panas, dinding dada tampak asimetris, tertinggal gerakan pada sisi yang sakit, fremitus raba menurun pada sisi yang sakit, suara nafas vesiculer/bronkial menurun, suara tambahan egophoni atau whispered pectorilogue.
PEMERIKSAAN SARANA PENUNJANG Disarankan
untuk
pemeriksaan
laboratorium
darah
lengkap
didapatkan leukositosis sebagai tanda infeksi, pada hitung jenis didapatkan “shift to the left” yang menandakan pneumonia bakteria. Pada analisa gas darah pengukuran konsentrasi O₂ dan CO₂ dalam darah arteri. Pemeriksaan lain yaitu BUN, creatinin dan serum elektrolit, diperlukan untuk monitoring hipoksia serta status balance cairan pada penderita dengan panas badan, muntah dan diare, serta dehidrasi. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan foto dada posisi postero-anterior dan lateral. Hasil ini dapat juga untuk mengevaluasi komplikasi yang muncul.
TATA LAKSANA – PENGOBATAN Pengobatan terdiri dari terapi O₂ dan bila perlu diberikan ventilator mekanis. Bisa dilakukan pengisapan oro-faring dan trakea untuk membersihkan saluran pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup. Antibiotika harus diberikan pada pneumonia aspirasi. Pada aspirasi pneumonitis pemberian antibiotik masih kontroversi. Tidak disarankan untuk pemberian profilaksis antibiotika. Namun bila terjadi tanda-tanda panas badan, leukositosis, keadaan umum memburuk, maka antibiotikaa diberikan. Pemilihan antibiotika harus difikirkan terjadinya aspirasi pneumonia merupakan kejadian nosokomial atau community. Sering dipakai kombinasi antibiotik untuk kuman gram positif dan gram negatif. Pemberian antibiotika diberikan secara empirik. Untuk kuman anaerobtidak diberikan antibiotik selama tidak didapatkan tanda abses paru atau gambaran pneumonia necrotizing pada pemeriksaan foto dada atau CT-scan. Antibiotik secara empirik diberikan dengan melihat gambaran klinisnya, sebagai contoh : 1. Ceftriaxone : spektrum luas, sefalosporin generasi III, untuk kuman gram negatif. Tidak begitu efektif untuk gram positif. Dosis dianjurkan 1-2 gram
IV.bid. dan tidak lebih 4 gram/hari. Pengobatan tidak lebih dari 10 hari. Dihentikan bila tampak perbaikan gambaran klinis. 2. Ampicillin-sulbactam : kombinasi antara ampicillin dan inhibitor beta
laktamase. Dosis 1,5 gram (1 g ampicillin + 0,5 g sulbactam) sampai 3 gram (2 g ampicillin + 1 g sulbactam) IV/IM.q6h, dan tidak lebih 4 g/d sulbactam atau 8 g/d ampicillin. Pengobatan tidak melebihi hari ke 10. Dihentikan bila ada perbaikan klinis. 3. Piperacillin + Na Tazobactam : antibiotika penicillin anti pseudomonas + inhibitor beta laktamase. Dosis diberikan 3,375 g (piperasillin 3 g dan tazobactam 0,375 g). Pengobatan tidak melebihi hari ke 10. Dihentikan bila ada perbaikan klinis. Perlu monitor khusus fungsi hati, dengan pemeriksaan SGOT/SGPT, BUN, creatinin perlu diawasi efek neurotoksik. 4. Imipenem dan Cilastatin : Untuk pengobatan infeksi multiple organism atau untuk penderita yang punya kontraindikasi antibiotika yang lain. Dosis diberikan atas dasar berat ringan penyakit dan cara pemberian pengobatan. Dosis diberikan 500mg-1gram IV, maksimum 3-4gram/hari, atau 500-750mg q12jam IM atau intra abdominal. Maksimum pemberian 10 hari atau kalau sudah ada perbaikan klinis. 5. Amoksisilin dan Clavulanat : alternatif bagi penderita yang alergi atau
intolerance
terhadap
makrolide.
Dapat
ditoleransi
dengan
baik,
meghambat infeksi berbagai macam kuman tapi tidak efektif untuk Mikoplasma dan Legionella. Penetrasi ke jaringan baik, namun tidak menembus cairan serebro-spinal. Dosis dewasa 875mg PO q12h atau 500mg q8h. 6. Levofloxacin
:
untuk
pengobatan
CAP
yang
disebabkan
oleh
Streptococcus aureus, S.pneumoniae ( termasuk yang resisten terhadap penisillin ), H.influenza, Klebsiella pneumonie, Chlamydia pneumonie, M.pneumoniae. Antibiotika ini digunakan secara empirik untuk kuman yang resisten terhadap antibiotika lain. Untuk pengobatan tunggal terhadap spesies pseudomonas dan golongan pnemokokus dengan dosis 750mg IV qd. 7. Clindamycin : bisa menyebar ke seluruh tubuh kecuali susunan saraf pusat. Dapat diberikan penenteral ( dalam bentuk phosphate ) maupun oral (clindamycin Hcl ). Bila dipakai secara oral, khasiat tidak berkurang bila campur makanan dan cepat diserap tubuh secara utuh. Dosis 600mg IV q6-8h, untuk infeksi berat dapat diberikan 4800mg. Maksimum
pemakaian 10 hari atau sampai ada perbaikan klinis. Bila ada indikasi pemakaian untuk kuman anaerob, dianjurkan pemberian bersamaan dengan antibiotika yang sensitif untuk kuman gram positif dan gram negatif. 8. Amikasin : untuk kuman gram negatif yang sudah resisten terhadap
gentamisin atau tobramisin. Efektif untuk P.aeruginosa dengan dosis 5mg/kg/IV q8h. 9. Vancomycin : untuk kuman gram positif dan spesies Enterococcus. Sering dipakai saat infeksi kulit dan sepsis, serta poten juga untuk stafilokokus yang resisten terhadap penicillin dan sefalosporin. Dosis 500mg – 2g/IV/d.
PENCEGAHAN Mencegah Aspirasi : Berbaring lama, tidak bisa membalikkan badan ke kanan dan ke kiri, sehingga hanya tidur satu sisi. Akibatnya cairan lambung bisa mengalir masuk ke dalam paru. Untuk mencegahnya, pasien yang sangat sakit berat harus tidur dengan bantal. Sebaiknya ketinggian bantal itu dijaga agar kemiringan kepala pasien sekitar 30°. Jika pasie stroke, badannya harus dimiringkan ke kanan dan kiri. Kepalanya juga diganjal bantal.
Bagi Orang normal :
Jangan makan dan minum sambil mengobrol atau tertawa
Jangan terburu-buru menelan makanan dan minuman.
Jangan minum alkohol.
Jangan makan sambil tidur-tiduran ( juga bagi bayi ).
Bagi bayi setelah diberi makan atau minum jangan segera ditidurkan.
Bagi Pasien yang sedang dirawat :
Saat tidur, gunakan bantal dengan ketinggian sekitar 30°
Posisi badan sesekali digerakkan ke kiri dan kanan
Upayakan tidak terlalu lama tidur terlentang
Bagi orang normal :
Jika teraspirasi benda cair maupun padat segera dikeluarkan
Jika cairan minyak tanah atau racun serangga yang teraspirasi, segera ke rumah sakit
Pada bayi, jika teraspirasi cairan, ditengkurapkan untuk mengeluarkan cairan tersebut. Jika teraspirasi benda padat, harus diusahakan keluar.
Segera ke dokter atau rumah sakit terdekat
DAFTAR PUSTAKA : 1. Beers MH, Berkow R. The Merck Manual of Geriatrics. 3rd ed. Whitehouse
Station, Nj: Merck & Co ; 2000: 758-99 2. Broniatowski M, Grundfest-Broniatowski S, Tyler DJ, et al. Dynamic
laryngotracheal
closure
for
aspiration:
a
preliminary
report.
Laryngoscope. 2001; 111(11 pt 1): 2032-40 3. Dorner B. It’s tough to swallow : a practical approach to nutritional care of
dysphagia. Director. 2002;10:107-10 4. Fernandez HH, Lapane KL. Predictors of mortality among nursing home
residents with a diagnosis of Parkinson’s disease. Med Sci Monit . 2002;8:CR241-CR46